Undang-Undang Dasar 1945 yang berlaku  di Indonesia  dalam dua kurun waktu, kurun waktu antara 1945-1949 yaitu  saat ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada  tanggal 18-8-1945 sampai berlakunya Konstitusi Republik Indonesia  Serikat (KRIS) saat pengakuan kedaulatan pada tanggal 27 Desember 1949. 
Masa berlakunnya yang kedua sejak  dikeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga sekarang. Kurun waktu  yang kedua terbagi dalam masa Orde Lama dan Orde Baru. Orde Lama sejak  dekrit Presiden 5 Juli 1959 sampai dengan 11 Maret 1966, masa Orde Baru  sejak tanggal 11 Maret 1966 sampai dengan 21 Mei 1998 Masa Reformasi  sejak 21 Mei 1998 sampai sekarang. 
1.    Kurun Waktu Antara 1945-1949
 Perlaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 pada masa ini kurang berjalan  dengan baik sebab konsentrasi bangsa Indonesia saat itu dicurahkan pada  mempertahankan kemerdekaan yang baru saja diproklamasikan, sementara  kolonial Belanda membonceng tentara NICA yang ingin menjajah kembali  bangsa Indonesia. Disisi lain terjadi berbagai pertentangan ideologi  yang berpuncak pada berbagai pemberontakan yang mengancam desintegrasi  bangsa, diantaranya pembrontakan DI TII di Jawa Barat, pembrontakan PKI  di Madiun, Kahar Muzakar di Sulawesi selatan, PRRI Permesta di Sumatra  dan sebagainya.
Sistem pemerintahan belum berjalan sebagaimana mestinya. Dalam aturan peralihan Pasal IV disebut bahwa : “Sebelum MPR, DPR, dan DPA terbentuk menurut Undang-Undang Dasar ini, segala kekuasannya dijalankan dengan bantuan sebuah Komite Nasional’. Namun dalam perkembangan ketatanegaraan berdasarkan Maklumat Wakil Presiden No X tanggal 16 Oktober 1945, fungsi Komie Nasional berubah fungsi dari pembantu Presiden menjadi Badan Legislatif. Di samping itu usul BPKNIP pemerintah mengeluarkan maklumat pembentukan partai-partai politik.
Sejak tanggal 154 November 1945 pemerintah dipegang oleh Perdana Menteri sebagai pemimpin kabinet. Perdana menteri bertanggung jawab pada KNIP yang berfungsi sebagian DPR, hal ini berimplikasi terhadap perkembangan ketatanegaraan dan kelabilan pemerintahan dan negara Indonesia dari negara Kesatuan berubah menjadi negara Federal berdasarkan ketentuan Konstitusi Republik Indonesia Serikat Konstitusi ini berlaku sejak 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950 pada masa ini masa perngantian kabinet sebanyak 7 kali, hal ini disebabkan oleh labilnya sistem Parlementer.
Konstituante yang bertugas  membuat Undang-Undang dasar yang tetap ternyata gagal mengemban tugas  tersebut akibatnya, mendiang Presiden Sukarno mengeluarkan Dekris  Presiden 5 Juli 1959 yang isinya : 
- Mebubarkan konstituante,
 - Memberlakukan kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS ,
 - Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat sementara, Dewan Perwakilan Rakyat Sementara dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
 
Dikri Presiden dilaksanakan di depan istana merdeka yang dituangkan dalam SK Presiden No 150 tahun 1950 yang di umumkan dalam lembaran negara No 75 tahun 1959. Dengan berlakunya UUD 1954 Presiden mencanangkan Demokrasi terpimpin yang bersumber dari sila keempat pancasi, namun dalam pelaksanaannya demokrasi tersebut bergesar pada Kekuasaan Bung Karno akibatnya terjadi peryimpangan terhadap UUD 1945 diantaranya :
- kompeksi pancasila berubah menjadi Nasakom;
 - Demokrasi terpimpin cendrung pada pemusatan kekuasaan eksekutif (Presiden);
 - MPR mengambil, keputusan untuk megangkat Presiden Sukarno menjadi Presiden seumur hidup ;
 - Pada tahun 1960 DPR tidak menyetujui RAPBN yang diajukan oleh pemerintah, Presiden membubarkan DPR hasil pemilihan umum menyetujui RAPBN yang diajukan oleh pemerintah Presiden membubarkan DPR hasil pemilihan umum tahun 1955 dan membentuk DPR GR
 - hak budget DPR tidak berfungsi, sebab setelah tahun 1960 pemerintah tidak mengajukan RAPBN untuk mendapatkan peretujuan DPR sebelum berlakunya tahun anggaran berikutnya :
 - Pimpinan lembaga tinggi dan tertinggi negara disejajarkan dengan menteri yang note bene merupakan pembvantu Presiden .penyimpangan – penyimpangan tersebut menyebabkan berjalannya sistem pemerintahan kurang lancar, namun juga memburuknya sistem politik,ekonomi dan hankam saat itu, sehingga pada puncaknya terjadi pemberontakkan G.30 S/PKI yang berhasil di gagalkan oleh ABRI dan mendapatkan dukungan dari rakyat.
 
Dalam sejarah perjuangan kemerdekaan  PKI telah tiga kali memberontak terhadap pemerintahan yang sah,  berdasarkan hal tersebut rakyat menghendaki supaya PKI dibubarkan, namun  saat itu mendiang Presiden Soekarno tidak mau membubarka PKI yang nyata  – nyata menghianati negara. Pada akhirnya mahasiswa dengan dukungan  ABRI menyampaikan tritura ( tiga tuntunan rakyat ) yaitu : 
- Bubarkan PKI;
 - Bersihkan kabinet dari unsur – unsur PKI;
 - Tturunkan harga/perbaikan ekonomi.
 
Gerkakan ini semakin hari semakin  meningkat, akibatnya Presiden Soekarno tidak mampu mengusai  keadaan,untuk mengatasi keadaan semacam itu Presiden mengeluarkan surat  pemerintah sebelas Maret 1966 pada Letnan jendral Soeharto selaku  menteri panglima ankatan darat untuk mengambil langkah–langkah untuk  mengamankan negara .selanjutnya Soeharto selaku pemegang supersmar telah  mengambil keputusan diantaranya
- Membubarkan PKI beserta organisasi dibawahnya yang disambut lega oleh seluruh bangsa Indonesia.
 - Menyelenggarkan pemilihan umum selambat-lambatnya tanggal 5 Juli 1968 yang dituangkan dalam ketatapan MPRS No. XXII/MPRS/1966.
 - Merencanakan pembangunan Nasional lima tahun(repelita)
 
2.    Kurun waktu 11 Maret 1966 sampai dengan 21 Mei 1998
Pada dekade tahun 1997 bangsa Indonesia mulia dilanda krisis moneter yang merambat pada krisis demonsial. Krisis ini terus memuncak yang pada akhirnya yang dimotori oleh mahasiswa menuntut menurut agar Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya. Akhirnay tuntutan ini dipenuhi maka pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatan Presiden dan digantikan oleh wakil Presiden habibi.
Walaupun pemerintaha sudah  diganti namun kepercayaan rakyat semakin menurun,sehingga diadakan  sidang istimewa MPR pada bulan November 1998 yang menghasilkan sembilan  ketetapan MPR .situasi semakin memanas dan rakyat menuntut agar pemilu  segera dipercepat.sebelum dilakukan perubahan terhadap 3 UU Politik  yaitu dengan adanya UU No.2 / 1999 tentang partaii politik ,UU No.3 /  1999 tentang pemilu dan UU No.4 / 1999 tentang susunan MPR, DPR, dan  DPRD. Pemilu dilaksanakan pada tanggal 7 juni 1999 yang diikuti oleh 48  partai politik.
Pemerintahan Habibi jatuh pada tanggal 19 Oktober 1999, setelah pidato pertanggung jawabannya ditolak oleh MPR pada sidang umum tahun 1999 gelombang reformasi berjalan begitu cepat sejak jatuhnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, yaitu dengan perubahan sistem ketatanegaraan diantaranya pencabutan ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang P-4 dan amandemen terhadap UUD 1945. salah satu pasal yang penting hasil amandemen adalah pasal 7 UUD 1945. “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatannya yang sama, hanya untuk satu kali jabatan “Pasal ini yang sebelum diamandemen mengukuhkan Presiden Soeharto untuk dipilih kembali setiap lima tahun oleh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
3.    Kurun Waktu 21 Mei 1998 sampai dengan sekarang 
Pada masa pemerintahan Presiden Habibi, nampaknya kepercayaan rakyat belum juga mampu meredam gejolak reformasi yang sedang berlangsung,s ehingga diadakan sidang istimewa dan pemilihan umum dipercepat, dalam lamporan pertanggungjawabannya Presiden Habibi di depan sidang istimewa MPR, sebagian besar anggota MPR menolak akibatnya pemilihan umum dipercepat dan dilaksanakan pada tanggal 7 Juli 1999 dalam pemilu tersebut PDIP memimpin peroleh suara terbesar, disusul Partai Golkar, PPP, PKB, PAN dan PBB.
Namun dalam Pemilihan Presiden  KH Abdurrahman Wahid dari unsur PKB terpilih sebagai Presiden sedangkan  Megawati sebagai Ketua Umum PDIP pemenang pemilu hanya sebagai wakil  Presiden. Namun dalam pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid banyak  dihadang permasalahan, terutama konflik antara Presiden dan DPR yang  berkelanjutan, tindakan Presiden Abdurrahman Wahid yang sering meresafel  kabinetnya yang dianggap kurang loyal. Kontoversial pemerintahan Gus  Dur tersebut menyelut konflik antara Presiden dan DPR yang pada akhirnya  Presiden diimpeement dalam sidang istimewa MPR dan akhirnya MPR  mengangkat Megawati sebagai Presiden dan Hamzah Haz yang terpilih dalam  sidang MPR sebagai Wakil Presiden. 

Tidak ada komentar:
Posting Komentar