Selasa, 07 Juni 2011

TAWABI’UL AHKAM

A. Pendahuluan
Hukum islam menghimpun antara hidup secara kolegial dengan hidup secara individual, tanpa bertentangan antara fardiah dengan jama’iyah. Cirri-ciri hukum islam adalah syumul (universal). Dengan ciri inilah hukum islam dibedakan dengan hukum yang lain yang diketahui manusia dari agama, filsafat, dan aliran-aliran. Hukum islam meliputi segala bidang kehidupan manusia, bidang ibadah, bidang mu’amalah, dan lain-lain.
Dengan perubahan zaman dan makan, hukum islam tetap memiki tabi’at sempurna. Artinya bahwa hukum islam adalah lengkap, sempurna dan bulat, dimana berkumpul beragam pandangan hidup. Dengan kesempurnaan hukum islam maka tidak ada pertentangan antara usul dan furu’, akan tetapi saling melengkapi. Hukum islam ini adalah hukum yang berkarakter , dia mempunyai ciri-ciri khas (watak-watak) yang mana lebih dikenal dengan kata Tawabi’ul Ahkam dan karakter tersebut tidak berubah. Adapun ciri-ciri dan karakteristik hukum islam ini menurut Hasbi Ash Shiddiqi ada tiga yaitu: Takamul (sempurna, bulat), Wasathiyah (imbang, harmonis), dan Harakah (bergerak dan berkembang sesuai dengan perkembangan zaman).
Dengan semua ini, hukum islam tidak membatasi gerak-gerik manusia, selalu memberi kebebasan mencari yang berpadanan. Hukum islam juga memberi perhatian kepada kenyataan-kenyataan yang terjadi dan cita-cita maju yang berkembang hidup. Oleh karena itu, hukum islam membolehkan mahdhurat ketika timbul darurat.

B. Subtansi Kajian
Watak-watak hukum islam lebih dikenal dengan “tawabi’ul ahkam” yang berarti karakteristik-karakteristik yang khusus dimiliki hukum islam, dan karakteristik tersebut selamanya tidak mengalami perubahan.
Jika ingin mengetahui dan mengenal pribadi seseorang, maka kita harus mengetahui sifat atau karakteristiknya. Sama halnya dengan hukum islam ini adalah hukum yang berkarakter , dia mempunyai ciri-ciri khas (watak-watak) yang mana lebih dikenal dengan kata Tawabi’ul Ahkam dan karakter tersebut tidak berubah. Adapun ciri-ciri dan karakteristik hukum islam ini ada tiga yaitu: Takamul (sempurna, bulat dan tuntas), Wasathiyah (imbang, harmonis), dan Harakah (bergerak dan berkembang sesuai dengan perkembangan zaman).

1. Takamul (utuh)
Adapun yang dimaksud dengan Takamul adalah “lengkap, sempurna dan bulat, berkumpul padanya aneka pandangan hidup. Hukum Islam membentuk umat adalah dalam suatu kesatuan yang bulat walaupun mereka berbeda-beda bangsa dan berlain-lainan suku. Didalam menghadapi asas-asas yang umum, mereka padu, walaupun dalam segi-segi kebudayaan mereka berbeda-beda.
Hukum-hukum Islam, walaupun masa berganti masa, namun dia tetap mempunyai karakter yang utuh, harmonis dan dinamis. Hukum Islam menghimpun segala sudut dan segi yang berbeda-beda di dalam suatu kesatuan. Karenanya hukum Islam tidak menghendaki adanya pertentangan antara ushul dengan furu’, satu sama lain saling melengkapi, saling menguatkan, ibarat sebatang pohon, semakin banyak cabang-cabangnya semakin kokoh dan teguh batangnya, semakin subur pertumbuhannya, semakin segar kehidupannya.
Disisi lain hukum Islam bersifat syumul, dia dapat melayani golongan yang tetap bertahan pada apa yang usang dan dapat melayani golongan yang menginginkan pembaharuan-pembaharuan, dapat melayani ahli naqal dan ahli ‘aqal, dapat melayani ahlul kitab wa sunnah, sebagaimana dapat melayani ahlul ra’yi dan qias dan mampu berasimilasi dengan segala bentuk masyarakat serta tingkat kecerdasannya.
Di dalam berasimilasi, hukum Islam memberi dan menerima, menolak, dan membantah menurut kaidah-kaidah yang telah ditetapkan. Dengan teguh dia memelihara kepribadiannya. Namun demikian dia tidak membeku, tidak bertabiat jumud dan tidak pula berlebih-lebihan. Teori syumul berwujud dalam kemampuannya menampung segala perkembangan dan segala kecenderungan serta dapat berjalan seiring dengan perkembangan-perkembangan itu dan menuangkannya dalam suatu acuan.
Hukum Islam juga bersifat elastis (lentur, luwes), ia meliputi segala bidang dan lapangan kehidupan manusia, permasalahan kemanusiaan, kehidupan jasmani dan rohani, hubungan sesama mahluk dengan khaliq, serta tuntunan hidup manusia diakhirat terkandung didalamnya. Hukum Islam memperhatikan berbagai segi kehidupan, baik bidang muamalah, ibadah, jinayah, dan lain-lain. Meski demikian, ia tidak memiliki dogma yang kaku dan memaksa. Ia hanya memberikan kaidah-kaidah yang umum yang mesti dijalankan umat manusia.
Islam disyari’atkan kepada nabi Muhammad dan pengikutnya merupakan penyempurna bagi agama-agama sebelumnya, karena islam yang kini telah dipelajari oleh seluruh manusia yang mengakuinya merupakan agama wahyu terakhir dan tidak akan berubah sampai hari kiamat nanti. Firman Allah:
اََليوم اكملت لكم دينكم واتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام دينا (المائدة: 3)


Artinya:
“Pada hari ini telah aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu sebagai agamamu” . (QS. Al-Maidah : 3).
Hukum islam dapat dikatakan sempurna karena ia mencakup berbagai dimensi kehidupan, yaitu:
1. Dimensi idiologi dan aqidah, yang merupakan titik tlak bagi semua kehidupan manusia. Firman Allah:

ان صلاتي ونسكي ومحياي ومماتي لله رب العالمين (الأنعام: 162)

Artinya: “Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam” . (QS. Al-An’am : 162)
2. Dimensi politik dan ketatanegaraan yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang aman, sentosa, sejahtera, baik dan selalu mendapat ridho dari penciptanya. Firman Allah :
....... بلدة طيبة ورب غفور (سباء: 15)
Artinya:“……(Negerimu) dalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun. ” (QS. Saba’: 15)
3. Dimensi sosial-kemasyarakatan dengan cara menciptakan hidup rukun semua umat, antar umat dan antar golongan. Dan hidup saling bantu membantu dalam segala kebijakan. Firman Allah :
وَتَعاونوا على البر والتقوى ولا تعاونوا على الإثم والعدوان (المائدة: 2)
Artinya: ”Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa, dan janganlah kamu tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan” . (QS. Al-Maidah : 2).
4. Dimensi budaya yang bertujuan untuk menciptakan keagungan dan kmuliaan peradaban manusia. Misalnya bergaul dengan orang tua, dengan istri dan anak, dengan kaum terpelajar , dengan penganut agama lain , atau juaga cara berpakaian, makan minum, bertempat tinggal. Firman Allah :
وافعلوا الخير لعلكم تفلحون (الحج: 77)
Artinya: ”Dan berbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapatkan kemenangan”. (QS. Al-Hajj : 77)
5. Dimensi pertahanan dan keamanan yang bertujuan untuk menjaga stabilitas diri dalam rangka mengabdi kepada Allah. Firman Allah :
واعدوا لهم مااستطعتم من قوة ومن رباط الخيل ترهبون به عدوالله وعدوكم واخرين من دونهم لاتعلمونهم الله يعلمهم
(الانفال : 60)
Artinya: “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggertakkan tamu Allah, muauhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya”. (QS. Al-Anfal : 60).
6. Dimensi perekonomian yang bertujuan untuk menjaga eksistensi kelangsungan hidup manusia. Karena itu disyariatkan hokum jual beli, keharaman riba, kewajiban zakat, anjuran shodaqoh, waris mewaris, waqaf, hibah dan sebagainya. Firman Allah :
انما البيع مثل الربو واحل الله البيع وحرم الربو (البقرة: 752)
Artinya: “Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” . (QS. Al-Baqarah : 275).

7. Dimensi kependudukan, karena itu disyari’atkan nikah, hokum talaq, ruju’, hijrah, keluarga bencana dan sebagainya. Firman Allah :
ولا تقتلوا أولادكم من إملاق نحن نرزقكم واياهم............
ولا تقتلوا النفس التي حرم الله الا بالحق (الانعام : 151)
Artinya: ”Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rizqi kepadamu dan kepada mereka….dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah melainkan segan suatu (sebab) yang benar”. (QS. Al-An’am : 151).

8. Dimensi perindustrian, karena itu disyari’atkan hokum ijarah, etika kerja yang baik, kerja sama (syirkah).
9. Dimensi pertambangan, maka disyari’atkan zakat emas, perak, serta zakat pendaman.
10. Dimensi kepariwisataan, karena disyari’atkan ibadah haji ke mekkah untuk menunaikan ibadah dengan cara melihat secara langsung bangunan ka’bah yang mempunyai nilai keaJaiban dari tujuh keajaiban dunia.
11. Dimensi kesehatan, karena disyari’atkan puasa setiap setahun sebulan “Shumu tashihhu” (puasalah supaya kamu sehat), dilarang homoseksual yang mengakibatkan penyakit aids, dan sebagainya.
12. Dimensi kehakiman, maka disyari’atkan hukum jinayah madaniyah, murafaat (acara) serta syarat-syarat untuk terciptanya hakim yang adil.
13. Dimensi pertanian, maka disyari’atkan zakat hasil tani, bila pertanian itu dibantu air hujan maka zakatnya 10% tetapi jika menggunakan pompa mesin maka cukup 5%.

2. Wasathiyah ( harmoni, tengah-tengah)
Diantara Hukum Islam yang paling menonjol adalah al-tawazun (keseimbangan) atau dengan kata lain moderat (al-washatiyah). Sedangkan yang dimaksud dengan keseimbangan dalam pandangan Yusuf Qardlawi adalah keseimbangan diantara dua jalan atau dua arah yang saling bertentangan, dimana antara dua jalan itu tidak berpengaruh dengan sendirinya dan mengabaikan yang lain. Juga salah satu dari dua arah tersebut tidak dapat mengambil banyak dan melampaui yang lain. Diantara Hikmah Allah menentukan tawazun dalam hukum ini adalah sebagai bukti bahwa hukum Islam sesuai dengan seluruh aspek kehidupan manusia yang memerlukan keseimbangan dan mengantisipasi ekstrimitas.
Hukum Islam menempuh jalan tengah, jalan wasathah, jalan yang imbang tidak terlalu berat ke kanan mementingkan kejiwaan dan tidak berat ke kiri mementingkan kebendaan dengan istilah lain al-tawazun (keseimbangan). Inilah yang diistilahkan dengan teori washatiyah, menyelaraskan di antara kenyataan dan fakta dengan ideal dari cita-cita. Hal ini tergambar di banyak tempat dalam Al-Qur’an.
فلا تميلوا كل الميل فتذروها كالمعلقة (النساء: 129)
Artinya: ”Jaganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung”. (QS. An- Nisa’: 129)
Penetapan syariat Islam yang menunjukkan tawazun sebagai contoh berikut:
1. Keseimbangan Hukum dalam penghalalan dan pengharaman bukanlah sebagai teologi Yahudi yang berlebihan dalam pengharaman, sehingga banyak hal yang diharamkan bangsa Israel terhadap dirinya, dan apa yang diharamkan oleh akibat kezaliman dan kebandelan mereka. Sebagaimana firman Allah:
فبظلم من الذين ها دوا حرمنا عليهم طيبات احلت لهم وبصدهم عن سبيل الله كثيرا. واخذهم الربوا وقد نهو عنه واكلهم
اموال الناس بالبطل (النساء: 160-161)
Artinya: “Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan Karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil”. (QS. An- Nisa’: 160-161)

2. Syariat Islam merupakan sistem yang adil dalam masalah-masalah usrah (keluarga). Islam mensyariatkan pernikahan poligami dengan syarat mampu untuk menikah dan memberi nafkah serta dapat berbuat adil terhadap para istri. Kalau khawatir tidak bisa adil, maka hendaknya cukup dengan satu istri saja. Sebagaimana firman Allah:
فان خفتم الا تعدلوا فواحدة (النساء: 3)
Artinya: ”Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja”. (QS. An- Nisa’: 3)
3. Islam dalam hal talak, bukanlah sebagaimana kaum yang mengharamkan talak. Islam mensyariatkan talak ketika semua bentuk ilaaj (perbaikan) telah menemui kegagalan, demikian pula tahkiim (perundingan antara kedua belah pihak)
4. Islam dalam tatanan sosial bukanlah sebagaimana kaum liberalis atau kapitalis yang sengaja memanjakan individu dalam masyarakat, dengan banyak memberikan kewajiban yang harus dijalankan dan dimintakan pertanggungjawaban atasnya.
Wasath dalam Al-Quran senantiasa dipergunakan pada kedudukan pada kedudukan yang paling baik diantara 3 kedudukan, yaitu: ifrath, itidal dan tafrith
Keseimbangan hukum Islam nampak terlihat dan tergambar antara lama dan baru, antara Barat dan Timur, tidak goncang dan berubah, tetapi cabang dan ranting senantiasa berkembang. Hukum Islam tiadak beku dan cair, terletak antara keduanya. Hukum Islam terletak antar pikiran-pikiran manusia yang cenderung kepada kebendaan dengan pikiran-pikiran yang cenderung kepada kejiwaan. Hukum Islam tidak bersifat marxistis, tidak terlalu mementingkan individu, sebagimana tidak terlalu mementingkan rohaniyah. Oleh karenanya, kebudayaan dan kesenian dalam Islam tidak boleh menyalahi agama dan norma akhlak karena tabiat syumul dan takamul tidak membolehkan adanya pertentangan-pertentangan antara yang satu dengan yang lain. Takamul adalah keimbangan. Dialah asas hukum Islam dalam menghadapi kehidupan dan problema manusia, sebagaimana hukum Islam terletak di tengah-tengah, di antara kecenderungan maddiyah dengan kecenderungan rohaniyah.
Banyak kita dapati hukum islam yang selalu mengambil jalan tengah, jalan yang imbang tidak memberatkan salah satunya, menyelaraskan antara yang ideal dengan fakta, yang empirik dan mataempirik, jasmani dan rokhani, dan sebagainya. Indikasi-indikasi watak wasatiah dalam hukum islam adalah sebagai berikut :
1. Hukum tidak memihak hukum nashrani dan hukum yahudi tetapi mengambil jalan tengah. Misalnya orang yahudi tidak mau bergaul dengan istrinya waktu haidl, baik berhubungan seks, makan, minum, tidur bahkan mengusirnya. Sebaliknya kaum nashrani memperbolehkan hubungan seks dengan istrinya haidl. Kehadiran islam mengambil jalan tengah yaitu diperbolehkan bergaul dengan istri sesuka hati kecuali berhubungan seks (jima’). Allah berfirman:

وكذلك جعلناكم امة وسطا (البقرة: 143)
Artinya: ”Dan demikianlah kami telah menjadikan kamu umat (Islam) yang wasth”. (QS. Al- Baqarah: 143 )
2. Hukum Islam menempatkan hak dan kewajiban sebagaimana mestinya. Misalnyabagi suami yang berpoligami diharuskan adil membagi nafkahnya. Firman Allah:
فلا تميلوا كل الميل فتذروها كالمعلقة (النساء: 129)
Artinya: ”Janganlah kamu terlalu cenderung (kapada yang kamu cintai) sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung” . (QS. An-Nisa’: 129)

3. Dalam membelanjakan harta tidak boleh berlebih-lebihan dan tidak boleh juga terlalu sedikit. Firman Allah:

           (الفرقان: 67)
Artinya: “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah tengah antara yang demikian” . (QS. Al-Furqon: 67)
                                                 (المائدة: 89)
Artinya: “Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, Maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi Pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, Maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya).” (QS. Al-Maidah: 89)
4. Allah memberikan taklif kepada umat Muhammad seimbang dengan balasan yang diterimanya. Misalnya umat Nabi Musa harus bunuh diri ketika bertaubat, tetapi ketika meminta sesuatu maka Allah langsung memberinya, seperti makan “manna dan salwa”. Sedangkan umat Nabi Muhammad bila bersalah cukup minta ampun tanpa harus bunuh diri karena itu apa yang diminta selalu ditangguhkan. Jadi antara hak dan kewajiban selalu seimbang. Firman Allah:
    (الفاتحة: 5)

Artinya: “Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan Hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan” . (QS. Al-Fatihah: 5)



3. Harakah ( dinamis)
Dari segi harakah, hukum Islam mempunyai kemampuan bergerak dan berkembang, mempunyai daya hidup, dapat membentak diri sesuai dengan perkembangan dan kemajuan. Hukum Islam terpancar dari sumber yang luas dan dalam, yang memberikan kepada kemanusiaan sejumlah hukum yang positif yang dapat di pergunakan untuk segenap masa dan tempat.
Hukum Islam dalam gerakannya menyertai perkembangan manusia, mempunyai kaidah asasiyah, yaitu ijtihad. Ijtihadlah yang akan menjawab segala tantangan masa, dapat memenuhi harapan zaman dengan tetap memilihara kepribadian dan nilai-nilai asasinya. Teori takamul, wasathiyah, dan harakah itulah yang menjiwai sejarah perkembangan hukum Islam dalam menghadapi perkembangan masyarakat.
Maka karenanya dalam menghadapi pergolakan zaman serba modern ini kita harus berusaha dengan menggunakan teori takamul membetulkan paham-paham yang keliru dan harus memautkan cabang dengan asalnya. Hukum Islam tidak memungkiri kenyataan segala sesuatu yang terjadi, baik kenyataan pada diri pribadi seseorang, kehidupan dalam suatu masyarakat, maupun keadaan yang menghayati kehidupan dalam suatu masa dengan tetap memelihara pendirian pokok.
Hukum islam mempunyai kemampuan berkembang dan bergerak, mempunyai daya hidup dan dapat membentuk diri sesuai dengan perkembangan dan kemajuan. Ia memberikan sejumlah hukum positif yang dapat digunakan untuk sekedap masa dan tempat, lagi pula dinamikanya menyertai perkembangan manusia, mempunyai aqidah asasiyah yaitu ruh ijtihad. Dengan ijtihad hukum islam mampu menjawab segala tantangan masa, dapat memenuhi harapan zaman dengan tetap memelihara kepribadian dan nilai-nilai asasi.
Hukum islam yang bersifat qoth’i nilai-nilainya tidak akan berubah serta tidak mengikuti dinamika manusia. Walaupun demikian para ulama’ belum dapat menentukan manakah ayat-ayat yang termasuk qoth’i. sebagian ulama’ menentukan qoth’i tidaknya suatu ayat dilihat dari segi tafshil (rinci)nya. Prinsip qoth’i hukum islam adalah keadilan itu sedang tafshilnya merupakan indikasi-indikasi yang lazim dipakai manusia, bila ternyata tafshilnya tersebut merupakn keadilan dalam suatu keluarga maka hal itu harus diterapkan tetapi jika tidak maka ketentuan laki-laki dan wanita tidak sama.
Hukum islam yang telah diinstitusikan pada dasarnya dapat dibagi 2 macam, yaitu institusi yang permanen dan institusi yang berubah-ubah. Bentuk-bentuk institusi yang permanen adalah sebagai berikut :
1. Rukun islam, yaitu institusi kepercayaan manusia.
2. Ikrar syahadatain, yaitu institusi yang merupakan pernyataan atas kepercayaan manusia.
3. Thaharoh, yaitu institusi pensucian manusia dari segala kotoran, baik dhohir maupun bathin.
4. Shalat, yaitu institusi pembentukan kepribadian anggota masyarakat yang dapat membantu dalam menemukan pola tingkah laku untuk berkreasi atas dasar kesejahteraan umat dan mencegah perbuatan yang fahsya’ wa mungkar.
5. Zakat, yaitu institusi pengembangan perekonomian umat serta untuk menghilangkan setratifikasi status ekonomi masyarakat yang tidak seimbang.
6. Puasa, yaitu institusi untuk mendidik jiwa untukmenahan nafsu dan kecenderungan-kecenderungan fisik dan psikologis.
7. Haji, yaitu institusi pemersatuan dalam komunikasi umat secara keseluruhan.
8. Ihsan, yaitu institusi yang melengkapi dan meningkatkan serta menyempurnakan amal ibadah manusia.
9. Ikhlas, yaitu institusi pendidikan rasa dan budi sehingga tercapai suatu kondisi kenikmatan dalam beribadah dan beramal.
10. Taqwa, yaitu institusi yang menghubungkan antara manusia dengan Allah sebagai suatu media untuk membedakan derajat manusia.
Sedangkan bentuk-bentuk institusi yang berubah-ubah adalah sebagai berikut :
1. Ijtihad, yaitu institusi berfikir sebagai upaya yang sunggh-sungguh dalam merumuskan suatu keputusan masalah.
2. Fiqih, yaitu institusi hukum islam yang diupayakan oleh manusia melalui institusi ijtihad.
3. Akhlak, yaitu institusi nilai-nilai tingkah laku yang dibuat acuan oleh sekelompok masyrakat dalam pergaulan.
4. Ekonomi, yaitu institusi yang mengatur hubungan ekonomi masyarakat dengan mencakup segala aspeknya.
5. Institusi pergaulan social.
6. Institusi politik.
7. Institusi seni.
8. Institusi Negara.
9. Institusi ilmu pengetahuan dan teknologi.
10. Institusi pendidikan.
Hukum islam yang dapat berubah merupakan pengejawatahan dari institusi yang permanen, karena itu dinamika hukum islam sebenarnya dapat dilihat dari dinamika hokum islam yang berubah-ubah ituyang selalu konsisten dengan kebutuhan masa dan keadaan. Sebuah adigium usuliyah :
“hukum itu berikhtisar menurut motifnya, baik adanya maupun tidaknya.”
“perubahan hukum menurut perubahan zaman, tempat dan keadaan.”
Dalam menanggulangi teori, takamul, wasathiyah, harakah, hukum islam menempuh jalan-jalan berikut ini:
a. Sistem istidlal dalam hukum Islam sistem istiqarab yakni mencari sesuatu kulli dan juzi dan mencari illat daripada ma’lul.
b. Di dalam bidang ibadah, hukum Islam menghargai posisi seseorang, apakah dia telah sampai umur, berakal, sehat, sakit, dalam keadaan tidur.
Dalam bidang ahwal syakhsiyah(hukum keluarga) Islam senantiasa menelihara prinsip-prinsip yang menjamin kelangsungan perkawinan, memperhatikan kemuslihatan kedua belah pihak, pihak wali dan pihak suami.
Hukum Islam menjamin kelancaran hubungan yang baik, baik dalam bidang muamalah maddiyah, maupun dalam bidang muamalah adabiyah lantaran hukum Islam selalu menghindarkan segala sesutau yang mengganggu keseimbngan. Dalam bidang jinayah(perbuatan pidana) hukum islam mempertimbangkan benar-benar berat ringannya jarimah dan ‘uqubah, perpautannya dengan sesuatu yang mempengaruhi, serta kondisi pelakunya, di samping melindungi pihak yang di rugikan, pihak yang di bunuh, di curi hartanya, atau dilukai anggotanya.
Demikianlah garis yang di tempuh hukum Islam dalam bidang peradilan, pemerintahan, hubungan Internasional, antar golongan dan lain-lain.
c. Islam senantiasa menghendaki kesempurnaan, keseimbangan dan senantiasa kesempatan untuk lebih berkembang.
Hukum Islam selalu mengumpulkan antara ilmu dengan amal. Ilmu sendiri tidaklah berguna apabila tidak disertai oleh amal.
d. Hukum Islam selalu pula mempertemukan antara syara’ yang manqul dengan hakikat yang ma’qul.
Kita tidak boleh berpegang kepada teks nash saja sebagaimana tidak boleh terlalu bebas mempergunakan akal. Orang yang terlalu bebas mempergunakan akal, berarti berpaling dari agama. Tak ada pertentangan antara ilmu pengetahuan dengan ketetapan-ketetapan agama meskipun berbeda titik tolaknya.
Aqidah, ialah iman kepada Allah sendiri-Nya, syariat, ialah tata aturan yang mengatur hubungan individu dengan masyarakat dan alam ini. Falsafah Islam mengumpulkan antara akidah dengan syariat tanpa hakikat adalah dusta dan ria. Hakikat tanpa syariat, adalah kefasikan tanpa mematuhi undang-undang.
Hukum Islam mempersatukan antara urusan-urusan duniawiyah dengan urusan ukhrawiyah. Dan hakikat itu tidaklah melenyapkan syariat, tidak menguranginya, bahkan menyempurnakannya dan menyingkap hikmat-hikmat yang terkandung dalam syariat itu. Titik tolak ilmu adalah tajribah keinderaan, sedangkan titik tolak agama adalah wahyu. Namun demikian kedua hal ini dapat bertemu dan saling menyempurnakan, karena tidak mungkin Allah memerintahkan sesuatu yang di pandang mustahil oleh akal manusia.
e. Hukum Islam mempersatukan antara ilmu pengetahuan dengan unsur kejiwaan.
Ilmu dengan teori-teorinya dan pembuktian-pembuktian setra penerapan-penerapan, kekuatan rohani dengan ufuqnya yang luas dan kekuatan jiwa yang terpancar berser-seri, merupakan dua buah paru-paru yang menjadikan manusia bernafas sempurna, yaitu paru-paru ilmu dan paru-paru jiwa.
f. Hukum Islam tidaklah menghendaki materialisme yang terlepas bebas sebgimna tidak menghendaki idealisme yang tidak berwujud dalam kenyataan.
Dalam kehidupan masyarakat, individu dan masyarakat secara bersama saling menyempurnaka, keduanya bekerja. Seseorang manusia secar individu wajib berfikir, tetapi secara berkelompok dalm bidang ilmu, wajib bekerja sama. Maka dengan demikian setiap pribadi untuk masyarakat dan setiap masyarakat untuk individu, masing-masing harus memberi dan menerima.
g. Hukum islam tidak membenarkan marxisme dan kapitalisme, karena komunisme mengorbankan kemerdekaan demi keadilan sedang kapitalisme mengorbankan keadilan sosial demi kepentingan individu.
Kedua teori ini adalah teori yang memntingkan kebendaan. Hukum islam selalu membuat pertimbangan dan menempuh jalan tengah antara jama’iyah dan fardiyah.
h. Hukum Islam tidak mengadakan pertentangan antara kepentingan individu dengan kepentingan masyarakat.
Pola pemikiran Islam mencakup waqiah dan misaliyah, mencakup realita dan ideal, selau mempertemukan antara keduanya. Islam tidak memisahkan yang satu dengan yang lain. Dalam menghadapi kenyataan yang tumbuh dalam masyarakat, kaum ideal adalah pembuka jalan maju dan membaharui hal-hal yang telah usang. Dia dapat menerima segala pandangan kemanusiaan yang terus tumbuh.
i. Hukum Islam mempunyai akar yang tetap dan teguh tidak bergoncang, namun cabang dan ranting yang mempunyai tempat berpijak yang teguh, berkembang dan bergerak.
Maka hukum Islam sifatnya yang demikian itu mempunyai sifat yang konstan dan stabil. Dalam pada itu dia mempunyai cabang-cabang yang tetap bergerak, berkembang sesuai dengan perkembangan masa, lingkungan dan keadaan.
j. Hukum Islam tidak menceraikan antara agama dengan kehidupan.
k. Hukum Islam tidak meletakkan individu di bawah tekanam masyarkat, tidak memjadikan individu budak masyarakat. Hukum Islam memberikan kepada individu harga diri, kebebasan berfikir dan bergerak.
Segala yang baru yang nampak tumbuh dalam masyarakat, sebenarnya tumbuh dari suatu yang telah ada. Nilai-nilai kamnusiaan terus berkembang dan selalu sesuai dengan perkembangan kehidupan. Nilai kemanusiian yang tetap hanya berwujud setelah berlalunya suatu masa, sesudah dia cukup matang dan sesudah mengalami bermacam-macam pengalaman. Sesuatu yang baru tidaklah terdiri atas ruang yang kosong, tetapi berdiri atas landasan-landasan yang telah ada dan kita tidak dapat hidup dengan hanya berpegang kepada yang telah usang saja. Perkembangan-perkembangan baru adalah hasil daripada yang telah usang itu. Kita pergunakan yang baru itu u8ntuk bergerak, karenanya tak ada yang baru tanpa ada yang lama.
l. Hukum Islam senantiasa mengaitkan manusia dengan Allah dan mempertautkan manusia sesama manusia serta mengeratkan keduanya.
Dia tidak berhenti pada bidang kerohanian saja, karena hukum-hukum Islam tidak memisahkan antar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat. Hukum Islam mengadakan hubungan yang erat antar agama dan negara dan sebaliknya. Dalm hal ini hukum Islam berbeda dari pola pemikiran Barat yang memisahkan antara masalah-masalah kehidupan dan masing-masing dipimpin oleh lembaga-lembaga tertentu.
m. Hukum islam mengadakan perikatan antara politik dengan akhlak. Akhlak adalah baru meter terhadap siyasah ‘adilah dengan siyasah dholimah.
n. Hukumislam memberikan kepada manusia harapan memperoleh sukses dalam kehidupan alam dunia dan alam akhirat.
o. Hukum Islam mempertemukan antar dua arah yang bertentangan, yaitu kutub materialismr dengan kutub idealisme.

Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
p. Keistimawaan pola pemikiran Islam nampak dalam berujudnya tawazun (perimbangan) antara akal dengan ruh. Berujud harmoni antara ruh dengan maddah dan berwujudnya dinamika dalam perkembangan.
q. Orang-orang Yunani mendewakan akal, sedang orang-orang Barat mengutamakan materi ats tanggungjawab ruh dan akal. Pola pemikiran Islam mengambil kedua sayap itu, yaitu sayap ruh dan satap akal. Tegasnya hukum Islam tidak berdiri atas
r. Hukum Islam atau pola pemikiran Islam dapat membentuk dirinya sesuai dengan kenyataan yang terjadi dalam masyarakat, karena pola pemikiran Islam bukan bersendi akal semata, tidak pula bersendi teori kejiwaan semata, tetapi dia berdiri atas dasar perimbangan sesuai dengan mafhum fitrah.
Pola pemikiran barat selalu menghargai akal dan mengabdikan segala yang selain dari akal, nilai-nilai budi dan kejiwaan. Dia mengingkari alam yang diluar natur ini dan segala alam yang tak dapat dilihat dan tak dapat dicapai dengan indera.

C.Analisis
Dengan demikian Tawabi’ul Ahkam (takamul, wasathiyah, dan harakah) sesuatu komponen dimana ketiganya sebagai suatu hal yang subtansial dari nilai-nilai watak hukum Islam, takamul (sempurna,bulat dan tuntas), wasathiyah (imbang,harmonis), harakah, dinamis (bergerak dan berkembang sesuai dengan perkembangan zaman). Ajaran hukum Islam dapat berjalan sesuai yang diharapkan dengan berdasarkan pada al-Qur’an, as-Sunnah, Ijtihad dan kaidah-kaidah yang telah ditetapkan dan yang disepakati. Dengan itu ajarannya bisa berlaku sepanjang masa dan tempat.

D. Kesimpulan
Watak-watak hukum islam lebih dikenal dengan “tawabi’ul ahkam” yang berarti karakteristik-karakteristik yang khusus dimiliki hukum islam, dan karakteristik tersebut selamanya tidak mengalami perubahan. Karakteristik tersebut adalah Takamul, Wasathiyah, Harakah. Adapun yang dimaksud dengan Takamul adalah “lengkap, sempurna dan bulat, berkumpul padanya aneka pandangan hidup. wasathiyah adalah keimbangan, dialah asas hukum islam dalam menghadapi kehidupan dan peroblema manusia, sebagaimana hukum islam terletak ditengah-tengah, diantara kecenderungan maddiyah dengan kecenderungan rohaniyah.
Wasath dalam al-qur’an senantiasa dipergunakan pada kedudukan yang paling baik diantara tiga kedudukan, yaitu : ifrath, i’tidal, dan tafrith. Indikasi-indikasi watak wasathiyah dalam hukum islam adalah:
1. Hukum tidak memihak hukum nashrani dan hokum yahudi tetapi mengambil jalan tengah.
2. Hukum islam menetapkan hak dan kewajiban sebagaimana mestinya.
3. Dalam membelanjakan harta tidak boleh berlebihan dan tidak boleh terlalu sedikit.
4. Allah memberikan taklif kepada umat Muhammad seimbang dengan balasan yang diterimanya
Dari segi harakah, hukum Islam mempunyai kemampuan bergerak dan berkembang,mempunyai daya hidup, dapat membentak diri sesuai dengan perkembangan dan kemajuan. Hukum Islam dalam gerakannya menyertai perkembangan manusia, mempunyai kaidah asasiyah, yaitu ijtihad. Hukum islam yang telah diinstitusikan pada dasarnya dapat dibagi 2 macam, yaitu institusi yang permanen dan institusi yang berubah-ubah.Dalam menanggulangi teori, takamul, wasathiyah, harakah, hukum islam menempuh jalan-jalan berikut ini:
a) Sistem istidlal dalam hukum Islam sistem istiqarab yakni mencari sesuatu kulli dan juzi dan mencari illat daripada ma’kul.
b) Di dalam bidang ibadah, hukum Islam menghargai posisi seseorang, apakah dia telah sampai umur, berakal, sehat, sakit, dalam keadaan tidur.
Teori takamul, wasathiyah, dan harokah itulah yang menjiwai sejarah perkembangan hukum islam dalam menghadapi perkembangan masyarakat.

Daftar Pustaka

Ahmad, Ali Al-Jurjawi, Hikatut Tasyri’ Wa Falsafatuhu, Bairut: Darul Fikr
Al-Qur’a dan terjemahannya, Yayasan PenyelenggarPenerjemahan/penafsir Al-Qur’an, Depag. Republik Indonesia, Surabaya: Al-Hidayah, 2002.
Ash Shiddieqy, Fuad Hasbi. Falsafah Hukum Islam, Semarang: PT. Pustaka rizki putra.
Djamil, Fathurrahman. Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Logos wacana ilmu, februari 1997.
Tamrin, Dahlan. Filsafat Hukum Islam, UIN MALANG PRESS, Februari 2007.
Usman, Muchlis. Hikmatus Syar’I, Malang: Unit penerbitan dan percetakan LBB YAN’S. Oktober1993.

1 komentar: