PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era globalisasi saat ini, banyak berbagai permasalahan kehidupan yang
terjadi. Segala kejadian yang terus menerus terjadi baik dari segi permasalahan
sosial yang berkaitan dengan agama, suku, dan kebudayaan. Isu-isu kontemporer
tersebut sebenarnya dalam islam tidaklah dikenal, namun seringkali dijadikan
sebagai problematika permasalahan dalam sosial, dikaitkan dengan islam karena
arti sebenarnya dari istilah yang termasuk dalam isu-isu kontemporer tersebut
merupakan hal yang terkadang bertolak belakang dari ajaran agama islam.
Berbagai isu-isu kontemporer yang awal mulanya timbul dari bangsa barat
yang hingga saat ini masih sering kita dengar, lihat dan saksikan diberbagai
media yang tidak jarang berupa buku, majalah, koran, televisi, radio dan media
yang sekarang sudah bebas untuk kita akses yaitu internet.
Jika dikaitkan Islam dan isu-isu kontemporer tidak jarang menimbulkan
banyak spekulasi yang bermunculan dari berbagai pihak baik dari ormas-ormas
islam yang menolak keras terhadap isu-isu kontemporer tersebut, maupun
ulama-ulama besar islam. Pemikiran yang bertolak belakang dengan islam malah
menimbulkan ke-antian terhadap negeri barat itu karena dianggap bahwa
istilah-istilah tersebut berasal dari tradisi-tradisi barat. Perkembangan
islam di Indonesia memiliki mata rantai yang cukup berliku. Sementara islam di
nusantara ini memiliki kompleksitas persoalan, dan dari sini islam hadir dengan
membawa wajah tatanan baru dalam masyarakat yang tidak terbentur dengan
realitas sosial, budaya, tatanan politik dan tradisi keagamaan. Dalam
perkembangannya upaya reaktualisasi diharapkan dapat menjawab problematika
kemasyarakatan dan sebagai manifestasi agama yang rahmatan lil ‘alamin.
Islam dinamis yanng diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah kontemporer
yang terjadi diberbagai wilayah Indonesiamisalnya Fundamentalisme
Islam, Modernisme versus Konservatisme, Islam dan HAM, Ahmadiyah, dll.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini.
1. Apa saja isu-isu kontemporer?
2. Bagaimana isu-isu kontemporer fundamentalisme
Islam?
3. Bagaimana isu-isu kontemporer moderenisasi
versus konservatisme?
4. Bagaimana isu-isu kontemporer Islam dan HAM ?
5. Bagaimana isu-isu kontemporer Ahmadiyah ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 ISU-ISU KONTEMPORER
Isu-isu global kontemporer adalah isu yang berkembang serta meluas
setelah Perang Dingin berakhir pada era 1990-an. Pengertian mengenai isu-isu
global kontemporer terkait erat dengan sifat dari isu-isu tersebut yang tidak
lagi didominasi oleh hubungan Timur-Barat, seperti, ancaman perang nuklir,
persaingan ideologi antara Demokrasi-Liberal dan Marxisme-Leninisme dan
diplomasi krisis. Masyarakat internasional kini dihadapkan pada isu-isu global
yang terkait dengan “Tatanan Dunia Baru” (New World Order). Isu-isu mengenai
persoalan-persoalan kesejahteraan ini berhubungan dengan Human Security antara
negara-negara maju (developed) dengan negara-negara berkembang (developing
countries) serta masalah lingkungan.
Isu-isu global kontemporer merupakan isu yang lahir sebagai bentuk baru
ancaman keamanan yang mengalami transformasi sejak berakhirnya Perang Dingin menjadi
suatu “Agenda Global Baru” (New Global Agenda). Ancaman dalam bentuk baru ini
bukan berupa “serangan militer” yang dilakukan oleh suatu negara terhadap
negara lain tetapi tindakan kejahatan yang dilakukan oleh non-state actor dan
ditujukan kepada state actor maupun individu atau warga negara yang mengancam
keamanan umat manusia (Human Security).
Ancaman tersebut dapat berupa tindakan terorisme atau kejahatan
transnasional yang terorganisir (Transnational Organized Crime/TOC),
kesejahteraan (kemiskinan), degradasi lingkungan, konflik etnis dan konflik
komunal yang berdimensi internasional, hutang luar negeri, dan sebagainya.
Berkembangnya isu-isu global merupakan akibat dari perkembangan ancaman dan
berbagai persoalan kontemporer yang bersifat nonkonvensional, multidimensional,
maupun transnasional tersebut. Meluasnya persoalan global kontemporer ini juga
didorong oleh perkembangan teknologi, terutama teknologi informasi dalam era
globalisasi pasca Perang Dingin. Dengan demikian, isu-isu global kontemporer
dengan sifat-sifat utamanya tersebut telah mengalami transformasi yang
menggeser persepsi mengenai ancaman keamanan yang bersifat konvensional.
Berbeda dengan isu-isu global kontemporer yang berkembang setelah Perang
Dingin berakhir, ancaman keamanan konvensional sebelumnya telah mendominasi
isu-isu politik internasional selama era Perang Dingin dengan hanya
berorientasi terhadap ancaman militer atau perluasan ideologis dari persaingan
dua negara adidaya dalam sistem internasional. Persoalan-persoalan yang
dikategorikan sebagai isu ancaman nonmiliter/nontradisional di antaranya
adalah:
1. Degradasi lingkungan,
2. Kesejahteraan ekonomi,
3. Organisasi kriminal transnasional,
4. Migrasi penduduk.
2.2 FUNDAMENTALISME ISLAM
a. Pengertian Fundamentalisme
Fundamentalisme adalah paham atau
pemikiran yang berupaya untuk kembali kepada apa yang diyakini sebagai
dasar-dasar atau asas-asas. Secara etimologi fundamentalisme berasal
dari kata fundamental yang berarti hal-hal yang mendasar atau asas-asas.
Sebagai sebuah gerakan (komunitas) keagamaan, fundamentalis dipahami sebagai
penganut gerakan keagamaan yang bersifat reaksioner, yang memiliki doktrin
untuk kembali kepada ajaran agama yang asli seperti tersurat dalam kitab suci.
Gagasan dan posisi umat beragama yang mengacu pada istilah “fundamentalisme”
tampaknya masih perlu dielaborasi lebih jauh lagi.
Kontroversi mengenai istilah “fundamentalisme” berasal dari kenyataan
bahwa istilah tersebut bukan berasal dari islam atau agama-agama lainnya,
melainkan berasal dari agama Kristen protestan. Pandangan dasar yang menandai
gerakan fundamentalisme protestan ini adalah bahwa orang harus berpegang teguh
pada kitab suci secara leterlek, lebih-lebih dalam menghadapi pandangan
evolusionisme Darwin yang pada saat itu ramai dibicarakan kalangan
agama (Mujiburrahman, 208).
Tetapi, walaupun asal-usul istilah fundamentalisme itu bukan berasal dari
islam, sebagian sarjana dapat menerimanya untuk dipakai dalam rangka
menjelasakan fenomena tertentu dari gerakan islam dengan catatan bahwa istilah
itu tidak dipakai sebagai cap atau label untuk mendiskreditkan islam
sebagaimana yang sering kali dilakukan oleh media massa melainkan sebagai
sebuah konsep akademik yang netral. Selain istilah “fundamentalisme islam”
beberapa sarjana juga menggunakan istilah “islamisme” sebagai padanannya,
sementara yang lain mencoba menggunakan istilah lain seperti “revivalisme”.
Sementara itu banyak sarjana yang menilai bahwa fenomena gerakan
fundamentalisme islam sebenarnya adalah gerakan politik sehingga mereka
menyebutnya dengan “islam politik”.
Adanya fundamentalisme dalam agama juga telah memunculkan bebera
organisasi kemasyarakatan. Lebih tepatnya bukan organisasi tetapi majelis ilmu,
karena didalamnya juga membahas kajian-kajian tentang islam.
Menurut Tarmizi taher dalam bukunya menyatakan bahwa, krisis yang muncul
dalam negara-negara yang baru ini memberi ruang bagi sementara kalangan
agamawan untuk membentuk gerakan-gerakan radikal. Mereka berusaha menolak
tatanan yang ada, baik sistem negara, hukum dan kebudayaan, untuk kemudian
diganti dengan sistem islam. Penolakan mereka sangat radikal, dan begitu juga
konsep kehidupan yang mereka tawarkan. Berbeda dari kaum revevalis yang sekadar
ingin mengembalikan kemurnian islam atau kaum reformis yang bertujuan
memodernisasi islam, kalangan radikalis memepercayai kesempurnaan islam bagi
seluruh dimensi kehidupan. Oleh karenanya, mereka terus berusaha mengganti
semua institusi sosial, ekonomi, budaya dan politik dengan model
islam (Tarmizi, 1998). Memang benar adanya bahwa ketika tingkat
emosi keagamaan itu muncul maka benar dikatakan bahwa umat islam hanya
menginginkan islam sebagai aturan hidup, bukan hanya dalam proses peribadatan
saja, namun mencakup lingkup sosial, budaya, dan agama. Ketika disandingkan
dengan islam, sesungguhnya islam telah mengatur semua tatanan hidup manusia
baik dari segi aturan ekonomi, hukum, sosial, kebudayaan, dan lain-lain.
Kesempurnaan yang dimiliki oleh islam yang tidak dimiliki oleh agama lain
sangat dirasakan bagi seorang yang mendalami betul arti islam, menerapkan dalam
kehidupan, cara berpikir dan berpandang. Sehingga tidak heran jika dikatakan
bahwa kelompok yang menolak berbagai tatanan pemerintahan yang
ada dan menggantinya dengan sistem islam mengetahui bahwa esensi islam itu
sendiri. Jadi tidak dapat kita menyalahkan terhadap hal tersebut.
Namun demikian, dengan tidak terwujudnya masyarakat yang adil, para
penguasa muslim dianggap sebagai penerus kebijakan-kebijakan
ekonomi dan politik yang pada abad pertengahan 1970-an, telah
mengantarkan pada krisis yang memunculkan gerakan-gerakan fundamentalis (Haideh,
2004). Gerakan-gerakan inilah yang sering memunculkan
banyak spekulasi bahkan gerakan-gerakan ini dianggap sebagai teror
kancah politik. Tampaknya, sampai dimanapun perdebatan ini akan senantiasa ada,
namun yang jelas untuk sementara waktu bahwa berbagai peristiwa teror, bom
bunuh diri dan lain-lain sejenisnya akhir-akhir ini selalu diidentikan dengan
islam (Abbas, 2008).
b. Perspektif Islam Terhadap Fundamentalisme
"Menurut istilah ushuliyah “fundamentalisme”.
Kita hanya mendapatkan kata dasar istilah itu, yaitu al-ashlu dengan
makna “dasar sesuatu “ dan “kehormatan” . bentu pluralnya adalah ushul. Dalam
Al-Qur’anul Karim disebutkan (Imarah, 1999). Berikut beberapa Ayat yang
menyangkut dengan hal tersebut.
Artinya: Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah Telah membuat
perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan
cabangnya (menjulang) ke langit. (QS. Ibrahim:24). Dari ayat diatas,
warisan keilmuan islam dan peradabannya, serta kamus-kamus arab yang tidak
mengenal istilah ushuliyah‘fundamentalisme’ dan
pengertian-pengertian yang dikenal Barat atas istilah ini Agama islam
sebagai sebuah intuisi kebenaran oleh seluruh
lapisan. memiliki peranan penting bagi kelangsungan gerakannya dan
menjadi sebuah mekanisme internal yang terpenting dalam perkembangannya, karena
memuat seperangkat doktrin yang dirumuskan dalam sebuah maksud dan tujuan
gerakan yang diantaranya adalah fundamentalisme yang digunakan untuk menyebut
gerakan keagamaan dalam berbagai karya tulis, telah menjadi istilah yang sangat
popular dan bahkan controversial. Meskipun pada mulanyafundamentalisme
menunjuk sebuah fenomena gerakan Kristen Protestan , namun sekarang
istilah ini secara luas dipakai untuk menyebut gerakan yang terjadi
dikalangan masyarakat Islam, Katolik, (sunni, syiah), Yahudi, Hindu
Budha dan Zoroaster.
Meskipun demikian, jika makna fundamentalisme itu ditekankan pada
originalitas sumber serta prinsip-prinsip dasar ajaran islam terdapat kelompok
kecil aliran pemikiran dalam islam,tapi secara intelektual sangat penting, yang
bisa dideskripsikan sebagai fundamentalisme. Kelompok ini berpendapat bahwa
Al-Quran dan Sunnah merupakan pokok sumber ajaran islam dan mengikat
untuk dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari, bahwa produk pemikiran
keagamaan klasik dan pertengahan tidak mengikat, bahwa dalam beberapa hal
produk pemikiran ini mengakibatkan kemalasan berpikir dalam islam, bahwa selama
masa kekaisaran islam, banyak penguasa muslim mengakomodasi terlalu banyak
tradisi lokal yang non islam, bahwa paling tidak terdapat tarekat sufi terlibat
dalam praktik-praktik ajaran non islam, bahwa mengkultuskan diri seseorang
dinilai sebagai politeisme, dan bahwa setiap muslim harus mempelajari dan
mengamalkan Al-Quran dan Sunnah.
2.3 Modernisme versus Konservatisme
Kata-kata "modern", seperti kata lainya yang berasal
dari barat, telah di pakai dalam bahasa Indonesia. Dalam kamus bahasa
Indonesia, kata modern diartikan sebagai yang terbaru, secara baru,
mutakhir. Selanjutnya kata modern erat pula kaitanya dengan modernisasi yang
berarti pembaharuan atau dalam bahasa arabnya biasa dikenal dengan istilah
tajdid.
Modernisasi mulai diperbincangkan pada abad ke-17. Ini terjadi
sebagai efek dari inovasi di masa renaissance yang merubah paradigma
masyarakat dunia. Kala itu, kata ini hanya dipahami sebagai proses perubahan
menuju sistem sosial, ekonomi dan politik yang berkembang di Amerika dan
Eropa barat. Lama kelamaan kata ini beralih menjadi westernisasi atau
pembaratan.
Secara teoritis, kata ini juga diartikan sebagai suatu bentuk
perubahan sosial. Modernisasi juga merupakan direct change
(perubahan terarah) yang pada hakekatnya masuk dalam ranah
kajian social planning (perencanaan sosial).
Konservatisme adalah sebuah filsafat politik yang mendukung nilai-nilai
tradisional. Istilah ini berasal dari kata dalam bahasa latin, conservare,
melestarikan, menjaga, memelihara dan mengamalkan.
Sebagaimana yang diketahui arti dari konservatisme adalah filsafat
politik yang didukung oleh nilai-nilai tradisional. Dimana pemikiran konservatisme
dianggap biang dari segala kebekuan pemikiran, sehingga seseorang yang memiliki
pemikiran konservatif tidak akan maju. Apabila pada islam diterapkan
pemikiran konservatif maka islam dipandang sebagai agama yang terbatas
pemikirannya, kampungan dan irasional.
Menurut Dr. Deliar Noer, mantan ketua umum PB-HMI yang juga pakar
politik. Beliau mengingatkan muslim agar bisa meresponi modernisasi secara
kreatif, seorang muslim haruslah terlebih dahulu berusaha mengatasi
masalah-masalah internal umat islam seperti tradisi mengikuti konsepsi-konsepsi
abad pertengahan secara taklid buta serta mengikuti kecenderungan beberapa
praktik-praktik sufi. Dalam pandangan Deliar, jika umat islam belum bisa
membebaskan diri dari persoalan tradisionalisme dan eksklusivisme dalam
berpikir, akan menemui banyak hambatan dalam meresponi modernisasi. Persoalan
mendasar yang penting, menurut Deliar adalah bagaimana umat islam dapat berbuat
dan berfungsi hingga sampai pada suatu sikap modern dalam menghadapi tantangan
zaman, jika umat islam benar-benar yakin bahwa islam selalu sesuai dengan
perkembangan zaman.
Dari pandangan Deliar diatas, dapat diuraikan bahwasannya Deliar mengajak
umat islam untuk bersikap positif terhadap perkembangan zaman pada saat ini.
Karena dengan terus berkembangnya zaman modern sekarang tidak harus dilihat
sebagai sesuatu yang bertentangan dengan islam. Apabila seorang muslim
mempunyai pemikiran konservatif atau tradisional maka umat islam tidak akan
bisa berperan atau berfungsi pada zaman modern ini serta tidak akan pernah maju
dalam berpikir.
Apabila suatu pemerintahan menjadi sebuah pemerintahan konservatif, maka
pemerintahan tersebut akan gagal menjadi pemerintahan yang berhasil. Karena
keterbatasannya dalam berpikir serta mengancam suatu Negara yang memiliki
karakter plural dan toleran. Pada suatu Negara tidak hanya ada satu agama
tetapi bermacam-macam agama, apabila dalam suatu Negara menggunakan pemikiran
konservatif maka pada Negara tersebut akan terus terjadi peperangan antar
agama, karena saling membenarkan ajaran sesama agama serta tidak adanya rasa
toleran terhadap antar agama.
2.4 ISLAM DAN HAM
Hak asasi manusia adalah hak dasar atau hak pokok manusia yang di bawa
dari sejak lahir sebagai anugrah dari Tuhan yang Maha Esa, bukan pemberian manusia
atau penguasa. Hak ini sifatnya sangat mendasar bagi hidup dan kehidupan
manusia yang bersifat kodrati.
HAM dalam islam lebih dikenal dengan istilah huquq al-insan
ad-dhoruriyyah dan huquq Allah. Dalam islam huquq al-insan ad-dhoruriyyah dan
huquq Allah tidak dapat dipisahkan atau berjalan sendiri-sendiri tanpa adanya
keterkaitan satu dengan yang lainnya. Inilah yang membedakan konsep Barat
tentang HAM dengan konsep Islam.
Dalam Al-quran Allah menjamin hak-hak manusia, seperti:
a. Islam melarang umatnya untuk membunuh (QS.
Al- An'am (6):151).
b. Melindungi hak hidup (QS. Al-Baqarah (2):195
).
c. Hak merdeka beragama agama (QS. Yunus
(10):99).
d. Memperoleh hak nya (QS. An-Nisa (4):2)
e. Hak memilh pekerjaan yang layak (QS. Al-Mulk
(67):15)
f. Hak mendapatkan pelajaran (QS. At-Taubah
(9):122).
2.5 Ahmadiyah
Gerakan Ahmadiyah didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad di India. Mirza lahir
15 Februari 1835 M. Dan meninggal 26 Mei 1906 M di india. Misi jemaat Ahmadiyah
pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 1925. Latar-belakangnya adalah sikap
keingin-tahuan beberapa pemuda Indonesia yang berasal dari pesantren/madrasah
Thawalib Padang Panjang Sumatra Barat.
Thawalib yang beraliran modern berbeda dengan institusi-institusi Islam
Ortodox pada masa itu. Misalnya para santrinya tidak hanya mendalami Bahasa
Arab maupun Arab Melayu tetapi juga sudah diperkenankan membaca tulisan latin.
Beberapa santrinya membaca di dalam sebuah surat-kabar tentang orang Inggris
yang masuk Islam di London melalui seorang Da’i Islam berasal dari India Khwaja
Kamaluddin. Hal ini sangat menarik perhatian mereka. dan inilah yang mendorong
beberapa santri. Untuk mencari tokoh itu. Zaini Dahlan, Abu Bakar Ayyub, dan
Ahmad Nuruddin adalah tiga orang Santri Thawalib yang berangkat. Mereka sampai
di Lahore masa itu masih India kini masuk wilayah Pakistan pada tahun 1923.
Dari Lahore mereka lebih dalam masuk ke Qadian dan berdialog dengan
pimpinan Jemaat Ahmadiyah pada saat itu Khalifatul Masih Ii Ra. Dan akhirnya
mereka Bai’at dan Belajar Di Qadian mendalami Ahmadiyah. Atas permohonan mereka
kepada Khalifatul masih Ii maka dikirimlah utusan pertama jemaat Ahmadiyah ke
Indonesia pada tahun 1925. Pusat jemaat Ahmadiyah indonesia sejak tahun 1935
berada di jakarta. Dan pada tahun 1987 pindah ke parung, Bogor. Ahmadiyah masuk
di indonesia tahun 1935, kini sudah mempunyai sekitar 200 cabang, terutama di
Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatra Barat, Palembang, Bengkulu, Bali.
Pokok-pokok ajaran Ahmadiyah yang bertentangan dengan Islam. Berdasarkan Dalil
Aqli
a. Mirza Ghulam Ahmad mengakui dirinya Nabi dan
Rosul utusan Tuhan. Dia mengaku dirinya menerima wahyu yang turunnya di india.
kemudian wahyu-wahyu Itu dikumpulkan seluruhnya sehingga merupakan sebuah kitab
suci dan mereka beri nama kitab suci Tadzkirah. Tadzkirah itu lebih besar dari
pada kitab suci Al-Qur’an.
b. Mereka meyakini bahwa kitab suci Tadzkirah
sama sucinya dengan kitab suci Al-Qur’an karena sama-sama wahyu dari
Allah.
c. Wahyu tetap turun sampai hari kiamat begitu
juga nabi dan rasul tetap diutus sampai hari kiamat juga.
d. Mereka mempunyai tempat suci sendiri yaitu
Qadian dan Rabwah.
e. Mereka Mempunyai Surga Sendiri Yang Letaknya
Di Qadian dan rabwah dan sertivikat kavling surga tersebut dijual kepada
jamaahnya dengan harga yang sangat mahal.
f. Wanita Ahmadiyah haram nikah dengan laki-laki
yang bukan Ahmadiyah, tetapi lelaki Ahmadiyah boleh kawin dengan
perempuan yang bukan Ahmadiyah.
g. Tidak boleh bermakmum dengan dibelakang imam
yang buka Ahmadiyah. Ahmadiyah Mempunyai Tanggal, Bulan, Dan Tahun Sendiri,
Yaitu
1. Bulan,
a. Tabligh
b. Aman
c. Syahadah
d. Hijrah
e. Ikhsan
f. Wafa
g. Zuhur
h. Tabuk
i. Ikha
j. Nubuwah
k. Fatah.
Nama Tahun Mereka Adalah Hijri Syamsi (Disingkat Hs). Ajaran
mereka menganggap kita (yang bukan pengikut ahmadiyyah itu kafir. Makanya
hal itulah yang bertentangan dengan akidah islam yang benar.
BAB III
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Islam dan isu-isu kontemporer merupakan dua hal yang berbeda, namun
jika dilihat dari cara pandang yang berbeda dari masing-masing pihak, maka akan
menimbulkan perspektif atau spekulasi yang berupa interpretasi berbeda pula.
Meskipun secara arti dan asal-usul bersumber memang bukan dari islam, tapi tidak
salah jika kita lebih teliti dan jeli dalam menaggapi isu-isu kontemporer yang
ada jika ingin mengaitkannya dengan islam.
DAFTAR PUSTAKA
Tarmizi Taher dan Eddy Kristiyanto, dkk. 1998. Radikalisme
Agama. Jakarta. PPIM-IAIN.
Haideh Moghissi. 2004. Feminisme dan Fundamentalisme Islam.
Yogyakarta. LKiS Yogyakarta.
Abbas
T. 2008. Metodologi Studi Islam. Kendari. CV. Sahdar.
Dr. Muhammad Imarah. 1999. Fundamentalisme dalam Perspektif
Barat dan Islam. Jakarta. Gema Insani.
Website: http:// Pesantren IAIN SA Urgensi Peradaban Dunia
Islam Modern.html
Ijin
BalasHapusMantapp kanda... Yakusa
BalasHapus