Selasa, 07 Juni 2011

KHOSOISUL AHKAM (INSANIYAH,ALAMIAH,AKHLAKIYAH)

A. Pendahuluan
Telah kita ketahui, bahwa dalam hikmatut tasyri' terdapat banyak sekali pembahasan seperti da'aimul ahkam, mabadiul ahkam, maqasidul ahkam, khasaisul ahkam, tawabiul ahkam, dll. Setelah kita mengetahui tentang asas tasyri', prinsip-prinsip tasyri', dan tujuan tasyri' maka sekarang kita akan sedikit mengulas tentang ciri-ciri kekhususan tasyri'. Dan pada makalah ini penulis akan membahas tentang khasaisul ahakam, yang terdiri dari tiga poin penting, antara lain : insaniyah, akhlaqiyah, alamiyah.


B. Substansi Kajian
Dalam khasaisul ahkam ( ciri-ciri khas hukum islam ) ada tiga macam, yaitu manusia ( insani ) , bermoral ( akhlaqi ), dan universal ( alami ). Masing-masing ciri tersebut akan dibahas satu persatu.

1) Humanisme (Insaniyah)
Agama Islam dititahkan untuk kebaikan dan kemaslahatanmasyarakat baik individu maupun kolektif. Manusia mendapat amanat sebagai hamba dan khalifah-Nya. Di mana manusia dalam mengemban amanat itu haruslah memiliki pedoman, sehingga bias selaras dengan kehendak Allah pasti tidak akan membebani batas kemampuan manusia, dalam Al-Qur’an dijelaskan dalam surat Al-Baqarah 286:

                                            •           

Artinya: “ Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. beri ma'aflah Kami; ampunilah Kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, Maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir (QS: Al-Baqarah: 286)."

Pembebanan manusia dengan hokum Islam sebagai perhatian terhadap kemuliaan manusia, sebagaimana firman-Nya
Surat Al-Isra’: 70

                  
Artinya: “Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan (QS: Al-Isra’: 70)”.

Termasuk di dalam pemuliaan Islam terhadap umat manusia, pengakuannya terhadap eksistensi (keberadaan) manusia, sebagaimana Allah menciptakan jasad, akal, ruh, hati, keinginan, naluri, dan lain-lainya. Islam tidak mengesampingkan hak yang dimiliki oleh salah satu aspek diantara aspek yang ada memperhitungkan yang lain oleh karenanya Al-Qardhawi menjelaskan bahwa Islam memerintahkan manusia agar:

1) Berusaha dan menelusuri serta menapaki seluruh pelosok bumi, makan yang baik-baik (halal); menikmati dengan hiasan-hiasan Allah yang sengaja untuk dikeluarkan untuk hamba-hamba-Nya, dianjurkan untuk menjaga kebersihan, keindahan dan keseimbangan. Dilarang bermabuk-mabukan dan diperintahkan untuk menjauhi segala sesuatu yang akan melemahkan dan membahayakan. Kesemuanya dalam memenuhi kebutuhan fisik.
2) Beribadat hanaya kepada Allah semata. Bertaqarrub kepada-Nya dengan berbagai macam ketaatan, baik berupa shalat, puasa, sedekah, zakat, haji, dan lain-lainyang merupakan jenis ibadat yang lahir maupun batin. Sebagai pemenuhan kebutuhan ruhani.
3) Menganalisa dan berpikir tentang kekuasaan Allah baik yang ada di langit maupun di bumi, makhluk ciptaan, nasib yang dialami umat manusia. Sunnatullah (hokum alam) di tengah kehidupan masyarakat. Sebagaimana perintah-Nya untuk menuntut ilmu pengetahuan, dan mencari hikmah dari manapun datangnya, enolak taklid buta terhadap ajaran dan tradisi nenek moyang dan para pembesarnya. Semua ini untuk memenuhi kebutuhan akal pikirannya.
4) Menengok pada keindahan alam baik bumi, langit pepohonan dan apasaja yang dihias oleh Allah sehingga tampak indah dan baik, agar perasaan indah yang bersemayam dalam diri manusia dapat terpenuhi. Disamping juga merasakan kedalaman dan keagungan Tuhannya telah menciptakan makhluknya dalam bentuk ciptaan yang terbaik. Sebagaimana Islam juga membolehkan manusia untuk menikmati kesenangan yang dapat menghibur jiwa, mengusir kebosanan dan kejenuhan. Sebab perasaan itu dapat sakit dan letih sebagaimana dirasakan oleh badan. Aspek ini dalam rangka enjaga aspek naluri (intuisi) dan perasaan manusia.

Semua aspek kebutuhan manusia tersebut dipenuhi oleh Islam, termasuk aspek pengaturan manusia agar hidup damai, sejahtera maka diperlukan seperangkat norma dan nilai hukum. Ringkasnya hokum Islam adalah hokum kemanusiaan. Pada asal mulaya semua undang-undang adalah bersifat kemanusiaan

Untuk membuktikan bahwa di antara cirri khas hukum Islam ialah insaniyah yang sebenarnya, walaupun syar’t yang lain juga mengatakan demikian adalah Hukum Islam yang sungguh memberikan perhatian yang penuh kepada manusia, memelihara segala yang bertautan dengan manusia, baik mengenai diri, ruh, akal, akidah, fikrah, usaha, pahala, dan siksa, baik selaku perorangan maupun hidup bermasyarakat.

Manusialah yang menjadi sumber perhatian segala hokum Al-Qur;an. Bahkan Kitabullah, Sunnah Rasul, dan Ijma; dan segala cara-cara yang lain untuk membina hokum dan undang-undang, manusialah yang menjadi objeknya. Kita tidak menemukan dalam agama-agama yang lain baik yang diwahyukan ataupun yang tidak.

Islam memperhatikan manusia bukanlah sekedar memikirkan urusan-urusannya atau berusaha menyelesaikan urusan itu. Al-Qur’an yang tujuannya syumul dan ta’amuq sangat memperhatikan keadaan manusia sejak dari kecil hingga dewasa, baik lelaki maupun perempuan, baik ia budak belian ataupun orang merdeka.

Hokum Islam memperhatikan kemuliaan manusia sebagai orang yang beriman kepada Allah yang menaati perintah-perintah-Nya dan sebagai seorang kafir yang mengingkari Hukum Allah. Mereka masing-masing akan menghadapi pembalasannya dengan Adil dan jujur,bukan dengan pengaruh dan sakit hati.

Hukum Islam memberikan kemuliaan kepada manusia karena kemuliaannya. Islam tidak mendahulukan sesuatu pun atas manusia. Manusialah yang menjadi jauhar dan asas, daripadanyalah bercabang khususiyah dan sifat, segala maziyah dan fadhilah. Islam tidak mendahulukan sesuatu atas manusia begitu juga akidah.

2). Moral (Akhlaqiyah)

Ciri-ciri khas hukum islam yang lain adalah berpijak pada kode etik, yakni suatu ciri yang mendudukan kehormatan Tuhan dan sesama manusia sesuai dengan proporsinya, sehingga masing-masing kelompok merasa dihargai dan diakui eksistensinya.
Indikasi-indikasinya yang menyebutkan bahwa hukum islam bersifat akhlaqi adalah sebagai berikut :
1. Nabi Muhammad SAW di utus ke dunia bukan untuk menghancurkan, membuang dan meninggalkan moral yang dimiliki orang jahiliyyah melainkan menjadikan sublimasi atau modifikasi dengan moral yang lebih sempurna.
Sabda Nabi SAW:
“Sesungguhnya aku diutus kedunia hanya untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia”.
2. Moral yang diajarkan berpijak pada moral qur’ani, karena Alquran merupakan doktrin moral yang multi dimensi, baik dimensi sebelum manusia lahir, setelah manusia lahir (alam dunia) maupun setelah mati (alam akherat), bahkan isi moralnya tidak hanya menembus yang empirik tetapi juga meta empirik. Karena terlalu jauh jangkauannya maka Allah mengutus seorang figur yang mampu meneladani akhlaqnya pada manusia.
Aisyah RA berkata :
“ Sesungguhnya akhlaq beliau (Nabi Muhammad ) adalah Al quran.”
Firman Allah SWT
    
Artinya: “dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”. (QS Al Qalam : 4)

3. Pendidikan yang diajarkan pada umat islam bertujuan untuk membentuk akhlaq yang mulia.
Athiyah Al Abrasyi dalam bukunya “Ruhut Tarbiyah Wa Ta’lim” menyatakan bahwa inti dari pendidikan islam adalah pendidikan moralitas yang menjadikan anak didik berbuat baik terhadap diri sendiri, masyarakat, negara dan kepada Sang Pencipta. (Muhammad Athiyah Al Abrasyi TT / 72)
Sabda Nabi SAW :
“Tuhanku telah mendidikku sehingga menjadi baik pendidikanmu”(Al Hadits)
4. Keberhasilan misi islam karena ditopang oleh prinsip akhlaq yang mulia, metode yang dipergunakan selalu relevan dengan fitrah manusia sehingga dengan kesadaran diri dan dalam waktu yang relatif singkat kaum kafir quraisy banyak masuk islam.
Firman Allah SWT:
Surat An-Nahl: 125

             •     •       

Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS An Nahl : 125)

Firman Allah SWT
                              •    
Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. (QS Ali Imran :159)


5. Demi menjaga kehormatan dan kemuliaan manusia maka di serukan amar ma’ruf (tindakan proaktif) dan nahi mungkar (tindakan reaktif) dengan cara memberikan nasehat tentang kebenaran dan ketabahan diri.
Firman Allah:
  •             
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung (QS Ali Imran 104)”.

Firman Allah:

         
Artinya: “kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran” (QS Al Ashr : 3).

6. Hukum Islam mendudukan manusia sebagaimana mestinya. Misalnya sebagai berikut :
a. Menyembah Allah lebih didahulukan dari segalanya.
Sabda Nabi SAW :
“Tidak ada ketaatan pada makhluq yang mengajak ma’shiat pada kholiq (Allah).”

b. Menghormati Ibu-Bapak setelah menghormati Allah swt, dan berkata yang sopan tidak boleh menyakitinya.
Firman Allah SWT
     •            
Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu (QS Luqman :14)”.

c. Mempergauli istri dengan baik, dengan memberikan segala kebutuhan jasmani dan ruhani dan tidak menyia-nyiakan istri dan anak sebagai amanat Allah SWT.
Firman Allah SWT
                                     
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. dan bergaullah dengan mereka secara patut. kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak” ( QS An Nisa': 19).

Moral dan akhlaq sangat penting dalam pergaulan hidup di dunia ini. Oleh karena itu Allah SWT sengaja mengutus Nabi Muhammad SAW untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia.
Kemudian Allah SWT memerintahkan kaum muslimin untuk mengambil contoh teladan dari moral Nabi Muhammad SAW dengan firman Nya dalam surat Al Ahzab ayat 21 :

                 
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah” (QS. Al Ahzab: 21).

Akhlaq Sebagai Dasar Taat

Maka yang mengharuskan manusia mentaati aturan dan undang-undang hanyalah akhlaq manusia dan hati nuraninya sendiri. Akhlaq dan hati nurani yang mendorong manusia mematuhi aturan-aturan agama.
Semua manusia mengetahui bahwasannya yang mendorongnya mentaati hukum-hukum agama hanyalah hati nuraninya sendiri. Perasaan hati yang bergelora itulah yang menggerakkan manusia membetulkan akidahnya, memperbaiki amalannya dan membersihkan akhlaqnya. Hati nuraninyalah yang membisikkan ke telinganya perkataan –perkataan yang lembut yang enak di dengar. Dialah yang menanya. Dialah yang menyuruh.
Islam membentang jalan ini sejak dari ia lahir. Tatkala Rasul menerima wahyu d gua Hiro, tempat beribadah di suatu bukit jauh dari pandangan manusia, dalam keadaan gemetar beliau pun pulang ke rumahnya menemui istrinya tercinta Khadijah binti Khuwailid. Istrinya menenangkan hatinya dan mengatakan kepadanya. :
“ Bergembiralah wahai anak paman dan tetaplah hati. Demi Tuhan yang diri Khadijah di tanganNya, sesungguhnya aku benar-benar menharap engkau menjadi Nabi umat ii. Demi Allah, Allah tidak akan menghinakan engkau, sesungguhnya engkau menghubungi rahim, benar pembicaraan, memikul beban orang, memberi jamuan kepada tamu dan menolong manusia terhadap bencana-bencan masa”
Kesaksian atas keelokan budi Nabi Muhammad itulah yang dilahirakan Khadijah pada masa itu. Khadijah tidak mengatakan bahwa Muhammad seorang yang kuat, seorang yang tinggi kedudukannya dalam masyarakat. Tetapi Khadijah mengatakan bahwasannya Muhammad seorang yang berperangai lihur.
Dikala Al quran memanggil Muhammad untuk mengemukakan kepada teman sejawatnya, Allah berfirman

       •           
Artinya: “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat,
Artinya: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, Yaitu orang-orang yang beriman.
Artinya: “Jika mereka mendurhakaimu Maka Katakanlah: "Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan"(QS. As Syua’ra :214-216);

Rasulullah mentaati perintah langit ini, beliau menemui kelurganya, Nabi berkata :
“ Bagaimana pendapatmu apabila aku kabarkan kepadamu bahwa dibalik gunung ini ada tentara berkuda mau menyerang apakah kamu sekalian membenarkan (mempercayainya )? Mereka menjawab : “Ya, bagi kami engkau tidak meragukan dan kami belim pernah sekalipun melihat engkau berdusta”.
Maka hujjah Muhammad yang pertama di waktu menyampaikan risalahnya, ialah Muhammad itu seorang yang benar yang tidak pernah berdusta dan tidak pernah dituduh berdusta.
Maka dapatlah dipahami, kalau Nabi menyimpulkan dakwahnya di dalam perkataan yang sangat pendek dan mencakup berbagai macam makna, yaitu :

“Aku di utus untuk menyempurnakan segi keutamaan dari perangai-perangai manusia”

Langkah – langkah rasul yang ditempuh dalam membina umat

“ Tuhanku telah mendidikku dan Dia telah mendidik aku dengan sebaik-baiknya.”
Muhammad bukanlah seorang yang membawa undang-undang dunia, dan bukan pula seorang yang membina masyarakat baru yang mengajak manusia dengan segala tipu daya untuk masuk kedalam agamanya itu. Muhammad barulah mengajak orang masuk kedalam agamanya setelah berlalu beberapa masa.
Di dalam langkah-langkah pertama Muhammad membina asas dan akidah yang menjadi fundamen bagi pembangunan sebuah mahligai yang indah, adalah akhlak. Hanya itu sajalah. Namun demikian bukanlah ini saja yang menjadi tujuan terakhir dari dakwahnya . Di dalam pundi-pundi dakwahnya terdapat banyak hal yang lain, yaitu akidah yang sempurna, syariat yang mempunyai pokok dan cabang yang mengatur apa yang belum di atur oleh dakwah-dakwah yang mendahuluinya ataupu dakwah-dakwah yang datang kemudian daripadanya.
Akhlak di dalam pandangan islam itulah yang menjadikan suatu undang-undang berkuasa dan dijadikan akidah yang perlu di imani. Dialah yang membentuk orang-orang yang menjadi pemimpinumat dan mengatur negara.
Masalah akhlak ini terpencar dari dua prinsip pokok, yaitu manusia dan kemuliannya. Dialah yang menjadi ruh yang mengalir disetiap batu bata yang membangunkan tembok. Maka akidah itu adalah perangai utama, syariat itu adalah perangai utama. Setiap pekerjaan harus dilandasi perangai utama. Maka hubungan Allah dengan manusia, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan alam ini adalah hubungan yang bersendikan akhlak, saling menghormati, berlaku benar ,berterus terang, berjalan lempang dan melimpahkan rahmat kesegala makhluk.
Maka apabila islam menolak akidah adanya penebusan dosa melalui pemimpin – pemimpin agama yang di anut oleh orang masehi, maka penolakan itu bukanlah karena berdasarkan falsafah, tetapi berdasarkan akhlak. Karena manusia beriman, bahwa manusia diminta pertanggunmg jawaban atas perbuatannya sendiri dan mereka tidak disiksa atas perbuatan orang tuanya dan mereka tidak memperoleh kemaafan sebelum melakukan kesalahan.

3). Universal (Alamiyah)

Diantara ciri-ciri hukum Islam adalah syumul (universal). Dengan. ciri inilah hukum Islam dibedakan; dengan hukun lain dari semua hukum yang diketahui manusia dari agama-agama, filsafat-filsafat dan madzhab-madzhab (aliran-aliran). Kesyumulan Islam termasuk didalamnya syariat (hukum), berlaku segala zaman, kehidupan dan eksistensi (keberadaan) manusia. Hasan al Banna menyatakan dalam Karakteristik Islam oleh Yusuf Qardiawi, menyatakan :
"Adalah risalah yang panjang terbentang sehingga meliputi (mencakup) semua abad sepanjang zaman, terhampar luas sehingga meliputi semua cakrawala umat, dan begitu mendalam (mendetaiI) sehingga memuat urusan-urusan, dunia akhirat"
Selanjutnya Yusuf Qardlawi menyatakan bahwa:
Syariat yang ada dalam Islam merupakan syariat yang juga syamil. Syariat Islam bukan hanya ditetapkan sebagai syariat (tata aturan) bagi individu tanpa memperhatikan kehidupan keluarga, bukan hanya untuk kehidupan keluarga tanpa memperhatikan kehidupan masyarakat, dan bukan untuk masyarakat tertentu tanpa memperhatikan masyarakat yang lain .
Ke-syumul-an syariat Islam diisyaratkan dalam firman-Nya surat aI-Mulk 14 :
       
"Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan dan rahasiakan), dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui(QS. Al-Mulk: 14)"
Kesyumulan syariat Islam mencakup
1. Masalah individu (al ahwal al syahshiyyah), yakni masalah keluarga, pernikahan, talaq, nafaqah, penyusuan, warisan, penguasaan terhadap diri dan harta dan lain-lain.
2. Masalah moneter dan perdagangan, yakni masalah tukar-menukar harta benda maupun kepentingan lainnya dengan imbalan maupun tanpa imbalan, jual beli, persewaan, peminjaman, hutang-hutang, gadai, wesel, jaminan, asuransi, dan lain-lain.
3. Masalah pidana dan perdata, yakni masalah kriminalitas dan kadar hukumannya. seperti hudud, qishash, dan orang yang lalai cukup dengan mengasingkannya.
4. Masalah yang kita kenal dengan undang-undang manajerial atau administrasi dan ekonomi, yakni tentang kewajiban pemerintahan (kekuasaan) terhadap rakyat kawajiban rakyat terhadap pemerintahan dan komunikasi keduanya seperti yang banyak diungkap dalam literatur Politik Islam dan perpajakan dan hukum-hukum.
5. Masalah undang-undang kenegaraan, yakni tentang hubungan antar negara, baik ketika damai atau pada saat perang kaum muslimin dengan selain mereka. Dalam fiqih islam banyak dibahas dalam kitab sirah dan jihad .
Dari urian diatas menjadi jelas bahwa hukum islam berbeda dibandingkan hukum yang diproduk oleh agama lain seperti Yahudi, Nasrani, Hindu atau Bhuda dan lain-lain. Menurut Hasbi walaupun agama Masehi atas dasar kemanusiaan, namun dia kosong dari menerangkan tentang hubungan antara bangsa dan kosong dari menerangkan hukum dan kaidah-kaidah yang dapat kita pergunakan untuk beristidlal, baik dia merupakan agama lokal maupun internasional. Akan tetapi karena agama Masehi berdasarkan insaniyah, namun; penolong-penolongnya sanggup mengembangkan agama itu menjadi agama dunia. Hal ini berbeda dengan agama Islam yang menjadikan manusia sebagai tujuan, ghayah dan wasilah, maka dia adalah agama yang bersifat universal dengan wataknya sendiri, dengan khithab yang ada dalam al Qur'an "Ya ayyuhannaas" (wahai manusia) disebut 28 kali, annas disebut 249 kali dan insan disebaut 61 kali .
Ia meliputi seluruh alam tanpa tapal batas, tidak dibatasi pada daerah tertentu seperti ruang lingkup ajaran-ajaran Nabi sebelumnya. la berlaku bagi orang Arab dan orang 'Ajam (non Arab), kulit putih dan kulit hitam. Universalitas hukum Islam ini sesuai dengan pemilik hukum itu sendiri vang kekuasaannya tidak terbatas. Di samping itu Hukum Islam mempunyai sifat yang dinamis (cocok untuk setiap zaman).
Bukti yang menunjukkan apakah hukum Islam memenuhi sifat tersebut atau tidak, harus dikembalikan kepada al-Qur'an, karena al-Qur'an merupakan wadah dari ajaran islam yang diturunkan Allah kepada umat manusia di muka bumi ini. Al-Qur'an juga merupakan garis kebijaksanaan Tuhan dalam mengatur alam semesta termasuk manusia, Allah berfirman;
    ••     ••   
Artinya: “Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada Mengetahui”.

     
Artinya: “Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”.

Namun demikian, ada pengamat hukum Islam yang menya-takan bahwa dalam praktiknya hukum Islam tidak dapat berlaku secara universal. Pendapat ini lebih banyak melihat dan kenyataan sejarah bahwa penguasa Islam tidak memberlakukan hukum Islam di kawasan non Muslim atau kepada non-muslim yang ada di wilayahnya. Agaknya penilaian tersebut kurang tepat kalau dihubungkan dengan fakta sejarah pada masa Rasul.
Konstitusi Negara Muslim pertama, Madinah, menyetujui dan melindungi kepercayaan non-Muslim dan kebebasan mereka untuk mendakwahkan. Konstitusi ini merupakan kesepakatan antara Muslim dan Yahudi, serta orang-orang Arab yang bergabung didalamnya. Non-Muslim dibebaskan dari (keharusan) membela negara dengan membayar jizyah, yang berarti hak hidup dan hak milik mereka dijamin. Istilah zimmi, berarti "orang (non muslim) yang dilindungi Allah dan Rasul". Kepada orang-orang non-muslim itu diberikan hak otonomi yudisial tenentu. Warga negara dan kalangan ahli Kitab dipersilakan menyelenggarakan keadilan sesuai dengan apa yang Allah wahyukan. Rasulullal bersabda: "Aku sendiri yang akan menanya, pada hari kiamat, orang yang menyakiti orang zimmi atau memberinya tanggung jawab yang melebihi kemampuannya atau merampok apa yang menjadi hak-nya".
Agama Islam bersifat universal ('alamy), mencakup semua manusia di dunia ini, tidak dibatasi oleh lautan maupun batasan. sesuatu negara.
Oleh karena itu pada periode Makkah, di mana Nabi Muhammad SAW masih memfokuskan dakwahnya mengenai tauhid pada khuhusnya dan akidah pada umumnya dipergunakan panggilan Ya Ayuhannas (wahai manusia) ntuk mencakup siapa saja dan dimana saja. Akan tetapi mengenai hukum-hukumnya meskipun tidak dibatasi oleh lautan dan daratan, namun pada umumnya, terutama mengenai ibadah, hanya khusus bagi kaum muslimin saja. Oleh karena itu kita lihat ayat-ayat Al Qur'an yang turun pada priode Madinah dimana Islam sudah mlai mentasyri'kan hukum, panggilan dipergunakan Ya Ayuhalladzina Aammu (wahai orang-orang yang beriman).

Contoh seruan kepada segenap manusia mengenai tauhid:
1) Firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 21-22 yang berbunyi:
 ••                         •          
Artinya: “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang Telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa,
Artinya: “Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; Karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu Mengetahui(QS. Al-Baqarah: 21-22)”.
.
2. Firman Allah SWT dalam surat An-Nisa' ayat 170 yang berbunyi;
 ••             •         •  

Artinya: “Wahai manusia, Sesungguhnya Telah datang Rasul (Muhammad) itu kepadamu dengan (membawa) kebenaran dari Tuhanmu, Maka berimanlah kamu, Itulah yang lebih baik bagimu. dan jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan Allah sedikitpun) Karena Sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS. An-Nisa': 170)”.


C. Kesimpulan
Khasaisul ahkam adalah ciri-ciri khas hukum islam. Dan dalam ciri-ciri khas hukum islam ada tiga macam, yaitu :

1) Insaniyah ( humanisme )
Salah satu ciri lain dari agama islam bersifat kemanusiaan. Oleh karena itu mensyariat wajib tolong menolong, sedekah, dll.
2) AKhlaqiyah ( moral )
Ciri –ciri khas hukum islam yang lain adalah berpijak pada kode etik, yakni suatu ciri yang mendudukkan kehormatan tuhan dan sesama manusia sesuai dengan proporsinya.
3) Alamiyah ( universal )
Ajaran islam bersifat universal, ia meliputi seluruh alam tanpa batas, tidak dibatasi pada daerah – daerah tertentu seperti ruang lingkup ajaran nabi sebelumnya

Daftar Pustaka

AL quran dan terjemahannya
Djamil, Faturrohman. 1999, Filsafat Hukum Islam. Logos Wacana Ilmu.
Hasbi Assiddiq, Teungku Muhammad. Filsafat Hukum Islam. Semarang. PT. Pustaka Rizki Putra
Hasbi Ash-Shiddiqy, 1975, Filsafat Hukum Islam, Bulan bintang, Usman, muchlis. 1993, Hikmatut tasyri’. Malang : Unit penerbitan dan percetakan LBB YAN’S.
Muhammad Syah, Ismail. Filsafat hukum Islam. Bumi Aksara
Tamrin, Dahlan. Filsafat Hukum Islam. Jakarta.

1 komentar:

  1. terima kasih banget ustadz..bisa muqoronah dan mubayyin buku yang telah dibaca.

    BalasHapus