Sabtu, 01 Februari 2014

Tafsir Tarbawi: MENUNTUT ILUM DAN KEDUDUKAN ILMUWAN


BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
      Seorang ibu berpesan bijak kepada anak kesayangannya yang cacat fisik, Anakku, engkau tidak berada di majlis suatu kaum melainkan engaku menjadi bahan ejekan dan tertawaan mereka, oleh karena itu, carilah ilmu, karena ilmu mengangkatmu.” Pesan sang ibu tidak meleset, karenga dikumudain hari si anak yang tidada lain adalah Muhammad bin Abdurrahman al-Auqosh menjadi hakim di mekah selama dua puluh tahun.
      Sang ibu tidak salah ucap, karena memang begitulah kenyataannya. Ilmu memang membuat orang menjadi mulia. Ilmu itu menjaga pemiliknya, demikian kata Ali bin Abu thalib R.A.
      “Denganya, Allah mengangkat suatu kaum, kemudian Allah menjadikan mereka sebagai pemimpin dalam hal yang baik dan sebagai suri tauladan bagi oeng lain. Mereka adalah penunjuk bagi dan kepada kebaikan. Jejak mereka ditapaktilasi .” kata Muadz bin Jabal R.A.

B. RUMUSAN MASALAH
      Dengan ilmu, kita tidak menjadi makhluk “telanjang” abadi seperti hwan, terlapisi keindahan fisik dan psikis, menjadi manusia bermutu, mampu bersaing dengan makhuluq alin, dapat mengungkap rahasia dan pesan-pesan Allah yang ada dalam kitab-Nya dan di alam semersa, kita dapat menjadi hamba Allah yang mulia, dapat menjadi umat yang berjaya atas makhluk yang lain seperti proyeksi awal Allah menciptakan kita.

C. TUJUAN
Berangkat dari kerangka di atas, dan memperhatikan ralita keterpurukan  kaum muslimin dewasa ini, kami mencoba mengupas ayat ilmu pengetahun, dengan harapan makalah ini sedikit banyak dapat menyadarkan kelengahan kita selama ini, mengangkat harkat dan martabat di sisi Allah dan makluk lain dan mengembalikan kita ke posisi semula sebagai “khalifah allah” di muka bumi.
















BAB II
PEMBAHASAN
I. MENUNTUT ILMU
AL-‘ALAQ 1-5
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5)  [العلق/1-5]
A. TERJEMAH
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[[1]],
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

B. MUNASABATUL AYAT
Setelah pada surat sebelumnya disebutkan bahwa manusia diciptakan dalam keadaan yang sempurnya ( أًحْسَنِ تَقْوِيْم     ) kemudian dalam surat ini disebutkan kejadian manusia dari segumpal darah sampai pada akhirnya disini di bahas keadaan manusia di akhirat.

C. ASBABUN NUZUL
Disebutkan bahwa Nabi S.A.W.  beribadah dalam gua Hira beberapa malam, kemudain turunlah ayat ini. Lima ayat ini deisepakati turun di makah sebelum Nabi S.A.W. hijrah, bahkan hampir semua ulama sepakat bahwa wahyu yang pertama diterima Nabi S.A.W. adalah lima ayat ini, Thahir Ibnu Asyur menyatakan bahwa lima ayat ini turun pada tanggal tujuh belas ramadhan dan hal ini banyak di ikuti oleh ulama.
Nama yang populer pada masa sahabat adalah surat iqra’ bismirabbika, dan nama yang banyak tercantum dalam mushaf adalah al-Alaq’ ada juga yang menamainya dengan surah iqra’.

D. PEMBAHASAN
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1)
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
           
a. Tafsir Mufrodat :
Kata (اقْرَأْ ) terambil dari kata kerja ( قَرَأَ  ) yang pada mulanya berarti menghimpun. Apabila anda merangkai huruf atau kata kemudian anda mengucapkan rangkaian tersebut maka anda telah menghimpunnya yakni membacanya. Dengan demikian realisasi perintah tersebut tidak mengharuskan adanya suatu teks tertulis sebagai objek bacaan, tidak pula harus diucapkan sehingga terdengan oleh orang lain. Karenanya, dalam kamus ditemukan aneka ragam arti dari kata tersebut. Antara lain : menyampaikan, menelaan, membaca, mendalami, meneliti, mengaetahui ciri-ciri sesuatu dan sebagainya, yang kesemuanya bermula dari arti menghimpun.
Ayat di atas tidak menyebutkan objek bacaan - dan jibril AS. ketika itu tidak juga membaca suatu teks tertulis, dan karena itu dalam satu riwayat dinyatakan bahwa Nabi S.A.W. bertanya : ( مَا أَقْرَأُ  ) apa yang harus saya baca ?
b. Penjelasan:
Beraneka ragam pendapat ahli tefsir tentang objek bacaan yang dimaksud, ada yang berpendapat wahyu (al-Qur’an) sehingga perintah itu dalam arti : “bacalah wahyu-wahyu (al-Qur’an)” ketika dia turun nanti. Ada juga yang berpendapat bahwa objeknya adalah ismi robbika sambil menilai huruf ba’ yang menyertai kata kata ismi adalah sisipan sehingga ia berarti bacalah nama tuhanmu atau berdzikirlah. Tapi jika demikian mengapa Nabi S.A.W.menjawab “ saya tidak dapat membaca “ seandainya yang dimaksud perintah berdzikir tentu beliau tidak menjawab demikian karena jauh sebelum datang wahyu beliau senantiasa melakukannya.
Muhammad Abduh memahami peritah membaca di sini bukan sebagai beban tugas yang harus dilaksanakan (amr taklif) sehingga membutuhkan objek, tetapi ia adalah amar takwini yang mewujudkan kemampuan membaca secara actual pada diri pribadi Nabi Muhammad S.A.W. pendapat ini dihadang oleh kenyataan bahwa setelah turunnya perintah ini pun Nabi S.A.W. masih tetap dinamai oleh al-Qur’an sebagai seorang Ummy (tidak pandai membaca dan menulis), di sisi lain jawaban Nabi S.A.W. kepada malaikat jibril ketika itu, tidak mendukung pemahaman itu.
Huruf ( ب ) pada kata (بِاسْمِ ) ada juga yang memahaminya sebagai pernyertaan atau mulabasah, seingga dengan demikian ayat tersebut berarti “bacalah disertai dengan nama Tuhanmu”.
Sementara ulama memahami kalimat bismi rabbika bukan dalam pengertian harfiahnya, sudah menjadi kebiasaan masyarakat sejak masa jahiliah mengaitkan suatu pekerjaan dengan nama sesuatu yang mereka agungkan. Itu memberi kesan yang baik atau katakanlah “berkat” terhadap epkerjaan tersebut juga untuk menunjukkan bahwa pekerjaan tadi dilakukan semata-mata karena “dia” yang namanya disebutkan tadi. Dahulu, misalnya sebelum turunnya al-Qur’an, kaum musyrikin sering berkata “bismi al-lata” dengan maksud bahwa apa yang mereka lakukan tidak kecuali demi tuhan berhala al-lata, dan bahwa mereka mengharapkan anugrah dan berkah” dari berhala tersebut.
Mengaitkan pekerjaan membaca dengan nam Allah mengantarkan pelakunya untuk tidak melakukannya kecuali karena Allah, dan hal ini akan mengahsilkan keabadian, karena hanya Allah yang kekal abadi dan hanya aktifitas yang dilakukan secara ikhlas yang akan diterimanya, tanpa keikhlasan semua aktifitas akan berakhir dengan kegagalan dan kepunahan (baca Q.S. al-Furqon 25).
Menurut Syaikh al-Maroghi, اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ adalah jadilah kamu orang yang bisa membaca dengan kekuasaan Allah Tuhan penciptamu dan menginginkan kamu bisa membaca walaupun sebelumnya tidak, yang sesungguhnya saat itu Nabi S.A.W. tidak bisa baca tulis, dan telah datang perintah Ketuhanan bahwa Nabi S.A.W. hendaknya bisa membaca walaupun tidak bisa menulis dan akan diturunkan kepadanya al-Quran yang akan dia baca walaupun dia tidak menulisnya. Ringkasnya adalah Allah yang telah menjadikan alam semesta mampu menjadikan Nabi S.A.W. bisa membaca walaupun tidak didahului dengan belajar.

C. Kesimpulan
Menurut kaidah kebasaan menyatakan apabila ada suatu kata kerja yang membutuhkan objek tetapi tidak disebutkan objeknya, maka objek yang dimaksud bersifat umum, mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkau oleh kata tersebut. Oleh karena itu bahwa kata iqro’ digunakan dalam arti membaca, menelaah, menyampaikan dan sebagainya, dan objeknya bersifat umum, maka objek kata tersebut segala yang dapat terjangkau baik ia merupakan bacaan suci yang bersumber dari Tuhan maupun bukan, baik ia menyangkut ayat yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Al hasil perintah iqro’mencakup telaah terhadap alam raya, masyarakat dan diri sendiri, serta bacaan tertulis baik suci maupun tidak.
Ayat ini menegaskan supaya kita bisa membaca.

خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2)
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
A. Tafsir Mufrodat
Kata الْإِنْسَانَ terambil dari akar kata أنس, jinak dan harmonis atau dari kata نسي yang berarti lupa, ada juga yang berpendapatberasal dari kata نوس yakni gerak atau dinamika.
Makna di atas paling tidak memberikan gambaran sepintas tentang potensi atau sifat makhluk tersebut, yakni bahwa memiliki sifat lupa, dan kemampuan bergerak atau melahirkan dinamika.
Ia juga adalah makhluk yang selalu atau sewajarnya melahirkan rasa senang, harmonisme dan kebahagiaan kepada pihak lain.
B. Penjelasan
Kata insan menggambarkan manusia dengan berbagai keragaman sifatnya, kata ini berbeda dengan kata basyar yang juga diterjemahkan dengan manusia, tetapi maknanya lebih banyak mengacu kepada manusia dengan segi fisik serta nalurinya yang tidak berbeda antara seseorang manusia dengan mansia lain.
Manusia adalah makhluk pertama yang disebut Allah dalam al-Qur’an melalui wahyu pertama, bukan saja karena ia diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya, atau segala sesuatu dalam alam raya ini diciptakan dan ditundukkan Allah demi kepentingannya, tetapi juga karena kitab suci al-Qur’an ditujukan kepada manusia guna menjadi pelita kehidupannya.
Salah satu cara yang ditempuh oleh al-Qur’an untuk menghantar manusia menghayati pentunjuk Allah adalah memperkenalkan jati dirinya antara lain dengan menguraikan proses kejadiannya. Ayat ke 2 surat iqro’ menguraikan secara sangat singkat hal tersebut.
Kata ‘alaq dalam kamus bahasa arab digunakan dalam arti segumpal darah, juga dalam arti cacing yang terdapat di dalam air bila diminum oleh binatang maka ia tersangkut di kerongkonganya. Banyak ulama masa lampau memahami ayat di atas dalam pengertian pertama. Tetapi ada juga yang memahaminya dalam sesuatu yang tergantung di dinding rahim. Ini karena para pakar embriolog menyatakan bahwa setelah terjadinya pertemuan antara seperma dan indung telur ia berproses dan membelah menjadi dua, kemudian empat, kemudian delapan demikian seterusnya sambil bergerak menuju ke kantong kehamilan dan melekat bertempat serta masuk ke dinding rahim.
C. Kesimpulan
Dari ayat 2 ini dapat ditarik kesimpulan bahwa salah satu yang ditempuh oleh al-Qur’an untuk mengantar manusia menghayati petunjuk Allah adalah memperkenalkan jati dirinya dengan menguraikan proses kejadiannya, karena kata ‘alaq bisa juga dipahami sebagai makhluk sosoial yang tidak dapat hidup sendiri tetapi selalu bergantung pada selainnya, ini serupa dengan firman Allah خُلِقَ الْإِنْسَانُ مِنْ عَجَلٍ  [الأنبياء/37] (Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa.)

اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3)
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
A. Tafsir Mufrodat
Kata الْأَكْرَمُ biasa diterjemahkan dengan yang maha atau paling pemurah atau semulia-mulia. Kata ini terambil dari kata كرم yang antara lain berarti memberikan dengan mudah dan tanpa pamrih, bernilai tinggi, terhormat, mulia, setia dan sifat kebangsawanan.
B. Penjelasan
Dalam al-Qur’an ditemukan kata karim terulang sebanyak 27 kali. Tidak kurang dari 13 subjek yang disifati dengan kata tersebut, yang tentu saja berbeda-beda maknanya dan karena itu pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa kata ini digunakan untuk menggambarkan sifat terpuji yang sesuai dengan objek yang disifatinya. Ucapan yang karim adalah ucapan yang baik, indah terdengar, benar susunan dan kandungannya, mudah dipahami cara menggambarkan segala sesuatu yang ingin disampaikan oleh pembicara. Sedang rizki yang karim adalah yang memuaskan, bermanfaat serta halal.
Allah menyandang sifat karim menurut imam al-Ghozali sifat ini menunjuk kepadanya yang mengandung makna antara lain bahwa : Dia yang bila berjanji menepati janjinya, bila memberi melampoi batas memberi. Dia yang tidak rela bila ada kebutuhan yang dimohonkan kepada selain-Nya. Dia yang bila atau kecil hati, menegur tanpa berlebih, tidak mengabaikan siapapun yang menuju yang berlindung kepada-Nya, dan tidak membutuhkan sarana atau perantara.
Ibn al-Arabi menyebut 16 makna dari sifat Allah ini antara lain : yang disebut oleh al-Ghozali di atas, dan juga “ Dia yang bergembira dengan diterima anugrahnya, serta yang memberi sambil memuji yang diberinya, Dia yang memberi siapa yang mendurhakainya, bahkan memberi sebelum diminta dan lain-lain.
Kata al-Karim yang menyifati Allah dalam al-Qur’an kesemuanya menunjuk kepada-Nya dengan kata Robb bahkan demikian juga kata akrom sebagaimana terbaca di atas. Penyifatan kata Robb dan Karim menunjukkan bahwa kata karom atau anugrah kemurahannya dalam berbagai aspek, dikaitkan dengan rububiyahnya, yakni Pendidikan, Pemeliharaan dan Perbaikan makhluknya, sehingga anugrah tersebut dalam kadar dan waktunya selalu bebarengan serta bertujuan perbaikan dan pemeliharaan.
Sebagai makhluk, kita dapat menjangkau betapa besar karom Allah S.W.T. karena keterbatasan kita dihadapannya. Namun demikian sebagian darinya dapat diungkapkan sebagai berikut : “ bacalah wahai Muhammad, tuhanmu akan menganugrahkan dengan sifat kemurahannya pengetahuan tentang apa yang tidak engkau ketahui. Bacalah dan ulangi bacaan tersebut walaupun objek bacaannya sama, niscaya tuhanmu kan memberikan pandangan serta pengertian baru yang tadinya belum engkau belum peroleh pada bacaan yang sama dalam objek tersebut.” “Bacalah dan ulangi bacaan, tuhanmu kan memberi manfaat kepadamu, manfaat yang tidak terhingga karena dia akrom, memiliki segala macam kesempurnaan.”
C. Kesimpulan
Disini kita dapat melihat perbedaan antara perintah membaca pada ayat pertama dan ke tiga, yakni yang pertama menjelaskan syarat yang harus dipenuhi seseorang ketika membaca (dalam segala pengertian) yaitu membaca demi karena Allah, sedang perintah yang ke dua menggambarkan manfaat yang diperoleh dari bacaan bahkan pengulangan bacaan tersebut.
Dalam ayat ke tiga ini Allah menjanjikan bahwa pada saat seseorang membaca dengan ikhlas karena Allah maka Allah akan menganugrahkan kepadanya ilmu pengetahuan, pemahaman, wawasan baru walaupun yang dibacanya itu-itu juga. Apa yang dijanjikan ini terbukti sangat jelas. Kegiatan “membaca” ayat al-Qur’an menimbulkan penafsiran baru atau pengembangan dari pendapat yang telah ada. Demikian juga kegiatan membaca alam raya ini telah menimbulkan penemuan baru yang membuka rahasia alam, walaupun objek bacaanya itu-itu juga. Ayat al-Qur’an yang dibaca oleh generasi terdahulu dan alam raya yang mereka huni adalah sama-tidak berbeda, namun pemahaman mereka serta penemuan rahasianya terus berkembang.
الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5) 
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

A. Tafsir Mufrodat
Kata الْقَلَمِ terambil dari kata kerja قلم yang berarti memotong ujung sesuatu. Memotong ujung kutu disebutتقليم , tombak yang dipotong ujungnya sehingga meruncing dinamai مقالم.
B. Penjelasan
Kata qolam disini dapat berarti hasil dan penggunaan alam tersebut, yakni tulisan, ini karena bahasa, sering kali menggunkan kata yang berarti alat atau penyebab untuk menunjuk akibat atau hasil dari penyebab atau penggunaan alat tersebut, misalnya, jika seseorang berkata “ saya hawatir hujan” maka yang dimasud dengan kata hujan adalah basah atau sakit, hujan adalah penyebab semata.
Makna di atas dikuatkan oleh firan Allah dalam surat al-Qolam (68):1, yakni firmannya “ Nuun, demi qolam dan apa yang mereka tulis”. Apalagi disebutkan dalam sekian banyak riwayat bahwa awal surat al-Qolam turuns setelah akhir ayat ke lima surat al-‘Alaq. Ini berarti dari segi masa turunnya ke dual kata qolam tersebut berkaitan erat, bahwan bersambung walaupun urutan penulisannya dalam mushaf tidak demikain.
Pada ke dua ayat di atas terdapat apa yang dinamai ikhtiba’ yang maksudnya adalah tidak disebutkan sesuatu keterangan, yang sewajarnya ada pada dua susunan kalimat yang bergandengan, karena keterangan yang dimaksud telah disebut pada kalimat yang lain. Pada ayat 4 kata manusia tidak disebut karena telah disebut pada ayat lima, dan pada ayat 5 kalimat tanpa pena tidak disebut karena pada ayat empat telah disyaratkan ma’na itu dengan sebutkan pena. Dengan demikian kedua ayat di atas dapat berarti “ Dia(Allah) mengajarkan dengan pena (tulisan) (hal-hal yang telah diketahui sebelumya). Dia mengajarkan manusia (tanpa pena) apa yang belum diketahui sebelumnya. Kalimat “ yang telah diketahui sebelumnya disisipkan karena isyarat pada susunan kedua yaitu yang belum atau tidak diketahui sebelumnya”. Sedang kalimat “tanpa pena” ditambahkan karena ada kata “ dengan pena” dalam susunan pertama. Yang dimaksud dengan ungkapan “ telah diketahui sebelumnya adalah khozanah pengetahuan sebelumnya dalam bentuk tulisan.
C. Kesimpulan
Dari uraian di atas kita dapat menyimpulkan bahwa kedua uraian di atas menjelaskan dua cara yang ditempuh Allah S.W.T. dalam mengajar manusia. Pertama melalui pena atau tulisan yang harus dibaca oleh manusia dan yang kedua melalui pengajaran secara langsung tanpa alat.
Pada awal surat ini Allah telah mengenalkan diri sebagai yang maha kuasa, maha mengetahui dan maha pemurah. Pengetahuan-Nya melimputi segala sesuatu, sedangkan karom atau kemurahan-Nya tidak terbatas, sehingga dia berkuasa dan berkenan untuk mengajar manusia dengan atau tanpa pena.
Wahyu Ilahi yang diterima oleh manusia agung dan suci jiwanya adalah tingkat tertinggi dari bentuk pengajarannya. Tanpa alat dan tanpa usaha manusia. Nabi Muhammad S.A.W. dijanjikan oleh Allah dalam wahyunya yang pertama untuk termasuk dalam kelompok tersebut.

E. PELAJARAN YANG DAPAT DI AMBIL
1.      Ayat 1
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
Ayat pertama ini mengandung arti bahwa :
a. Ummat Islam seharusnya pandai baca tulis
b. Ummat Islam harus antusias membaca dan meneliti, yaitu mengembangkan ilmu pengetahuan
c. Perintah m embaca ini meliputi yang tersurat (Al-Qur’an) dan yang tersirat (Alam semesta)
2.      Ayat 2
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Manusia disebut khusus dalam ayat ini, karena manusia manusia diberi kedudukan istimewa, dengan tubuh, panca indera, akal dan hati yang sempurna. Alaqah adalah zygote yang sudah menempel di rahim ibu, yang secara phisik tidak ada artinya dan lemah dan labil karena sewaktu-waktu dapat gugur dari rahim ibunya.
3.      Ayat 3
Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
Perintah membaca ini untuk memantapkan bahwa pengetahuan yang dibaca, minimal satu objek dibaca dua kali, inipin diakui oleh para psikologi membaca.
4.      Ayat 4
Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam
Maksudnya : Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca. Allah menciptakan alam untuk dijadikan pena, dan memberikan kemampuan kepada manusia untuk menggunakan pena tersebut.
5.      Ayat 5
Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Dengan adanya baca tulis manusia berkembang ilmu pengetahunnya, agar dapat bermanfaat bagi generasi berikutnya .
Secara global Lima ayat yang telah lewat menunjukkan keutamaan membaca, menulis dan ilmu.
Demi Allah, jika tidaklah karena qolam (pena) niscaya kemu tidak akan mendapat ilmu, dan tidak dapat mengendalikan bala tentara, agamapun akan terbengkalai, orang yang akhir tidak dapat mengetahui keadaan orang yang terdahulu dari segi keilmuannya, pekerjaannya dan bidang-bidangnya. Dan ketika semua keadaan orang yang terdahulu sudah terbukukan baik yang baik maupun yang buruk, niscaya ilmu mereka menjadi pelita yang memberikan petunjuk bagi pereode berikutnya, dan menjadi tempat tolak untuk kemajuan kaum berikutnya dan kemajuan segala bidang.
Begitu juga ayat ini menjadi pengingat bahwa Allah telah menjadikan manusia hidup, bisa berfikir dari yang sebelumnya tidak hidup dan tidak berfikir, tidak berbentuk dan tidak mempunyai rupa, kemudian Allah mengajarkan hal penting yaitu tulisan dan pengetahuan tentang segala sesuatu, betapa celakanya bagi orang-orang yang lalai tentang hal ini.

AL-GHOSYIYAH
أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ (17) وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ (18) وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ (19) وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ (20) [الغاشية/17-20]
A. TERJEMAH
17. Maka Apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana Dia diciptakan,
18. Dan langit, bagaimana ia ditinggikan?
19. Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan?
20. Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?
B. ASBABUN NUZUL
Dalam suatu riwayat dikukakan bahwa ketika Allah menggambarkan ciri-ciri surga, kaum yang sesat merasa heran, maka Allah menurunkan ayat ini sebagai perintah untuk memikirkan keluhuran dan keajaiban Allah.
C. TAFSIR MUFRODAT
Penggunaan kata إِلَى  : kepada, yang digandeng dengan kata يَنْظُرُونَ : melihat, atau memerintahkan untuk mendorong sietiap orang melihat sampai batas akhir yang ditunjuk oleh kata إلى, masing-masing dalam hal ini adalah unta, langit, pegunungan dan bumi sehingga pandangan perhatian benar-benar menyeluruh, sempurna dan mantap agar dapat menarik darinya sebanyak mungkin bukti tentang kekuasaan Allah dan kehebatan Ciptaan-Nya.
D. PENJELASAN
Dalam tafsir al-Muntakhob yang disusun oleh satu tim yang terdiri dari beberapa pakar Mesir, ayat-ayat diatas dikomentari antara lain sebagai berikut: Penciptaan unta yang sangat sungguh luar biasa menunjukkan kekuasaan Allah dan merupakan suatu yang perlu ktia renungkan. Dari bentuk lahirnya, seperti kita ketahui, untuk benar-benar memiliki potensi untuk menjadi kendaraan di wilayah gurun pasir. Matanya terletak pada bagian kepala yang agak tinggi dan agak ke belakang, ditambah dengan dua lapis bulu mata yang melindunginya dari pasir dan kotoran. Begitu pula dua lubang hidung dan telinga yang dikelilingi dengan rambut yang maksud yang sama. Maka apabila badai pasir bertiup kencang, kedua lubang hidung itu akan tertutup dan kedua telinganya akan melipat ke tubuhnya, meski bentuknya kecil dan hampir tak terlihat. Sedangkan kakinya yang panjang adalah untuk membantu memperepat gerakannya, seimbang dengan lehernya yang panjang  pula. Telapak kakinya yang sangat lebar seperti sepatu berguna untuk memudahkannya dalam berjalan di atas pasir yang lembut. Unta juga mempunyai daging yang tebal di bawah dadanya dan bantalan-bantalan pada persendian kakinya yang memungkinkannya untuk duduk di atas tanah yang keras dan panas. Pada sisi ekornya yang panjang terdapat bulu yang melindungi bagian belakang yang lembut dari segala macam kotoran.


E. KESIMPULAN
Telah kita ketahui bersama, bahwa perbincangan sejak permulaan surah ini, bertujuan menegaskan tentang tujuan akhirat, serta apa saja yang berkaitan dengan manusia pada hari kiamat. Tentunya diantara orang-orang yang kepada mereka ayat-ayat ini ditujukan, terdapat pula para pengingkar yang menyangkalnya. Tetapi ada pula yang mengakui (kebenaranya) namun tetap dalam keadaan lalai, tidak melihat kemasa depan, tempat tujuan akhir yang akan mereka datangi. Maka Allah swt ingin menegakkan Hujjah-Nya terhadap mereka, serta mamperingatkan mereka dengan cara-cara menarik perhatian mereka, agar bersedia mengamati kuasa-Nya yang nyata diantara mereka, terutama yang berkaitan dengan ciptan-Nya yang dapat mereka saksikan setiap saat.    
Nilai-Nilai Pendidikan dari ayat ini :
  1. Siswa harus diperkenalkandahulu dengan lingkungan yang terdekat dan penting bagi mereka
  2. Pengetahuan dan penguasaan alam harus mengarah kepada keimanan
  3. Tugas guru membimbing bukan memaksa
  4. Materi pendidikan yang sebenarnya ayat-ayat Allah baik yang tersirat maupun yang tersurat.

AR-RAHMAN 33
يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ إِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَنْ تَنْفُذُوا مِنْ أَقْطَارِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ فَانْفُذُوا لَا تَنْفُذُونَ إِلَّا بِسُلْطَانٍ (33) [الرحمن/33]
33. Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.
A. TAFSIR MUFRODAT.
فَانْفُذُوا
:
(maka lintasilah) Tembuslah ke penjuru langit dan bumi dan lepaskan dirimu, dikatakan tembusnya sesuatu  dari sesuatu yang lain, ketika sesuatu itu dilepaskan seperti melepaskan anak panah.
لَا تَنْفُذُونَ إِلَّا بِسُلْطَانٍ
:
(Dan kamu tidak mampu menembusnya kecuali dengan kekuatan) mereka tidak mampu untuk menembusnya kecuali dengan kekuatan dan mereka tidak kuasa.
B. PENJELASAN.
Allah memerintahkan kepada golongan jin dan manusia untuk menembus (melintasi) ke penjuru langit dan bumi, arti perintah Allah ini hanya sekedar tantangan Allah untuk menguji dan melemahkan jin dan manusia. Jika mereka kuasan untuk keluar penjuru langit dan bumi dan semacamnya itu hanya ketentuan dan kekuasaan dari Allah S.W.T.
Mereka pun tidak mampu menembus (melintasi) kecuali dengan kekuatan, dan mereka tidak mempunyai kekuatan untuk menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi dan juga mereka tidak kuasa.
Dan yang dimaksud سلطان di sini adalah Dzat yang mempunyai kekuatan dan menguasai untuk memerintah.


C. KESIMPULAN.
Allah memerintahkan kepada golongan jin dan manusia untuk menembus (melintasi) langit dan bumi tetapi mereka tidak mampu kecuali dengan kekuatan.
SURAT AL-FATIR 27&28
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجْنَا بِهِ ثَمَرَاتٍ مُخْتَلِفًا أَلْوَانُهَا وَمِنَ الْجِبَالِ جُدَدٌ بِيضٌ وَحُمْرٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهَا وَغَرَابِيبُ سُودٌ (27) وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِّ وَالْأَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَلِكَ إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ (28) [فاطر/27، 28]
27. Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat.
28. Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.
A. Tafsir mufrodat :
أَلَمْ تَرَ
:
(tidakkah kamu melihat) firman ini ditujukan kepada Rosululloh dan kepada orang-orang yang berbuat baik kepada Rosululloh.
مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهَا
:
(yang beraneka macam jenisnya) merupakan sifat buah-buahan, maksudnya  ألوانها yaitu berjenis-jenis dan berkelompok, sebagian dari alwan itu ada yang putih, merah, kuning, hijau dan hitam.
مُخْتَلِفٌ
:
(bermacam-macam) sebagian dari macam-macam warnanya itu ada merah, hitam, putih, hijau dan kuning.
Imam farro’ bekata : arti مختلف menjadikan bermacam-macam warna seperti perbedaannya warna buah dan gunung, sesungguhnya Allah S.W.T. menyebutkan segala sesuatu itu mempunyai perbedaan warna karena sesungguhnya perbedaan ini sebagai bukti keagungan, keadilan atas kekuasaan Allah dan bukti atas keindahan ciptaan Allah S.W.T.
الْعُلَمَاءُ
:
(Ulama) orang-orang yang mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah,
B. PENJELASAN.
Dalam firman Allah ini, Allah mengingatkan kepada Rosululloh dan juga kepada orang yang berbuat baik kepada Rosul ( umata manusia ) bahwa Allah telah menurunkan hujan dari langit yang dengan hujan itu dapat mengahsilkan buah-buahan yang beraneka macam jenis dan kelompoknya, juga bermacam-macam warnanya antara lian putih, merah, kuning, hijau dan hitam. Selain itu Allah juga menjadikan gunung-gunung yang antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih yang beraneka macam warnanya ada pula yang hitam pekat.
Imam Jauhari mengatakan : hitam pekat artinya warna yang sangat hitam.
Firman Allah S.W.T. : dan demikian pula diantara manusia, binatang melata dan ternak itu bermacam-macam warna dan jenisnya, sesungguhnya Allah menciptakan segala sesuatu dengan bermacam-macam warna dan berbeda-beda jenisnya, hal ini Allah ingin menunjukkan bukti sebagai keagungan, keadilan atas kekuasaan dan keindahan ciptaannya.
Dan ulama yang dapat mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah S.W.T.
C. KESIMPULAN
Dari ayat 27 dan 28 tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut:
  1. Tanda-tanda kekuasaan Allah ialah diturunkannya hujan, tumbuhlah tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan buah-buahan yang beraneka ragam.
  2. Demikian juga manusia, binatang-binatang diciptakan Allah bermacam-macam warna jenisnya sebagai tanda kekuasaanNya.
  3. Yang benar-benar mengetahui tanda-tanda kekuasaan Allah dan mentaatinya hanyalah ulama, yaitu orang-orang yang mengetahui secara mendalam kebesaran Allah. Dia Maha Perkasa menindak orang-orang kafir, Maha Pengampun kepada hamba-hambanya yang beriman dan taat.

AL-MUJADALAH 11
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ آمَنُوْا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (11)  [المجادلة/11]
11. Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
A. TAFSIR MUFRODAT
تَفَسَّحُوا
:
Maksudnya adalah توسعوا  yaitu saling meluaskan dan mempersilahkan.
يَفْسَحِ
:
Maksudnya Allah akan melapangkan rahmat dan rizki bagi mereka.
فَانْشُزُوا
:
Maksudnya saling merendahkan hati untuk memberi kesempatan kepada setiap orang yang datang.
يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ

Allah akan mengangkat derajat mereka yang telah memuliakan dan memiliki ilmu di akhirat pada tempat yang khusus sesuai dengan kemuliaan dan ketinggian derajatnya.
B. ASBABUN NUZUL
Ayat ini diturunkan pada waktu Rosululloh S.A.W. ingin memuliakan sahabat ahli perang badar dari pada sahabat muhajirin dan anshor. Ketika Rosululloh S.A.W. duduk di tempat yang sempit beliau ingin memuliakan sahabat ahli badar, maka datanglah sahabat ahli badar tersebut saling berdesakan dan berdiri di hadapan beliau sambil menanti kelapangan majlis (tempat duduk), Rosululloh memerintahkan sahabat yang bukan ahli badar yang berada disampingnya untuk berdiri.
C. PENJELASAN.
Dari ayat tersebut dapat diketahui, hal sebagai berikut:
Pertama : Bahwa para sahabat berupaya ingin saling mendekat pada saat berada di majelis Rasulullah saw, dengan tujuan agar ia dapat mudah mendengar wejangan dari Rasulullah saw. Yang diyakini bahwa dalam wejangannya itu terdapat kebaikan yang amat dalam serta keistimewaan yang agung.
Kedua : Bahwa perintah untuk saling meluangkan dan meluaskan tempat ketika berada di majelis, tidak saling berdesakan dan berhimpitan dapat dilakukan sepanjang dimungkinkan, karena cara demikian dapat menimbulkan keakraban diantara sesama orang yang berada di dalam majelis dan bersama-sama dapat mendengar wejangan Rasulullah saw.
Ketiga : Bahwa pada setiap orang yang memberikan kemudahan kepada hamba Allah yang ingin menuju pintu kebaikan dan kedamaian, Allah akan memberikan keluasan kebaikan di dunia dan akhirat.2 Singkatnya ayat ini berisi perintah untuk memberikan kelapangan dalam mendatangkan setiap kebaikan dan memberikan rasa kebahagiaan kepada setiap orang Islam. Atas dasar inilah Rasulullah saw, menegaskan bahwa Allah akan selalu menolong hambanya, selama hamba tersebut selalu menolong sesama saudaranya.3
Adapun arti potongan ayat dibawah ini adalah:
إِذَا قِيْلَ لَكُمْ تَفَسَّخُوْا فِيْ الْمَجَالِسِ فَافْسَخُوْا
Maksudnya adalah apabila kamu diminta berdiri selama berada di majelis Rasulullah saw, maka segeralah berdiri, karena Rasulullah saw terkadang mengamati keadaan setiap individu, sehingga dapat diketahui setiap keadaan orang tersebut, atau karena Rasulullah saw, ingin menyerahkan suatu tugas khusus yang tidak mungkin tugas tersebut dapat dikerjakan oleh orang lain. Berhubungan dengan hal yang demikian, maka bagi orang yang datang terdahulu di majelis tersebut tidak boleh mempersilahkan orang yang datang belakangan untuk duduk di tempat duduknya.
Imam Malik, Bukhari, Muslim dan Turmudzi meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw, bersabda: La yuqimu al-rajulu min majlisi walakin tafassakhu wa tawassa’u. Yang artinya: seorang tidak sepantasnya mempersilahkan tempat duduknya kepada orang lain (yang datang belakangan). Tetapi cukup dengan memberikan kelapangan dan mempersilahkan lewat.
يَرْفَعِ اللهُ الَّذِيْنَ أَمَنُوْا مِنْكُمْ، وَالَّذِيْنَ أُتُواالْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
maksudnya adalah bahwa Allah akan mengangkat orang mukmin yang melaksanakan segala perintahnya dengan memberikan kedudukan yang khusus, baik dari pahala maupun keadilan-Nya. Singkatnya bahwa setiap orang mukmin dianjurkanagar memberikan kelapangan kepada sesama kawannyaitu datang belakangan, atau apabila dianjurkan agar keluar meninggalkan majelis, maka segera tinggalkanlah tempat itu, dan jangan ada prasangka bahwa perintah tersebut akan menghilanhkan haknya. Melainkan merupakan kesempatan yang dapat menambah kedekatan pada Tuhannya, karena Allah tidakakan menyia-nyiakan setiap perbuatan yang dilakukan hambanya. Melainkan akan diberikan balasan yang setimpal di dunia dan akhirat.
Sedangkan potongan ayat وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ maksudnya bahwa Allah mengetahui setiap perbuatan yang baik dan buruk yang dilakukan hamba-Nya, dan akan membalasnya amal tersebut. Orang yang baik akan di balas dengan kebaikan. Demikian pula orang yang berbuat buruk akan dibalas buruk atau diampuni-Nya.4
Ayat tersebut diatas selanjutnya sering digunakan para ahli untuk mendorong diadakannya kegiatan di bidang ilmu pengetahuan dengan cara menjunjung tinggi atau mengadakan dan menghadiri majelis ilmu. Orang yang mendapatkan ilmu itu selanjutnya akan mencapai derajat yang tinggi dari Allah.
D. KESIMPULAN.
1. Bersopan santun dalam menghadiri majlis rosulillah.
2. Kita dianjurkan berbuat lapang di suatu hal, maka Allah akan melapangkan kita.
3. Allah akan meninggikan derajat orang yang beriman dan yang diberi ilmu pengetahuan.

AZ-ZUMAR 9
أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ (9)  [الزمر/9]
9. (apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.
A.TAFSIR MUFRODAT
هُوَ قَانِتٌ
:
مطيع, خاضع, عابد الله تعالى ( taat, tunduk dan beribadah kepada Allah).
آنَاءَ اللَّيْلِ
:
ساعته (waktunya bersujud dan berdiri dan mengharap rahmat Tuhannya).
B. MUNASABAH DAN ASBABUN NUZUL
Firman Allah أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ … ibnu abbas berkata : dalam riwayat ‘atho ayat tersebut diturunkan pada sahabat abu bakar as-Shidiq. Menurut ibnu ‘umar diturunkan pada sahabat Usman bin Affan, menurut Muqotil diturunkan pada Amr bin Yasir
C. PENJELASAN
Ayat ini menerangkan perbedaan antara orang kafir dengan orang yang selalu taat menjalankan ibadah kepada Allah dan takut dengan siksa Akhirat yang selalu mengharapkan Rahmat (surga).
Tidak sama antara orang yang mempunyai ilmu pengetahuan dan mengEsakan Allah, mentaati semua perintah menjauhi larangan-Nya, yaitu Abu Bakar dan sahabatnya, dengan orang-orang yang tidak mempunyai ilmu pengetahuan yaitu Abu Jahal dan sahabatnya.
Ayat di atas menunjukkan keutamaan ilmu daripada harta, karena orang yang mempunyai ilmu mengetahui kemanfaatan harta dan orang yang tidak berilmu tidak mengetahui kemanfaatan ilmu.
D. KESIMPULAN
1.      Perbandingan orang yang beruntung (selalu taat pada Allah dan mengharapkan rahmat-Nya) dengan orang yang rugi (kafir).
2.      Tidak sama antara orang yang mempunyai ilmu pengetahuan dengan orang bodoh.

SURAT AN-NAML 40
قَالَ الَّذِي عِنْدَهُ عِلْمٌ مِنَ الْكِتَابِ أَنَا آَتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَنْ يَرْتَدَّ إِلَيْكَ طَرْفُكَ فَلَمَّا رَآَهُ مُسْتَقِرًّا عِنْدَهُ قَالَ هَذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ (40) [النمل/40]
40. Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari AI Kitab[[2]]: "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip". Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: "Ini Termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku Apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). dan Barangsiapa yang bersyukur Maka Sesungguhnya Dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan Barangsiapa yang ingkar, Maka Sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia".
A. TAFSIR MUFRODAT
الَّذِي عِنْدَهُ عِلْمٌ
:
آصف بن برخياء (كاتب سليمان) أو جبريل أو ملك آخر
طَرْفُكَ
:
ارفع بصرك وانظر مُدّ بصرك مما تقدر عليه، فإنك لا يكل بصرك إلا وهو حاضر عندك
B. PENJELASAN
Nabi Sulaiman dibantu anakbuahnya bernama Ashif bin Barkhiya yaitu seorang yang memiliki ilmu dan hikmah. Kemampuannya memindahkan tahta kerajaan ratu Bilqis lebih cepat daripada kemampuan jin Ifrith yang menjanjikan tahta itu pindah sebelum nabi sulaiman berdiri dari tempat duduknya, Ashif bin Barkhiya mampu memindahkan tahta itu hanya dalam waktu satu kedipan mata. Maka takluklah ratu Bilqis penguasa negeri Saba’ akhirnya dia menikah dengan Nabi Sulaiman dan hidup berbahagia hingga akhir hidupnya.
Nabi Sulaiman bersyukur kepada Allah ketika melihat singgasana itu terletak di hadapannya.
C. KESIMPULAN :
1.      Ashif bin Barkhiya seorang yang memiliki ilmu dan hikmah.
2.      Nabi sulaiman menunjukkan karomah umatnya, supaya kaumnya tidak mengingkari terhadap umat para Nabi yang diberi karomah.




DATAF PUSTAKA


-         Ahmad Al-Musthofa Al-Maroghi, Tafsir Al-Maroghi
-         An-Nawawi , Imam Abil Hasan Ali Ibni Ahmad Al-Wahidi, Muroh labid Tafsir
-         Al-Wahidi An-Naisaburi, Asbabun Nuzul
-         Ibnu Katsir al-Quraisy (Imaduddin abul Fada’ Isma’il bin Umar al-Bashry700-774H), Tasir Ibnu Katsir
-         Ibnu Qoyim Al-Jauzi,  Buah Ilmu.
-         Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy-Syaukani, Fathul Qodir
-         M. Quraisy Syihab, Tafsir al-Misbah Juz Amma.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar