Senin, 06 Juni 2011

PENGERTIAN HIKMATUT TASYRI’ DAN HIKMATUS SYAR’IY

A. Pendahuluan
Sejarah merupakan salah satu cara untuk mengetahui peristiwa yang telah lalu dengan mempelajari secara kronologis. Untuk mengetahui sejarah hukum Islam harus diketahui terlebih dahulu latar belakang munculnya suatu hukum baik yang didasarkan pada al-Qur’an dan Sunah maupun yang lainnya .
Dengan demikian kita bisa memahami dari mana hukum itu muncul dan dengan sebab apa. Yang paling penting lagi, ada apa dibalik semua itu, mengapa ada syar’I dan juga tasryi’ apa hikmah dengan munculnya syar’I dan tasyri’. Bagaimana seandainya ditiadakannya syar’I dan tasyri’.
Oleh karena itu mengetahui hikmah dari tasyri’ dan syar’I sangatlah urgen supaya tidak ada kesalah fahaman mengenai istilah-istilah maupun penggunaanya khususnya bagi mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam yang nantinya diharapkan bisa mengajari anak didiknya dengan benar.

Misalnya tentang pengertian tasyri’, tasyri' adalah apa yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk hambaNya berupa manhaj (jalan) yang harus mereka lalui dalam bidang aqidah, muamalat dan sebagainya. Termasuk di dalamnya masalah penghalalan dan pengharaman. Tidak seorang pun berwenang menghalalkan kecuali apa yang sudah dihalalkan Allah, juga tidak boleh mengharamkan kecuali apa yang sudah diharamkan Allah. Dari pengertian ini megandung hikmah bahwa manusia itu mahkluk yang lemah dan lalai .
Selanjutnya akan kita bahas tentang substansi kajian dari pengertian Hikmatut Tasyri’ sebagai berikut.

B. Subtansi Kajian
1. Pengertian Tentang Hikmah
Dalam kosa kata bahasa Indonesia, kata Hikmah mempunyai beberapa arti. Pertama, kebijaksanaan dari Allah. Kedua, sakti atau kesaktian (kekuatan ghaib). Ketiga, arti atau makna yang dalam. Keempat, manfaat .
Sedangkan Imam al-Jurjani rahimahullah dalam kitabnya memberikan makna al-Hikmah secara bahasa artinya ilmu yang disertai amal (perbuatan). Atau perkataan yang logis dan bersih dari kesia-siaan. Orang yang ahli ilmu Hikmah disebut al-Hakim, bentuk jamaknya (plural) adalah al-Hukama. Yaitu orang-orang yang perkataan dan perbuatannya sesuai dengan sunnahRasulullah .
Para ulama tafsir rahimahumullah juga mempunyai definisi masing-¬masing tentang ilmu al¬Hikmah. Yang mana antar pendapat tersebut saling berkaitan dan melengkapi satu sama lain. Imam Mujahid mengartikan al-Hikmah, "Benar dalam perkataan dan perbuatan". Ibnu Zaid memaknai, "Cendekia dalam memahami agama." Malik bin Anas mengartikan, "Pengetahuan dan pemahaman yang dalam terhadap agama Allah, lalu mengikuti ajarannya." Ibnul Qasim mengatakan, "Memahami ajaran agama Allah lalu mengikutinya dan mengamalkannya." Imam Ibrahim an-Nakho'i mengartikan, "Memahami apa yang dikandung al-Qur'an." Imam as-Suddiy mengartikan al-Hikmah dengan an-Nubuwwah (kenabian).
Sekarang marilah kita simak definisi ilmu al¬-Hikmah secara lengkap. Yang meliputi definisi secara bahasa, istilah syari'at dan pendapat para ulama tafsir dalam masalah ini. Menurut kamus bahasa Arab, al-Hikmah mempunyai banyak arti. Di antaranya, kebijaksanaan, pendapat atau pikiran yang bagus, pengetahuan, filsafat, kenabian, keadilan, peribahasa (kata-kata bijak), dan al--Qur'anulkarim .
Jika kita memperhatikan makna al-Hikmah dalam ayat-ayat al-Qur'an, maka akan kita jumpai mayoritas makna al¬-Hikmah adalah al-Hadits atau as-Sunnah. Mayoritas kata al¬-Hikmah dalam ayat al-Qur'an disandingkan dengan kata al¬Kitab yang maksudnya adalah al-Qur'an. Perhatikanlah ayat-¬ayat berikut, misalnya:
Surat Al-Baqarah: 151
             •   
Artinya : "Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan ni' mat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu al-Kitab dan al-¬Hikmah (as-Sunnah), serta mengajarkan kepada kamu apa yangbelum kamu ketahui". (Q.S Al-Baqarah: 151)
Surat Al-Ahzab;34
          •    •
Artinya:“Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan Hikmah (sunnah nabimu). Sesungguhnya Allah adalah Maha lembut lagi Maha mengetahui”. (Q.S Al-Ahzab;34)
Di surat lain,
Surat at. Jumu'ah: 2
                    
Artinya : "Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (as-Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata”, (Q.S. al-Jumu'ah: 2)

Dari ragam definisi ilmu al-¬Hikmah tersebut, kita bisa memahami bahwa yang dimaksud dengan ilmu al-¬Hikmah adalah ilmu yang mempelajari al-Qur'an dan al-¬Hadits, yang mencakup cara bacanya dengan benar, pemahaman maksud dan apa yang dikandungnya, lalu mempraktikkannya dalam perkataan dan perbuatan. Apabila perkataan dan perbuatan kita berlandaskan pada dua kitab tersebut, maka kita tidak akan salah atau tersesat dari jalan yang benar.
Rasulullah bersabda, "Telah aku tinggalkan pada kalian dua hal. Kalian tidak akan tersesat selama masih berpegang teguh pada keduanya, yaitu Kitabullah (al-Qur'an) dan sunnah nabi-Nya (al-Hadits)." (HR. Malik, no. 1395).
Dan tidak ada satupun ayat atau hadits shahih yang menjelaskan bahwa maksud dari ilmu al-Hikmah adalah ilmu kesaktian atau kadigdayaan, yang menjadikan pemiliknya kebal senjata tajam, tidak terbakar oleh api, bisa menghilang, mampu menerawang atau meramal, bisa melihat jin dan syetan, serta tujuan kesaktian lainnya. Apalagi kalau dalam proses mendapatkan ilmu seperti itu dengan puasa atau shalat serta wirid bacaan yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah.
Hikmah bukanlah sihir yang melibatkan bantuan jin atau syetan. Sehingga bisa di transfer dari satu orang ke orang lain, dipamerkan di tempat-tempat keramaian, dijadikan sebagai bahan pertunjukan, dipelajari dalam waktu sekejap, dimiliki dengan ritual-ritual khusus, dikuasai dengan media jimat, wifik, rajah atau benda pusaka, atau diperjual-belikan dengan mahar-mahar tertentu.
Hikmah adalah panduan, yang membimbing kita kita mengenal ajaran-¬ajaran Allah dan sunnah¬-sunnah Rasul-Nya, sehingga kita bisa mengetahui mana yang halal dan mana yang haram, mana yang diperintahkan dan mana yang dilarang. Dengan ilmu hikmah seperti itulah, kita akan menjadi orang yang benar dalam perkataan dan perbuatan. Itulah sejatinya ilmu Hikmah.

2. Pengertian Hikmatut Tasyri’ Dan Hikmatus Syar’iy
a) Hikmatut Tasyri’
Kata tasyri’ sama dengan kata syar’I yaitu masdar dari fi’il tsulasi mazid sat hurf setimbang تفعيل dengan arti membuat atau menetapkan syari’at. Bila syari’at itu dikatakan sebagai hukum atau aturan yang ditetapkan Allah yang menyangkut tindak tanduk manusia, maka tasyri’ dalam hal ini adalah penetapan hukum dan tata aturan tersebut .
Dalam buku lain juga dapat diartikan bahwasanya tasyri’yaitu memancarkan atau menguatkan dan memelihara hukum islam yang mana didalamnya juga membicarakan tentang hakikat dan tujuan penerapanya.
Menurut Shalih bin Fauzan bin Abdullah bin Fauzan Tasyri' adalah apa yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk hambaNya berupa manhaj (jalan) yang harus mereka lalui dalam bidang aqidah, muamalat dan sebagainya. Termasuk di dalamnya masalah penghalalan dan pengharaman. Tidak seorang pun berwenang menghalalkan kecuali apa yang sudah dihalalkan Allah, juga tidak boleh mengharamkan kecuali apa yang sudah diharamkan Allah.
Menurut salam Madkur, tasyri’ adalah menciptakanundang-undang dan membuat kaidah-kaidahnya, maka tasyri’ dalam pengertian ini adalah membuat undang-undang .
Menurut Abdul wahab Khalaf, tasyri’ dalam “tarikh tasyri’ islami” adalah penyusunan undang-undang yang mengatur tingkah laku orang-orang mukalaf serta problema dan kejadian yang menimpanya.
Menurut Hasbi As-Shiddiqi, dalam “pengantar ilmu fiqih” menyatakan tasyri’ dengan menetapkan hukum yang berarti taqnin (penetapan qonun/ undang-undang) atau mengadakan undang-undang .
Tasyri’ dilihat dari sudut sumbernya dibentuk pada periode Rasulullah SAW yaitu al-Qur’an dan Sunah. Sedangkan tasyri’ kedua yang dilihat dari kekuatan dan kandungannya mencakup ijtihad sahabat, tabi’in dan ulama sesudahnya. Tasyri’ tipe kedua ini dalam pandangan Umar Sulaiman al-Asyqar dapat dibedakan menjadi dua bidang. Pertama bidang ibadah dan kedua bidang muamalat .
Dalam bidang ibadah, fiqh dibagi menjadi beberapa topik, yaitu :
a. Thaharah
b. Shalat
c .Zakat
d. Puasa
e. I’tikaf
f. Jenazah
g. Haji, umrah, sumpah, nadzar, jihad, makanan, minuman, kurban dan sembelihan.
Bidang muamalat dibagi menjadi beberapa topik yaitu perkawinan dan perceraian, uqubat (hudud, qishash, dan ta’zir), jual beli, bagi hasil (qiradl), gadai, musaqah, muzara’ah, upah, sewa, memindahkan utang (hiwalah), syuf’ah, wakalah, pinjam meminjam (’ariyah), barang titipan, ghashb, luqthah (barang temuan), jaminan (kafalah), seyembara (fi’alah), perseroan (syirkah), peradilan, waqaf, hibah, penahanan dan pemeliharaan (al-hajr), washiat dan faraid (pembagian harta warisan).
Akan tetapi ulama Hanafiah seperti Ibnu Abidin berbeda pendapat dalam pembagian fiqh. Dia membagi fiqh menjadi tiga bagian yaitu ibadah, muamalat dan uqubat.
Cakupan fiqh ibadah dalam pandangan mereka shalat, zakat, puasa, haji dan jihad. Cakupan fiqh muamalat adalah pertukaran harta seperti jual beli, titipan, pinjam meminjam, perkawinan, mukhasamah (gugatan), saksi, hakim dan peradilan.Sedangkan cakupan fiqh uqubat dalam pandangan ulama Hanafiah adalah qishash, sanksi pencurian, sanksi zina, sanksi menuduh zina dan sanksi murtad.
Ulama syafi’iyah berbeda pendapat dengan mereka. Fiqh dibedakan menjadi empat yaitu fiqh yang berhubungan dengan kegiatan yang bersifat ukhrawi (ibadah), fiqh yang berhubungan dengan kegiatan yang bersifat duniawi (muamalat), fiqh yang berhubungan dengan masalah keluarga (munakahat) dan fiqh yang berhubungan penyelenggaraan ketertiban negara (uqubat).

b) Hikmatu Syar’i

Syariat secara bahasa berarti al-utbah ( lekuk liku lembah ), maurid al- ma’i (tempat minum/mencari air) dan jalan yang lurus, sebagaiman firman Allah SWT dalam
Surat al-Jatsiah: 18.
      •      
Artimya: “kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui”.(Q.S Al-Jaziah; 18)

Menurut Muhammad Ali al-Tahanuwi, syariat adalah hukum-hukum Allah yang ditetapkan untuk hamba-Nya yang disampaikan melalui para Nabi atau Rasul, baik hukum yang berhubungan dengan amaliah atau aqidah. Syariat disebut juga din dan millah .
Syari’ah adalah “law statute” artinya hukum yang telah ditetapkan dalam agama Islam Syariat menurut fuqaha berarti hukum yang ditetapkan oleh Allah melalui rasul untuk hamba-Nya agar mereka mentaati hukum ini atas dasar iman, baik yang berkaitan dengan aqidah, amaliah atau disebut ibadah dan muamalah atau yang berkaitan dengan akhlak .
Secara etimologi (lughawi) syari’at berarti jalan ketempat pengairan atau tempat yang dilalui sungai. Kata syari’at muncul dalam beberapa ayat Al-Qur’an

Surat Al Maidah: 48
          •                           •                    
Artinya: “Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujianterhadap Kitab-Kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu”. (Q.S Al Maidah: 48)

Dalam hal ini agama yang ditetapkan untuk manusia disebut syari’at dalam artian lughawi karena umat islam selalu melaluinya dalam kehidupannya di dunia. Bentuk kesaman islam dengan jalan air ialah dilihat dari segi bahwa siapa yang mengikut Syari’at ia akan mengalir dan bersih jiwanya. Allah menjadikan air sebagai penyebab kehidupan tumbuh-tumbuhan dan hewan sebagaimana menjadikan syari’at sebagai penyebab kehidupan jiwa insan (Al-Manar: 413) Menurut definisi yang diberikan oleh para ahli Syari’at ialah segala kitab Allah yang berhubungan dengan tindak-tanduk manusia di luar yang mengenai akhlaq yang diatur tersendiri .
Dengan demikian syri’at adalah nama bagi hukum-hukum yang bersifat amaliah. Walaupun syari’at pada mulanya diartikan agama sebagaimana yag disinggung Allah dalam Surat As-Syura: 13
                                         
“Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya)”. (Q.S As-Syura: 13)

Dari penjelasan diatas kemudian dikhususkan untuk hukum amaliyah. Pengkhususan ini dimaksudkan karena agama pada dasarnya adalah satu dan berlaku secara universal .

c) Pengertian fiqih

Fiqh menurut al-Jurjani ialah hukum-hukum syara’ yang menyangkut amaliah dengan dalil-dalil yang rinci atau tafshili. Fiqh adalah suatu ilmu yang disusun melalui analogis atau ijtihad yang memerlukan penalaran, pengkajian dan perenungan.
Fiqh menurut Muhammad Sallam Madkur, semula mempunyai ruang lingkup yang sama dengan pengertian syari’at, meliputi hukum, aqidah, amaliah dan akhlak. Kemudian setelah wilayah Islam makin luas dan semakin banyak pula jumlah pemeluknya dari berbagai bangsa, timbul masalah-masalah yang memerlukan fatwa hukumnya, maka istilah fiqh dipakai khusus untuk suatu cabang ilmu dari ilmu syari’at. Yakni ilmu yang membahas hukum-hukum syara’ yang berkenaan dengan amaliyah saja yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci.
Fiqh pada masa awal Islam mencakup pemahaman seluruh ajaran Islam secara umum. Dalam hal ini fiqh identik dengan syari’ah dalam arti umum, karena mencakup semua hukum-hukum agama baik yang berhubungan dengan aqidah, ibadah dan akhlak. Semuanya disebut fiqh tanpa ada perbedaan. Hal ini nampak jelas dari firman Allah SWT :
“Hendakkalah tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama”

d) Perbedaan Syari’ah dan Fiqih

Sebagian ulama ada yang membedakan secara dikotomi antara syariah dan fiqh. Syariah hanya terbatas pada hal-hal yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunah saja. Sedangkan fiqh merupakan hasil ijtihad / produk pemikiran para fuqaha yang menetapkan hukum berdasarkan dalilnya. Mereka menghilangkan sifat sakral ( dari hasil ijtihad fuqaha ). Perbedaan ini akan berakibat pada penghapusan fiqh secara menyeluruh dan melepaskan kendali hawa nafsu untuk menetapkan hukum.
Syariat dan fiqh tidak dapat dibedakan secara dikotomi karena keduanya identik. Syariah dalam arti umum identik dengan agama dan artinya yang khusus identik dengan fiqh. Syariah bagaikan klise sedangkan fiqh bagaikan pas photonya karena hukum sebagian diambil dari fiqh dan sebagian besar secara global diambil dari al-Qur’an dan diperjelas sebagian oleh hadis Nabi SAW secara lansung, dan sebagian adalah hasil pemahaman produk pemikiran fuqaha melalui ijtihad dengan menggunakan dalil dzanny.
Syariah dalam arti umum identik dengan agama (al-din), yakni semua peraturan Allah untuk memperoleh kemaslahatan hamba-Nya baik sebagai ajaran pokok (aqidah) atau disebut i’tiqadiah ataupun sebagai khuluqiyah dan muamalah yaitu mencakup semua aspek kehidupan, untuk mewujudkan kebahagian hamba-Nya di dunia dan akhirat nanti. Syariat dalam arti sempit identik dengan fiqh yang berkaitan dengan hukum-hukum Allah.
T.M Hasbi Ash Shiddieqy menyarankan agar istilah syariat dan fiqh dikembalikan kepada pengertiannya yang semula, yaitu keduanya mencakup aqidah, akhlak dan ahkam. Ia menyarankan pula untuk mencari istilah yang khas untuk hukum yang bersifat amaliyah.

3. Perbedaan Antara Hikmatut Tasyri’ Dan Hikmatus Syar’iy
Letak perbedaan tasyri’ dan syar’I yaitu dilihat dari segi syariat itu materi hukumnya, Sedangkan tasyri’ penetapan syari’at tersebut. Dalam hal ini pengetahuan tentang tasyri’ berarti pengetahuan tentang cara, proses, dasar dan tujuan Allah menetapkan hukum bagi tindak tanduk manusia dalam kehidupan keagamaan dan keduniaan mereka. Kemudian pengertian tentang syari’at berarti pengetahuan tentang hakikat dan rahasia dari hukum-hukum syara’ yang telah ditetapkan oleh Allah.
Sering terjadi kesalah fahaman antara Hikmatut Tasyri’ dan Hikmatut Syar’i, karena mereka belum sepakat memahami syariah dan tasryi’.
Hikmatut tasyri’ yaitu lebih memancarkan hukum-hukum islam atau menguatkan serta memeliharanya. Sedangkan Hikmatus syar’I adalah mengungkapkan materi-materi hukum Islam, baik ibadah, muamalah, uqubbat, jinayah, dan sebagainya .
Dari definisi tersebut menunjukkan bahwa Hikmatus syar’I berorientasi pada fiqih yang berkaitan dengan hasil ijtihad para ulama’ mengenai hukum atau tata aturan yang ditetapkan oleh Allah berkaitan dengan proses pembentukan hukum Islam bagi para mujtahid. Oleh karena itu, segala yang berhubungan dengan proses, metode, dasar, asas, prinsip, serta tujuan hukum Islam merupakan wilayah tasryi’ sedangkan yang berhubungan dengan hakikat, rahasia-rahasia dari hukum syara’ merupakan wilayah syar’i.

C. Kesimpulan
Para ulama tafsir rahimahumullah juga mempunyai definisi masing-¬masing tentang ilmu al¬Hikmah. Yang mana antar pendapat tersebut saling berkaitan dan melengkapi satu sama lain. Imam Mujahid mengartikan al-Hikmah, "Benar dalam perkataan dan perbuatan". Ibnu Zaid memaknai, "Cendekia dalam memahami agama." Malik bin Anas mengartikan, "Pengetahuan dan pemahaman yang dalam terhadap agama Allah, lalu mengikuti ajarannya." Ibnul Qasim mengatakan, "Memahami ajaran agama Allah lalu mengikutinya dan mengamalkannya." Imam Ibrahim an-Nakho'i mengartikan, "Memahami apa yang dikandung al-Qur'an." Imam as-Suddiy mengartikan al-Hikmah dengan an-Nubuwwah (kenabian).
Tasyri’ dilihat dari sudut sumbernya dibentuk pada periode Rasulullah SAW yaitu al-Qur’an dan Sunah. Sedangkan tasyri’ kedua yang dilihat dari kekuatan dan kandungannya mencakup ijtihad sahabat, tabi’in dan ulama sesudahnya. Tasyri’ tipe kedua ini dalam pandangan Umar Sulaiman al-Asyqar dapat dibedakan menjadi dua bidang. Pertama bidang ibadah dan kedua bidang muamalat.
Syari’ah adalah “law statute” artinya hukum yang telah ditetapkan dalam agama Islam Syariat menurut fuqaha berarti hukum yang ditetapkan oleh Allah melalui rasul untuk hamba-Nya agar mereka mentaati hukum ini atas dasar iman, baik yang berkaitan dengan aqidah, amaliah atau disebut ibadah dan muamalah atau yang berkaitan dengan akhlak.
Letak perbedaan tasyri’ dan syar’I yaitu dilihat dari segi syariat itu materi hukumnya, Sedangkan tasyri’ penetapan syari’at tersebut. Dalam hal ini pengetahuan tentang tasyri’ berarti pengetahuan tentang cara, proses, dasar dan tujuan Allah menetapkan hukum bagi tindak tanduk manusia dalam kehidupan keagamaan dan keduniaan mereka. Kemudian pengertian tentang syari’at berarti pengetahuan tentang hakikat dan rahasia dari hokum-hukum syara’ yang telah ditetapkan oleh Allah.
 
Daftar Pustaka

Al-Raisun, Ahmad.1991. Nazariyat Al-Maqasid inda Al-Syalibi, Mesir : Dar Al Aman
Asad al-Kalali, 1987. Kamus Indonesia Arab. Jakarta: Bulan Bintang
Dahlan, Tamrin, 2007. Filsafat Hukum Islam, Malang, UIN Press.
Depag RI, 2005. Al-Quran dan terjemahan Al-Hikmah, Bandung: CV Penebit Diponegoro
Elias, 1976. Modern Dictionery Arabic-English, AR Egypt
Hasbi Ash-Shiddiqi, 1976. Filsafat Hukum Islam, Jakarta, Bulan Bintang
Ismail Muhammad Syah, 1992. Filsafat Hukum Islam, Jakarta, Bumi Aksara
Muchlis Usman, 1992. Filsafat Hukum Islam, Malang, UIN Press
Muhammad Salam Madkur, “Al Madhal Li al fiqh al Islam”. Cairo: Dar an Nadhah Islamiyah
Umar Sulaiman al-Asygar, 1991. Tarikh al-Fiqh al- Islamy, Amman:Dar al-Nafais
Zainuddin, 2009 . “Nasi dalam hikmah sejarah”, Rabu 3 Maret, Kompas,
Zainal Abidin Munawir, 2002. Kamus Al-Munawir. Surabaya: Pustaka Progresif
Al-Manhaj.or.id\tarikh tasri'\Tarikh al-Tasyri’ al-Islam « Sharia & Law2.htm
Baitur Ruqyah Asy-Syar’iyyah.tarikh tasri'\pengertian-ilmu-hikmah-yang- syari.html
http//www.almanhaj.co.id-tasyri’.com
Tarikh tasyri’ al-islam, sharia & law.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar