Kamis, 31 Mei 2012

PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM PADA MASA KHALIFAH BANI ABBAS

BAB I
PENDAHULUAN

                Sebuah masyarakat (Bani Abbasiyah) yang punya kesadaran yang tinggi akan ilmu, hal ini ditunjukan masyarakat yang sangat antusias dalam mencari ilmu, penghargaan yang tinggi bagi para ulama, para pencari ilmu, tempat-tempat menuntut ilmu, banyaknya perpustakaan-perpustakaan pribadi yang dibuka untuk umum dan juga hadirnya perpustakaan Bayt al-Hikmah yang disponsori oleh khalifah pada waktu yang membantu dalam menciptakan iklim akademik yang kondusif. Tak heran jika kita menemukan tokoh-tokoh besar yang lahir pada masa ini. Tradisi intelektual inilah yang seharusnya kita contoh, sebagai usaha sadar keilmuan kita dalam mengejar ketertinggalan dan ini segera lepas dari keterpurukan
Sejak terbunuhnya Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir dari Dinasti Umayyah oleh seorang pemuda berdarah Persia yang gagah berani dan cerdas bernama Abu Muslim Al- Khurasani di Fusthath, Mesir pada bulan Dzulhijjah 132 H bertepatan dengan tahun 750 M, maka berakhirlah kekuasaan Dinasti Bani Umayyah yang berkuasa kurang lebih 90 tahun. Dan itu berarti secara resmi sejak itu kekuasaan berpindah ke tangan Bani Abbas yang kemudian lebih dikenal dengan Daulah Abbasiyah.

BAB II
PEMBAHASAN
A.                 Pembentukan Khalifah Bani Abbas
Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al- Saffan Ibnu Muhammad Ibn Ali Ibn Abdullah Ibn Abbas. Kekuasaannya berlangsung pada rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s.d. 656 H (1258 M). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perbedaan politik, sosial dan budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik itu para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode:
1.    Periode pengaruh Persia pertama (132 H/750 M – 232 H/ 874 M)
2.    Periode pengaruh Turki pertama (232 H/847 M – 334 H/945 M)
3.    Pengaruh persia ke kedua (332 H/945 M – 447H/1055 M)
4.    Masa pengaruh turki kedua (447 H/1055 M- 590 H/1194 M)
5.    Periode kelima (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pngaruh dinasti lain, tetepi kekuasaanya hany efektif di sekitar kota Bagdad.
Pada periode pertama, pemerintahan Bani abbas mencapai masa keemasannya. Secara politis, para khalifat betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran, masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini jga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dan Islam. Namun, setelah periode ini berakhir, pemerintahan Bani Abbas mulai menurun dalam bidang politik, meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang.
Masa pemerintahan abu Al-Abbas, pendiri dinasti ini, sangat singkat, yaitu dari tahun 750 M sampai 754 M. Karena itu, pembina sebenarnya dari daulat Abbasiyah adalah Abu Ja’far Al- Manshur (754-775 M). Dia dengan keras menghadapi lawan-lawannya dari Bani Umayah, Khawarij, dan juga Syi’ah yang merasa dikucilkan dari kekuasaan. Abdullah bin Ali dan Shalih bin Ali, kekuasaannya adalah pamannya sendiri yang ditunjuk sebagai gubernur oleh Khalifah sebelumnya di Syiria dan Mesir, karena tidak sedia membaiatnya, dibunuh oleh Abu Muslim Al-Khurasani atas perintah Abu Ja’far.
Popularitas daulat Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya Al-Ma’mun (813-833 M). Kekayaan yang banyak di manfaatkan Harun Al-Rasyid untuk keperluan sosial. Tingkat kemakmuran yang paling tinggi terwujud pada zaman khalifah ini. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi. Al-Ma’mun, pengganti Al-Rasyid, dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa Al-Ma’mun inilah Bagdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Al- Mu’tashim, khalifah beriktnya (833-842 M), memberi peluang besar kepada orang-orang Turki untuk masuk dalam pemerintahan, dinasti Abbasiyah mengadakan perubahan sistem ketentaraan. Praktik orang-orang muslim mengikuti perang sudah terhenti. Dengan demikian, kekuatan militer dinasti Bani Abbas menjadi sangat kuat. Dalam periode ini banyak tantangan dan gerakan politik yang mengganggu stabilitas, baik dari kalangan Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Gerakan-gerakan itu seperti gerakan sisa-sisa Bani Umayah dan kalangan intern Bani Abbas, revolusi Khawarij di Afrika Utara, gerakan Zindik di Persia, gerakan Syi’ah dan konflik antarbangsa serta aliran pemikiran keagamaan.
Puncak perkembangan kebudayaan dan pemikiran Islam terjadi pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi, tidak berarti seluruhnya berawal dari kreativitas penguasa Bani Abbas sendiri. Sebagian diantaranya sudah dimulai sejak awal kebangkitan Islam. Dalam bidang pendidikan, misalnya, diawal Islam, lembaga pendidikan sudah mulai berkembang. Ketika itu, lembaga pendidikan terdiri dari dua tingkat.
1.      Maktab/Kuttab.
2.      Tingkat pendalaman.
Perkembangan lembaga pendidikan itu mencerminkan terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini sangat di tentukan oleh perkembangan bahasa arab, baik sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak zaman bani Umayah maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan. Di samping itu, kemajuan itu paling tidak juga di tentukan oleh dua hal, yaitu :
1.      Terjadinya asimilasi antara bangsa arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan.
2.      Gerakan terjemahan yang berlangsung dalam tiga fase.
Pengaruh dari kebudayaan bangsa yang sudah maju tersebut, terutama melalui gerakan terjemahan, bukan saja membawa kemajuan di bidang ilmu pengetahuan umum, tetapi juga ilmu pengetahuan agama.
Aliran-aliran teologi sudah ada pada masa Bani Umayyah, seperti Khawarij, Murjiah, dan Mu’tazilah. Akan tetapi, perkembangan pemikirannya masih terbatas. Nemun, pemikiran-pemikirannya yang lebih kompleks dan sempurna baru dirumuskan pada masa pemerintahan Bani Abbas periode pertama, setelah terjadi kontak dengan pemikiran Yunani yang membawa pemikiran rasional dalam Islam.
Pengaruh gerakan terjemahan terlihat dalam perkembangan ilmu pengetahuan umum, terutama di bidang Astronomi, kedokteran, filsafat, kimia, dan sejarah.
Demikianlah kemajuan politik dan kebudayaan yang pernah dicapai oleh pemerintahan islam pada masa klasik, kemajuan yang tidak ada tandingannya dikala itu. Pada masa ini, kemajuan politik berjalan seiring dengan kemajuan peradaban dan kebudayaan, sehingga Islam mencapai masa keemasan, kejayaan, dan kegemilangan. Fase keemasan ini mencapai puncaknya terutama pada masa kekuasaan Bani Abbas periode pertama. Namun sayang, setelah periode ini berakhir, Islam mengalami masa kemunduran.[1]
B.                 Peta Wilayah Bani Abbas
Daulat Bani Abbasiyah didirikan oleh Abul Abbas Assafah (Si penumpah darah) bersama dengan Ibrahim al Imam dan Abu Ja’far al Mansur. Daulat Bani Abbasiyah menduduki singgasana kekhalifaan selama 5 abad yaitu abad VII sampai dengan abad XIII tepatnya mulai pada tahun 132 H (749 M) bersamaan dengan diangkatnya Abul Abbas Assafah sampai dengan tahun 656 H (1258 M) ketika pasukan Hulago Khan menyerbu Bagdad.
Masa pemerintahan antara zaman Abul Abbas Assafah sampai dengan Al Watsik billah pada tahun 232 H (879 M) adalah masa kejayaan dan kemasan Islam yang gilang gemilang – setelah itu daulat bani Abbasiyah mulai mengalami kemunduran walaupun setelah al Watsik Billah, kerajaan bani Abbasiyah masih diperintah oleh 26 khalifah lagi.
Peta daerah yang telah dikuasai oleh umat Islam (bani Abbasiyah) sangat luas, namun terbagi menjadi dua bagian yaitu:
1. Daerah yang dikuasai langsung oleh Bani Abbasiyah
a. Wilayah Timur (Asia Tengah, Hindia dan perbatasan China (masa al Mahdi 158 169H).
b. Wilayah Bizantium yaitu selat Bosporus pada zaman al Mahdi (165 H)
c. Wilayah-wilayah yang dulunya dikuasai oleh Bani Umayah yaitu Saudi Arabia, Yaman Utara, Yaman Selatan, Oman, Uni Emirat Arab, Kuwait, Irak, Iran, Yordania, Palestina, Lebanon, Mesir, Afghanistan, Pakistan, Libia, Tunisia, Aljazair, Maroko.
d. Wilayah Eropa misalnya Turki, Armnenia dan laut Kaspia (Uni Sovyet/Rusia).
e. Daerah yang tidak dikuasai langsung oleh Bani Abbasiyah yaitu daerah yang menjadi basis Bani Umaiyah seperti Andalusia (Kordova, Granada dan Toledo).

2. Daerah taklukan baru terbagi dalam tiga kelompok yaitu daerah kerajaan Bizantium (Romawi Timur), daerah Andalusia dan daerah di Afrika. Terhadap tiga daerah tersebut ditempuh kebijakan antara lain :
a. Kerajaan Bizantium – Raja Bizantium pada tahun 138 menyerang wilayah Islam, namun Khalifah Al Mansur dapat menangkisnya. Setelah al Mansur berhasil menstabilkan keamanan dalam negeri, maka mulailah ia menyerang kerajaan Bizantium – akhirnya mereka minta damai dan membayar pajak tahunan.
b. Negeri Andalusia – karena letaknya yang jauh dari pusat pemerintahan di Bagdad, maka al Mansur hanya mengikat persaudaraan dengan raja-raja Eropa agar supaya memerangi kerajaan Bani Umayah di Andalusia.
c. Negeri Afrika – negera-negara di Afrika dipimpin oleh para Amir yang kerap kali terjadi peperangan diantara mereka, maka pada tahun 155 H. barulah negeri itu dikuasai oleh Bani Abbasiyah.[2]

C. Latar Belakang munculnya Dinasti-Dinasti Kecil dan Pengaruhnya terhadap khilafah
Dalam periode pertama, sebanarnya banyak tntangan dan gangguan yang dihadapi dinasti Abbasyiah. Beberapa gerakan politik yang merongrong pemerintahan dan mengganggu stabilitas muncul dimana-mana, baik gerakan dari kalangan intern bani Abbasyiah sendiri maupun dari luar.
Dari latarbelakang dinisti-dinasti itu tampak jelas adanya persaingan antar bangsa, terutama antara arab, persia, turki. Dan dinasti-dinasti ini juga memiliki paham keagamaan yang berbeda, dan Syiah ada yang Sunni. Dengan munculnya dinasti-dinasti tersebut menyebabkan kemunduran bani Abbas pada periode ini, adapun faktor lain yang menyebabkan kemunduran bani Abbas adalah :
1.                   Luasnya wilayah kekuasaan daulat Abbasyiah sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukan.bersamaan dengan itu tingkat saling percaya dikalangan para penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah.
2.                   Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata, ketergantungan khalifah kepada mereka sangat tinggi.
3.                   Keuangan negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan untuk tentara sangat besar. Pada saat kekuatan militer menurun, khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman pajak ke Baghdad.
       Faktor lain yang menyebabkan perang politik bani Abbas menurun adalah perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan.
D.        Perang salib
Sebagaimana telah disebutkan, peristiwa penting dalam gerakan ekspansi yang dilakukan oleh Alp Arselan adalah peristiwa Manzikart, tahun 464 H (1071 M). tentara Alp Arselan yang berkekuatan 15.000 prajurit, dalam peristiwa ini berhasil mengalahkan tentara romawi yang berjumlah 200.000 orang, terdiri dari tentara romawi, Ghuz, AL-Akraj, A-Hajr, Prancisdan Armenia. Peristiwa  besar  ini menanamkan  kebencian orang-orang Kristen terhadap umat Islam, yang kemudian mencetuskan  perang salib. Kebencian itu bertambah setelah dinasti seljuk dapat merebut bait Al-Maqdis  pada tahun 471 H darikekuasaandinastiFathimiyah yang berkedudukan di Mesir. Penguasa Seljuk menetapkan beberapa peraturan bagi umat Kristen yang ingin berziarah kesana. Peraturan ini dirasakan sangat menyulitkan mereka untuk memperoleh kembali keleluasaan berziarahketanahsuci Kristen itu, padatahun 1095 M, PausUrbanus II berserukepadaumat Kristen di Eropa supaya melakukan perang suci. Perang insi kemudian di kenal dengan nama perang Salib yang terjadi dalam tiga periode.
1.      Periode Pertama
Pada musim semi tahun 1095 M, 150.000 orang  Eropa, sebagian besar bangsa Prancis dan Norman, berangkat menuju Konstantinopel, kemudian kePalestina. Tentara salib yang dipimpin oleh Godfrey, Bohemond, dan Raymond ini memperoleh kemenangan besar. Pada tanggal 18 juni 1097 mereka berhasil menaklukkan Nicea dan tahun 1098 M menguasai Raha (Edessa). Disini mereka  mendirikan  kerajaan Latin I dengan Baldawin sebagai raja. Padatahun yang sama mereka dapat menguasai Antiochea dan mendirikan kerajaan Latin II di Timur. Bohemond dilantik menjadi rajanya. Mereka juga berhasil menduduki Bait Al-Maqdis  (15 juli 1099 M) dan mendirikan kerajaan Latin III dengan rajanya Godfrey. Setelah menaklukkan Bait Al-Maq disitu, tentara salib melanjutkan ekspansinya, mereka menguasai kota Akka (1104 M), Tripoli (1109 M), dan kotaTyre (1124 M).di Tripoli mereka mendirikan kerajaan Latin IV, rajanya adalah Reymond.
2.      PeriodeKedua
Kejatuhan Edessa menyebabkan orang-orang Kristen mengobarkan perang salib kedua. Paus Eugenius III  menyerukan perang suci yang disambut positif oleh raja Prancis Louis VII dan raja Jerman Condrad II. Merekati dak berhasil memasuki Damaskus. Louis VII dan Concrad II sendiri melarikan diri pulang kenegerinya. Nuruddin wafat tahun 1174 M. pimpinan perang kemudian dipegang oleh Shalah Al-Din Al-Ayyubi yang berhasil mendirikan dinasti Ayyubiyah  di Mesirtahun 1175 M. hasil peperangan Shalah Al-Din yang terbesar adalah merebut kembaliYerussalem pada tahun 1187 M.
Jatuhnya Yerussalem ke tangan kaum muslimin sangat memukul perasaan tentara salib. Mereka pun menyusun rencana balasan. Kali ini tentara salib dipimpin oleh Frederick Barbarossa, raja German, Richard The Lion Hart, raja Inggris, dan Philip Augustus, raja Prancis. Pasukaninibergerakpadatahun 1189 M.
3.      PeriodeKetiga
Tentara salib pada periode ini dipimpin oleh raja  German, Frederick II. Kali ini mereka berusaha merebut Mesir lebih dahulu sebelum ke Palestina, dengan harapan dapat bantuan dari orang-orang Kristen Qibthi. Dalam perkembangan berikutnya, Palestina dapat direbut kembali oleh kaum muslimin tahun 1247 M, di masa pemerintahan Al-Malik Al-Shalih, penguasa Mesir selanjutnya. Keika Mesir dikuasai oleh dinasti Mamalik (yang memimpin dinati Ayyubiyah) pimpinan perang dipimpin oleh Baybars dan Qalawun.Demikianlah, perang salib yang berkobar di timur. Perang ini tidak berhenti di barat, di Spanyol, sampai umat  Islam terusir dari sana.Walaup unumat Islam berhasil mempertahankan daerah-daerahnya dari tentara salib, namun kerugian yang mereka derita banyak sekali, karena peperangan ini terjadi di wilayahnya.[3]
E.         Sebab-sebab kemunduran pemerintahan Bani Abbas
Berakhirnya kekuasaan dinasti Seljuk atas Baghdad atau khilafah Abbasiyah merupakan awal dari periode kelima.Pada periode ini, khalifah Abbasyiah tidak lagi berada dibawah kekuasaan dinasti tertentu, walaupun banyak sekali dinasti Islam berdiri. Para khalifah Abbasyiah, sudah merdeka dan berkuasa kembali, tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya. Wilayah kekuasaan khalifah yang sempit ini menunjukkan kelemahan politiknya. Pada masa inilah tentara Mongol dan Tatar menyerang Baghdad yang kemudian direbut dan diluluhhancurkan tanpa perlawanan yang berarti kehancuran Baghdad akibat serangan mongol ini adalah babak baru dalam sejarah Islam, yang disebut masa pertengahan.
Sebagaimana terlihat dalam periodesasi khalifah Abbasyiah, masa kemunduran itu dimulai sejak periode kedua. Namun demikian, faktor-faktor penyebab kemunduran itu tidak datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya karena khalifah pada periode pertama ini sangat kuat, benih-benih itu tidak sempat berkembang. Disamping kelemahan khalifah, banyak factor lain yang menyebabkan khalifah Abbasyiah menjadi mundur. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
a)        Persaingan Antar bangsa
Khalifah Abbasyiah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia. Persekutuan dilatarbelakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa Bani Umayyah berkuasa. Setelah Bani Abbasyiah berdiri, dinasti Abbasyiah tetap mempertahankan persekutuan itu.
b)        Kemerosotan Ekonomi
Khalifah Abbasyiah juga mengalami kemunduran dibidang ekonomi bersamaan dengan kemunduran dibidang politik. Pada periode pertama, pemerintah Bani Abbas merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih besar dari yang keluar sehingga Bait Al-Mal penuh dengan harta.Setelah khalifah memasuki periode kemunduran, pendapatan Negara menurun, sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan Negara disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat, diperingannya pajak, dan banyaknya dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tak lagi membayar upeti. Sedangkan, pengeluaran disebabkan oleh kehidupan para khalifah dan pejabat semakin mewah, jenis pengeluaran beragam, dan para pejabat melakukan korupsi.
c)        Konflik Keagamaan
Fanatisme keagamaan berkaitan erat dengan persoalan kebangsaan. Karena cita-cita orang Persia tidak sepenuhnya tercapai, Al- Manshur berusaha keras memberantasnya. Al-Mahdi bahkan merasa perlu mendirikan jawatan khusus utuk mengawasi kegiatan orang-orang Zindiq dan melakukan mihnah dengan tujuan memberantas bidah. Akan tetapi semua itu tidak menghentikan kegiatan mereka. Konflik antara kaum beriman dengan golongan Zindiq berlanjut mulai dari bentuk yang sangat sederhana seperti, polemic tentang ajaran, sampai kepada konflik bersenjata yang menumpahkan darah di kedua belah pihak. Gerakan Al-Afsyin dan Quramithah adalah contoh konflik bersenjata itu.
Pendukungnya banyak berlindung di balik ajaran Syi’ah, sehingga banyak aliran Syi’ah yang di pandang ghulat (ekstrem) dan di anggap menyimpang dari ajaran Syi’ah itu sendiri. Konflik yang di latarbelakangi agama tidak teratas pada konflik antara muslim dan zindiq atau ahlussunnah dengan syi’ah saja, tetapi juga antar aliran dalam Islam.
d)        Ancaman dari luar
Faktor-faktor eksternal yang menyebabkan khilafahAbbasyiah lemah dan akhirnya hancur.
Pertama, perang salib yang berlangsung beberapa gelombang dan menelan banyak korban. Kedua, serangan tentara mongol kewilayah kekuasaan Islam. Sebagaimana telah disebutkan, orang-orang Kristen Eropa terpanggil untuk ikut berperang setelah Paus Urbanus II (1088-1099 M) mengluarkan fatwanya. Perang salib itu juga membakar semangat perlawanan orang-orang Kristen yang berada di wilayah kekuasaan Islam. Namun, di antara komunitas-komunitas Kristen timur, hanya Armenia dan Maronit Lebanon yang tertarik dengan perang salib dan melibatkan diri dalam tentara salib itu.
  
BAB III
PENUTUP
·        Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al- Saffan Ibnu Muhammad Ibn Ali Ibn Abdullah Ibn Abbas. Kekuasaannya berlangsung pada rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s.d. 656 H (1258 M).
·        Popularitas daulat Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya Al-Ma’mun (813-833 M). Kekayaan yang banyak di manfaatkan Harun Al-Rasyid untuk keperluan sosial. Tingkat kemakmuran yang paling tinggi terwujud pada zaman khalifah ini.
·        Sebagaimana terlihat dalam periodesasi khalifah Abbasyiah, masa kemunduran itu dimulai sejak periode kedua. Namun demikian, faktor-faktor penyebab kemunduran itu tidak datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya karena khalifah pada periode pertama ini sangat kuat, benih-benih itu tidak sempat berkembang.


[1] Badri Yatim.Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Pt Raja Grafindo Persada.1993
[2] http://thehunter-sinbad.blogspot.com/2011/06/peradaban-islam-pada-masa-bani.html
[3] Badri Yatim.Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Pt Raja Grafindo Persada.1993

Tidak ada komentar:

Posting Komentar