Sabtu, 09 Februari 2013

SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM DI INDONESIA

A.     LATAR BELAKANG
Sudah menjadi  tradisi  turun temurun,  umat  Muslim  di  Indonesia terutama di pulau jawa  dan beberapa negara lain, ramai memperingati hari lahir Nabi Muhammad pada 12 Rabî’ul Awwal setiap  tahunnya.  Bahkan,  ada  yang  menganggap  ritual  keagamaan  ini  bagian  dari  keimanan seseorang, jika tidak merayakannya maka ia tidak beriman.
 Jika dihadapkan pada pertanyaan: mana yang lebih utama, merayakan maulid nabi dengan cara seremonial,   atau   mengingat   kembali   perjuangan   Nabi   Muhammad   dalam   rangka   menjadi manusia  yang  bermakna?  Tentu  kita  akan  menjawab:  lebih  utama  dua-duanya,  merayakan maulid juga mengingat perjuangannya untuk dijadikan barometer menuju hidup yang bermakna.

B.     PERMASALAHAN
Sekarang kita  lepaskan  kontroversi  seputar  boleh  tidaknya  memperingati  maulid  Nabi  dan kepastian tanggal kelahiran Nabi. Yang ingin diketengahkan saat ini adalah: apa yang bisa kita petik dari peringatan maulid Nabi Muhammad saw dan bagaimana maulid bisa dijadikan peringatan ?
 
BAB II
PEMBAHASAN


Berbicara  tentang  Nabi  Muhammad  sudah  pasti  tidak  lepas  dari  kisah  teladan  dan  akhlak mulianya.  Siti  Aisyah,  ketika  ditanya  oleh  orang  Badui  tentang  akhlak  Nabi,  mengatakan: Khuluquhu  al-Qur`ân/  akhlaqnya  adalah  al-Quran.”  KH.  Mustofa  Bisri  yang  akrab  dipanggil Gus Mus dalam sebuah pengajian di Masjid Agung Jawa Tengah mengilustrasikan akhlak Nabi dengan   orang   yang   membeli   TV   yang   tidak   perlu   membaca   buku   petunjuk   tapi   bisa menyalakannya. Hal ini karena orang tersebut telah sering melihat  orang lain menyalakan TV. Begitu  pula  akhlak  Nabi,  jika  kita  ingin  tahu  tentang  al-Quran,  maka  lihatlah  perilaku  Nabi Muhammad. Maka kita akan tahu isi al-Quran tuturnya.


1.       Tradisi Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.

Banyak kitab yang menceritakan tentang keagungan Nabi Muhammad. Mulai dari zaman klasik sampai  modern.  Mulai  dari  umat  Muslim  sendiri  sampai  non  muslim.  Salah  satu  kitab  klasik yang menceritakan tentang pribadi Nabi Muhammad adalah Iqd al-Jawâhîr

karya  Syaikh  Jafar  al-Barzanji  bin  Husin  bin  Abdul  Karim  yang  wafat  pada  tahun  1766  M. Kitab ini kemudian lebih dikenal dengan Kitab al-Barzanji, dinisbahkan kepada penulisnya.

Barzanji  selalu  dibaca  di  berbagai  tempat  dalam  setiap  perayaan  maulid  Nabi,  sebagai  upaya mengingat   kembali  perjuangan   kekasih  Allah,   mulai  dari  masa  kandungan,   remaja,pra- kenabian, kenabian, hingga wafat Nabi Muhammad saw.
Dalam Barzanji diceritakan bahwa kelahiran kekasih Allah ini ditandai dengan banyak peristiwa ajaib  yang  terjadi  saat  itu,  sebagai  genderang  tentang  kenabiannya  dan  pemberitahuan  bahwa Nabi Muhammad adalah pilihan Allah.

Keagungan  akhlak  Nabi  Muhammad  tergambarkan  dalam  setiap  prilaku  sehari-hari.  Sekitar umur tiga puluh lima tahun, beliau mampu mendamaikan beberapa kabilah dalam hal peletakan batu  Hajar  Aswad  di  Ka’bah.  Di  tengah  masing-masing  kabilah  yang  bersitegang  mengaku dirinya  yang  berhak  meletakkan  Hajar  Aswad,  Rasulullah  tampil  justru  tidak  mengutamakan dirinya  sendiri,  melainkan  bersikap  akomodatif  dengan  meminta  kepada  setiap  kabilah  untuk memegang setiap ujung sorban yang ia letakkan di atasnya Hajar Aswad. Keempat perwakilan kabilah   itu   pun   lalu   mengangkat   sorban   berisi   Hajar   Aswad,   dan   Rasulullah   kemudian mengambilnya lalu meletakkannya di Ka’bah.

Melihat  kondisi  kita  saat  ini,  nampaknya  sikap  akomodatif  terkesampingkan  demi  memenuhi kepentingan pribadi dan golongan. Sikap akomodatif akan muncul di saat ada tujuan yang harus dicapai dengan berkongsi.
 
Kisah lain yang juga bisa dijadikan teladan adalah pada suatu pengajian seorang sahabat datang terlambat, lalu ia tidak mendapati ruang kosong untuk duduk. Bahkan, ia minta kepada sahabat yang  lain  untuk  menggeser  tempat  duduknya,  namun  tak  ada  satu  pun  yang  mau.  Di  tengah kebingungannya,   Rasulullah   saw   memanggil   sahabat   tersebut   dan   memintanya   duduk   di sampingnya.  Tidak  hanya  itu,  Rasul  kemudian  melipat  sorbannya  lalu  memberikannya  pada sahabat   tersebut   untuk   dijadikan   alas   tempat   duduk.   Melihat   keagungan   akhlak   Nabi.Muhammad, sahabat tersebut dengan berlinangan air mata lalu menerima sorban tersebut namun tidak menjadikannya alas duduk, tetapi justru mencium sorban Nabi Muhammad saw tersebut.
 
Bagaimana dengan kita? Agak sulit memang, dalam kondisi berada di posisi puncak kemudian harus  memanggil  dan  meminta  orang  duduk  di  samping  kita  yang  terhormat.  Bahkan,  tak jarang kita berfikiran hal itu justru akan menjatuhkan derajat kita sebagai orang penting.


2. Nabi Muhammad Idolaku

Akhlak Nabi Muhammad yang paripurna terhadap umatnya digambarkan oleh Allah dalam Surat
Bacaan shalawat dan pujian kepada Rasulullah bergema saat kita membacakan Barzanji di acara peringatan maulid Nabi Mauhammad saw, Ya Nabi salâm ‘alaika, Ya Rasûl salâm ‘alaika, Ya Habîb salâm ‘alaika, ShalawatulLâh ‘alaika... / Wahai Nabi salam untukmu, Wahai Rasul salam untukmu, Wahai Kekasih salam untukmu, Shalawat Allah kepadamu.
Kemudian,  apa  tujuan  dari  peringatan  maulid  Nabi  dan  bacaan  shalawat  dan  pujian  kepada Rasulullah?  Dr.  Sa’id  Ramadlan  Al-Bûthi  menulis  dalam  Kitab  Fiqh  al-Sîrah  al-Nabawiyyah/ Memahami Perjalanan Nabi: Tujuannya tidak hanya untuk sekedar mengetahui perjalanan nabi dari  sisi  sejarah  saja.  Tapi,  agar  kita  mau  melakukan  tindakan  aplikatif  yang  menggambarkan hakikat Islam yang paripurna dengan mencontoh Nabi Muhammad saw.


Dan tujuan itu dapat tercapai melalui langkah-langkah berikut: pertama, kita harus memahami kepribadian Rasulullah saw melalui perjalanan hidupnya. Kedua, hendaknya kita memiliki satu teladan untuk dijadikan barometer, dan teladan yang paling baik adalah Nabi Muhammad saw. Ketiga, kita harus memahami Al-Quran, merasakan ruhnya, dan mengerti tujuannya.  


3.       RISALAH TENTANG HUKUM MEMPERINGATI MAULID NABI SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM

Beliau-rahimahullah- telah ditanya tentang hukum maulid:

Maka dia menjawab: Saya tidak mendapatkan sampai sekarang dalil (argumentasi) didalam Al Qur'an, Sunnah, Ijma', Qiyas dan Istidlal yang menjelaskan landasan amalan maulid, bahkan kaum muslimin telah sepakat, bahwa perayaan maulid nabi tidak ada pada masa qurun yang terbaik (para shahabat, pent), juga orang yang datang sesudah mereka (para tabi'in) dan yang datang sesudah mereka (tabi'-tabi'in). Dan mereka juga sepakat bahwa yang pertama sekali melakukan maulid ini adalah Sulthan Al Muzhaffar abu Sa'id Kukburi, anak Zainuddin Ali bin Baktakin, pemilik kota Irbil dan yang membangun mesjid Al-Muzhaffari di Safah Qaasiyyun, pada tahun tujuh ratusan, dan tidak seorangpun dari kaum muslimin yang tidak mengatakan bahwa maulid tersebut bukan bid'ah.

Dan apabila telah tetap hal ini, jelaslah bagi yang memperhatikan (para pembaca) bahwasanya orang yang membolehkan maulid tersebut setelah dia mengakuinya sebagai bid'ah dan setiap yang bid'ah itu adalah sesat, berdasarkan perkataan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, tidaklah dia (yang membolehkan maulid) mengatakan kecuali apa yang bertentangan dengan syari'at yang suci ini, dan tidak ada tempat dia berpegang kecuali hanya taqlid kepada orang yang membagi bid'ah tersebut kepada beberapa macam, yang sama sekali tidak berlandasakan kepada ilmu.

Dan kesimpulannya kita tidak bisa menerima dari seseorang yang mengatakan bolehnya suatu amalan kecuali setelah dia sebutkan argumentasi yang mengkhususkan bid'ah yang dilakukannya tersebut keluar dari keumuman (hadits yang mengatakan : Setiap yang baru itu adalah bid'ah dan setiap yang bid'ah adalah sesat, pent) yang tidak dia ingkari, adapun semata-mata ungkapan yang mengatakan "kata si fulan atau pendapat si fulan", ini sama sekali tidak bermanfaat, sebab kebenaran itu lebih besar (agung) dari setiap orang, dan jikalau seandainya kita percaya (berpegang) kepada perkatan manusia dan kembali berpegang kepada omongan belaka, tiada lain orang yang membolehkan bid'ah tersebut keculai orang yang menyimpang dari jalan kaum muslimin.

Adapun al-atirah (para keluarga rasulullah) dan para pengikutnya tidak kita temukan satu perkataan pun dari mereka yang membolehkan maulid tersebut, bahkan perkataan mereka seakan sepakat mengatakan: bid'ah ini muncul jauh dibelakangan hari, dan ia merupakan sarana yang paling jelek untuk timbulnya kerusakan (kemungkaran), oleh karena itu kamu melihat negeri ini (Yaman) bersih dari segala tipu daya orang-orang sufi, dan mulid nabi ini merupakan salah satu dari tipu daya mereka -Alhamdulillah-, dan khalifah yang terakhir yang membela (memperjuangkan) yang demikian itu adalah al Mahdi Lidinillah Al-Abbas bin Al Manshur, sesungguhnya dia telah melarang perayaan mulid dan memerintahkan untuk penghancuran sebagian kuburan yang diyakini oleh orang-orang awan, semoga Allah Ta'ala memberikan ilham (taufig) kepada khalifah kita sekarang Al-Manshur Billah -semogah Allah memeliharanya- untuk mengikuti as salafus sholeh (para shahabat, tabi'in, tabi'-tabi'in dan yang mengikuti jejak mereka, pent). Karena permasalahannya sebagaimana yang ungkapkan dalam gubahan berikut ini:

Saya melihat kilatan bara api dicela-cela abu
Hampir saja bara tersebut akan menyala.

Bertebarnya bid'ah itu lebih cepat dari menyebarnya api, betapa lagi bid'ah maulid, karena diri orang yang awam sangat menyukainya (merindukanya), ditambah lagi jikalau yang hadir bersama mereka orang-orang yang berilmu, terhormat dan yang berpangkat, sesudah itu mereka (orang yang awam) akan memahami bahwasanya "perbuatan ini (maulid) merupakan tujuan dan bukanlah suatu bid'ah", sebagaimana yang diungkapkan dalam gubahan ini:
Orang yang berilmu yang tidak peduli dengan kesalahannya adalah kerusakan yang besar

Dan lebih rusak lagi orang yang bodoh yang banyak beribadah
Keduanya merupakan fitnah yang besar bagi alam ini
Bagi orang yang menjadikan mereka panutan didalam agamanya

Dan tidak diragukan lagi bahwasanya masyarakat awam merupakan orang yang paling cepat menerima segala bentuk sarana yang membawa kepada kerusakan, yang bisa mereka dengan sarana tersebut melakukan hal-hal yang diharamkan, seperti maulid dan semisalnya, apalagi jika ditambah dengan kehadiran orang yang yang dikenal keilmuan, kehormatan dan kedudukannya, mereka melakukan yang terlarang dengan bentuk ketaatan, tenggelam dalam jurang kebodohan dan kesesatan, sehingga mereka (orang awam) akan berlepas diri dari pelarangan sambil berkata: "Telah hadir bersama kami sayyid (tuan) si fulan, si fulan dan si fulan".

Jangankan orang yang awam, sebagian orang yang menuntut ilmupun juga telah duduk didepan saya untuk membaca (mempelajari) sebagian dari ilmu-ilmu ijtihad, lalu dia memberitahukan kepada saya : "Bahwa dia telah hadir pada malan perayaan maulid tersebut, pada bulan ini (Rabiul Awwal, pent)", maka saya ingkari perbuatannya, lantas dia berkata : "Telah hadir bersama kami tuan si fulan, si fulan dan si fulan", lalu saya bertanya : "Bagaimana bentuk pelaksanaannya didepan mereka para tuan itu", maka dia menjawab: Yang membaca maulid tersebut seorang laki-laki yang bodoh, sementara para tuan-tuan tersebut memukul gendang sambil menyanyi dan mendengarkannya, sampai dia berdiri seolah-olah lepas dari ikatan sambil mengucapkan : "Selamat datang wahai cahaya mataku, selamat datang", dan berdiri pula bersamanya seluruh yang hadir termasuk para tuan tersebut dan yang lainnya, lalu dia bersuara sambil berdiri, begitu juga mereka yang hadir, tatkala capek sebagian yang hadir lalu dia duduk, lalu sebagian para tuan tersebut melarangnya sambil berkata yang dimukanya terlihat kemarahan : "Berdiri wahai si bodoh", (dengan lafazd seperti ini), dan mereka tidak ragu lagi bahwasanya Rasulullah Shallalahu alaihi wa sallam telah sampai kepada mereka pada waktu itu, kemudian mereka saling bersalaman dan sebagian orang yang awam dengan segera memberikan bermacam-macam wangian ketangan mereka, seolah-olah mereka sedang mempergunakan kesempatan bertemu Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallm, innalillahi wainnailaihi raji'un !! lalu mana kehormatan (kemuliaan) agama ini ?, jikalau sudah hilang, mana rasa malu dan akal yang sehat ?.

Seandainya tidak ada terjadi dihadapan mereka para tuan tersebut satupun dari bentuk kemungkaran, -sabagaimana persangkaan baik kita terhadap mereka,- tapi apakah mereka tidak tahu bahwa orang awam menjadikan yang demikian itu sebagai sarana untuk kemungkaran, menutupi dengan kehadiran mereka segala bentuk kemungkaran, melakukan pada perayaan maulid mereka- yang tidak dihadirinya- setiap kemungkaran, sambil berkata : Telah hadir dalam perayaan maulid sipulan, sipulan dan sipulan, mereka berpegang dengan nama maulid.

Maka disini jelaslah bagimu rusaknya I'tidzar (dalil) sebagian orang yang membolehkannya dengan alasan "Apabilah tidak terjadi dalam perayaan tersebut kecuali berkumpul untuk makan dan dzikir, maka tidak apa-apa, dan ini tidak mengharuskan haramnya hal-hal yang terlarang yang menyertai maulid tersebut".

Karena kita katakan : Perayaan maulid dalam posisinya sebagai bid'ah -sesuai dengan pengakuanmu- biasanya disertai dengan banyak bentuk kemungkaran dan sudah menjadi sarana untuk melakukan kemaksiatan yang banyak. Dan adanya perayaan maulid seperti ini yang tidak mencakup selain makanan dan dzikir labih baik dari kibriit (permata) yang merah.

Dan telah tetap bahwa "saddudz dzarai" (menutupi jalan-jalan)) dan melarang seluruh sarana yang menjurus kepada sesuatu yang terlarang merupakan kaidah Syariat yang amat penting, yang dianggap wajib oleh para jumhur (ulama). Dan jikalau seandainya masih ada dalam dirimu rasa inshof janganlah kamu ingkari permasalahan ini.

Dan jika telah jelas bagi anda bahwa tiada seorangpun dari ahli bait dan para pengikut mereka yang membolehkan perayaan Maulid, dan anda ingin juga mengetahui pendapat ulama selain ahli bait, maka keterangannya sebagai berikut :

"Penjelasan Gamlang Tentang Maulid Sang Pemberi Kabar Gembira Dan Penakut", meskipun beliau ahli dalam masalah ilmu hadits, tetapi kitab tersebut kosong dari dalil-dalil yang kuat, tidak dapat diingkari, ia membolehkan nya dengan imbalan seribu dinar "sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnul Khallakaan" dan cinta dunia, bisa berbuat lebih dari ini.

Kemudian setelah terjadi perayaan maulid ini, tegaklah perselisihan yang besar, dan bermunculanlah karangan-karangan tentang masalah ini, antara yang melarang dan yang membolehkan, diantara pengarang-pengarang tersebut ialah Alfakihany Almaliky menulis sebuah kitab yang berjudul : "Pendapat Yang Mendasar Dalam Pelaksanaan Maulid" di dalamnya beliau mencela dan mencaci, dan diantara gubahan dalam kitab itu yang ditujukan kepada gurunya Al-Qusyairy:

Kemunkaran telah dianggap baik.
Dan kebaikan menjadi munkar di zaman yang pelik.
Para ulama tak bernilai lagi.
Sedangkan orang-orang bodoh mendapat kedudukan tinggi
Mereka menyeleweng dari kebenaran.
Dulunya pemimpin-pemimpin mereka tak diperhatikan
Maka kukatakan kepada orang-orang baik lagi bertaqwa
Dan beragama, tatkala memuncaknya kesedihan
Janganlah kalian menyesali keadaan, telah tiba
Giliran mu pada masa yang asing.

Kemudian juga Al-Imam Abdillah bin Al-Haaj dengan nama kitabnya : "Pintu Masuk Dalam Mengamalkan Maulid", dan Imam Ahli Qiro-at Al-Jazary dengan nama kitabnya: "Pengenalan Terhadap Maulid Yang Mulia", dan juga Imam Al-Hafidz Ibnu Naashir () dengan kitabnya: "Sumber Utama Dalam Pelaksanaan Maulid Sang Pembawa Petunjuk", dan Imam Suyuthi dengan kitabnya : "Tujuan Yang Baik Dalam Melaksanakan Maulid", diantara mereka ada yang benar-benar tidak membolehkan, dan ada juga yang membolehkan dengan bersyarat kalau tidak dicampuri oleh hal-hal yang munkar, meskipun mereka mengakui bahwasanya itu merupakan perbuatan bid'ah, namun mereka tidak mampu untuk memberikan argumentasi yang kuat, adapun dalil mereka dengan hadits bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dikala sampai di Madinah beliau mendapati orang-orang yahudi berpuasa pada hari asyura, lalu beliau menanyakan sebabnya, hari tersebut adalah hari dimana Allah menyelamatkan Nabi Musa dan membinasakan Fir'aun, lalu kami berpuasa pada hari itu sebagai rasa syukur kepada Allah Ta'ala sebagaimana yang dilakukan Ibnu Hajar (), atau dengan hadits bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengaqiqahkan dirinya sendiri setelah kenabian (), sebagaimana yang dilakukan Suyuthi, ini merupakan suatu yang sangat aneh dimana itu terjadi karena keinginan untuk menegakkan bid'ah.

Walhasil bahwa sesungguhnya orang-orang yang membolehkan "yang mereka itu segelintir kalau dibandingkan dengan orang-orang yang mengharamkan" mereka sepakat bahwasanya tidak boleh kecuali dengan syarat hanya untuk makan-makan dan berdzikir. Telah kita jelaskan bahwasanya ia sudah menjadi wacana untuk hal-hal yang munkar. Hal ini tidak satu pun yang bisa mengingkarinya. Dan adapun peringatan maulid seperti ini yang terjadi sekarang semuanya bersepakat bahwa ia tidak boleh. Rasanya semua ini sudah cukup bagi kita, meskipun semestinya membutuhkan penjelasan yang panjang lebar, membeberkan pendapat-pendapat orang yang membolehkan kemudian dibantah, hal yang demikian tentu akan menghasilkan beberapa buah buku. Dan Allah tentu akan mengilhamkan kepada salah seorang petinggi negara untuk mencegah perbuatan ini, maka ia akan mudah dikikis habis, yaitu dengan mencegah generasi yang akan diajak untuk melakukan perayaan maulid serta mengecamnya. Cara seperti ini bisa dilakukan oleh setiap orang.

Adapun pertanyaan anda tentang kejadian besar yang terjadi di Qotor Tuhamy, di mana mereka menghiasi batu-batu, lalu mereka tawaf di sekelilingnya, sebagai mana tawaf di sekeliling Ka'bah, telah sampai kepada orang yang mencintai anda -yaitu pengarang (pent)- pertanyaan sebagian pemuka penduduk Tuhamah, yang ditulis oleh Sayyid Ahmad An-Nu'amy, pertanyaan itu telah saya jawab dengan panjang lebar, maka bacalah ia kalau memungkinkan, dan pertanyaan itu memuat keyakinan mereka terhadap orang-orang yang telah mati, dan batu-batu itu, bahwasanya dia dapat memberikan mudharat dan manfaat, hal ini adalah perbuatan kufur () yang tidak diragukan lagi, bahkan ia lebih dari kekufuran penyembah-penyembah berhala dulu, karena orang-orang itu berkata: kami mengibadati berhala-berhala itu agar mereka mendekatkan kami kepada Allah sedekat-dekatnya. Sedangkan mereka ini berkata: kami ibadati mereka supaya dapat memberikan mudharat dan manfaat, maka musibah mana yang lebih keji dari pada kekufuran, dan kemungkaran mana yang lebih dahsyat dari nya ?! dan bagaimana bisa orang yang sanggup untuk melaksanakan perintah-perintah beranggapan bahwasanya ia termasuk orang-orang yang beriman, sedangkan saudara-saudara sesama muslim telah terjerumus kedalam kekufuran yang nyata ? Innalillahi wa inna ilaihi rooji'uun, dan semoga Allah merahmati Al-Mahdy lidinillah Al-Abbas bin Mansur Beliau telah berusaha menghancurkan kemungkaran di setiap tempat, dan semoga Allah mengilhami pemimpin zaman sekarang untuk melakukan kewajiban yang sangat penting ini
BAB III
KESIMPULAN

Sebagai akhir dari uraian kamii diatas kami simpulkan , bahwa  tidak ada seorangpun yang membutuhkan dalil tentang jeleknya amalan ini, tiada seorang muslimpun yang ragu akan kufurnya perbuatan ini, dan tiada seorangpun yang menyelisihi tentang buruknya kekufuran, Al-Qur'an dan sunnah penuh oleh dalil-dalil yang menetapkan jeleknya kekufuran, yang membeberkan kepada orang kafir apa-apa yang mereka yakini. Siapa yang membaca satu lembar saja dari Al-Quran niscaya ia akan menemukan dalil-dalil tentang tauhid, dan tentang jeleknya syirik dan kufur, apa yang membuatnya puas dan merasa cukup, maka tidak akan ada faedahnya kalau kita berpanjang lebar, jikalau ada orang yang ingin menyebutkan secara detil dalil-dalil tentang itu baik naql ataupun akal, pasti akan mengeluarkan kitab yang berjilid-jilid Ya Allah sesungguh Engkau mengetahui bahwa kemampuan kami terbatas untuk melawan kerusakan-kerusakan ini dan menghancurkan kemungkaran-kemungkaran ini, tidaklah ada yang bisa kami lakukan kecuali hanya memberi peringatan dan menyampaikan, dan itu telah kami lakukan. Ya Allah turunkan murka Mu karena agama Mu, dan sucikanlah ia dari noda-noda para syetan yaitu mereka-mereka yang menyembah kubur, dan selamatkanlah kami dari kotoran-kotoran yang mengeruhkan kesucian agama yang kokoh ini.
 
DAFTAR PUSTAKA


Ø  Syalabi, A. 2003. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Pustaka Al-Husna Baru. Jakarta.

Ø  www.republika-online.com
Ø  Abdul Hakim Al-Afifi, 1000 Peristiwa Dalam Islam, Pustaka Hidayah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar