Kamis, 18 Agustus 2011

KARAKTERISTIK KAUM TERLAKNAT (Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 87-90)

Dr. Aam Amiruddin, M.Si

(87) Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan Al-Kitab (Taurat) kepada Musa, dan Kami telah menyusulinya (berturut-turut) sesudah itu dengan rasul-rasul, dan telah Kami berikan bukti-bukti kebenaran (mukjizat) kepada Isa putra Maryam dan Kami memperkuatnya dengan Ruhul Qudus. Apakah setiap datang kepadamu seorang rasul membawa sesuatu (pelajaran) yang tidak sesuai dengan keinginanmu lalu kamu menyombong; Maka beberapa orang (di antara mereka) kamu dustakan dan beberapa orang (yang lain) kamu bunuh?

(88) Dan mereka berkata, “Hati kami tertutup”. Tetapi, sebenarnya Allah telah mengutuk mereka karena keingkaran mereka; Maka sedikit sekali mereka yang beriman.

(89) Dan, setelah datang kepada mereka Al-Quran dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka, laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu.

(90) Alangkah buruknya (hasil perbuatan) mereka yang menjual dirinya sendiri dengan kekafiran kepada apa yang telah diturunkan Allah karena dengki bahwa Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. Karena itu mereka mendapat murka sesudah (mendapat) kemurkaan dan untuk orang-orang kafir siksaan yang menghinakan.

***

“Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan Al-Kitab (Taurat) kepada Musa, dan Kami telah menyusulinya (berturut-turut) sesudah itu dengan rasul-rasul, dan telah Kami berikan bukti-bukti kebenaran (mukjizat) kepada Isa putra Maryam dan Kami memperkuatnya dengan Ruhul Qudus. Apakah setiap datang kepadamu seorang rasul membawa sesuatu (pelajaran) yang tidak sesuai dengan keinginanmu lalu kamu menyombong; Maka beberapa orang (di antara mereka) kamu dustakan dan beberapa orang (yang lain) kamu bunuh?” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 87)

Redaksi ayat kali ini masih berbicara seputar nikmat Allah yang diberikan kepada Bani Israil sekaligus menjelaskan sikap buruk mereka terhadap nikmat tersebut. Hal ini semata sebagai motivasi untuk kita agar senantiasa memahami arti dari sebuah nikmat disertai rasa syukur dan berusaha untuk senantiasa memperbaiki kekurangan-kekurangan diri dan mengikutinya dengan taubatan nasuha.

Dalam ayat ini, Allah mengungkap kembali deretan nikmat yang dilimpahkan kepada Bani Israil. Nikmat tersebut tiada lain adalah sambung menyambungnya kedatangan utusan Allah kepada mereka. Setelah Allah mengutus Nabi Musa a.s. dengan Al-Kitab (Taurat), Allah mengutus nabi-nabi lainnya, salah satunya Nabi Isa a.s.

Sejumlah riwayat mengemuka­kan nabi lain yang mengiringi kedatangan Nabi Musa a.s. antara lain Daud a.s., Sulaiman a.s., Daniel a.s., Yasy’iya a.s., Armiya a.s., Hazqil a.s., Zakariya a.s., dan putranya Yahya a.s., serta sejumlah nabi lainnya. Mereka semua adalah nabi dan rasul­ yang diturunkan kepada Bani Israil dan berasal dari kalangan Bani Israil sendiri. Jelasnya, kayalah mereka dengan kedatangan nabi dan rasul.

Selain itu, Allah pun menyerta­kan bukti-bukti kebenaran para nabi dan rasul tersebut dengan sangat nyata dan lebih dari cukup. Selain kitab suci, Allah sertakan mukjizat yang besar baik kepada Nabi Musa a.s. maupun Nabi Isa a.s. yang secara khusus disebutkan dalam ayat ini, yaitu mendapat dukungan kekuatan dari Ruhul-Qudus. Ruhul Qudus menurut sebagian besar ahli tafsir adalah Malaikat Jibril meski ada pula yang berpendapat bahwa Ruhul Qudus adalah roh Isa yang disucikan oleh Allah Swt.

Namun, semua bukti yang Allah sodorkan kepada Bani Israil hanya membuat keburukan mereka kian bertambah. Semua itu semata dilatarbelakangi kecintaan pada dunia dan ketaatan pada hawa nafsu sehingga mereka enggan mengikuti dan memercayai nabi-nabi tersebut. Bahkan, sebagian dari nabi-nabi itu ada yang dibunuh karena tidak bersedia menuruti selera mereka yang kerap melanggar syariat. Allah kemudian menyindir mereka dengan bertanya, “Apakah setiap datang kepadamu seorang rasul membawa sesuatu (pelajaran) yang tidak sesuai dengan keinginanmu lalu kamu menyombong; Maka beberapa orang (di antara mereka) kamu dustakan dan beberapa orang (yang lain) kamu bunuh?”
Dalam ayat lain, Allah mempertegas pertanyaan ini.

“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Q.S. Al-Hadid [57]: 16)



“Dan mereka berkata, ‘Hati kami tertutup.’ Tetapi, sebenarnya Allah telah mengutuk mereka karena keingkaran mereka; Maka sedikit sekali mereka yang beriman.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 88)

Seolah menjawab pertanyaan Allah pada ayat sebelumnya, Bani Israil yang hatinya keras membatu berkata, “Hati kami tertutup.” Perkataan itu jelas mengandung ejekan dan olok-olok. Jawaban itu sama artinya dengan mereka tidak memahami yang disampaikan Rasulullah dan tidak menerima ajaran yang diampaikan oleh beliau. Sungguh kesombongan berlebih yang dipertontonkan Bani Israil laknatullah. Begitulah indikasi suatu kaum yang hanya dapat melihat hakikat suatu perkara dengan kacamata materi yang tampak dan kasat mata.

Akan tetapi, Allah Yang Maha Mengetahui mengemukakan bahwa pernyataan itu semata akal-akalan untuk menutupi pelanggaran mendasar yang dilakukan oleh Bani Israil. Semua itu lebih sebagai kutukan Allah akan perilaku mereka yang kelewat buruk. Kalaupun ada keimanan, tingkat keimanan mereka sangat lemah (sedikit) karena keimanan itu ada di balik penolakan terhadap sebagian besar ayat-ayat Allah dan meninggalkan kewajiban beramal.


“Dan setelah datang kepada mereka Al-Quran dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 89)

Pada ayat sebelumnya telah dijelaskan mengenai contoh-contoh kekafiran dan sifat keras kepala Bani Israil terhadap Nabi Musa a.s. dan perintah-perintah Taurat. Pada ayat ini, dibicarakan tentang orang-orang Yahudi yang hidup pada permulaan Islam. Berdasarkan petunjuk-petunjuk yang tertulis dalam Taurat mengenai Nabi Muhammad Saw., mereka menunggunya dengan berhijrah dari kota dan rumah mereka menuju Hijaz. Orang-orang Yahudi yang tinggal di Madinah dan sekitarnya berkata kepada orang-orang musyrikin Madinah bahwa secepatnya seorang rasul yang bernama Muhammad akan diutus dan mereka akan beriman kepadanya. Mereka pun berkata akan mengalahkan semua musuh-musuh Rasulullah Saw.

Akan tetapi, ketika Nabi Muhammad Saw. hijrah ke Madinah, musyrikin Madinah justru beriman, sedangkan orang-orang Yahudi (akibat fanatik dan cinta dunia) mengingkarinya dan mendustakan yang tertulis di dalam Taurat. Ayat ini menunjukkan bahwa ilmu dan pengetahuan saja tidaklah cukup. Diperlukan semangat menerima kebenaran dan penyerahan diri. Walaupun orang-orang Yahudi (khususnya para cendekiawannya) telah mengetahui kebenaran Nabi Islam, mereka tidak siap menerima kebenaran dan tunduk di hadapannya. Begitulah ciri kaum terkutuk yang tidak memiliki rasa malu dan suka menjilat ludah serta perilakunya menghinakan diri sendiri.


“Alangkah buruknya (hasil perbuatan) mereka yang menjual dirinya sendiri dengan kekafiran kepada apa yang telah diturunkan Allah karena dengki bahwa Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. Oleh karena itu, mereka mendapat murka sesudah (mendapat) kemurkaan. Dan untuk orang-orang kafir siksaan yang menghinakan.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 90)

Betapa busuknya seorang hamba yang berani menjual keimanannya (dan menukarnya) dengan rasa gengsi dan egoisme. Hanya karena Rasulullah tidak berasal dari kalangan Bani Israil, bukti-bukti nyata kebenaran akan kenabian dan kerasulan Muhammad Saw. ditolak mentah-mentah. Padahal, Allah mengutus Rasulullah atas kehendak-Nya, atas karunia yang diberikan kepadanya.

Oleh karenanya, murka Allah pun datang berlipat ganda akibat kekufuran mereka yang berlipat ganda pula. Dengan memungkiri Muhammad Saw., Bani Israil sudah mendapat satu kemurkaan. Kemudian, kitab Taurat memerintahkan agar mereka beriman akan kedatangan Nabi Muhammad. Hal ini pun diingkari pula sehingga dapatlah mereka dua murka.

Dari empat ayat tadi, terdapat beberapa pelajaran dapat kita petik, di antaranya sebagai berikut.

1. Kedatangan para utusan Allah merupakan nikmat yang patut disyukuri. Jangan sekali pun mengikuti perilaku Bani Israil yang terkutuk yang mengingkari keberadaan para rasul, bahkan sampai berani membunuh mereka.
2. Allah senantiasa melihat dan menyaksikan apa pun yang kita lakukan. Satu kali kita melupakannya, Allah pun akan melupakan kita dan mengetahui apa saja yang kita perbuat.
3. Di hadapan Allah Swt., ketundukan dan kepasrahan tidak diukur dengan selera dan kecenderungan hawa nafsu.
4. Semua hamba adalah sama di sisi perintah dan hukum Allah tanpa membedakan ras, suku, warna kulit, dan sebagainya.
5. Kebahagiaan dan kebinasaan manusia berada di tangan-Nya. Jika ada sekelompok manusia yang mendapat murka dan laknat-Nya, itu semua karena kekafiran dan sifat keras kepala. Allah telah memberikan peluang kepada semua manusia untuk memperoleh hidayah dan petunjuk melalui para nabi yang diutus-Nya.
6. Motivasi dalam diri seseorang menjadi ukuran tingkat ketaatan dalam beragama.
7. Hasud menjadi sumber kekafiran. Orang Yahudi berhasrat agar nabi yang diutus senantiasa berasal dari etnis mereka. Ketika hal tersebut tidak terjadi, mereka lalu menjadi kafir.
8. Transaksi paling buruk adalah membeli siksa Allah dengan badan sendiri.
9. Kewajiban terhadap nikmat yang diberikan adalah bersyukur, sedangkan kewajiban terhadap dosa yang dilakukan adalah bertobat.
10. Sifat dengki merupakan “saudara” kezaliman yang hasil akhir dari keduanya adalah sama-sama tidak mendapatkan (diharamkan dari sesuatu) dan kehancuran.
11. Semua agama Ilahi saling membenarkan dan bukan saling berhadap-hadapan.

Semoga, semua pelajaran tersebut dapat kita serap dan dijadikan bahan introspeksi terlebih pada momentum Ramadhan seperti sekarang ini. Insya Allah. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar