Sabtu, 09 Februari 2013

Ulumul Quran: MENGENAL QIRA’AH (SEBUAH KAJIAN TENTANG JENIS DAN PENYEBAB PERBEDAAN DALAM QIRA’AH)

BAB I
PENDAHULUAN

I . LATAR BELAKANG
Al Qur’an diturunkan dalam bahasa arab, yang sejak zaman dahulu telah mengalami perbedaan Lahjah ( Dialek ) yang bermacam macam para pemakainya dari berbagai suku seperti dinyatakan diatas bahwa ketika Nabi mendengar bacaan paea sahabatnya tentang Al Qur’an yang dibacakan dihadapanya.
Nabi tidak melarangnya bila mereka mempergunakan lahjahnya sendiri. Sesungguhnya pada masa Khalifah Utsman bin Affan penulisan Al-Qur’an telah seragam , namun bacaan Al- Qur’an dari berbagai dialek tetap berkembang sebagai khazanah kekayaan Islam yang didapat dari legimitasi dari Nabi Muhammad SAW.
Disini kami akan mencoba mengupas perbedaan dan jenis jenis bacaan ( Qira’ah )

II. RUMUSAN PERMASALAHAN
1. Bagaimana perkembangan Qira’ah ?
• Pengertian Qira’ah
• Sejarah Perkembangan Ilmu Qira'ah
• Ragam Qira’ahdan Hukum-hukumnya
• Profil Tujuh Qurro' yang Masyhur

2. Apa penyebab perbedaan / Versi dalam Qiraah ?



BAB II
PEMBAHASAN


A. Bagaimana perkembangan Qiraah ?


1. PENGERTIAN QIRA’AH

Al-Qira'aah atau Qiro'adalah jamak dari kata qiro'ah yang berasal dari qara'a - yaqra'u - qirâ'atan. Menurut istilah qira'at ialah salah satu aliran dalam pelafalan/pengucapan Al-Qur'an yang dipakai oleh salah seorang imam qura' yang berbeda dengan lainnya dalam hal ucapan Al-Qur'anul Karim. Qira'at ini berdasarkan sanad-sanadnya sampai kepada Rasulullah SAW.
Qira’ah berbeda dengan tajwid karena qiraah menyangkut cara pengucapan lafal dan dialek (lahjah) kebahasan Al-Qur’an sedang tajwid (sesuai dengan makna dan pengertianya) adalah pengucapan huruf Al- Qur’an.
Informasi tentang Qira’ah diperoleh melalui 2 cara:
2. Sima’i
Melalui pendengaran para sahabat dari Nabi Muhammad Saw. Oleh para sahabat mengenai bacaan ayat-ayat Al-Qur’an , kemudian ditirudan diikuti tabi’in serta generasi – generasi sesudahnya hingga sekarang.
3. Riwayat.
Yaitu riwayat yang diperoleh melalui hadis- hadis yang disandarkan kepada Nabi Saw. Atau para sahabat.




4. SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU QIRA’AH

Para sahabat mempelajari cara pengucapan Al-Quran langsung dari Rasulullah SAW, bahkan beberapa dari 'secara resmi' direkomendasikan oleh Rasulullah SAW sebagai rujukan sahabat lainnya dalam pengucapan Al-Quran.
• Dari Abdullah bin Amr bin Ash, Rasulullah SAW bersabda : " Ambillah (belajarlah) Al-Quran dari empat orang : Abdullah bin Mas'ud, Salim, Muadz, dan Ubai bin Ka'b " (HR Bukhori)
• Rasulullah SAW juga bersabda : " Barang siapa yang ingin membaca Al-Quran benar-benar sebagaimana ia diturunkan, maka hendaklah membacanya seperti bacaan Ibnu Ummi Abd (Abdullah bin Mas'ud)
Diantara sahabat yang populer dengan bacaannya adalah: Utsman bin Affan, Ali bin Abi Tholib, Ubay bin Ka'b, Zaid bin Tsabit, Abu Darda, Ibnu Mas'ud, dan Abu Musa al-Asy'ary. Dari mereka inilah kebanyakan para sahabat dan tabi'in di seluruh daerah belajar. Kemudian para tabi'in tersebut menyebar di kota-kota besar pemerintahan Islam, diantaranya adalah :
a) Madinah : Ibnu Musayyib, Urwah, Salim, dan Umar bin Abdul Aziz
b) Mekah : Ubaid bin Umair, Atho' bin Abi Robah, Thowus, Mujahid, Ikrimah
c) Kufah : ilqimah, al-aswad, masruq, ubaidah, dll
d) Bashroh : abu aliyah, abu roja', qotadah, ibnu siirin
e) Syam : al-mughiroh, shohib utsman, dll

Kemudian pada masa tabi'in awal abad 1 Hijriyah, beberapa kelompok mulai sungguh-sungguh menata tata baca dan pengucapan al-Quran hingga menjadi ilmu tersendiri sebagaimana ilmu-ilmu syariah lainnya. Kemudian muncul pula madrasah-madrasah qiro'ah yang mempelajai ilmu tersebut, yang akhirnya memunculkan keberadaan para qurro', yang hingga hari ini qiroat qur'an banyak disandarkan kepada mereka, khususnya imam qurro yang tujuh.

5. RAGAM QIRO'AT & HUKUM-HUKUMNYA

Sebenarnya Imam atau guru Qiraat itu jumlahnya banyak hanya sekarang yang populer adalah tujuh orang. Qiraat tujuh orang imam ini adalah qiraat yang shahih dan memenuhi syarat-syarat disebut qiroaat yang shoih. Syarat tersebut antara lain :


1) Muwafawoh bil Arobiyah ( sesuai dengan bahasa arab)
2) Muwafaqoh bi ahad rosm utsmani ( sesuai dengan salah satu penulisan mushaf Utsmani)
3) Shihhatus Sanad ( bersandarkan dari sanad atau riwayat yang shohih / kuat)

Dengan ketentuan-ketentuan di atas, kemudian para ulama membagi qiro'at menjadi beberapa jenis dilihat dari layak tidaknya untuk diikuti :

1) Mutawatir ; yaitu qiraat yang dinukil oleh sejumlah besar periwayat yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta , dari sejumlah orang yang seperti itu dan sanadnya bersambung hingga penghabisannya, yakni Rasulullah Saw. Juga sesuai dengan kaidah bahasa arab dan rasam Ustmani
2) Masyhur, yaitu qiraat yang sahih sanadnya tetapi tidak mencapai derajat mutawatir, sesuai dengan kaidah bahasa arab dan rasam Ustmani serta terkenal pula dikalangan para ahli qiraat sehingga tidak dikategorikan qiraat yang salah atau syaz. qiraat macam ini dapat digunakan.
3) Ahad, yaitu qiraat yang sahih sanadnya tetapi menyalahi rasam Ustmani, menyalahi kaidah bahasa Arab, atau tidak terkenal. Qiraat macam ini tidak dapat diamalkan bacaanya.
4) Syadz, yaitu qiraat yang tidak sahih sanadnya.
5) Ma'udu, yaitu qiraat yang tidak ada asalnya.
6) Mudraj, yaitu yang ditambahkan ke dalam qiraat sebagai penafsiran (penafsiran yang disisipkan ke dalam ayat Quran)

Keempat macam terakhir ini tidak boleh diamalkan bacaannya.

6. QARI TUJUH YANG MASYHUR ( QIRA’AH SAB’AH )
Mazhab Qira’ah yang termasyur adalah Qiraah sab’ah, qiraah ‘asyrah dan qiraah arba’a ‘asyrah.Para Qari yang hafal Al-Qur'an dan terkenal dengan hafalan serta ketelitiannya, dan menyampaikan qira'at kepada kita sesuai dengan yang mereka terima dari sahabat Rasulullah SAW. Qira'at yang mutawatir semuanya kita kutip dari para qari yang hafal Al-Qur'an dan terkenal dengan hafalan serta ketelitiannya.
Mereka ialah imam-imam qira'at yang masyhur yang disebut dengan QIRA’AH SAB’AH , yang meyampaikan qira'at kepada kita sesuai dengan yang mereka terima dari sahabat Rasulullah SAW. Mereka memiliki keutamaan ilmu dan pengajaran tentang kitabullah Al-Qur'an sebagaimana sabda Rasulullah SAW: "Sebaik-baiknya orang diantara kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya".

Berikut sekilas tentang profil mereka :

1) Ibnu 'Amir (118 H)
Nama lengkapnya adalah Abdullah al-Yahshshuby seorang qadhi di Damaskus pada masa pemerintahan Walid ibnu Abdul Malik. Pannggilannya adalah Abu Imran. Dia adalah seorang tabi'in, belajar qira'at dari Al-Mughirah ibnu Abi Syihab al-Mahzumy dari Utsman bin Affan dari Rasulullah SAW. Beliau Wafat di Damaskus pada tahun 118 H. Orang yang menjadi murid, dalam

2) Ibnu Katsir (120 H)
Nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Abdullah Ibnu Katsir ad-Dary al-Makky, ia adalah imam dalam hal qira'at di Makkah, ia adalah seorang tabi'in yang pernah hidup bersama shahabat Abdullah ibnu Jubair. Abu Ayyub al-Anshari dan Anas ibnu Malik, dia wafat di Makkah pada tahun 120 H. Perawinya dan penerusnya adalah al-Bazy wafat pada tahun 250 H. dan Qunbul wafat pada tahun 291 H.

3) 'Ashim al-Kufy (128 H)
Nama lengkapnya adalah 'Ashim ibnu Abi an-Nujud al-Asady. Disebut juga dengan Ibnu Bahdalah. Panggilannya adalah Abu Bakar, ia adalah seorang tabi'in yang wafat pada sekitar tahun 127-128 H di Kufah. Kedua Perawinya adalah; Syu'bah wafat pada tahun 193 H dan Hafsah wafat pada tahun 180 H.

4) Abu Amr (154 H)
Nama lengkapnya adalah Abu 'Amr Zabban ibnul 'Ala' ibnu Ammar al-Bashry, sorang guru besar pada rawi. Disebut juga sebagai namanya dengan Yahya, menurut sebagian orang nama Abu Amr itu nama panggilannya. Beliau wafat di Kufah pada tahun 154 H. Kedua perawinya adalah ad-Dury wafat pada tahun 246 H. dan as-Susy wafat pada tahun 261 H.
.
5) Hamzah al-Kufy (156 H)
Nama lengkapnya adalah Hamzah Ibnu Habib Ibnu 'Imarah az-Zayyat al-Fardhi ath-Thaimy seorang bekas hamba 'Ikrimah ibnu Rabi' at-Taimy, dipanggil dengan Ibnu 'Imarh, wafat di Hawan pada masa Khalifah Abu Ja'far al-Manshur tahun 156 H. Kedua perawinya adalah Khalaf wafat tahun 229 H. Dan Khallad wafat tahun 220 H. dengan perantara Salim.

6) Imam Nafi. (169 H)
Nama lengkapnya adalah Abu Ruwaim Nafi' ibnu Abdurrahman ibnu Abi Na'im al-Laitsy, asalnya dari Isfahan. Dengan kemangkatan Nafi' berakhirlah kepemimpinan para qari di Madinah al-Munawwarah. Beliau wafat pada tahun 169 H. Perawinya adalah Qalun wafat pada tahun 12 H, dan Warasy wafat pada tahun 197 H.

7) Al-Kisaiy (189 H)
Nama lengkapnya adalah Ali Ibnu Hamzah, seorang imam nahwu golongan Kufah. Dipanggil dengan nama Abul Hasan, menurut sebagiam orang disebut dengan nama Kisaiy karena memakai kisa pada waktu ihram. Beliau wafat di Ranbawiyyah yaitu sebuah desa di Negeri Roy ketika ia dalam perjalanan ke Khurasan bersama ar-Rasyid pada tahun 189 H. Perawinya adalah Abul Harits wafat pada tahun 424 H, dan ad-Dury wafat tahun 246 H.
Syathiby mengatakan: "Adapun Ali panggilannya Kisaiy, karena kisa pakaian ihramnya, Laits Abul Haris perawinya, Hafsah ad-Dury hilang tuturnya.

B. PENYEBAB PERBEDAAN DALAM QIRA’AH
Qira’ah mempunyai beberapa versi berbeda , Munculnya perbedaan ini disebabkan oleh :
1. Perbedaan Syakl, Harakah atau huruf. Karena mushaf terdahulu tidak menggunakan Syakl dan Harakah , imam – imam Qiraah berusaha memberi bentuk bentuk Qiraah. Misalnya dalam surat al – baqarah (2) ayat 222 :



Kata yath-hurna ( lihat ayat diatas ) bias dibaca yath-hurna dan bias juga dibaca yaththahharuna. Jika dibaca Qiraah yang pertama artinya
“ ..dan janganlah kamu mendekati mereka (istri- istrimu) sampai mereka suci (berhenti dari haid tanpa mandi terlebih dahulu)”. Jika dibaca dengan Qiraah yang kedua artinya :
“ ..dan janganlah kamu mendekati mereka (istri- istrimu) sampai mereka suci (berhenti dari haid dan telah mandi wajib terlebih dahulu)”
2. Nabi Muhammad Saw. Sendiri melantumkan berbagai versi Qiraah di depan sahabat sahabatnya . misalnya , Nabi Saw. Pernah membaca Surat Ar-Rahman (55) ayat 76:


Lafal dan juga pernah dibaca dan

3. Adanya pengakuan Nabi Saw, (taqrir) terhadap berbagai versi qiraah para sahabatnya . Misalnya kata (QS Yusuf 12: 35) diantara sahabatnya ada yang membaca kata itu dengan .
4. Perbedaan dari para sahabat Nabi Muhammad , yang menyangkut bacaan ayat – ayat tertentu , serta dialek (lahjah) dari berbagai unsure etnis pada masa Nabi Saw. Masih hidup.









BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Dalam perbedaan di antara qiroah-qiroah yang shahih, kita dapatkan hikmah sebagai berikut :

1) Bukti yang jelas tentang keterjagaan Al-Quran dari perubahan dan penyimpangan, meskipun mempunyai banyak qiroat tetapi tetap terpelihara.

2) Keringanan bagi umat serta kemudahan dalam membacanya.

3) Membuktikan kemukjizatan Al-Quran, karena dalam qiroat yang berbeda ternyata bisa memunculkan istinbat jenis hukum yang berbeda pula.
Contoh dalam masalah ini adalah lafadhz : " wa arjulakum" dalam Al-Maidah ayat 6, yang juga bisa dibaca dalam qiroah lain dengan "wa arjulikum ". Maka yang pertama menunjukkan hukum mencuci kedua kaki dalam wudhu. Sementara yang kedua menunjukkan hukum mengusap ( al-mash) kedua kaki dalam khuf atau sejenis sepatu.

4) Qiroat yang satu bisa ikut menjelaskan / menafsirkan qiroat lain yang masih belum jelas maknanya.
Contoh masalah ini : dalam surat Jumat ayat 9, lafal " Fas'au ", asli katanya berarti berjalanlah dengan cepat, tetapi ini kemudian diterangkan dengan qiroat lain : " famdhou" yang berarti pergilah , bukan larilah.
Perbedaan Qiraah ini , tentu tidak bertentangan dengan konsep orisinilitas Al- Qur’an karena semua itu didukdung oleh petunjuk Nabi Muhammad Saw. . Lagi pula , Selain itu perbedaan itu jumlahnya sangat terbatas , juga mempunyai hikmah tersendiri bagi umat Islam Yakni memberi kemudahan dalam pembacaan , sekaligus menunjukan keluasan makna Al- Qur’an.


DAFTAR PUSTAKA

1. Kitab " Mabahits Fi Ulumil Qur'an" karya Syeikh Manna'ul Qathan,
2. Pengantar Studi Islam , team IAIN SUNAN AMPEL SURABAYA
3. ULUMUL QUR’AN,DRS, H . AHMAD IZZAN, M.AG ,TAFAKUR 2009
4. SEJARAH DAN PENGANTAR ILMU AL-QUR’AN, M. HASBI ASH SHIDDIEQY,
BULAN BINTANG 1954

Tidak ada komentar:

Posting Komentar