Rabu, 07 Maret 2012

PENGARUH KESULITAN BELAJAR SISWA (Sebuah Studi Kepustakaan)

A. Hakikat Belajar
1. Pengertian Belajar
Di kalangan ahli psikologi terdapat keragaman dalam cara menjelaskan dan mendefinisikan makna belajar (learning). Namun, baik secara eksplisit maupun secara implisit pada akhirnya terdapat kesamaan maknanya, ialah bahwa definisi mana pun konsep belajar itu selalu menunjukkan kepada suatu proses perubahan prilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktek atau pengalaman tertentu (Hilgard, 1948 : 4)
a. Beberapa Karakteristik Perilaku Belajar
Secara implisit dari keterangan di atas, kita dapat mengidentifikasi beberapa ciri perubahan yang merupakan prilaku belajar, di antaranya :
1. Bahwa perubahan Intensional, dalam arti pengalaman atau praktek atau latihan itu dengan sengaja dan disadari dilakukannya dan bukan secara kebetulan; dengan demikian perubahan karena kemantapan dan kematangan atau kelatihan atau karena penyakit tidak dapat dipandang sebagai perubahan hasil belajar.
2. Bahwa perubahan itu positif, dalam arti sesuai seperti yang diharapkan (normatif) atau kriteria keberhasilan (criteria of success) baik dipandang dari segi siswa (tingkat abilitas dan bakat khususnya, tugas perkembengan, dan sebagainya) maupun dari segi guru (tuntutan masyarakat, orang dewasa sesuai dengan tingkatan standar kulturalnya).
3. Bahwa perubahan itu efektif, dalam arti membawa pengaruh dan makna tertentu bagi pelajar itu (setidak-tidaknya sampai batas waktu tertentu) relatif tetap dan setiap saat diperlukan dapat direproduksi dan dipergunakan seperti dalam pemecahan masalah (problem solving), baik dalam ujian, ulangan, dan sebagainya maupun dalam penyesuaian diri dalam kehidupan sehari-hari dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidupnya.

b. Makna Manifestasi Perbuatan Belajar
Meskipun terdapat titik pertemuan antara berbagai pendapat para ahli apa itu hakikat, atau esensi dari perbuatan belajar, ialah perbuatan perilaku dan pribadi, namun mengenai apa sesungguhnya yang dipelajari dan bagaimana manifestasinya masih tetap merupakan masalah yang mengundang interpretasi yang paling fundamental mengenai hal ini, ialah terletak pada dasar pandangan (basic assumpton atau basic ideas) yang dipergunakannya. Secara singkat dari pandangan itu dapat dirangkumkan bahwa yang dimaksud dalam konteks belajar itu dapat bersifat fungsional atau struktural, material dan behavioral, serata keseluruhan pribadi  (Gestalt atau sekurang kurangnya multidimensional) . secara singkat dapat dijelaskan, sebagai berikut.
1. Belajar merupakan perubahan fungsional. Pendapat ini di kemukakan oleh penganut paham teori daya. (faculty psychology) yang lebih luas lagi termasuk ke dalam paham Nativisme. Paham ini berpendirian bahwa jiwa manusia itu terdiri atas sejumlah fungsi – fungsi yang memiliki daya atau kemampuan tertentu (misalnya daya mengingat,daya berpikir, dan sebagainya). Agar daya-daya itu berlaku secara fungsional, harus terlebih dahulu terlatih. Oleh karena itu dalam konteks ini, belajar berarti melatih daya(mengasah otak) agar ia tajam sehingga ia berguna, untuk menyayat atau memecah persoalan – persoalan dalam hidup ini.
Jadi hasil belajar dalam bidang tertentu, menurut teori ini, akan dapat ditransferkan ke bidang-bidang lain. Dalam versi mutakhir, teori ini kita temukan sebagai teori kognitif yang dikembangkan oleh: Paget, dalam konteks teori keseimbangannya yang disebut accomondation. Dijelaskan bahwa struktur fungsi kognitif itu dapat berubah kalau individu berhadapan dengan hal-hal yang baru yang tidak dapat diorganisasikan ke dalam struktur yang telah ada (prinsip association). Dengan demikian, belajar dalam hal ini dapat mengandung makna sebagai : perubahan struktural (Lefrancois, 1975; Gage and berlinre 1975)
2. Belajar merupakan perkayaan materi pengetahuan material pengetahuan (material dan atau perkayaan pola-pola sambutan (responses) perilaku baru (behavior). Pendapat ini dikemukakan oleh para penganut paham ilmu jiwa asosiasi yang lebih jauh lagi : paham empirisme, yang dipelopori oleh John Locke (Inggris) & Hebart (Swiss). Paham itu berasumsi bahwa pada saat kelahirannya jiwa manusia laksana tabula rasa (bersih tanpa noda) atau laksana bejana kosong yang masih harus diisi agar dapat berfungsi. Oleh karena itu, alam konteks ini belajar dapat diartikan sebagai suatu proses pengisian jiwa dengan pengetahuan dan pengalaman yang sebanyak-banyaknya dengan melalui hafalan (memorizing). Pelajar tidak perlu selalu mengerti apa yang dihafalkannya. Yang penting diperolehnya tanggapan dan pengalaman sebanyak mungkin. Yang nantinya akan berfungsi sendirinya dengan melalui hukum-hukum asosiasi (persamaan,perlawanan, bersamaan waktunya dan sebagainya). Secara esensial, di sini tidak dikenal transfer dalam belajar, karena pelajar harus menguasai materinya sebanyak mungkin. Dalam fersi yang mutakhir, kaum behaviorisme yang ekstrem mengakui adanya prinsip-prinsip atau hukum asosiasi meskipun tidak menerima proses kejiwaan yang abstrak. Mereka lebih berpendirian bahwa apa yang diamati dan diukur (observable and mesurable) lebih penting dalam wujud prilaku (behavioral) dengan demikian : belajar dalam konteks ini, dapat diartikan sebagai proses memperoleh pengetahuan dalam pengalaman bentuk pola-pola sambutan perilaku kognitif,afektif, dan psikomotorik.
3. Belajar merupakan perubahan perilaku dan pribadi secara keseluruhan. Pendapat ini dikemukakan oleh para penganut ilmu jiwa Gestalt, yang lebih jauh lagi bersumber pada paham organismic psychology.
Dalam konteks teori ini, belajar bukan hanya bersifat mekanis dalam kaitan stimulus response (S-R bond), melainkan perilaku organisme sebagai totalitas yang bertujuan (purposive). Keseluruhan itu lebih penting daripada hanya bagian. Dengan kata lain, meskipun yang dipelajarinya itu hal yang bersifat khusus, mempunyai makna bagi totalitas pribadi individu yang bersangkutan. Dalam teori ini terimplikasi bahwa tidak semua hal yang kita pelajari itu tidak semua hal yang kita pelajari selalu dapat diamati dalam wujud prilaku atau bersifat intangible mungkin pada waktu tertentu hanya pelajar itu sendiri yang dapat menghayati.
Dari ketiga pandangan di atas dapat kita simpulkan bahwa perbuatan dan hasil belajar mungkin dapat dimanifestasikan dalam wujud: (1) Pertambahan materi pengetahuan yang berupa fakta; informasi; prinsip atau hukum atau kaidah prosedur atau pola kerja atau teori sistem nilai-nilai dan sebagainya; (2) Penguasaan pola-pola prilaku kognitif (pengamatan) proses berpikir, mengingat atau mengenai kembali, prilaku afektif (sikap-sikap apresiasi, penghayatan dan sebagainya); prilaku psikomotorik (keterampilan-keterampilan psikomotorik termasuk yang bersifat ekspresif; (3) Perubahan dalam sifat-sifat kepribadian baik yang tangible maupun yang intangible
2. Prinsip-prinsip Belajar
Belajar seperti halnya perkembangan berlangsung seumur hidup, dimulai sejak dalam ayunan sampai liang lahat. Apa yang dipelajari dan bagaimana cara belajarnya pada setiap fase perkembangan berbeda-beda. Banyak teori yang membahas masalah belajar. Tiap teori bertolak dari asumsi atau anggapan dasar tertentu tentang belajar. Oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila ditemukan konsep atau pandangan serta praktek yang berbeda dari belajar. Meskipun demikian ada beberapa pandangan umum yang sama atau relatif sama di antara konsep-konsep tersebut. Beberapa kesamaan ini dipandang sebagai prinsip belajar.
Beberapa prinsip-prinsip belajar menurut Sukmadinata antara lain:
a. Belajar merupakan bagian dari perkembangan.
b. Belajar berlangsung seumur hidup.
c. Keberhasilan belajar dipengaruhi oleh faktor-faktor bawaan, faktor lingkungan, kematangan serta usaha dari individu sendiri.
d. Belajar mencakup semua aspek kehidupan
e. Kegiatan belajar berlangsung pada setiap tempat dan waktu
f. Belajar berlangsung dengan guru ataupun tanpa guru
g. Belajar yang berencana dan disengaja menuntut motivasi yang tinggi
h. Perbuatan belajar bervariasi dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks
i. Dalam belajar dapat terjadi hambatan-hambatan.
j. Untuk kegiatan belajar tertentu diperlukan adanya bantuan atau bimbingan dari orang lain ( Sukmadinata; 2004: 165-167 ).
Berkembang dan belajar merupakan dua hal yang berbeda, tetapi berhubungan erat. Dalam perkembangan dituntut belajar, dan dengan belajar, perkembangan individu akan lebih pesat. Oleh sebab  itu, kegiatan belajar dilakukan sejak lahir sampai menjelang kematian.
Perbuatan belajar dilakukan individu baik secara sadar ataupun tidak, disengaja ataupun tidak, direncanakan ataupun tidak. Belajar tidak hanya berkenaan dengan aspek intelektual, tetapi juga aspek sosial, budaya, politik, ekonomi, moral, religi, seni, keterampilan dan lain-lain.
Kegiatan belajar tidak hanya berlangsung di sekolah, tetapi juga di rumah, di masyarakat, di tempat rekreasi bahkan di mana saja bisa terjadi perbuatan belajar. Belajar juga terjadi setiap saat, tidak hanya berlangsung pada jam-jam pelajaran. Kecuali pada saat tidur, pada saat lainnya dapat berlangsung proses belajar.
Proses belajar dapat berjalan dengan bimbingan seorang guru, tetapi juga tetap berjalan meskipun tanpa guru belajar berlangsung dalam situasi formal maupun situasi informal. Kegiatan belajar yang diarahkan pada penguasaan, pemecahan atau pencapaian sesuatu hal yang bernilai tinggi, yang dilakukan secara sadar dan terencana membutuhkan motivasi yang tinggi pula. Perbuatan belajar demikian membutuhkan waktu yang panjang dengan usaha yang sungguh-sungguh.
Perbuatan belajar bervariasi dari yang paling sederhana sampai dengan yang sangat kompleks. Perbuatan belajar yang paling sederhana adalah mengenai tanda (signal learning dari Gagne), mengenal nama, meniru perbuatan dan lain-lain, sedang perbuatan yang kompleks adalah pemecahan masalah, pelaksanaan sesuatu rencana dan lain-lain.
Proses perbuatan belajar tidak selalu lancar, adakalanya terjadi kelambatan atau perhentian. Kelambatan dan perhentian dapat terjadi belum adanya penyesuaian individu dengan tugasnya, adanya hambatan dari lingkungan, ke tidakcocokan potensi yang dimiliki individu kurangnya motivasi, adanya kelelahan atau kejenuhan belajar.
Untuk kegiatan belajar tentunya diperlukan adanya bantuan atau bimbingan dari orang lain. Tidak semua hal dapat dipelajari sendiri. Hal-hal tertentu perlu diberikan atau dijelaskan oleh guru, hal-hal ini perlu petunjuk dari instruktur dan untuk memecahkan masalah tentu diperlukan bimbingan dari pembimbing.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
Secara fundamental Dollar and Miller (Loree, 1970 : 136) menegaskan bahwa      ke efektifan prilaku belajar itu dipengaruhi oleh empat hal, yaitu:
1. Adanya motivasi (drives), siswa harus menghendaki sesuatu (the learner must want something)
2. Adanya perhatian dan mengetahui sasaran (cue), siswa harus memperhatikan sesuatu (the learner must notice something);
3. Adanya usaha (response), siswa harus melakukan sesuatu (the learner must dosomething);
4. Adanya evaluasi dan pemantapan hasil (reinforcement), siswa harus memperoleh sesuatu (the learner must get something).
Loree (1970 : 1330) dengan mengembalikannya kepada tiga komponen utama dari proses belajar mengajar (yang harus diperhatikan oleh setiap guru yang bertugas merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi PBM), ialah komponen-komponen (stimulus) (organismic) (response).
Seseorang yang telah belajar akan mendapatkan pengetahuan, yang akan berdampak kepada perubahan tingkah laku. “Belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku, di mana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.” (Purwanto, 1997 : 85)
Belajar merupakan salah satu kegiatan pokok yang terjadi dalam proses belajar mengajar di sekolah. Selain kegiatan mengajar,kegiatan belajar juga dapat menentukan berhasil atau tidaknya pencapaian suatu tujuan pengajaran di sekolah .
Definisi belajar menurut Morgan, dalam buku Introduction to psychology (1978) mengemukakan : “Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman”. (Purwanto, 1999 : 84).
Menurut Wittig, (1981) dalam bukunya Psychologgy of Learning ‘Belajar adalah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam/keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman’ (Syah, 1999 : 61).
Menurut Witherington dalam buku Education Psychologi, mengemukakan, ‘Belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian  yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi yang berupa kecakapan sikap, kebiasaan, kepandaian atau suatu pengertian’ (Dalyono, 1997 : 211).
Dari ketiga definisi  di atas dapat disimpulkan, bahwa belajar akan membawa suatu perubahan tingkah laku yang terjadi melalui latihan atau pengalaman dan perubahan itu harus relatif menetap serta menyangkut berbagai aspek.
B. Hakikat Kesulitan Belajar
1. Pengertian Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar merupakan terjemahan dari istilah bahasa Inggris learning disability. Terjemahan tersebut sesungguhnya kurang tepat karena learning artinya belajar dan disabiliti artinya ketidakmampuan; sehingga terjemahan yang benar seharusnya  adalah ketidakmampuan belajar
Kesulitan belajar adalah suatu keadaan yang menyebabkan siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya (Dalyono, 1997 : 229).
Definisi lain tentang kesulitan belajar yaitu kesukaran siswa dalam menerima atau menyerap pelajaran di sekolah. (Sabri, 1995 : 88)
Menurut Burton, siswa diduga mengalami kesulitan belajar, apabila siswa tidak dapat mencapai ukuran tingkat keberhasilan belajar dalam waktu tertentu, siswa tidak dapat mewujudkan tugas-tugas perkembangan dan tidak dapat mencapai tingkat penguasaan materi. (Makmun, 1996 : 207)
Dari beberapa definisi di atas menunjukkan bahwa siswa yang mengalami kesulitan belajar, akan sukar dalam menyerap materi-materi pelajaran yang di sampaikan oleh guru sehingga ia akan malas dalam belajar, serta tidak dapat menguasai materi, menghindari pelajaran, mengabaikan tugas-tugas yang diberikan guru, penurunan nilai belajar dan prestasi belajar rendah.
2. Faktor-faktor Kesulitan Belajar
Faktor yang dapat menyebabkan kesulitan belajar di sekolah itu banyak dan beragam. Apabila dikaitkan dengan faktor-faktor yang berperan dalam belajar, penyebab kesulitan belajar tersebut dapat kita kelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa (faktor internal) dan faktor yang berasal dari luar diri siswa (faktor eksternal).
Adapun faktor-faktor penyebab kesulitan belajar itu, dapat dikelompokkan sebagai berikut:
A. Faktor internal, yang meliputi:
1. Faktor fisiologi
2. Faktor psikologi
B. Faktor eksternal, yang meliputi:
1. Faktor orang tua
2. Faktor sekolah
3. Faktor media masa dan lingkungan sosial
Berikut ini akan diuraikan tentang faktor-faktor penyebab kesulitan belajar, baik faktor internal maupun faktor eksternal.
a. Faktor internal
1). Faktor Fisiologi
Seorang anak yang sakit atau kurang sehat akan mengalami kelemahan fisik, sehingga saraf sensorik dan motoriknya lemah akibatnya rangsangan yang diterima melalui indranya tidak dapat diteruskan ke otak. Anak yang kurang sehat akan mengalami kesulitan belajar, sebab ia mudah lelah, pusing, mengantuk,daya konsentrasinya berkurang dan kurang bersemangat dalam belajar.
Ahmad Thanthowi (1991 : 106) mengatakan: “Karena sakit-sakitan, maka menjadi sering meninggalkan sekolah. Demikian juga dalam upaya belajar di rumah frekuensi belajar dapat menjadi menurun. Maka badan yang sehat dan segar amat berpengaruh bagi tercapainya sukses belajar.”
Wasty Soemanto, mengatakan bahwa: “Orang yang belajar membutuhkan kondisi badan yang sehat. Orang yang badanya sakit akibat penyakit-penyakit tertentu serta kelelahan tidak akan dapat belajar dengan efektif. Cacat fisik juga  mengganggu hal belajar.” (Soemanto, 1990 : 121)
Gangguan serta cacat mental pada seseorang juga sangat mengganggu hal belajar orang yang bersangkutan. Bagaimana orang dapat belajar dengan baik apabila ia sakit ingatan, sedih, frustrasi atau putus asa.”
Bila seorang anak mengalami sakit yang lama, maka sarafnya akan bertambah lemah, sehingga ia tidak dapat mengikuti pelajaran untuk beberapa hari dan pelajarannya pun tertinggal. Selain itu cacat tubuh pun dapat menyebabkan seorang anak mengalami kesulitan belajar.
2). Faktor Psikologi
Belajar memerlukan kesiapan rohani dan kesiapan mental yang baik, dan yang termasuk dalam faktor psikologi adalah:
a. Inteligensi
Menurut David Wechsler, Intelegensi adalah:Kemampuan individu untuk berfikir dan bertindak secara terarah, serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif (Sarwono, 1991 : 71).
Faktor ini besar sekali pengaruhnya terhadap kemajuan belajar anak. Bila intelegensi seseorang memang rendah dan ia tidak mendapat bantuan dari pendidik dan orang tuanya, maka usaha dan jerih payahnya dalam belajar akan memperoleh hasil yang kurang baik atau mungkin tidak akan berhasil.
b. Bakat
Bakat adalah potensi atau kecakapan dasar yang dibawa sejak lahir (Ahmadi, 1991 : 78).
Setiap individu memiliki bakat yang berbeda-beda dan seseorang akan mempelajari sesuatu sesuai dengan bakat yang dimilikinya. Apabila seorang anak mempelajari suatu bidang studi yang bertentangan dengan bakatnya, maka ia akan merasa bosan dan cepat putus asa.
c. Minat
Seorang anak yang tidak memiliki minat terhadap suatu pelajaran akan menimbulkan kesulitan belajar. Minat yang timbul dari kebutuhan belajar siswa, akan menjadi pendorong dalam melaksanakan belajar.
“Ada tiga komponen yang harus dimiliki anak, agar dirinya dapat melakukan kegiatan proses belajar yaitu: Minat, Perhatian, Motivasi. (Surya, 2003 : 6)
d. Motivasi
Motivasi memegang peranan penting dalam proses belajar. ’Motivasi berfungsi menimbulkan, mendasari dan mengarahkan perbuatan belajar’ (Ahmadi, 1991 : 79).
Seseorang yang motivasinya lemah tampak acuh tak acuh terhadap pelajaran, mudah putus asa, perhatiannya tidak tertuju pada pelajaran dan sering meninggalkan pelajaran yang mengakibatkan kesulitan dalam belajar.
b. Faktor Eksternal
1) Faktor orang tua
Keluarga merupakan pusat pendidikan utama dan pertama, tetapi dapat juga sebagai faktor penyebab kesulitan belajar. Dalam hal ini orang tua memiliki peranan penting dalam rangka mendidik anaknya,karena pandangan hidup, sifat dan tabiat seorang anak, sebagian besar berasal dari kedua orang tuanya.
“Tugas utama keluarga dalam pendidikan anak ialah sebagai peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan. Sifat dan tabi’at anak sebagian besar diambil dari kedua orang tuanya dan dari anggota keluarga lain.” (Hasbullah, 1996 : 89)
Yang termasuk faktor ini antara lain adalah:
a. Bimbingan dan didikan orang tua
Orang tua yang tidak tahu atau kurang memperhatikan kemajuan belajar anak-anaknya akan menjadi penyebab kesulitan belajar anak-anak memerlukan bimbingan orang tua agar bersikap dewasa dan tanggung jawab belajar tumbuh pada diri anak. Orang tua yang bekerja dapat mengakibatkan anak tidak memperoleh bimbingan atau pengawasan dari orang tuanya, sehingga anak akan mengalami kesulitan belajar.
b. Hubungan orang tua dan anak
Faktor ini penting sekali dalam menentukan kemajuan belajar anak. Kasih sayang dari orang tua menimbulkan mental yang sehat bagi anak. Kurangnya kasih sayang akan menimbulkan emosional insecurity. Seorang anak akan mengalami kesulitan belajar apabila tidak ada atau kurangnya kasih sayang dari orang tua.
c. Suasana rumah atau keluarga
Suasana rumah yang sangat ramai atau gaduh, mengakibatkan anak tidak dapat belajar dengan baik. Anak akan selalu terganggu konsentrasinya, sehingga sukar belajar.
d. Keadaan ekonomi keluarga
Keadaan ekonomi digolongkan dalam:
- Ekonomi yang kurang atau miskin  keadaan ini akan menimbulkan kurangnya alat-alat belajar, kurangnya biaya dan anak tidak mempunyai tempat belajar yang baik. Ketiga hal tersebut akan menjadi penghambat bagi anak untuk dapat belajar dengan baik dan hal tersebut juga dapat menghambat kemajuan belajar anak.
- Ekonomi yang berlebihan (kaya). Keadaan ini sebaiknya dari keadaan yang pertama, yaitu ekonomi keluarga yang melimpah ruah. Mereka akan menjadi malas belajar karena ia terlalu banyak bersenang-senang mungkin orang tua tidak tahan melihat anaknya belajar dengan bersusah payah keadaan seperti ini akan dapat menghambat kemajuan belajar.
2) Faktor sekolah
Yang dimaksud dengan faktor sekolah antara lain adalah:
a. Guru
Guru dapat menjadi penyebab kesulitan belajar apabila guru tidak memenuhi syarat sebagai seorang pendidik, contohnya:  hubungan guru kurang baik dengan siswa dan guru menuntut standar pelajaran di atas kemampuan anak. Seorang guru dituntut harus dapat mengelola komponen-komponen yang terkait dalam mendidik para siswa.
“Dalam komponen- komponen yang berpengaruh terhadap hasil belajar, komponen guru lebih menentukan karena ia akan mengelola komponen lainnya sehingga dapat meningkatkan hasil proses belajar mengajar.” (Ladjid, 2005 : 114)
b. Alat pelajaran
Alat pelajaran yang kurang lengkap membuat penyajian pelajaran tidak baik. Terutama pelajaran yang bersifat praktikum, kurangnya alat laboratorium akan banyak menimbulkan kesulitan dalam belajar.
c. Kondisi gedung
Apabila gedung sekolah dekat dengan keramaian, ruangan gelap dan sempit maka situasi belajar akan kurang baik karena sangat mengganggu konsentrasi sehingga kegiatan belajar terhambat. Dalam belajar dibutuhkan konsentrasi penuh sehingga siswa akan dengan mudah dalam memahami pelajaran yang sedang dibahas.
“Ruang kelas yang kotor, berdebu, dan kurang ventilasi dapat mengganggu kesehatan, terutama pernapasan sehingga proses belajar mengajar dapat mengalami gangguan. Demikian juga situasi dalam kelas yang bising, ribut, tidak memungkinkan tercapainya tujuan belajar yang diinginkan”(Thonthowi, 1991 : 1005)
d. Kurikulum
Kurikulum dapat dikatakan kurang baik apabila bahan/materinya terlalu tinggi dan pembagian bahan/materi tidak seimbang.
“Kurikulum yang baik dan seimbang. Kurikulum sekolah yang memenuhi tuntutan masyarakat dikatakan kurikulum itu baik dan seimbang. Kurikulum ini juga harus mampu mengembangkan segala segi kepribadian siswa. Di samping kebutuhan siswa sebagai anggota masyarakat.”(Slameto, 2003 : 93)
e. Waktu sekolah dan disiplin kurang
Waktu yang baik untuk belajar adalah pagi hari, karena kondisi anak masih dalam keadaan yang optimal untuk dapat menerima atau menyerap pelajaran. Apabila sekolah masuk siang atau sore kondisi siswa sudah tidak optimal lagi untuk menyerap pelajaran, karena energi mereka sudah berkurang. Selain itu pelaksanaan disiplin yang kurang juga dapat menjadi penghambat dalam proses belajar mengajar.
Selain faktor-faktor di atas, ada pula faktor-faktor lain yang juga dapat menimbulkan kesulitan belajar yaitu sindrom psikologis berupa learning disability (ketidakmampuan belajar) (syah, 1999 : 166).
Faktor-faktor tersebut adalah:
- Disleksia (dyslexia) yaitu ketidakmampuan belajar membaca.
- Disgrafia (dysgraphia) yaitu ketidakmampuan belajar menulis.
-Diskalkulia (discalculia), yaitu ketidakmampuan belajar matematika.
3) Faktor media masa dan lingkungan sosial
a. Faktor media masa meliputi; bioskop, surat kabar, majalah, radio, dan televisi. Hal-hal tersebut dapat menjadi penghambat dalam belajar apabila terlalu banyak waktu yang digunakan untuk hal-hal tersebut, hingga melupakan belajar (Ahmadi, 1991 : 87).
b. Lingkungan sosial, seperti teman bergaul, tetangga dan aktivitas dalam masyarakat. Ketiga faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap proses belajar anak, misalnya anak terlalu banyak berorganisasi, hal ini dapat menyebabkan belajar anak menjadi terbengkalai.
C. Hakikat Prestasi Belajar
1. Pengertian Prestasi Belajar
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan “Prestasi” adalah hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan dan sebagainya). Mengenai prestasi belajar, Sumadi Suryabrata membagi ke dalam dua bagian, yaitu pertama, hasil belajar siswa adalah penguasaan kecakapan yang diusahakan secara sengaja dalam suatu waktu dan satuan bahan tertentu. kedua, hasil belajar perbedaan antara kecakapan pada awal dan akhir proses belajar. (Sumadi. S, 1975 : 354)
Di sekolah hasil belajar dinyatakan dalam angka-angka (nilai) dalam semua mata pelajaran yang diberikan. Jadi bentuk angka (nilai) ini merupakan lambang untuk prestasi (hasil belajar siswa). Adapun yang dimaksud dengan hasil belajar siswa menurut Nana Sudjana adalah “Seperangkat nilai-nilai yang diperoleh peserta didik setelah melalui evaluasi yang didapat yaitu hasil belajar tingkat kognitif.” (Sudjana, 1988 : 50)
Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan prestasi belajar atau hasil belajar adalah perubahan yang terjadi pada diri siswa setelah mengikuti suatu proses belajar, hasil belajar merupakan umpan balik yang diberikan oleh peserta didik. Hasil belajar yang diperoleh tidak hanya sekedar berupa pengetahuan melainkan juga dapat berbentuk prilaku yang ditunjukkan siswa.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Setelah mengetahui tentang definisi Prestasi belajar, maka penulis akan menggali sepintas tentang faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa dalam proses belajar mengajar. yaitu sebagai berikut:
1) Faktor Internal
a) Faktor Biologis (jasmaniah)
Faktor biologis meliputi segala hal yang berhubungan dengan keadaan fisik atau jasmani individu yang bersangkutan
b) Faktor Psikologis (Rohaniah)
Di antara faktor-faktor rohaniah siswa yang pada umumnya dipandang lebih esensial itu adalah sebagai berikut:
a. Intelegensi Siswa
Menurut Rebber yang dikutip oleh Muhibbin Syah bahwa Intelegensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko dan fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat. (Muhibbin, 1995: 134).
Sejak lahir manusia sudah dikaruniai oleh Allah SWT kecerdasan atau intelegensi. kecerdasan tersebut tidak sama pada setiap anak namun demikian sebagian besar dipengaruhi oleh pembawaan dan keturunan. Jadi, intelegensi ialah kemampuan seseorang yang dibawa sejak lahir, yang memungkinkan seseorang untuk berbuat sesuatu dengan cara tertentu.
b. Sikap Siswa
Sikap (attitude) siswa yang positif, terutama pada guru dan mata pelajaran yang diberikan merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa tersebut. Sebaliknya, sikap negatif siswa terhadap guru dan mata pelajaran yang diberikan dapat menimbulkan kesulitan  belajar siswa tersebut.
c. Bakat Siswa
Secara umum, bakat (aptitude) yang dikutip oleh Saparinah Sadli adalah kemampuan potensial (potential ability) yang dimiliki seseorang yang merupakan kemampuan bawaan yang masih perlu dikembangkan/dilatih untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Bakat adalah suatu kondisi pada diri seseorang yang dengan latihan khusus memungkinkannya mencapai suatu kecakapan, pengetahuan dan keterampilan khusus.’ (Saparinah; 1986 : 63).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa bakat adalah suatu kondisi dalam diri seseorang yang memungkinkannya dengan suatu latihan khusus mencapai kecakapan, pengetahuan dan keterampilan khusus. Anak sejak lahir telah mempunyai pembawaan yang berbeda-beda, antara yang satu dengan yang lainnya. di dalam agama Islam pembawaan itu dikenal dengan sebutan ‘Fitrah’ yang dapat berkembang dengan adanya pendidikan.
d. Minat Siswa
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan minat adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. (Depdikbud, 1991 : 656). Sejalan dengan pendapat di atas adalah pendapat yang dikemukakan oleh W.J.S. Poerwadarminto, minat adalah perkataan, kesukaan (kecenderungan hati) kepada sesuatu. (Poerwadarminto, 1986 : 650)
Dari berbagai pengertian yang dikemukakan para ahli di atas saling melengkapi sehingga dapat disimpulkan bahwa minat adalah kecenderungan hati kepada sesuatu yang timbul dalam diri individu untuk memperhatikan, menerima dan melakukan sesuatu tanpa ada yang menyuruh dan Sesuatu itu dinilai penting atau berguna bagi dirinya.
e. Motivasi Siswa
Motivasi itu berarti “Segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk bertindak melakukan sesuatu”. (Purwanto, 1985 : 64).
Motivasi tersebut ada yang datang dari dalam diri manusia dan ada pula yang datang dari luar. motivasi yang mendorong seseorang untuk berprestasi yaitu dengan Kecenderungan untuk mencapai sukses atau memperoleh apa yang menjadi tujuan akhir yang dikehendaki dan keterlibatan diri seseorang terhadap sesuatu tugas.
f. Kematangan Siswa
Faktor kematangan bagi anak didik mengandung banyak sekali kemungkinan-kemungkinan untuk berkembang baik jasmani maupun rohani agar mencapai taraf pertumbuhan baik bentuk, ukuran maupun perimbangan bagian-bagiannya. Faktor Latihan juga sangat mempengaruhi taraf kemajuan belajar anak dalam segi kognitif, afektif, dan psikomotorik terhadap program pengajaran yang telah ditentukan.
2). Faktor Eksternal
a. Faktor Lingkungan keluarga
Keluarga sebagai salah satu dari tri pusat pendidikan bertugas membentuk kebiasaan-kebiasaan (habit formation) yang positif sebagai pondasi yang kuat dalam pendidikan informal. (Gunawan, 2000 : 49)
Dengan pembiasaan tersebut anak-anak akan menyesuaikan diri bersama keteladanan orang tuanya. Orang tua yang tidak otoriter, akan dapat menoleransi kemauan anak-anaknya, dengan demikian akan terjadi sosialisasi yang positif dalam rumah/keluarga.
b. Faktor Lingkungan sekolah
Setelah masuk sekolah anak harus dapat menyesuaikan diri dengan kondisi serta aturan-aturan yang berlaku di sekolah. Untuk itulah secara berangsur-angsur sosialisasi di sekolah harus dilakukan oleh anak, di samping guru juga harus menyesuaikan diri dengan tuntutan/kondisi sekolah.
c. Faktor Masyarakat
Di dalam keluarga anak akan mendapat pengawasan dan pembinaan dari orang tuanya, di sekolah ia dibina di bawah pengawasan guru, sedang di masyarakat kemungkinan akan tergelincir dalam pergaulan yang menyesatkan/merugikan dirinya. Maka kewaspadaan harus lebih ditingkatkan, demi kesejahteraan masyarakat.
d. Faktor sarana dan prasarana
Yang termasuk faktor sarana dan prasarana meliputi tempat belajar, kelas yang tersedia, alat pelajaran yang sesuai, laboratorium, perpustakaan, lapangan olahraga, tempat ibadah dan lain-lain sebagainya.
e. Faktor Waktu
Bahwa waktu (kesempatan) memang berpengaruh terhadap keberhasilan belajar seseorang, dan sebenarnya yang sering menjadi masalah bagi siswa atau mahasiswa bukan ada atau tidak adanya waktu, melainkan bisa atau tidaknya mengatur waktu yang tersedia untuk belajar.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta : DepDikBud dan Rieneka Cipta, 2007.
Abdurrahman, Al-Bagdadi, Sistem Pendidikan Islam di masa Khalifah Islam, Jawa Timur: Al-Izzah, 1987.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1996.
Bahri Saiful Djamaroh, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta : Reinika Cipta, 2005.
C. Drew Edwards, Ketika Anak Sulit Diatur, Bandung : Kaifa, 1999.
Dimyati, Mudjiono, Belajar Dan Pembelajaran, Jakarta : DepDikBud dan Rieneka Cipta, 2002.
Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 2002.
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta : CV. Toha Putra, 1989.
Fatimah Enung, M.M., Psikologi Perkembangan (Peserta Didik). Bandung : Pustaka Setia, 2006
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta : Raja Grapindo Persada, 1997
Kurt Singr, Membina Hasrat Belajar di Sekolah, Bandung : Remaja Rosdakarya, 1991.
Purwanto M. Ngalim, Psikologi Pendidikan, Bandung : Remaja Rosdakarya, Jakarta, 1997
Puspasari Amarillia. Mengukur Konsep diri Anak, Jakarta : Elex Media Komputindo, 2007
R. Ibrahim, Nana Syaodah, Perencanaan Pengajaran, Jakarta : DepDikBud dan Reineka Cipta, 1996.
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia 1994
Somantri Sutjihati, M.Si., Psikologi Anak Luar Biasa, Bandung : Refika Aditama, 2007.
Suharsono, Mencerdaskan Anak, Jakarta : Inisiasi Press, 2002.
Syamsuddin Abin Makmun, MA. Psikologi Kependidikan, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2004
Suryabrata Sumadi, Psikologi Pendidikan, Jakarta : Raja Grapindo Persada, 2004.
Thonthowi Ahmad, Psikologi Pendidikan, Bandung : Angkasa, 1991.
Tim Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan, Surabaya : Usaha Nasional, 1980.
Vimala Schneider Mc Clure, Anak Berkebutuhan Khusus, Prestasi Pustakaraya, 2007.
Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, Jakarta : Reinika Cipta, 1998.
Yunus Mahmud, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, Jakarta : PT. Hidakarya Agung, 2006.
Zulkifli, Psikologi Perkembangan, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2003.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar