Kita  menjalankan shaum secara penuh di bulan suci Ramadhan selama satu  bulan, dan melaksanakannya bukan karena motivasi lain kecuali  semata-mata karena iman dan ingin memperoleh ridha Allah swt., maka  insya Allah, Allah swt akan mengampuni segala dosa-dosa yang telah  dikerjakan pada masa lalu. Rasulullah saw bersabda,”Barangsiapa  menjalankan shaum di bulan Ramadhan dan menjalankannya semata-mata  karena beriman dan ingin memperoleh imbalan pahala dari Allah swt, maka  Allah mengampuni semua dosa-dosa yang telah dilakukannya”. (HR. Imam Al  Bukhari dan Muslim, Ahmad ibn Hanbal, Ibnu Majah dari Abu Hurairah ra.).  Untuk semua itu, semoga Allah swt menerima amal ibadah shaum kita  semua, mengembalikan kita semua ke fithrah asli kejadian kita, dan Dia  menjadikan kita semua sebagai orang yang berbahagia baik di dunia maupun  di akhirat kelak. Untuk menyempurnakan kebahagiaan ini sudah selayaknya  diantara sesama manusia untuk saling memaafkan satu sama lain, baik  lahir maupun bathin atas segala kekhilapan dan kesalahan serta  kekeliruan yang disengaja maupun tidak disengaja. Shaum merupakan proses  penggemblengan diri menuju pribadi yang berjiwa, berpikiran dan  bertindak secara Islami yang tidak memisahkan antara agama dengan  kehidupan. Orang yang sedang melaksanakan shaum tingkat keikhlasan  menjalankan shaumnya sangat tinggi karena kecil kemungkinan seseorang  berlapar-lapar shaum hanya ingin dipuji oleh manusia bukan untuk  mendekatkan diri kepada Allah swt. Untuk itu, shaum adalah penghapus  kesalahan, seperti dalam hadits sahih Rasulullah saw. bersabda,”Dari  shalat ke shalat, dari Jumat ke Jumat lagi, dari umrah ke umrah yang  lain, dari satu Ramadhan ke Ramadhan yang lain adalah kafarat (dapat  menghapuskan dosa-dosa) selama bukan termasuk dosa besar.” (HR. Muslim).Ramadhan adalah Bulan Tarbiyah
Ramadhan adalah bulan tarbiyah, pendidikan, atau latihan bagi jiwa  dalam menghadapi berbagai permasalahan sehingga siap melaksanakan  berbagai kegiatan. Pada bulan ini biasanya manusia melipat gandakan amal  dan ibadatnya. Tarbiyah selama sebulan penuh seharusnya diikuti pada  bulan-bulan berikutnya dengan berbagai amal saleh. Ramadhan menjadi  training centre untuk berlatih memperbaiki diri agar menjadi insan yang  bertakwa. Untuk itu diperlukan persiapan dan latihan selama bulan  Ramadhan. Rasulullah saw. memberikan pembelajaran kepada kita agar  diberikan kekuatan dan kemampuan agar dapat melakukan berbagai amal  saleh. Ramadhan mendidik manusia menjadi Rabbani, bukan hanya menjadi  Ramadhani, yaitu manusia yang senantiasa mendekatkan diri kepada Allah  swt. selama hidupnya tidak hanya pada bulan Ramadhan saja. Ramadhan  memerlukan kesiapan diri untuk berjuang dan bertarung melawan hawa nafsu  dan syetan serta menyiapkan diri mendapatkan keridhaan Allah swt.
Sejatinya setelah kita menjalankan shaum sebulan penuh di bulan  Ramadhan akan mendapatkan hari kemenangan setelah bertarung melawan hawa  nafsu. Shiyam atau shaum yang kita laksanakan selama bulan Ramadhan ini  pada hakekatnya bukan hanya sekedar menahan lapar, dahaga dan dorongan  pemenuhan kebutuhan seksual di siang hari semata-mata. Perjuangan yang  paling berat adalah berperang melawan dorongan hawa nafsu yang selalu  cenderung untuk menyuruh kepada hal-hal yang buruk atau jahat. Firman  Allah swt. dalam QS Yusuf ayat 53,”Dan Aku tidak membebaskan diriku  (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada  kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya  Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Dorongan hawa nafsu yang muqoddimahnya adalah tuntutan pemenuhan  kebutuhan perut dan syahwat apabila diikuti tanpa kendali akan  menjerumuskan manusia ke dalam perilaku yang nista. Diantara contohnya  adalah perilaku serakah, mengambil sesuatu yang bukan menjadi haknya,  atau perbuatan-perbuatan lain yang dilarang oleh syari’at Islam dan/atau  bertentangan dengan norma-norma serta aturan-aturan perundangan yang  berlaku. Bila kita perhatikan secara seksama, perbuatan-perbuatan  seperti itu pada hakekatnya adalah mengikuti dorongan-dorongan nafsu dan  bujukan syetan yang harus diperangi, bukan hanya di bulan suci Ramadhan  tetapi harus diperangi setiap saat dalam kehidupan kita. Upaya untuk  melatih diri dalam melawan dorongan hawa nafsu ini dilakukan dengan  menjalankan shaum selama bulan Ramadhan. Pada bulan Ramadhan umat Islam  dilatih untuk mengendalikan diri atau menahan diri dari memenuhi  kebutuhan hawa nafsu meskipun hal semacam itu pada waktu-waktu lain  halal dilakukan. Contohnya adalah makan, minum, dan bergaul intim suami  isteri yang sah menurut syariat Islam pada waktu siang hari.  Pengendalian diri ini untuk membebaskan diri dari penghambaan kepada  hawa nafsu. Itulah yang disebut dengan jihadunnafs atau jihad melawan  hawa nafsu, seperti firman Allah dalam QS. Al Ankabuut ayat 69,”Dan  barangsiapa berjihad untuk mencari keridhaan Kami, sungguh akan Kami  tunjukan kepadanya jalan-jalan Kami dan sesungguhnya Allah benar-benar  beserta orang-orang yang berbuat kebaikan.” Shaum merupakan fondasi  dasar dalam pembentukan semangat atau mental izzatun nafs (berjiwa  besar) yang diperlukan untuk tetap berdirinya dengan tegak Islam di muka  bumi ini. Kaum muslimin seharusnya mampu menjawab tantangan jaman yang  sedang berkembang pesat ini yang cenderung lebih memperturutkan hawa  nafsu materialistis dan kurang memperhatikan nilai-nilai spiritual untuk  mendekatkan diri kepada Allah swt.
Alhamdulillah shaum Ramadhan yang pada hakekatnya merupakan latihan  dan/atau ikhtiar men-charge kembali (charging) kemampuan melawan hawa  nafsu ini sedang/sudah kita laksanakan sebulan penuh. Kita bersyukur  karena akan dan telah memenangkan peperangan melawan hawa nafsu ini  sehingga kita nantinya dapat kembali kepada fitrah asli yaitu cenderung  selalu taat kepada aturan dan hukum-hukum Allah swt. Dengan kemenangan  ini diharapkan ketakwaan kita meningkat, sehingga dalam menjalani  kehidupan pada hari-hari selanjutnya kita akan mampu menahan dorongan  nafsu dan bujuk rayu syetan yang mengarah pada perbuatan-perbuatan yang  tidak dibenarkan baik oleh syari’at Islam maupun oleh hukum-hukum  positif.
Ibadah shaum pada hakekatnya merupakan suatu proses pendidikan, yakni  upaya yang secara sengaja dilakukan untuk mengubah perilaku setiap  Muslim, sehingga menjadi orang yang meningkat ketakwaannya. Shaum telah  mendidik setiap muslim untuk mengubah perilakunya ke arah yang lebih  baik sehingga menjadi manusia yang bertakwa. Melalui ibadah shaum kita  sebagai manusia yang memiliki nafsu dan cenderung ingin selalu mengikuti  hawa nafsu dilatih untuk berubah menjadi manusia yang selalu  berperilaku sesuai dengan fithrah aslinya. Fithrah asli manusia adalah  cenderung taat dan mengikuti perintah dan aturan Allah swt. Melalui  proses pendidikan yang terkandung dalam ibadah shaum diharapkan setiap  muslim menjadi manusia yang kehadirannya di manapun dalam masyarakat  yang bersifat plural ini dapat memberi manfaat kepada sesama.
Ketakwaan sebagai tujuan akhir dari menjalankan ibadah shaum  mengandung implikasi pada proses pendidikan yaitu menyucikan diri,  mengendalikan sikap dan perilaku untuk senantiasa beribadah sehingga  membentuk kepribadian muslim. Pribadi muslim yang memiliki fikiran yang  bersih dan suci untuk senantiasa mengkaji semua ciptaan Allah swt.  sehingga kita mensyukuri nikmat dari Allah swt. yang telah diberikan  kepada kita. Dengan fikiran yang bersih dan suci ini dapat mengembangkan  kecerdasan kita, cerdas dalam berpikir, bersikap, dan berprilaku  sehingga apa yang dilakukannya senantiasa memilki nilai positif dan  tidak merugikan atau mengganggu hak-hak orang lain.
Shaum pun memberikan pendidikan agar terbentuknya akhlakul karimah  seperti keikhlasan dalam menjalankan semua peribadatan shaum, kejujuran  untuk tidak melanggar aturan atau hukum shaum yang telah ditentukan  meskipun tidak ada orang yang memperhatikannya, kepedulian kepada orang  lain terutama kaum dhuafa atau fakir miskin. Dengan berakhlakul karimah  ini akan dapat mengembangkan potensi pengetahuan, sikap, dam  keterampilan yang ada pada dirinya sehingga menjadi muslim yang  bermanfaat bagi dirinya, keluarga dan masyarakat. Potensi pengetahuan,  sikap, dan keterampilan yang dimiliki sebagai hasil dari shaum ini  diantara untuk meningkatnya produktifitas hidup. Shaum bulan Ramadhan  memberikan pendidikan agar senantiasa menjaga produktiftas hidup  sehingga terus berkembang tidak menurun atau melemah karena alasan lapar  atau dahaga.  Dalam sejarah banyak peristiwa yang menunjukkan justeru  pada bulan Ramadhan itu dengan diraihnya prestasi yang gemilang.  Misalnya penaklukan Kota Mekah pada tahun ke 8 Hijriah, Perang Tabuk  pada tahun ke 9 Hijriah, Penaklukan Andalusia pada taun ke 92 Hijriah,  dan yang fenomenal adalah Perang Badar.
Pada tanggal 17 Ramadhan tahun ke 2 Hijriah Rasulullah saw. bersama  para sahabat berhasil memenangkan perjuangan dalam upaya menegakkan  Islam di muka bumi ini, yaitu berhasil memenangkan Perang Badar yang  sangat berat. Padahal pada saat perang itu Rasulullah saw. hanya bersama  313 orang sahabat dari kaum Muhajirin dan Anshar. Jumlah pasukan yang  sedikit dan dengan perlengkapan perang yang minim ini harus berhadapan  dengan pasukan bangsa Quraisy yang berjumlah tiga kali lipat sekitar  1000 orang dan dengan peralatan perang yang lengkap. Perbedaan jumlah  pasukan dan perlengkapan perang ini ternyata tidak menjadikan halangan  bagi Rasulullah saw. dan para sahabat untuk memenangkan perang itu  dengan sukses. Kemenangan ini terjadi diantaranya karena perjuangan itu  dilakukan penuh dengan semangat dan jiwa jihad serta tidak menurunkan  produktivitasnya sebagai prajurit yang saat itu sedang shaum Ramadhan.  Rasulullah saw. berhasil menanamkan ruh jihad pada para sahabat pada  bulan Ramadhan yang penuh berkah. Kemenangan ini menjadi semangat dakwah  bagi kaum muslimin untuk selalu berani, taat, dan bersungguh-sungguh  dalam kebaikan dan kebenaran. Pasca perang Badar ini pun Rasulullah saw  tetap memperhatikan pendidikan dengan membebaskan tawanan perang Badar  tersebut, namun sebelumnya mereka harus mengajarkan baca tulis kepada  penduduk Madinah. Perang Badar di dalam Al Quran disebut dengan yaumal  furqon (hari pemisah haq dan bathil) yaitu dengan bertemunya dua pasukan  di medan perang sebagaimana tercantum dalam QS. Al Anfaal ayat 41,”…  Jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada  hamba Kami (Muhammad) di hari Furqon, yaitu di hari bertemunya dua  pasukan. Dan Allah berkuasa atas segala sesuatu.” Berdasarkan ayat ini  pula para ulama sepakat bahwa Al Quran diturunkan pada tanggal 17  Ramadhan. Dari perjuangan dan kemenangan dalam berbagai peperangan  termasuk perang Badar ini memberikan pendidikan bahwa shaum tidak  menurunkan semangat berjuang atau produktifitas kerja. Malahan sebalikya  mampu menjadikan dorongan untuk selalu berjuang atau berjihad  memberikan hasil yang terbaik dengan landasan semangat keislaman.
Aktivitas Rasulullah saw. dan para sahabat pada bulan Ramadhan tetap  semangat berdakwah ke berbagai tempat menyampaikan risalah Islam,  mengajak kepada yang ma’ruf dan mencegah pada yang munkar. Ma’ruf adalah  perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah swt. Sedangkan munkar  adalah perbuatan yang menjauhkan kita dari Allah swt. Ramadahan adalah  bulan untuk lebih mengakrabkan diri dengan Al Quran dengan membaca,  mengkaji dan memahami serta mengamalkan isi kandungan yang ada di  dalamnya. Untuk itu Sebagai orang yang berkecimpung dalam bidang  pendidikan sudah sepatutnya kita renungkan QS. Ali Imran ayat  110,”Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan bagi manusia, kalian  menyuruh kemakrufan dan mencegah kemunkaran, serta beriman kepada Allah  swt.” Di dalam QS Ali Imran ayat 4,”Dan hendaklah ada diantara kamu  segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang  ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang  beruntung.” Ayat ini mengandung arti bahwa hendaknya ada sebagian umat  manusia mengajak kepada kebaikan, memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah  yang munkar sesuai dengan kemauannya.
Islam mengajarkan kepada kita bukan hanya ajaran-ajaran yang khusus  diperuntukan bagi umat Islam saja, tetapi juga mengajarkan berbagai  ajaran tentang nilai-nilai yang bersifat universal. Diantara  ajaran-ajaran Islam yang mempuyai nilai universal adalah ajaran yang  menekankan pentingnya setiap muslim agar dia memberi manfaat kepada  orang lain. Dalam ajaran Islam, salah satu indikator keunggulan kualitas  seseorang adalah seberapa besar dia mampu memberi manfaat kepada orang  lain. Artinya semakin besar seorang mampu memberi manfaat kepada orang  lain, maka makin baik atau makin unggul pula kualitas keberagamaannya.  Rasulullah saw. bersabda,”Sebaik-baik manusia (muslim) adalah yang  paling (banyak) memberi manfaat kepada manusia”. Di dalam Al Quran surat  An Nahl ayat 97, Allah swt berfirman,”Barangsiapa berbuat kebaikan dari  laki-laki ataupun perempuan dan dia mukmin niscaya Kami akan  menghidupkannya dengan kehidupan yang baik dan Kami memberi balasan  kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka  kerjakan.”
Shaum dan Kesehatan
Berdasarkan berbagai penelitian ilmiah terhadap organ tubuh manusia  ditemukan bahwa puasa adalah aktivitas yang harus dilakukan oleh tubuh  manusia sehingga ia bisa terus melakukan aktivitasnya lainnya dengan  baik. Puasa benar-benar sangat penting dan dibutuhkan bagi kesehatan  tubuh manusia sebagaimana manusia membutuhkan makan, minum, atau  bernafas. Jika manusia tidak bisa makan, minum, atau bernafas selama  jangka waktu tertentu maka ia akan sakit, maka tubuh manusia pun akan  mengalami gangguan jika ia tidak berpuasa. Pentingnya puasa yang  rata-rata selama 14 jam dalam sehari bagi tubuh karena bisa membantu  badan dalam membuang sel-sel yang sudah lemah dan rusak, hormon atau pun  zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh. Sel-sel atau hormon yang rusak dan  dibuang itu lalu digantikan dengan membangun kembali sel-sel baru. Rasa  lapar dari orang yang berpuasa bisa menggerakkan organ-organ di dalam  tubuh untuk mengganti dan memperbaharui sel-sel yang lemah atau rusak  itu dengan sel-sel yang baru yang bisa beraktivitas dan berfungsi  kembali. puasa pun bermanfaat mengendalikan badan dari kelebihan  karbohidrat, kelebihan lemak, kelebihan gula dalam darah dan zat-zat  berbahaya lainnya. Keadaan ini menunjukkan bahwa sebenarnya puasa tidak  menyebabkan orang menjadi lemah dan lesu. Namun puasa yang bermanfaat  untuk kesehatan badan itu syaratnya dilakukan selama satu bulan  berturut-turut dalam setahun yaitu pada bulan Ramadhan. Dalam sebuah  hadits yang diriwayatkan oleh Imam Nasa’i dari sahabat Abu Umamah,”Wahai  Rasulullah, perintahkanlah kepadaku satu amalan yang Allah akan  memberikan manfaat-Nya kepadaku dengan sebab amalan itu”. Maka  Rasulullah saw. bersabda, “Berpuasalah, sebab tidak ada satu amalan pun  yang setara dengan puasa”.
Puasa bukan hanya aktivitas biologis atau badan semata namun juga  pengalaman ruhani yang sangat luar biasa. Puasa bermanfaat membersihkan  badan dan menjernihan fikiran dengan ide-ide baru dan menghilangkan  fikiran-fikiran yang buruk, dan menjadikan jiwa yang bersih, suci dan  tenang. Puasa dapat menghilangkan emosi negatif seperti iri, dengki,  bohong, ghibah, dan emosi negatif lainnya. Emosi negatif ini akan hilang  dengan sendirinya ketika berpuasa sehingga badan menjadi nyaman dan  mengesankan.
Shaum, Ilmu Pengetahuan atau Sains dan Teknologi
Agar setiap muslim dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada umat  manusia dan dia juga dapat berbuat kebaikan, maka setiap muslim harus  mempunyai bekal. Bekal itu seharusnya diberikan melalui pendidikan,  karena diantara misi utama pendidikan nasional kita adalah meningkatkan  kemampuan. Pada taraf yang lebih tinggi kemampuan itu terkait dengan  penguasaan ilmu pengetahuan atau sains dan teknologi yang juga menjadi  salah satu misi utama pendidikan kita. Atas dasar itu dalam perspektif  ajaran Islam pendidikan terjadi dengan upaya menjadikan manusia,  khususnya muslim, bukan hanya mampu mandiri atau tidak menjadi beban  bagi orang lain bahkan dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi  umat manusia. Bukankah dengan kemampuan dalam penguasaan sains dan  teknologi seorang muslim berpeluang lebih besar untuk dapat memberi  manfaat kepada orang lain? Dengan kemampuan dan/atau penguasaan sains  dan teknologi yang dipilih melalui pendidikan selain bermanfaat bagi  dirinya sendiri sehingga dia menjadi individu yang mandiri juga dapat  memberi manfaat kepada orang lain. Pendidikan pada dasarnya bukan hak  saja melainkan merupakan kebutuhan asasi manusia, karena pendidikan  itulah yang menjadi jalan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Ilmu ini  yang akan menuntun manusia dalam menjalani kehidupannya agar tidak  tersesat ke dalam kehidupan yang melanggar hukum-hukum Allah swt. Untuk  itulah dalam Islam menuntut ilmu itu diwajibkan sejak manusia dalam  buaian ibu hingga meninggal dunia. Menuntut ilmu itu akan mendekatkan  diri kepada Allah swt. Ilmu itu untuk menemukan kebenaran yang hakiki  dan pemilik ilmu itu menempati tempat yang tinggi dan mulia.
Perkembangan ilmu, sain dan teknologi di dunia saat ini berkembang  sangat pesat. Namun perkembangan sains dan teknologi ini cenderung hanya  tertuju pada kemajuan materi saja dengan mengikuti hawa nafsunya tanpa  memperhatikan nilai-nilai spiritual. Jika ilmu salah dipahami dan  diamalkan maka akan mengaburkan batasan antara yang haq dan bathil.  Dengan kemampuan akalnya manusia mudah memutar balikan segalanya  sehingga tidak jelasnya garis pemisah antara yang haq dan yang bathil,  yang haram dan yang halal. Hal ini terjadi bukan karena manusia itu  tidak punya akal, malahan sebaliknya mereka mempunyai intelegensi yang  tinggi. Namun mereka tidak menggunakan akalnya di jalan yang diridhai  oleh Allah swt.
Hadits Rasulullah saw. yang diriwayatkan dari Ath Thabrani  mengatakan,”Perumpamaan orang yang belajar ilmu, kemudian tidak  menyeberluaskan dan tidak mengajarkannnya bagaikan orang yang menyimpan  perbendaharaan harta yang luar biasa, tetapi tidak diinfakan.” Hadits  Rasulullah saw. lain masih riwayat Ath Thabrani adalah,”Perumpamaan  orang yang mengajar kebaikan kepada orang lain, dan melupakan dirinya  bagaikan lampu bersumbu yang memberikan penerangan orang banyak, tetapi  membakar dirinya sendiri.” Di dalam perumpamaan dari Rasulullah saw.  tersebut terdapat ancaman keras bagi orang-orang yang berilmu, namun  tidak mengamalkan ilmunya. Abu Daud berkata,”Celaka sekali orang yang  tidak berilmu dan celaka seribu kali orang yang berilmu, tetapi tidak  mengamalkan.” Sedangkan At Tusturi berkata,”Manusia seluruhnya celaka  kecuali ulama. Ulamanya tetap celaka, kecuali ulama yang mengamalkan  ilmunya.” Selanjutnya dia berkata,”Dunia itu kebodohan dan kebathilan  belaka, kecuali ilmu. Ilmu menjadi bumerang baginya kecuali ilmu yang  diamalkan. Amal itu sirna/sia-sia kecuali dengan ikhlas. Dan ikhlas pun  dalam bahaya hingga seseorang menemui kesudahan yang baik dengannya  (dengan ikhlas).” Sedangkan, perumpamaan manusia dalam menerima ilmu  seperti yang diungkapkan dalam sabda Rasulullah saw., bahwa sesungguhnya  perumpamaan sekolah berupa ilmu dan hidayah yang Allah swt. mengutus  aku untuk mengemban ini bagaikan hujan yang jatuh dari bumi/tanah.  Adakalanya tanah itu subur dan bisa menerima air. Bisa tumbuh dari air  tanah itu rumput dan tanaman yang banyak. Adakalanya berupa tanah kering  yang dapat menahan air. Air yang tertahan itu kemudian diberikan  manfaat oleh Allah swt. yang menjadi mata air. Dari sumber air itu,  mereka minum, mengairi, dan menanam. Adakalanya hujan menimpa tanah  gersang padang pasir yang tidak bisa menahan air, tidak pula bisa  menumbuhkan rerumputan. Itu adalah perumpamaan orang paham akan agama  Allah swt. dan mengambil manfaat dari sesuatu. Allah swt. mengutus aku  untuk pengembangannya. Dia lalu berilmu dan mengamalkan juga orang yang  enggan menyebut risalah sama sekali.
Sains yang dalam kosakata Bahasa Arab dikenal dengan kata ilmu atau  al ‘ilm merupakan sesuatu yang sangat didorong untuk dikuasai oleh umat  Islam. Demikian juga penguasaan terhadap teknologi yang juga tercakup  dalam pengertian tersebut, karena sesungguhnya teknologi itu sendiri  adalah aplikasi dari ilmu dan pengembangannya pun didasarkan atas teori  dan konsep-konsep sains. Dalam pemahaman kita semua, salah satu ciri  yang menonjol yang membedakan antara ajaran agama Islam dan agama-agama  lain adalah kepedulian agama Islam terhadap ilmu. Al Quran dan As sunnah  sangat mendorong umat Islam untuk mencari ilmu. Kata-kata ‘ilm dan  tashrif-nya atau perubahan kata yang diturunan dari kata dasar ‘ilm,  baik yang berbentuk kata benda (kalimat isim) maupun kata kerja (kalimat  fi’il) tersebut dalam Al Quran sebanyak 780 kali. Sebagai contoh dapat  dikutipkan disini, misalnya dalam surat Al‘alaq ayat 4 dan 5, yang  merupakan wahyu pertama yang diturunkan oleh Allah swt. kepada Nabi  Muhammad saw., terdapat tashrif dari kata ‘ilm, yaitu dalam ayat,”Dia  yang mengajarkan manusia dengan pena. Ia mengajarkan manusia apa yang  tidak diketahuinya.”
Dalam pendidikan Islam, sains dan teknologi itu sudah terdapat dalam  Al Quran tinggal digali, dikaji, dan diterapkan. Bahkan banyak surat  dalam Al Quran berisikan ajakan untuk menguasai ilmu pengetahuan seperti  QS. Az Zumar, QS. Al Muzadalah, dan sebagainya. Lembaga pendidikan  Islam bukan hanya tempat pengembangan sumber daya manusia bidang  keagamaan saja tetapi juga harus menjadi tempat pengembangan sains dan  teknologi sehingga memiliki daya saing tinggi. Untuk itu peserta didik  dan gurunya memerlukan kecerdasan dalam agama, sains dan teknologi.
Dalam surat Az Zumar  ayat 9 Allah swt. bahkan memberi dorongan  kepada umat Islam untuk berilmu dan memiliki kemampuan nalar yang  tinggi. Ini dinyatakan dalam Al Quran dengan ungkapan kalimat  tanya,”Katakanlah, adakah sama orang-orang yang mengetahui (berilmu)  dengan orang-orang yang tidak mengetahui (tidak berilmu). Sesungguhnya  yang dapat menerima pelajaran hanyalah orang-orang yang berakal.”  Demikian pula dalam surat Al Mujadalah ayat 11 dijelaskan,”Allah swt.  mengangkat derajat orang-orang yang beriman diantara kamu sekalian dan  orang-orang yang berilmu. Dan Allah swt. Maha Mengetahui apa yang kamu  kerjakan.” Dalam surat Al Ankabut ayat 43 Allah swt. menggambarkan bahwa  perumpamaan-perumpamaan yang dibuat oleh Allah swt. hanya bisa dipahami  oleh orang-orang yang berlmu,”Dan perumpamaan-perumpamaan itu kami  jadikan untuk manusia dan tidak yang memahaminya melainkan orang-orang  yang berilmu.”
Pada surat Al Fathir ayat 28 Allah swt. menjelaskan bahwa hanya orang  yang berilmulah yang takut kepada Allah swt.,”Dan demikian (juga)  diantara manusia binatang melata dan binatang ternak, beraneka ragam.  Hanya sesungguhnya yang takut kepada Allah swt. diantara hamba-hamba-Nya  adalah orang-orang yang berilmu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi  Maha Pengampun.” Pada surat Al Baqarah ayat 269, Allah swt. menerangkan  tentang orang yang dianugerahi kebijakan,”Allah swt. memberikan hikmah  (kemampuan memahami dan mendalami kebenaran ajaran Allah swt.) kepada  siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang diberi hikmah, maka  sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat  mengambil pelajaran melainkan orang-orang yang berakal.”
Di dalam Al Quran itu sendiri bahkan terdapat 750 ayat yang berkaitan  dengan fenomena atau gejala-gejala alam yang menuntut untuk disingkap  dan dipikirkan. Ini dapat dipandang sebagai tantangan kepada umat Islam  untuk mengembangkan sains dan teknologi. Tantangan-tantangan itu juga  dinyatakan oleh Allah swt. dalam surat Ar Rahman ayat 33,”Hai  jin dan  manusia, jika kamu sanggup menembus penjuru langit dan bumi maka  lintasilah. Kalian tidak akan mampu melakukannya kecuali dengan kekuatan  (ilmu).”
Selain ayat-ayat Al Quran sebagaimana dicontohkan di atas, terdapat  pula sejumlah hadits yang sangat menekankan pentingnya setiap muslim,  baik laki-laki maupun perempuan untuk menggali ilmu yang dalam  perspektif dewasa ini substansinya adalah sains dan teknolgi. Kita  tentunya mengetahui tentang hadits-hadits tersebut dan diantara sekian  banyak hadits itu contoh-contohnya adalah,”Mencari ilmu itu adalah suatu  kewajiban bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan.”  Demikian pula dalam hadits lain Rasulullah saw. bersabda,”Barangsiapa  menyusuri jalan dalam usahanya agar dia menguasai ilmu maka Allah swt.  akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” Ada pula perintah yang  diberikan oleh Rasulullah saw. kepada umat Islam melalui para sahabat  untuk mencari ilmu meskipun mereka harus pergi ke negeri Cina, yang pada  masa itu dianggap sangat jauh dan untuk melakukannya hampir dapat  dikatakan sebagai suatu misi yang tidak mungkin. Ini hanya untuk  menunjukkan betapa pentingnya mencai ilmu bagi setiap Muslim betapapun  sulit untuk mendapatkannya. Pertanyaan yang muncul sehubungan dengan  pencarian ilmu ini adalah tentang jenis ilmu itu sendiri, yaitu jenis  ilmu apa yang sepatutnya dicari oleh umat Islam.
Imam Al Ghazali, sebagai salah seorang pemikir Islam yang membuat  taksonomi ilmu pengetahuan, di dalam kitabnya yang sangat terkenal Ihyaa  ‘Ulumuddien membuat kategori besar ilmu berdasarkan kadar kewajiban  untuk menuntutnya menjadi dua macam yaitu fardhu ‘ain dan fardhu  kifayah. Fardhu ‘ain atau kewajiban individual adalah ilmu-ilmu yang  wajib dipelajari oleh setiap orang Islam. Misalnya mempelajari ilmu-ilmu  yang berkaitan dengan pelaksanaan kewajiban syariat Islam yang setiap  orang wajib melaksanakannya, seperti mempelajari konsep atau hukum  Islam, mempelajari Ulumul Quran dan tahfizh Al Quran, Ulumul hadits,  mempelajari tata cara peribadatan, seperti wudhu, shalat, dan  sebagainya. Fardhu kifayah atau kewajiban kolektif yaitu ilmu-ilmu yang  dibutuhkan oleh masyarakat Islam. Jika ada seorang muslim menuntut ilmu  yang termasuk fardhu kifayah ini, maka kebutuhan muslim yang lainnya  telah dipenuhi dan tidak akan berdosa jika tidak menuntut ilmu tersebut.  Artinya, bila tidak ada sama sekali diantara umat Islam yang menguasai  berbagi cabang sains dan teknologi maka seluruh umat Islam akan  menanggung dosanya. Misalnya kewajiban menuntut ilmu, sains, teknologi  atau ilmu-ilmu terapannya seperti kedokteran, pertanian, perdagangan,  penerbangan, industry, kimia, dan sebagainya. Dengan dikuasainya ilmu  pengetahuan dan teknologi ini diharapkan agar umat Muslim mengalami  kemajuan sehingga mampu menjalankan fungsi manusia di muka bumi ini  sebagai khalifah. Ilmu-ilmu yang wajib dipelajari oleh orang Islam baik  fardlu ‘ain maupun fardlu kifayah termasuk pada kategori ilmu-ilmu  terpuji. Karena menurut Imam Al Ghazali ada pula kategori ilmu-ilmu yang  tidak terpuji atau tercela, yaitu ilmu-ilmu yang menimbulkan mudarat.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama. (1982). Terjemahan Al Quran. Jakarta: Departemen Agama
Hisham Thalbah et al. (2008). Ensiklopedia Mukjizat Al Quran dan Hadits. (terj. Syarif Hade Masyah dkk). Bekasi: Sapta Pesona.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar