Sabtu, 01 Februari 2014

Hadits Tarbawi: PERSAUDARAAN, TATA PERGAULAN DAN AJAKAN KEPADA KEBAIKAN

PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Setiap manusia pasti menginginkan kehidupan yang harmonis, yang penuh dengan kedamaian, ketenangan dan ketentraman, saling menghormati, menghargai dan membantu antara satu dengan yang lainnya. Semuanya itu tidak akan pernah terwujud, kecuali jika setiap individu yang ada dalam satu masyarakat, menghendaki kebaikan dan kebahagiaan bagi orang lain seperti ia menghendakinya untuk dirinya sendiri. Karena itulah Islam mengaitkan persatuan dengan Iman, bahkan merupakan bagian yang tak terpisahkan. Persaudaraan di dalam islam memilki nilai yang sangat besar, bahkan tidak dikatakan seseorang beriman sehingga dia mencitai saudaranya seperti dia mencintai dirinya sendiri. Oleh karena itu memperkokoh pilar-pilar persaudaraan merupakan salah satu tugas penting bagi kita, dan untuk memperkokoh pilar-pilar persaudaraan maka dibutuhkan individu-individu yang memiliki ahklaq yang mulia, hati yang bening bersih dan selamat, karena persaudaraan tidak akan pernah terwujud manakala setiap orang sudah tidak memiliki lagi kemuliaan akhlaq yang terwujud dari kebersihan hati.
 Seperti yang terjadi dengan kondisi sekarang ini dimana manusia berada dalam kegelapan, dimana setiap orang meraba-raba namun tidak menemukan denyut nurani, tidak merasakan sentuhan kasih sayang, tidak melihat sorot mata persahabatan yang tulus, dunia kita telah berubah menjadi hutan belantara, dimana bahasa global kita adalah kekuatan besi dan baja, bahasa bisnis kita adalah persaingan, bahasa politik kita adalah penipuan, bahasa sosial kita adalah pembunuhan, dan bahasa jiwa kita adalah kesepian dan keterasingan. Kita adalah masyarakat sipil yang berwatak militer, kita adalah masyarakat peradaban yang berbudaya primitif, kita adalah manusia-manusia sepi di tengah keramaian dan kita adalah manusia-manusia merana di tengah kemelimpahan.
Pembunuhan, perzinahan, pemerkosaan, penyimpangan sexual, perkelahian antar warga, perkelahian antar pelajar, judi dan mabuk yang meraja lela dimana-mana, praktek riba yang dianggap biasa, korupsi dan kolusi yang membudaya, aborsi, penistaan agama, ghibah, aksi-aksi pornografi dan pornoaksi yang menyebar disetiap media dan lain sebaginya, itulah krisis moral yang sedang melanda kehidupan kita sekarang ini, yang merusak tatanan kehidupan manusia. Semuanya itu terjadi karena manusia-manusia zaman ini telah kehilangan cahaya kehidupan yang dapat membimbing mereka menuju keselamatan dan kebahagiaan.
                                                                                                                                                                                                                                                                                          1
Dunia ini gelap gulita. Dan hanya cahaya Alloh lah yang dapat meneranginya kembali. Maka Alloh berfirma :
“...dan barang siapa yang tidak diberi cahaya oleh Alloh, maka tiadalah ia mempunyai cahaya sedikitpun juga.” (QS : 24 : 40 ).
“ maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada ketakutan atas mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.” ( QS : 2 : 38 ).
“ Thoohaa. Kami tidak menurunkan Al Qur’an kamu agar kamu menderita.”( QS : 20 : 1-2 )
Oleh karena itu agar tercipta kehidupan yang harmonis yang penuh dengan ketenangan, ketentraman, kedamaian, dan kebahagiaan maka marilah kita kembali kepada cahaya Alloh SWT yang tertuang di dalam Al Qur’an dan sunnah-sunnah Rosululloh Muhammad SAW. kita kembali menempuh jalan Alloh, ajaran Islam. Perbaiki akhlaq dan karakter kita dengan ajaran Islam. Kita rajut kembali tali persaudaraan diantara kita dengan pondasi keimanan, kita hiasi diri dan etika pergaulan kita dengan ajaran Islam, kita seru manusia kepada kebaikan-kebaikan, dan cegah mereka dari segala keburukan. Dan kita didik generasi-generasi penerus kita dengan ajaran Islam yang lurus dan benar.
B.     Rumusan masalah
Dari paparan singkat latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
a.       Memahami arti pentingnya persaudaraan
b.      Memahami dan mengamalkan etika pergaulan dalam Islam
c.       Memahami keutamaan menyeru kepada kebaikan dan mencegah keburukan
d.      Memahami korelasi persaudaraan dengan dunia pendidikan.
                                                                                                                                           

BAB II
PEMBAHASAN
A. HADITS-HADITS TENTANG PERSUDARAAN MUSLIM
1. Hadits Persaudaraan Muslim
عنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : لاَ تَحَاسَدُوا وَلاَ تَنَاجَشُوا وَلاَ تَبَاغَضُوا وَلاَ تَدَابَرُوا وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَكُوْنُوا عِبَادَ اللهِ إِخْوَاناً. الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يَخْذُلُهُ وَلاَ يَكْذِبُهُ وَلاَ يَحْقِرُهُ. التَّقْوَى هَهُنَا –وَيُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ – بِحَسَبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ .[رواه مسلم]
Terjemah hadits / ترجمة الحديث :
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu dia berkata: Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah kalian saling dengki, saling menipu, saling marah dan saling memutuskan hubungan. Dan janganlah kalian menjual sesuatu yang telah dijual kepada orang lain. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya, (dia) tidak menzaliminya dan mengabaikannya, tidak mendustakannya dan tidak menghinanya. Taqwa itu disini (seraya menunjuk dadanya sebanyak tiga kali). Cukuplah seorang muslim dikatakan buruk jika dia menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim atas muslim yang lain; haram darahnya, hartanya dan kehormatannya.” (Riwayat Muslim)
Kosa kata / مفردات :
تحاسدوا : (kalian) saling dengki
تناجشوا : (kalian) saling menipu
تباغضوا : (kalian) saling membenci
(يبع (يبيع : Menjual
تدابروا : (kalian) saling memutuskan hubungan
(يحقر(ه  : Menghina(nya)
(يخذلـ(ـه : Merendahkan(nya)
   بحسب : Cukup
(صدر(ه : Dada(nya)

  1. Kenapa hadis ini ditekankan ? Masalah  penyakit hati yang sangat berbahaya
  1. Larangan untuk saling dengki. Dengki di sini bermaksud menginginkan agar nikmat atau kelebihan atau kebolehan atau keistimewaan yang ada pada orang lain di alihkan kepadanya atau terhapus.
  1. Larangan untuk berbuat keji dan menipu dalam urusan jual beli.
  1. Diharamkan untuk memutuskan hubungan terhadap muslim. Sebaliknya harus dijaga persaudaraan dan hak-haknya kerana Allah ta’ala.
  1. Islam bukan hanya aqidah dan ibadah saja, tetapi juga di dalamnya terdapat urusan akhlak dan muamalah.
  1. Hati merupakan sumber rasa takut kepada Allah ta’ala.
  1. Taqwa merupakan barometer keutamaan dan timbangan seseorang.
  1. Islam memerangi semua akhlak tercela kerana hal tersebut berpengaruh negatif dalam masyarakat Islam.
  1. Islam bukanlah sekadar lantunan kata-kata, tetapi ia mencakupi akhlak yang merupakan nilai-nilai luhur dalam bentuk perbuatan yang lahir daripada keimanan yakni orang yang bersih hatinya.
  1. Petanda hati yang kotor lahir daripada perbuatan dengki, khianat, menipu, pemarah, , menzalimi, berkata kotor yang akhirnya akan memutuskan hubungan silaturrahim. Memutuskan silaturrahim hukumnya haram dan termasuk sebagai maksiat yang besar (Surah 47: 22-23) dan dipercepatkan hukumannya di dunia, “Tidak ada dosa yang lebih layak dipercepat hukumannya di dunia, dan apa yang dipersiapkan Allah baginya di akhirat daripada tindakan kezaliman dan memutuskan hubungan silaturrahim” (HR Ibnu Majah dan Tirmizi)
  1. Dibenarkan cemburu dalam dua perkara “… seseorang yang Allah berikannya harta, lalu dia menginfaqkannya pada waktu malam dan waktu siang, dan seseorang yang Allah kurniakannya al-Quran, lalu dia bangun dengannya pada waktu malam dan waktu siang.” (HR Bukhari, Muslim, Ahmad, Tirmizi dan Ibnu Majah) ataupun membenci kerana Allah atas kemaksiatan yang berlaku
  1. Pentingnya tarbiyah ruhiyah untuk memastikan para Da’i mampu untuk mengawal emosi. 
  1. Emosi yang tidak terkawal hanya akan meletihkan, menyakitkan dan meresahkan diri sendiri. Dikala marah, kemarahannya meluap-luap, tubuhnya gementar, mudah memaki siapa saja, seluruh isihati akan ditumpah luahkan, nafasnya terpengap-pengap dan dia akan berbuat sekehendak hatinya.  
  1. Rumah tangga pun runtuh kerana kegagalan suami-isteri mengawal emosi masing-masing (an-Nisa’: 19).
  1. Bangunan jamaah kaum muslimin akan runtuh bukan disebabkan oleh kekurangan material, tetapi atas kemiskinan akhlak ahlinya yang mengikut al-hawa (Surah 49: 10). Bahkan kedengkian itu merusakkan amalan peribadi, “Jauhilah olehmu sekalian sifat dengki, kerana dengki itu akan memakan segala kebaikan seperti api yang membakar kayu” dan mencukur agama “Akan menjalar kepada kamu penyakit umat-umat yang terdahulu; hasad dan benci membenci. Itu sebenarnya pencukur. Aku tidak menyatakan pencukur rambut, tetapi ia mencukur agama”
  1. Apa tindakan kita ketika ada sangkaan buruk tersebar? 
  1. “Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan dari sangkaan (supaya kamu tidak tergelincir ke dalam sangkaan yang dilarang) kerana sesungguhnya sebahagian dari sangkaan itu adalah dosa…”  (al-Hujurat: 12)
  1. Al-Qardawi  menerangkan  maksud jangan kamu membenarkan sangkaan buruk itu adalah dengan tidak berubahnya sikap dan pandangan kamu terhadap orang yang disangka buruk itu. Jika itu tidak dikawal, bermakna kamu sudah membenarkannya.
  1. Imam Fakhruddin Ar-Razi menguraikan :“Sangkaan ini mestilah disokong oleh ijtihad (usaha bersungguh memastikan kebenarannya, dan penyelidikan yang dalam”(Tafsir Ar-Razi, 28/115)
  1. Takwa merupakan ikatan yang mengikat jiwa agar tidak lepas control mengikuti keinginan dan hawa nafsunya. Dengan ketakwaan seseorang dapat menjaga dan mengontrol etika dan budi pekertinya dalam setiap saat kehidupannya karena ketakwaan pada hakikatnya adalah muroqabah dan berusaha keras mencapai keridhoan Allah serta takut dari adzabNya
  1. Jangan menyerang kesalahan peribadi secara terang-terangan melainkan menggunakan kaedah yang lebih hikmah. Apalagi dalam hubungan antara pimpinan dan para ahli, guru dan siswa, seringkali berlaku kegoncangan apabila guru tersilap langkah dalam teguran sehingga memburuk-burukkan siswa di hadapan yang lain. Setiap manusia itu ada kehormatan yang Allah berikan.
Sedang berkhutbah
:
يخْطُبُ
Menyendiri
:
يَخْلُوْ
Muhrim, orang yang haram dinikahi
:
مَحْرَمٍ
Mengadakan perjalanan
:
تُسَافِرُ
Keluar mengerjakan haji
:
خَرَجَتْ حَا جَّةً
Menulis, mendaftar
:
اكْتَتَبْتَ
Perang
:
غَزْوَةٌ
Pergi berangkat.
:
اِنْطَلِقَ

                                                                                                                                                                                                         
2.      HADITS MEMELIHARA SILATURROHIIM
عن النعما ن بن بشيررضى الله عنهماقال:قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:ترى المؤمنين فىتراحمهم وتوادهم وتعاطفهم كمثل الجسد اذااشتكىعضوتداعىسائرجسده بالسهر والحمى.(اخرجه البخارى:78كتاب الأدب:27-باب رحمة الناس والبهائم)
                  Terjemah hadits           :          
                    “ An-Nu’man bin Basyir berkata, ‘ Nabi SAW bersabda,’Anda akan melihat kaum mukminin dalam kasih sayang dan cinta-mencintai, pergaulan mereka bagaikan satu badan, jika satu anggotanya sakit, maka menjalarlah kepada lain-lain anggota lainnya sehingga badannya terasa panas dan tidak dapat tidur.”(HR. Bukhori)
            سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ رِزْقُهُ أَوْيُنْسَأَلَهُ فِى أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ 
 أخرخه البخارى فى :
34 ـ كتاب البيوع 31 ـ باب من أحبّ البسط فى الرّزق 
Terjemah hadits :
“Anas bin Malik r.a. berkata, “Saya telah mendengar Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang ingin diluaskan rizkinya  dan dipanjagkan  umurnya, hendaklah menyambung hubungan famili (kerabat).( Dikeluarkan oleh Bukhori : kitab “jual beli”, bab : siapa yang menyukai dilapangkan rizqi )
3.      HADITS LARANGAN MEMUTUSKAN SILATURROHIIM

Terjemah  hadits :
Dari Jubair bin Muth’im Radiyallahu ‘anhu ia berkata: Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : “Tidak akan masuk surga orang yang memutus silaturahim”. (Muttafaqun ‘alaih).
                                                                                                                                                4
Pelajaran yang terdapat dalam hadits-hadits di atas adalah / الفوائد من الحديث  :
Fiqh Dakwi dan Tarbawi :
5
Imam Hasan Al-Banna mengatakan, “Yang saya maksud dengan ukhuwah adalah terikatnya hati dan rohani dengan ikatan aqidah. Aqidah adalah ikatan yang paling kokoh dan paling mulia. Ukhuwah adalah saudara keimanan, sedangkan perpecahan adalah sumber kembar kekufuran. Kekuatan yang pertama adalah kekuatan persatuan. Tidak ada persatuan tanpa cinta kasih, minimal cinta kasih dalam, kelapangan dada dan maksimalnya adalah itsar (mementingkan oran lain dari diri sendiri).
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                           7
B.   HADITS-HADITS TENTANG PERGAULAN
 Sebagian umat Islam, kita tentu mengetahui dengan baik bahwa Allah SWT telah menetapkan batas-batas dalam pergaulan. Yang mana dalam pergaulan terkadang manusia tidak lepas dari kesalahan, dosa, dan kekhilafan. Untuk itu perlu rujukannya dalam bertingkah laku. Rujukan tersebut diantaranya adalah hadits-hadits/sabda Rasulullah SAW, karena risalah pertama yang disampaikan kepada umat Islam adalah tentang akhlak. Hendaknya dalam kehidupan sehari-hari kita mengikuti petunjuk-petunjuk yang telah disampaikan pada kita secara jelas. Agar dalam pergaulan sehari-hari, kita tidak melampaui batas yang telah ditetapkan, maka kita harus dapat memahami sabda-sabda Rasulullah tersebut.
Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa hanya pergaulan bebas dan semacamnya hampir-hampir tidak memiliki rem, kaum muda saat ini berbuat sekehendak hatinya. Begitu pula halnya kebiasaan nongkrong di jalan hampir-hampir jadi tradisi serta hubungan silaturrahmi pun jarang dilakukan.
Untuk itulah, kita sebagai orang yang berilmu agar bisa mencari jalan keluar untuk berbagai macam permasalahan dan kemudian kita dapat memprakteknya dalam kehidupan sehari-hari.
1.    Larangan Berduaan Tanpa Mahram (LM: 1671)
وَعَنْهُ رَضِى اللهُ َعْنهُ قَالَ : سَمِعْتُ رسول اللهِ صلى الله عليه و سلم َيخْطُبُ يَقُوْلُ : لاَيَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِإِمْرَأَةٍ اِلاَّوَمَعَهَاذُوْمَحْرَمٍ وَلاَ تُسَافِرُ الْمَرْأَةُ ِالاَّمَعَ ِذيْ مَحْرَمٍ. فَقَامَ رَجُلٌ. فقال:يارسول الله، ِإنَّ ِإمْرَأَتِى خَرَجَتْ حَا جَّةً وَ ِإنِّى ِاكْتَتَبْتُ فِى غَزْوَةٍ كَذَاوَكَذَا، فَقَالَ : اِنْطَلِقْ فَحَجِّ مَعَ إِ مْرَأَتِكَ. (متفق عليه)
  Terjemahan  Hadits :
"Ibnu Abbas berkata : "Saya mendengar Rasulullah SAW berkotbah, "Janganlah seorang laki-laki bersama dengan seorang perempuan, melainkan (hendaklah) besertanya (ada) mahramnya, dan janganlah bersafar (bepergian) seorang perempuan, melainkan dengan mahramnya. "Seorang berdiri dan berkata : Ya Rasulullah, istri saya keluar untuk haji, dan saya telah mendaftarkan diri pada peperangan anu dan anu." Maka beliau bersabda, "Pergilah dan berhajilah bersama istrimu." [1] (Mutatafaq’alaih)
8
2.      Tinjauan Bahasa
3.      Penjelasan Hadits
Larangan tersebut, antara lain dimaksudkan sebagai batasan dalam pergaulan antara lawan jenis demi menghindari fitnah. Dalam kenyataannya, di negara-negara yang menganut pergaulan bebas, norma-norma hukum dan kesopanan merupakan salah satu pembeda antara manusia dengan binatang seakan-akan hilang. Hal ini karena kesenangan dan kebebasan dijadikan sebagai rujukan utama. Akibatnya, perzinahan sudah bukan hal yang aneh, tetapi sudah biasa terjadi, bahkan di tempat-tempat umum sekalipun. Kalau demikian adanya, apa bedanya antara manusia dengan binatang ?
Oleh karena itu, larangan Islam, tidak semata-mata untuk membatasi pergaulan, tetapi lebih dari itu, yaitu untuk menyelamatkan peradaban manusia. Berduaan dengan lawan jenis merupakan salah satu langkah awal terhadap terjadinya fitnah. Dengan demikian, larangan perbuatan tersebut, sebenarnya sebagai langkah preventif agar tidak melanggar norma-norma hukum yang telah ditetapkan oleh agama dan yang telah disepakati masyarakat.
Adapun larangan kedua, tentang wanita yang bepergian tanpa mahram, terjadi perbedaan pendapat di antara para ulama. Ada yang menyatakan bahwa larangan tersebut sifatnya mutlak. Dengan demikian, perjalanan apa saja, baik yang dekat maupun yang jauh, harus disertai mahram. Ada yang berpendapat bahwa perjalanan tersebut adalah perjalanan jauh yang memerlukan waktu minimal dua hari. Ada pula yang berpendapat bahwa larangan tersebut ditujukan bagi wanita yang masih muda-muda saja, sedangkan bagi wanita yang sudah tua diperbolehkan, dan masih banyak pendapat lainnya.
Sebenarnya, kalau dikaji secara mendalam, larangan wanita mengadakan safar adalah sangat kondisional. Seandainya wanita tersebut dapat menjaga diri dan meyakini tidak akan terjadi apa-apa. Serta merasa bahwa ia akan merepotkan mahramnya setiap kali akan pergi. Maka perjalanannya dibolehkan. Misalnya pergi untuk kuliah, kantor dan lain-lain yang memang sudah biasa dilakukan setiap hari, apabila kalau kantor atau tempat kuliahnya dekat. Namun demikian, lebih baik ditemani oleh mahramnya, kalau tidak merepotkan dan menganggunya.
Dengan demikian, yang menjadi standar adalah kemaslahatan dan keamanan. Begitu pula pergi haji, kalau diperkirakan akan aman, apalagi pada saat ini telah ada petugas pembimbing haji yang akan bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kelancaran para jamaah haji, maka seorang wanita yang pergi haji tidak disertai mahramnya diperbolehkan kalau memang dia sudah memenuhi persyaratan untuk melaksanakan ibadah haji.
                                                                                                                                    9
2.  HADITS SOPAN SANTUN DAN DUDUK DI JALAN
1.          عَنْ أَبِى سَعِيْدِ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ الله ُعَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوْسَ عَلَى الطُّرُقَاتِ فَقَالُوْا : مَالَنَابُدٌّ إِنَّمَاهِيَ مَجَالِسُنَا نَتَحَدَّثُ فِيْهَا قَالَ : فَإِذَاأَبَيْتُمْ إِلاَّ الْمَجَالِسَ فَأَعْطُوْاالطَّرِيْقَ حَقَّهَا قَالُوْا : وَمَاحَقُّ الطَّرِيْقِ ؟ قَالَ : غَضُّ اْلبَصَرِوَكَفُّ اْلاَذَى وَرَدُّ السَّلاَم ِوَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوْفِ وَنَهْيٌ عَنِ الْمُنْكَرِ. (رواه البخاري ومسلم وأبوداود)
      Terjemahan Hadits :
"Dari Abu Said Al-Khudry r.a. Rasulullah SAW. bersabda, Kami semua harus menghindari untuk duduk di atas jalan (pinggir jalan)-dalam riwayat lain, di jalan – mereka berkata, "Mengapa tidak boleh padahal itu adalah tempat duduk kami untuk mengobrol. Nabi bersabda, "Jika tidak mengindahkan larangan tersebut karena hanya itu tempat untuk mengobrol, berilah hak jalan." Mereka bertanya, "Apakah hak jalan itu?" Nabi bersabda, "Menjaga pandangan mata, berusaha untuk tidak menyakiti, menjawab salam, memerintahkan kepada kebaikan dan larangan kemunkaran."[2]
(H.R Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud)
Pelajaran yang dapat di ambil dari hadits di atas adalah
Rasulullah SAW melarang duduk di pinggir jalan, baik di tempat duduk yang khusus, seperti diatas kursi, di bawah pohon, dan lain-lain. Sebenarnya larangan tersebut bukan berarti larangan pada tempat duduknya, yakni bahwa membuat tempat duduk di pinggir jalan itu haram. Terbukti ketika para sahabat merasa keberatan dan berargumen bahwa hanya itulah tempat mereka mengobrol. Rasulullah SAW. pun membolehkannya dengan syarat mereka harus memenuhi hak jalan, yaitu berikut ini.
    a. Menjaga Pandangan Mata
   Menjaga pandangan merupakan suatu keharusan begi setiap muslim atau muslimat,      sesuai dengan perintah Allah SWT. Dalam al-Qur'an :
Artinya : "Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan  pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat".
Hal itu tidak mungkin dapat dihindari bagi mereka yang sedang duduk dipinggir jalan. Ini karena akan banyak sekali orang yang lewat, dari berbagai usia dan berbagai tipe. Maka bagi para lelaki janganlah memandang dengan sengaja kepada para wanita yang bukan muhrim dengan pandanagan syahwat. Begitu pula, tidak boleh memandang dengan pandangan sinis atau iri kepada siapa saja yang lewat. Pandangan seperti tidak hanya akan melanggar aturan Islam. Tetapi akan menimbulkan kecurigaan, persengketaan dan memarahan dari orang yang dipandangnya, apalagi begi mereka yang mudah tersinggung. Oleh karena itu, mereka yang sedang duduk dipinggir harus betul-betul menjaga pandangannya.
b.  Tidak Menyakiti
Tidak boleh menyakiti orang-orang yang lewat, dengan lisan, tangan, kaki, dan lain-lain. Dengan lisan misalnya mengata-ngatai atau membicarakannya, dengan tangan misalnya melempar dengan batu-batu kecil atau benda apa saja yang akan menyebabkan orang lewat sakit dan tersinggung, tidak memercikkan air, dan lain-lain yang akan menyakiti orang yang lewat atau menyinggung perasaannya.
    c.  Menjawab Salam
Menjawab salam hukumnya adalah wajib meskipun mengucapkan- nya sunnat. Oleh karena itu, jika ada yang mengucapkan salam ketika duduk dijalan, hukum menjawabnya adalah wajib. Untuk lebih jelas tentang salam ini, akan dibahas di bawah.
    d.  Memerintahkan kepada Kebaikan dan Melarang kepada Kemungkaran.
Apabila sedang duduk di jalan kemudian melihat ada orang yang berjalan dengan sombong atau sambil mabuk atau memakai kendaraan dengan ngebut, dan lain-lain, diwajibkan menegurnya atau memberinya nasihat dengan cara yang bijak. Jika tidak mampu, karena kurang memiliki kekuatan untuk itu, doakanlah dalam hati supaya orang tersebut menyadari kekeliruan dan kesombongannya.
3.  HADITS MENYEBARLYUASKAN SALAAM (BM: 1559/1469)
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ سَلاَمٍ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ :   يَااَيُّهَا النَّاسُ، اَفْشُوْا السَّلاَمِ وَصِلُّوْا اْلأَرْحَامِ وَاَطْعِمُوْا الطَّعَامَ وَصَلُّوْا بِاللَّيْلِ وَ النَّاسُ نُيَّامٌ تَدْ خُلُوْ الْجَنَّةَ بِسَلاَمٍ.
      Terjemahan Hadits :
"Dari Abdullah bin Salam ia berkata, telah bersabda Rasulullah SAW, "Hai Manusia, siarkanlah salam dan hubungan kekeluarga-keluarga dan berilah makan dan shalatl;ah pada malam ketika manusia tidur, niscaya kamu masuk surga dengan sejahtera."[3]
(Dikeluarkan oleh Turmudzi dan ia sahihkannya)
Hadits Kedua:
عَنْ عَيْدِ اللهِ بْنِ سَلاَمٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص م: يَااَيُّهَاالنَّاسُ، اَفْشَوْا السَّلاَم،َ وَصِلُوْا اْلاَحَامَ وَاَطْعِمُوْ الطَّعَامَ، وَصَلُّوْا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَّامٌ، تَذْخُلُوْ الْجَنَّةَ بِسَلاَمٍ.
Terjemahan hadits:
“Dari Abdullah bin Salam, Ia berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW: hai manusia! Siarkanlah salam dan hubungilah keluarga-keluarga dan berikan makan dan sembahyanglah pada malam ketika manusia tidur, niscaya kamu masuk surga dengan sederhana.
Pelajaran yang dapat di ambil dari hadits di atas adalah
Hadits diatas mengandung pelajaran, yaitu sebagai berikut :  Menyiarkan (menyebarkan) Salam
Salam merupakan salah satu identitas seorang muslim untuk saling mendoakan antar sesama muslim setiap kali bertemu. Mengucapkan salam menurut kesepakatan para ulama hukumnya sunat mu'akad. Ini dipahami dari ayat 81 surat An-Nisa :
وَ إِذَاحُيِّيْتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوْابِأَحْسَنَ مِنْهَاأَوْرُدُّوْهَاإِنَّ الله َكَانَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ حَسِيْبًا (النساء )
Artinya :
"Apabila ada orang memberi hormat (salam) kepada kamu, balaslah hormat (salamnya) itu dengan cara yang lebih baik, atau balas penghormatan itu (serupa dengan penghormatannya). Sesungguhnya Tuhan itu menghitung segala sesuatu".
(Q.S An-Nisa : 81)
Mengucapkan salam tidak hanya disunahkan ketika berjumpa dengan orang yang dikenal saja, tetapi juga bertemu dengan orang yang belum dikenal. Sebagaimana dinyatakan dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim :
عَنْ عَبْدِ اللهِ ابْنِ عُمَرَرَضِى الله ُأَنْهُ رَجُلاً سَأَلَ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَيُّ اْلإِ سْلاَمُ خَيْرٌ ؟ قَالَ : تُطْعِمُ َوتَقْرَءُ السَّلاَمَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ   وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ. (رواه البخارى ومسلم)
Artinya :
"Abdullah Ibn Umar berkata, bahwa seorang laki-laki telah bertanya kepada Rasulullah SAW, "Islam seperti apakah yang paling baik ? Nabi Menjawab, "Memberi makan dan mengucapkan salam, baik kepada kamu kenal mapun kepada orang yang tidak kamu kenal.
(H.R Bukhari da Muslim)
                                                                                                                                                                                                                                                                          12
Dengan hadits lain juga diterangkan tentang siapa yang pertama kali harus mengucapkan salam, yaitu orang yang dalam kendaraan kepada yang berjalan kaki, orang yang berjalan kepada yang duduk, kelompok yang sedikit kepada kelompok yang besar. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits :                                                                                  
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ الله ُعَنْهُ أَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : يُسَلِّمُ الرَّاكِبُ عَلَى الْمَاشِى وَ الْمَاشِى عَلىَ اْلقَاعِدِ وَ اْلقَلِيْلُ عَلَى اْلكَثِيْرِ. متفق عليه وَفِى رِوَاَيةٍ لِلْبُخَارِىِّ : وَالصَّغِيْرُ عَلَى اْلكَبِيْرِ.
Artinya :
"Abu Hurairah r.a berkata : "Rasulullah SAW bersabda, orang yang berkendaraan memberi salam kepada yang berjalan, dan yang berjalan memberi salam kepada orang yang duduk. Dan rombongan yang sedikit memberi salam kepada yang banyak."
(H.R Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat Bukhari : "Dan yang kecil memberi salam kepada yang besar."
Salam juga disunahkan diucapkan dalam berbagai situasi, misalnya ketika hendk masuk Srumah orang lain. Sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur'an :
Artinya :
"Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah- rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayatnya(Nya) bagimu, agar kamu memahaminya.
(Q.S. An-Nur : 61)
Begitu pula ketika meninggalkan suatu tempat atau rumah disunahkan pula mengucapkan salam. Rasulullah SAW bersabda:
اِذَادَ خَلْتُمْ بَيْتًافَسَلِّمُوْا عَلَى أَهْلِهِ فَإِذَاخَرَجْتُمْ فَأَوْدَعُوْا أَهْلَهُ بِسَلاَمِ. (رواه البيهقى)
Artinya:
”Apabila seorang diantara kamu masuk ke dalam suatu rumah, maka hendaklah iamengucap salam. Apabila ia lebih dahulu berdiri meninggalkan rumah itu, hendaklah ia mengucapkan atau memberi salam pula”.
(HR. Al-Baihaqi)  
                                                                                                                                                13
3. HADITS-HADITS TENTANG AJAKAN KEPADA KEBAIKAN
1.      HADITS TENTANG AJAKAN KEPADA YANG MA’RUF DAN MENJAUHI YANG MUNGKAR
ﻋﻦ ﺣﺬﻴﻔﺔ ﺮﺻﻰ ﺍﷲ ﻋﻦ ﺍﻠﻧﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﻋﻠﻴﻪ ﻮﺴﻠﻤ ﻘﺎﻝ : ﻮﺍﻠﺫﻱ ﻧﻔﺴﻰ ﺒﻴﺪﻩ ﻠﺘﺎﻤﺮﻥ ﺒﺎﻠﻤﻌﺮﻭﻑﻭﻠﺘﻧﻬﻭﻥ ﻋﻥ ﺍﻠﻤﻧﻜﺮ ﺍﻭ ﻠﻴﻭﺸﻜﻥ ﺍﷲ ﺍﻥ ﻴﺑﻌﺙ ﻋﻠﻴﻜﻤ ﻋﻘﺎﺑﺎ ﻤﻨﻪ ﺛﻤ ﺗﺪﻋﻭﻨﻪ ﻔﻼ ﻴﺴﺗﺟﺎﺏ ﻠﻜﻤ (ﺮﺍﻭﻩﺍﻠﺮﻤﺫﻯ)
Terjemah Hadits:
“Huzaifah berkata bahwa Nabi bersabdah, “Demi Allah yang jiwaku ada ditangan-Nya, kamu harus menganjurkan kebaikan dan mencegah dari kemungkaran,atau kalau tidak, pasti Allah akan menurunkan siksa kepadamu, kemudian kamu berdoa, maka tidak diterima doa dari kamu.” (H.R. Tirmidzi)
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ دَعَا اِلَى هُدًي كَانَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثلُ أُجُوْرِ مَنْ تَبَعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ اُجُوْرِهِمْ شَيْئا وَمَنْ دَعَا اِلَى ضَلَالَةَ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ مِثلُ آثَامِ مَنْ تَبَعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئا (روه مسلم
Terjemah hadits :
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: “siapa saja yang mengajak kepada kepada kebenaran, maka ia memperoleh pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya tanpa dikurangi sedikitpun. Dan siapa saja yang mengajak kepada kesesatan, maka ia mendapat dosa seperti dosa orang yang mengerjakan tanpa dikurangi sedikitpun” (HR Muslim)
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                           
عَنْ اَبِيْ سَعِيْدِ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ قَالَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإيْمَانِ (روه المسلم(
Dari Abu Sa’id Al Khudri ra, ia berkata saya telah mendengar Rasulullah saw berabda: Barang siapa diantara kalian yang melihat kemungkaran maka ubahlah kemungkaran tersebut dengan tangannya jika tidak mampu maka dengan lisannya, jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan itulah selemah selamahnya iman. (HR.muslim).
Dari hadits di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga tingkatan melarang dari kemungkaran, yaitu:
1.    Mengingkari dengan tangan.
2.    Mengingkari dengan lisan.                                                                                                             
3.    Mengingkari dengan hati.
Dalam hadits lain nabi meriwayatkan perumpamaan orang-orang yang enggan menyuruh kepada amar makruf nahi mungkar.
عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيِ ص م قَالَ "مَثَلُ الْقَائِمِ فِي حُدُوْدِ اللهِ وَاْلوَاقِعِ فِيْهَا كَمَثَلِ قَوْمٍ اسْتَهَمُوْا عَلَى سَفِيْنَةٍ فَصَارَ بَعْضُهُمْ اَعْلاَهَا وَ بَعْضُهُمْ اَسْفَلَهَا، وَكَانَ الَّذِيْنَ فِي أَسْفَلِهَا إِذَا اسْتَقَوْا مِنَ الْمَاءِ مَرُّوْا عَلَى مَنْ فَوْقَهُمْ فَقَالُوْا: لَوْاَنَّا خَرَقْنَا فِي نَصِيْبِنَا خَرْقًا وَلَمْ نُؤْذِ مَنْ فَوْقَنَا فَاِنْ تَرَكُوْهُمْ وَمَا أَرَادُوْا هَلَكُوْا جَمِيْعًا وَاِنْ أَخَذُوْا عَلَى أَيْدِيْهِمْ نَجَوْا وَ نَجَوْا جَمِيْعًا (روه البخاري(
15                                                                                                                              
Dari An-Nu’man Ibn Basyir ra, dari nabi saw beliau bersabda perumpamaan orang yang teguh menjalanankan hukum Allah dan orang-orang yang terjerumus di dalam adalah bagaikan satu kaum yang terbagi tempat dalam satu kapal sebagian mereka ada di bagian atas kapal dan sebagian lagi ada di bagian bawah. Sedang orang di bagian bawah jika memerlukan air mereka harus naik ke atas melewati orang-orang yang di atas. Maka mereka berkata “seandainya jika kita melobangi di bagian bawah, kita tidak lagi menunggu orang-orang yang di atas kita”. Maka jika mereka yang di atas membiarkan maksud mereka (yang dibawah) pasti mereka semua binasa. Tetapi jika mereka mencegah tangan mereka, tentu mereka selamat dan semuanya selamat. (HR.Bukhari).
Allah juga berfirman dalam surat Al-A’raf : 165
فَلَمَّا نَسُوْا مَا ذَكِّرُوْا بِهِ أَنجَيْنَا الَّذِيْنَ يَنْهَوْنَ عَنِ السُّوْءِ وَأَخَذْنَا الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا بِعَذَابِ بَئِيْسِ بِمَا كَانُوْا يَفْسُقُوْنَ
Maka setelah mereka melupakan apa yang diperingati kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan kami timpakan kepada orng-orang yang zhalim siksaan yang keras, di sebabkan mereka selalu berbuat fasik. (Al-A’raf : 165)
2.      HADITS TENTANG KEUTAMAAN MENGAJAK KEPADA KEBAIKAN
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال
: مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنْ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنْ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا.
 (رواه مسلم)
Terjemah hadits :Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa menyeru kepada hidayah (jalan petunjuk dan kebaikan), maka ia akan mendapatkan pahala sebagaimana pahala orang yang mengikuti (atau mengerjakan)nya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa menyeru kepada kesesatan, maka ia mendapatkan dosa sebagaimana dosa orang yang mengikuti (mengerjakan)nya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.”. (HR. Muslim no. 6750).                                                                                                                                                  16
حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا جَرِيْرُ بْنُ عَبْدِ الْحَمِيْدِ عَنِ اْلأَعْمَشِ عَنْ مُوْسَى بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ يَزِيْدَ وَأَبِي الضُّحَى عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ هِلاَلٍ اَلْعَبْسِيِّ عَنْ جَرِيْرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ:
جَاءَ نَاسٌ مِنَ اْلأَعْرَابِ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِمُ الصُّوْفُ فَرَأَى سُوءَ حَالِهِمْ قَدْ أَصَابَتْهُمْ حَاجَةٌ فَحَثَّ النَّاسَ عَلَى الصَّدَقَةِ فَأَبْطَئُوْا عَنْهُ حَتَّى رُئِيَ ذَلِكَ فِي وَجْهِهِ قَالَ ثُمَّ إِنَّ رَجُلاً مِنَ اْلأَنْصَارِ جَاءَ بِصُرَّةٍ مِنْ وَرِقٍ ثُمَّ جَاءَ آخَرُ ثُمَّ تَتَابَعُوْا حَتَّى عُرِفَ السُّرُوْرُ فِي وَجْهِهِ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلاَ يَنْقُصُ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلاَ يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ 
Trjemah hadits :Telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami Jarir bin ‘Abdul Hamid dari Al A’masy dari Musa bin ‘Abdullah bin Yazid dan Abu AdhDhuhadari ’Abdurrahman bin Hilal Al ‘Absi dari Jarir bin ‘Abdullah dia berkata: Pada suatu ketika, beberapa orang Arab badui datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan mengenakan pakaian dari bulu domba (wol). Lalu Rasulullah memperhatikan kondisi mereka yang menyedihkan. Selain itu, mereka pun sangat membutuhkan pertolongan. Akhirnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menganjurkan para sahabat untuk memberikan sedekahnya kepada mereka. Tetapi sayangnya, para sahabat sangat lamban untuk melaksanakan anjuran Rasulullah itu, hingga kekecewaan terlihat pada wajah beliau. Jarir berkata: Tak lama kemudian seorang sahabat dari kaum Anshar datang memberikan bantuan sesuatu yang dibungkus dengan daun dan kemudian diikuti oleh beberapa orang sahabat lainnya. Setelah itu, datanglah beberapa orang sahabat yang turut serta menyumbangkan sedekahnya (untuk diserahkan kepada orang-orang Arab badui tersebut) hingga tampaklah keceriaan pada wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam                                              
17
 Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Barang siapa dapat memberikan suri tauladan yang baik dalam Islam, lalu suri tauladan tersebut dapat diikuti oleh orang-orang sesudahnya, maka akan dicatat untuknya pahala sebanyak yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi sedikitpun pahala yang mereka peroleh. Sebaliknya, barang siapa memberikan suri tauladan yang buruk dalam Islam, lalu suri tauladan tersebut diikuti oleh orang-orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya dosa sebanyak yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa yang mereka peroleh sedikitpun.                                                                                                                       
Pelajaran yang dapat diambil dari hadits-hadits di atas adalah :
1.      Alloh SWT memerintahkan kita untuk berlomba-lomba melakukan kebaikan.
2.      Da’wah adalah salah satu kebaikan yang wajib kifayah dilaksanakan.
3.      Alloh memberikan keutamaan yang besar kepada orang-orang yang melakukan. amar ma’ruf nahi mungkar.
4.      Alloh memerintahkan kita untuk menjauhi dan mencegah kemungkaran.
5.      Ancaman bagi orang-orang yang tidak mau melakukan amarma’ruf nahi mungkar adalah azab yang pedih.
6.      Alloh memerintahkan kita untuk melakukan kebaikan dan mencegah keburukan.
Tidak seperti anggapan sekelompok orang yang hanya terfokus kepada mengajak kebaikan saja dan tidak mencegah kemungkaran, mereka beranggapan keburukan akan hilang kalau semua orang berbuat kebaikan.
7.      Mencegah kemungkaran ada tiga tingkatan yaitu : dengan lisan, dengan tangan, dan dengan hati.
8.      Keutamaan yang besar Alloh berikan kepada orang-orang yang melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar.
                                                                                                                                                18
BAB III
KORELASI HADITS DENGAN DUNIA PENDIDIKAN
Islam adalah agama yang sempurna yang ajarannya mencangkup seluruh dimensi kehidupan, bahkan tidak hanya dimensi kehidupan dunia saja tetapi juga dimensi kehidupan akhirat. Pendidikan dalam Islam merupakan suatu proses pembentukan pribadi manusia agar menjadi manusia yang sempurna yaitu manusia yang memiliki kecerdasan spiritual, kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional. Manusia yang memiliki keimanan yang kuat, cerdas dan juga akhlaq yang mulia.
 Pendidikan dari segi bahasa berasal dari kata education yang dapat diartikan (pengembangan), teaching (pengajaran), pedagogy (pembinaan kepribadian), instruction (perintah), breeding (memberi makna), raising (menumbuhkan). Dalam bahasa Arab kata pendidikan merupakan terjemahan dari kata al-tarbiyah yang dapat diartikan proses menumbuhkan dan mengembangkan potensi yang terdapat pada diri seseorang, baik secara fisik, psikis, sosial maupun spiritual. Selain itu kata tarbiyah juga dapat berarti menumbuhkan dan mendewasakan peserta didik, memperbaiki, menguasai urusan, memelihara dan merawat, memperindah, memberi makna, mengasuh, memiliki, mengatur dan menjaga kelangsungan maupun eksistensi seseorang.
Kata tarbiyah sebagaimana tersebut di atas juga mencakup pengertian al-taklim (pengajaran tentang ilmu pengetahuan), al-ta’dib (pendidikan budi pekerti), al-tahdzib (pendidikan budi pekerti), al-mauidzoh (nasihat tentang kebaikan), al-riyadho (latihan mental spiritual), al-tazkiyah (pendidikan kebersihan diri), al-talqin (bimbingan dan arahan), al-tadiris (pengajaran), al-tafaqquh (memberikan pengertian dan pemahaman), al-tabyin (penjelasan), al-tazkiroh (memberikan peringatan), dan al-irsyad (memberikan bimbingan).4
Jadi korelasi antara hadits-hadits yang telah dibahas di atas dengan dunia pendidikan bila ditinjau dari makna pendidikan baik secara bahasa ataupun istilah adalah mengajarkan tentang mental spiritual, nasehat kebaikan, memberikan peringatan dan bimbingan, menjaga kebersihan diri, dan pembinaan kepribadian agar memiliki budi pekerti yang mulia.
                                                                                                                                  [4] 
BAB IV

KESIMPULAN
1.     Islam adalah agama rahmatan lil’alamin, yang mengajarkan kepada kita nilai-nilai yang luhur, agar terciptanya kehidupan yang harmonis yang penuh dengan kasih sayang.
2.     Pilar-pilar kehidupan yang harmonis dan penuh kasih sayang adalah terciptanya individu-individu yang memiliki kebeningan dan kebersihan hati, yang selalu menghiasi dirinya dengan segala kebaikan dan menjauhkan dirinya dari segala keburukan serta menghiasi pergaulannya dengan akhlaq yang mulia.
3.     Islam adalah agama yang mengajarkan kepada kita untuk selalu menjaga tali persaudaraan, bersatu padu dan hidup teratur, mencintai kebaikan dan berlomba-lomba untuk mendapatkan kebaikan, menghormati  hak-hak orang lain dan menciptakan masyarakat yang bersih dan berwibawa.
4.     Sebaik-baik pendidikan adalah pendidikan Islam yang bersumber dari cahaya Alloh SWT, yang tertuang di dalam Al Qur’an dan Sunnah-sunnah Nabinya yang mulia Muhammad SAW.
                                                                                                                                                20
DAFTAR PUSTAKA
▪ Imam Az-Zabidi, Ringkasan hadits shohih Bukhori, Pustaka Amani.
▪ DR. Musthofa Dieb Al-Bugha Muhyidin Mistu, Al-Wafi, Al-I’tisom.
▪ Hasan Albanna, Majmu’atrur Rosail, Al-Itisom.
▪ Anis Mata, membentuk karakter Muslim, Shout Al-Haq Press.
▪ Prof. DR. H. Abuddin Nata, M.A. Sejarah Pendidikan Islam, Kencana Pernada Media Group.
▪ Rahmat Syafei, Alhadits (aqidah, akhlaq, sosial dan hukum), Pustaka Setia Jakarta.
▪ Kahar Mansyur, Bulughul Maram, Rineka Cipta Jakarta.

[1] Rachmat Syafe'I, Al-Hadits (Aqidah, Akhlaq, Sosial dan Hukum), Jakarta: PT. Pustaka Setia, 2003, h.217
[2]  Rachmat Syafe'I, Al-Hadits (Aqidah, Akhlaq, Sosial dan Hukum), Jakarta: PT. Pustaka Setia                                                                                                                                                                                                              10
[3] Kahar Munsyur, Bulughul Maram, Jakarta: PT. Rineka Cipta, cet. 3, hal.225                                                                                                                                                                                                                                               11
[4] Prof.DR. H. Abuddin Nata, MA./Sejarah pendidikan Islam.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar