Rabu, 24 Agustus 2011

MEMAHAMI KONSEP ISLAM TENTANG HARTA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Adalah fitrah manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik secara lahiriyah maupun batiniah. Hal ini mendorong manusia untuk senantiasa berupaya memperoleh segala sesuatu yang menjadi kebutuhannya. Pemenuhan kebutuhan lahiriyah identik dengan terpenuhinya kebutuhan dasar (basic needs) berupa sandang, pangan dan papan. Tapi manusia tidak berhenti sampai disitu, bahkan cenderung terus berkembang kebutuhan-kebutuhan lain yang ingin dipenuhi. Segala kebutuhan itu seolah-olah bisa terselesaikan dengan dikumpulkannya Harta sebanyak-banyaknya.
Istilah HARTA, atau al-mal dalam al-Qur’an maupun Sunnah tidak dibatasi dalam ruang lingkup makna tertentu, sehingga pengertian al-Mal sangat luas dan selalu berkembang. Kriteria harta menurut para ahli fiqh terdiri atas : pertama,memiliki unsur nilai ekonomis.Kedua, unsur manfaat atau jasa yang diperoleh dari suatu barang.

Nilai ekonomis dan manfaat yang menjadi kriteria harta ditentukan berdasarkan urf (kebiasaan/ adat) yang berlaku di tengah masyarakat.As-Suyuti berpendapat bahwa istilah Mal hanya untuk barang yang memiliki nilai ekonomis, dapat diperjualbelikan, dan dikenakan ganti rugi bagi yang merusak atau melenyapkannya.
Dengan demikian tempat bergantungna status al-mal terletak pada nilai ekonomis (al-qimah) suatu barang berdasarkan urf. Besar kecilnya al-qimah dalam harta tergantung pada besar ekcilnya anfaat suatu barng. Faktor manfaat menjadi patokan dalam menetapkan nilai ekonomis suatu barang. Maka manfaat suatu barang menjadi tujuan dari semua jenis harta.
1.2 Rumusan masalah 
a. Bagaimanakah konsep islam tentang harta?
b. Adakah hubungan antara ayat-ayat alqur’an dengan harta?
c. Bagaimana metode memperoleh dan membelanjakan harta?
1.3 Tujuan
a)    Dapat mengidentifikasi ayat-ayat alqur’an yang berkaitan dengan harta.
b)   Dapat memahami konsep islam tentang harta.
c)    Dapat mengetahui metode memperoleh dan membelanjakan harta.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN HARTA
Istilah HARTA, atau al-mal dalam al-Qur’an maupun Sunnah tidak dibatasi dalam ruang lingkup makna tertentu, sehingga pengertian al-Mal sangat luas dan selalu berkembang. Kriteria harta menurut para ahli fiqh terdiri atas : pertama,memiliki unsur nilai ekonomis.Kedua, unsur manfaat atau jasa yang diperoleh dari suatu barang.
Nilai ekonomis dan manfaat yang menjadi kriteria harta ditentukan berdasarkan urf (kebiasaan/ adat) yang berlaku di tengah masyarakat.As-Suyuti berpendapat bahwa istilah Mal hanya untuk barang yang memiliki nilai ekonomis, dapat diperjualbelikan, dan dikenakan ganti rugi bagi yang merusak atau melenyapkannya.
Dengan demikian tempat bergantungna status al-mal terletak pada nilai ekonomis (al-qimah) suatu barang berdasarkan urf. Besar kecilnya al-qimah dalam harta tergantung pada besar ekcilnya anfaat suatu barng. Faktor manfaat menjadi patokan dalam menetapkan nilai ekonomis suatu barang. Maka manfaat suatu barang menjadi tujuan dari semua jenis harta.
2.2 PANDANGAN ISLAM MENGENAI HARTA
Pandangan Islam mengenai harta dapat diuraikan sebagai berikut:
Pertama, Pemiliki Mutlak terhadap segala sesuatu yang ada di muka bumi ini adalah ALLAH SWT. Kepemilikan oleh manusia bersifat relatif, sebatas untuk melaksanakan amanah mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuanNya (QS al_Hadiid: 7). Dalam sebuah Hadits riwayat Abu Daud, Rasulullah bersabda:
Seseorang pada Hari Akhir nanti pasti akan ditanya tentang empat hal: usianya untuk apa dihabiskan, jasmaninya untuk apa dipergunakan, hartanya darimana didapatkan dan untuk apa dipergunakan, serta ilmunya untuk apa dipergunakan’’.
Kedua, status harta yang dimiliki manusia adlah sebagai berikut :
1. harta sebagai amanah (titipan) dari Allah SWT. Manusia hanyalah pemegang amanah karena memang tidak mampu mengadakan benda dari tiada.
2. Harta sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan manusia bisa menikmatinya dengan baik dan tidak berlebih-lebihan ( Ali Imran: 14). Sebagai perhiasan hidup harta sering menyebabkan keangkuhan, kesombongan serta kebanggaan diri.(Al-Alaq: 6-7).
3. Harta sebgai ujian keimanan. Hal ini menyangkut soal cara mendapatkan dan memanfaatkannya, apakah sesuai dengan ajaran Islam atau tidak (al-Anfal: 28)
4. harta sebagai bekal ibadah, yakni untuk melaksankan perintahNyadan melaksanakan muamalah si antara sesama manusia, melalui zakat, infak, dan sedekah.(at-Taubah :41,60; Ali Imran:133-134).
Ketiga, Pemilikan harta dapat dilakukan melalui usaha (‘amal) ataua mata pencaharian (Ma’isyah) yang halal dan sesuai dengan aturanNya. (al-Baqarah:267)
‘’Sesungguhnya Allah mencintai hambaNya yang bekerja. Barangsiapa yang bekerja keras mencari nafkah yang halal untk keluarganya maka sama dengan mujahid di jalan Allah’’ (HR Ahmad).
‘’Mencari rezki yang halal adalah wajib setelah kewajiban yang lain’’(HR Thabrani)
‘’jika telah melakukan sholat subuh janganlah kalian tidur, maka kalian tidak akan sempat mencari rezki’’ (HR Thabrani).
Keempat, dilarang mencari harta , berusaha atau bekerja yang melupakan mati (at-Takatsur:1-2), melupakan Zikrullah/mengingat ALLAH (al-Munafiqun:9), melupakan sholat dan zakat (an-Nuur: 37), dan memusatkan kekayaan hanya pada sekelompok orang kaya saja (al-Hasyr: 7)
Kelima: dilarang menempuh usaha yang haram, seperti melalui kegiatan riba (al-Baqarah: 273-281), perjudian, jual beli barang yang haram (al-maidah :90-91), mencuri merampok (al-Maidah :38), curang dalam takaran dan timbangan (al-Muthaffifin: 1-6), melalui cara-cara yang batil dan merugikan (al-Baqarah:188), dan melalui suap menyuap (HR Imam Ahmad).
2.3 KEPEMILIKAN HARTA
Di atas telah disinggung bahwa Pemilik Mutlak harta adalah Allah SWT. Penisbatan kepemilikan kepada Allah mengandung tujuan sebagai jaminan emosional agar harta diarahkan untuk kepentingan manusia yang selaras dengan tujuan penciptaan harta itu sendiri.
Namun demikian, Islam mengakui kepemilikan individu, dengan satu konsep khusus, yakni konsep khilafah. Bahwa manusia adalah khalifah di muka bumi yang diberi kekuasaan dalam mengelola dan memanfaatkan segala isi bumi dengan syarat sesuai dengan segala aturan dari Pencipta harta itu sendiri.
Harta dinyatakan sebagai milik manusia, sebagai hasil usahanya. Al-Qur’an menggunakan istilah al-milku dan al-kasbu (QS 111:2) untuk menunjukkan kepemilikan individu ini. Dengan pengakuan hak milik perseorangan ini, Islam juga menjamin keselamatan harta dan perlindungan harta secara hukum.
Islam juga mengakui kepemilikan bersama (syrkah) dan kepemilikan negara. Kepemilikan bersama diakui pada bentuk-bentuk kerjasama antar manusia yang bermanfaat bagi kedua belah pihak dan atas kerelaan bersama. Kepemilikan Negara diakui pada asset-asset penting (terutama Sumber Daya Alam) yang pengelolaannya atau pemanfaatannya dapat mempengaruhi kehidupan bangsa secara keseluruhan.
2.4. METODE MEMPEROLEH DAN MEMBELANJAKAN HARTA
Untuk memperoleh harta dapat ditempuh dengan beberapa cara dengan prinsip sukarela, menarik manfaat dan menghindarkan mudarat bagi kehidupan manusia, memelihara nilai-nilai keadilan dan tolong menolong serta dalam batas-batas yang diizinkan syara’(hukum ALLAH)
Di antara cara memperoleh harta dapat disebutkan yang terpenting:
a. Menguasai benda-benda mubah yang belum menjadi milik seorang pun.
b. Perjanjian-perjanjian hak milik seperti jual-beli, hibah (pemberian/.hadiah), dan wasiat
c. Warisan sesuai dengan aturan Islam
d. Syuf’ah, hak membeli dengan paksa atas harta persekutuan yang dijual kepada orang lain tanpa izin para anggota persekutuan yang lain.
e. Iqtha, pemberian dari pemerintah
f. Hak-hak keagamaan seperti bagian zakat, bagi ‘amil, nafkah istri, anak, dan orang tua.
Cara memperoleh harta yang dilarang ialah yang bertentangan dengan prinsip-prinsip tersebut di atas, yaitu memperoleh harta dengan cara-cara yang mengandung unsur paksaan dan tipuan yang bertentanga dengan prinsip sukarela, seperti merampas harta orang lain, menjual barang palsu, mengurangi ukuran dan timbangan, dan sebagainya. Kemudian memperoleh hartanya dengan cara yang justru mendatangkan mudharat/keburukan dalam kehidupan masyarakat, seperti jual beli ganja, perjudian, minuman keras, prostitusi,dan lain sebagainya. Atau memperoleh harta dengan jalan yang bertentangan dengan nilai keadilan dan tolong menolong, seperti riba, meminta balas jasa tidak seimbang dengan jasa yang diberikan. Juga menjual barang dengan harga jauh lebih tinggi dari harga yang sebenarnya, atau bisa dikatakan mengambil kesempatan dalam kesempitan.
Mengenai pembelanjaan harta, Islam mengajarkan agar membelanjakn hartanya mula-mula untuk mencukupkan kebutuhan dirinya sendiri, lalu untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang menjadi tanggungannya, barulah memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam pemenuhan kebutuhan ini, Islam mengharamkan bermegah-megah dan berlebih-lebihan (Israf dan mubazir). Karena sifat ini cenderung kepada penumpukan harta yang membekukan fungsi ekonomis dari harta tersebut.
Untuk itulah pada satu takaran tertentu harta dikenai wajib zakat. Zakat merupakan implementasi pemenuhan hak masyarakat dan upaya memberdayakan harta pada fungsi ekonomisnya.
Ringkasnya, aturan dalam memperoleh harta dan membelanjakan harta, didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Prinsip Sirkulasi dan perputaran. Artinya harta memiliki fungsi ekonomis yang harus senantiasa diberdayakan agar aktifitas ekonomi berjalan sehat. Maka harta harus berputar dan bergerak di kalangan masyarakat baik dalam bentuk konsumsi atau investasi.sarana yang diterapkan oleh syari’at untuk merealisasikan prinsip ini adalah dengan larangan menumpuk harta, monopoli terutama pada kebutuhan pokok, larangan riba, berjudi, menipu.
2. Prinsip jauhi konflik. Artinya harta jangan sampai menjadi konflik antar sesama manusia. Untuk itu diperintahkan aturan dokumentasi, pencatatan/akuntansi, al-isyhad/saksi, jaminan (rahn/gadai).
3. Prinsip Keadilan. Prinsip keadilan dimaksudkan untuk meminimalisasi kesenjangan sosial yang ada akibat perbedaan kepemilikan harta secara individu. Terdapat dua metode untuk merealisasikan keadilan dalam harta yaitu perintah untuk zakat infak shadaqah, dan larangan terhadap penghamburan (Israf/mubazir).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menegur:
يَقُولُ الْعَبْدُ: مَالِي! مَالِي!
إِنَّمَا لَهُ مِنْ مَالِهِ ثَلاَثٌ: مَا أَكَلَ فَأَفْنَى
أَوْ لَبِسَ فَأَبْلَى أَوْ أَعْطَى فَاقْتَنَى
وَمَا سِوَى ذَلِكَ فَهُوَ ذَاهِبٌ وَتَارِكُهُ لِلنَّاسِ.
Seorang hamba berkata: “Hartaku! Hartaku!”
Sesungguhnya yang menjadi (harta) miliknya tidak lain hanya tiga:
(1) Apa yang dia makan hingga habis,
(2) Apa yang dipakai hingga lusuh dan
(3) Apa yang dia sedekahkan maka ia disimpan sebagai pahala untuk akhirat.
Apa jua selain itu (bukanlah hartanya kerana) dia akan pergi (mati)
dan meninggalkannya kepada manusia.[3]
Muslim dalam Shahihnya, hadis no: 2959 (Kitab al-Zuhud wa al-Raqa’iq).
Bahaya harta, tergantung sifat dan perbuatan kita terhadapnya:
1. Lebih banyak harta, lebih keras hisabnya
Nabi SAW bersabda, ”Harta sebagai kenikmatan yang akan dimintai pertanggungan jawabnya.” (Tirmidzi, Ibnu Majah)
Allah SWT berfirman, ”Kemudian pasti kamu akan ditanya tentang semua nikmat yang telah kamu rasakan di dunia.” (At-Takatsur:8)
Sabda Nabi SAW, ”Halalnya dunia itu hisab dan haramnya itu adzab.” (Ibnu Abidunya)
2. Timbul penyakit cinta dunia dan melalaikan Akherat
Sabda Nabi SAW, ”Kemanisan dunia adalah kepahitan akherat. Dan pahitnya dunia adalah manisnya akherat.” (Thabrani, Baihaqi, Hakim)
Sabda Nabi SAW lainnya, ”Cinta dunia adalah induk segala kesalahan.” (Baihaqi)
Pada hakikatnya semua harta yang ada di langit dan di bumi adalah milik Allah. Sebagaimana dalam firmanNya :
Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehandaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. ( Q.S Al Baqarah 284 )
Orang – orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: “Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya”. Katakanlah: “Maka mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosamu?” (kamu bukanlah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya), tetapi kamu adalah manusia(biasa) diantara orang-orang yang diciptakan-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. dan kepunyaan Allah-lah kerajaan antara keduanya. dan kepada Allah-lah kembali (segala sesuatu). ( Q.S Al – Maidah : 18 )
Orang – orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)”. dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.( Q.S Al Baqarah : 120 )
Konsekwensi logis dari ayat di atas adalah:
  1. Manusia bukanlah pemilik mutlak tapi dibatasi oleh hak – hak Allah, maka wajib baginya untuk mengeluarkan sebagian kecil hartanya untuk berzakat dan ibadah lainnya.
  2. Harta perorangan boleh digunakan untuk umum dengan syarat pemiliknya memperoleh imbalan yang wajar.
  3. Cara – cara pengambilan manfaat harta mengarah kepada kemakmuran bersama. Pelaksanaannya dapat diatur oleh masyarakat melalui wakil – wakilnya
Pada dasarnya harta mempunyai sifat yang saling bertolak belakang. Kadang-kadang dapat menyelamatkan pemiliknya, namun tak sedikit pula mencelakakan. Oleh sebab itu Islam telah mengatur bagaimana caranya seorang muslim dapat memanfaatkan harta yang dimilikinya itu agar berguna bagi kehidupan dunia dan akhirat. Belumlah lengkap jika harta itu hanya dinikmati untuk kepentingan duniawi dan sama sekali tidak berpengaruh pada kehidupan akhirat. Keduanya harus mendapat porsi yang seimbang.
Harta bukanlah suatu tujuan hidup. Bukan suatu sebab untuk mencapai kebahagiaan. Kalau seseorang menempatkan harta sebagai tujuan hidup dan menganggap segalagalanya, maka ia akan sering mendapatkan kesulitan daripada kedamaian hati.
Tujuan hidup adalah melaksanakan suatu kewajiban-kewajiban. Adapun harta benda yang kita miliki merupakan sarana untuk mendukung pelaksanaan kewajiban-kewajiban itu. Kita beribadah perlu harta. Orang tak akan bisa membangun masjid, menyantuni yatim piatu, berzakat dan bersedekah dan berangkat haji tanpa didukung oleh sarana harta benda.
Kadang-kadang orang menjadi tergila-gila oleh harta benda. Ia membanting tulang dan memeras keringat, tak kenal siang atau malam, tak kenal kawan atau lawan asal tujuannya tercapai. Kalau harta sudah didapat, Ia ingin lebih banyak lagi… dan ingin terus bertambah. Kesibukannya memburu harta membuat dirinya lupa terhadap kewajiban. Ibadahnya menjadi malas. Bahkan hatinya menjadi kikir. Harta yang terkumpul sangat dicintainya sehingga enggan mengeluarkan sedekah atau berzakat. Orang-orang yang demikian ini justru menjadi budak Hartanya sendiri.
Sangatlah beruntung orang kaya yang mampu mengendalikan harta kekayaannya. Dimanfaatkan untuk jalan kebaikan, gemar bersedekah, berzakat, menunaikan ibadah haji, infak, menyantuni yatim piatu dan sebagainya. Semakin banyak hartanya semakin sering pula ia bersyukur kepada ,Allah. Ibadahnya pun menjadi lebih tekun. Orang-orang yang demikian ini sadar kalau harta yang didapatkan semata-mata karena kemurahan Allah sehingga dimanfaatkan sebagaimana mestinya.
Dalam kitabnya, Al Maal Fil Islam, DR. Muhammad Mahmud Bably berpendapat bahwa harta tercela menurut Islam yaitu harta yang dijadikan obyek tujuan, dan bagi pemilik harta menjadikan harta itu sebagai perlindungan terhadap harta yang ditimbunnya atau yang disembunyikannya. Kemudian menahan terhadap orang lain dan pemanfaatan harta yang seharusnya beredar dari tangan yang satu ke tangan lainnya. Sehingga akan timbul sifat kikir atau memejamkan mata. Sebagaimana pula agama Islam melarang sifat yang berlebih-lebihan dan sifat mubadzir, dan Islam mengajak kepada sifat cukup atau seimbang dalam segala hal.
Allah berfirman, “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta) mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak (pula) kikir tetapi (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.
Oleh sebab itu untuk mendapatkan rejeki yang halal, harta yang barokah dan terus bertambah maka mulai sekarang kita harus berhati-hati dalam berikhtiar. Mencari, nafkah atau rejeki itu gampang-gampang susah. Kadang-kadang seseorang sudah berhati-hati, namun suatu ketika Ia lengah sehingga memungut harta yang tidak halal, atau cara mencarinya melanggar syariat Islam.
Sesungguhnya harta yang baik adalah jika diperoleh dari cara yang halal dan dimanfaatkan menurut tempatnya. Sebuah hadis riwayat lbnu Umara ra. dijelaskan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, “Dunia itu bagaikan tumbuh tumbuhan yang menarik. Barangsiapa yang mencari harta dunia dari harta yang halal, kemudian dibelanjakan sesuai dengan haknya, maka Allah Taala akan memberi pahala dan akan dimasukkan ke surga. Dan barangsiapa yang mencari harta dunia, bukan dari harta yang halal dan dibelanjakan bukan pada haknya, maka Allah akan menempatkan ke dalam tempat yang hina. Dan banyak orang yang ambisi dalam mencari di jalan Allah dan Rasulnya yang masuk ke dalam api neraka pada hari Kiamat.”
Harta itu pada hakikatnya halal. Namun bisa saja berubah menjadi tercela dan mencelakakan pemiliknya. Sebab jika seseorang mencarinya dengan cara yang tidak halal, maka kedudukan harta itu menjadi haram. Apabila harta haram itu dimakan maka sari-sari makanan akan bercampur menjadi darah. Kalau sudah bercampur dengan darah dan setiap saat mengalir ke sekujur tubuh, maka sulitlah seseorang untuk mensucikan sesuatu yang haram itu. Pada akhirnya kelak di akhirat akan menjadi siksaan baginya.
Perlulah disadari bahwa sesungguhnya harta itu pada dasarnya merupakan sarana dan ladang bagi kehidupan akhirat. Barangsiapa yang mendapatkannya dengan cara halal, lalu dimanfaatkan untuk kebaikan, misalnya menafkahi keluarga, sebagian disisihkan untuk fi sabilillah, maka harta akan menjadi sangat bermanfaat. Kelak akan menjadi penolong di akhirat.
Tak sedikit pula orang yang secara berlebih-lebihan beramal sedekah. Ia mendapatkan harta dan cara yang tidak halal, kemudian terkumpul dan menjadi kaya. Jika berzakat diundangnya wartawan untuk mengekspos amalannya itu. Jika menyumbang pembangunan masjid, ia berharap panitia mengumumkannya. Lalu masyarakat memuji-mujinya sebagai orang yang sangata dermawan. Dan ia merasa sangat puas mendengar pujian itu. Maka amalan dan penggunaan harta seperti itu sangat dicela oleh Allah. Selain cara mendapatkan harta itu tidak halal, hatinya juga dicemari oleh riya’, mengharap pujian dari sesama manusia. Itulah yang dimaksudkan dalam hadis bahwa banyak orang yang ambisi mencari jalan Allah namun yang didapatkan hanyalah api neraka.
Harta menurut pandangan Islam merupakan suatu kebaikan; bukan suatu keburukan. Ada sebagian golongan orang yang menilai bahwa harta dunia itu hanyalah menjadi penghalang bagi amal ibadah Mereka Kemudian menghindarinya. Berpakaian compangcamping makan hanya sesuap. Ia lebih banyak berpuasa dan sama sekali tidak memiliki harta yang disimpannya Orang-orang “sufi” menilai lain terhadap harta benda itu sehingga mereka selalu mengaggap sebagai suatu keburukan. Padahal sebenarnya harta benda itu merupakan suatu kebajkan.
Orang-orang yang lemah iman akan menilai, hartanya dengan angka matematika. Mereka hanya menggunakan logika; akalnya. Padahal akal manusia itu tidak menjangkau ilmu dan kehendak Allah. Mereka mengira dengan berperilaku kikir, hartanya akan awet dan tidak berkurang Mereka bekerja keras membanting tulang. Dengan semakin rajin bekerja, hartanya semakin bertambah Akhirnya ia menjadi kikir sekali. Sebab dengan bersikap kikir dia yakin hartanya akan terpelihara Namun jika dibuat untuk bersedekah atau dikeluarkan untuk zakat, menurut perhitungan matematika hartanya akan berkurang.
Mereka lupa bahwa harta atau rejeki itu bukan hanya semata-mata karena jerih payahnya Banyak orang yang bekerja membanting tulang, tetapi yang didapat hanya Sedikit. Ada pula yang bekerja dengan ringan, tanpa mengeluarkan keringat namun kekayaannya semakin banyak. Jadi Allahlah yang sangat berperan dalam memberi harta itu. Manusia hanya berikhtiar saja. Mereka tidak menyadari bahwa harta yang dikeluarkan untuk sedekah itu sesungguhnya tidaklah berkurang, melainkan terus bertambah. Secara logika, hal yang demikian ini tidak dapat dijangkau oleh akal manusia Namun kenyataannya, orang-orang yang gemar bersedekah bukan bertambah miskin, namun hartanya semakin banyak. Orang-orang yang mau berpikir dan punya kadar keimanan tinggi, tentu akan menggunakan harta yang menjadi miliknya itu secara benar. Rasulullah saw, bersabda, “Hanya ada dua hal yang tidak termasuk sifat dengki, yaitu seorang yang diberi harta kemudian terdorong untuk menunaikan secara benar. Dan seseorang yang diberi ilmu oleh Allah kemudian ia menghukumi dengan ilmunya serta mengajarkannya.” HR. Bukhari.
Orang yang tergila-gila terhadap harta benda, menganggap bahwa harta itu adalah segala-galanya. Kecintaannya mengalahkan anak dan istrinya. Bahkan demi harta, tak Sedikit orang mengorbankan akidahnya. Tepatlah jika Allah berfirman bahwa harta benda itu sesungguhnya adalah perhiasan kehidupan dunia bagi orang-orang yang tertipu dan bagi yang suka menjadi budakharta itu sendiri dan mereka yang melupakan perbuatan demi akhirat. Dalam surat Al-Kahfi ayat 46 dijelaskan, “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia.”
Banyak ayat-ayat di dalam Al-Quran yang menyinggung masalah kesenangan manusia terhadap harta benda. Karena mereka tergila-gila sehingga lupa dan keluar dari tujuan hidup yang sebenarnya. Mereka terlena, mengira dunia adalah kehidupan yang penuh dengan kesenangan-kesenangan. Mereka tidak ingat lagi kalau ada kampung yang lebih kekal yaitu akhirat. Mereka terlena jika kelak ada surga dan neraka. Surga tempat kebahagiaan yang kekal dan neraca tempat siksaan yang tiada berakhir.
Sesungguhnya seorang mukmin tidak dikatakan sebagai mukmin yang sebenar-benarnya kecuali jika dia telah menundukkan dirinya untuk menerima dan menjalankan syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di antara kewajiban paling besar dari kewajiban-kewajiban yang Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan, adalah kewajiban menunaikan zakat.
Bahkan kewajiban ini merupakan rukun Islam yang ketiga dan senantiasa diiringkan penyebutannya dengan kewajiban shalat dalam banyak ayat di dalam Al-Qur’an. Oleh karena itu wajib bagi setiap muslim yang terpenuhi pada dirinya syarat-syarat yang mewajibkan zakat untuk menunaikannya. Seperti orang yang memiliki emas atau perak, maka wajib baginya untuk mengeluarkan zakatnya apabila emas dan perak yang dimilikinya telah mencapai nishab serta setelah melewati haul (yaitu satu tahun) juga masih mencapai nishab. Adapun besarnya zakat yang harus dikeluarkan adalah 2,5% (dua setengah persen) dari berat emas atau perak yang dimilikinya.
Begitu pula orang yang memiliki uang senilai nishab emas atau perak, maka wajib untuk dikeluarkan zakatnya apabila setelah satu tahun jumlah uang yang dimilikinya masih mencapai nishab. Namun apabila uang yang dimilikinya tidak pernah mencapai nishab maka tidak ada kewajiban untuk dikeluarkan zakatnya, meskipun dia mendapatkan gaji setiap bulannya.
Begitu pula jika uang yang dimilikinya telah mencapai nishab, namun sebelum satu tahun uang tersebut (sebagian atau seluruhnya) telah dipakai sehingga tidak lagi mencapai nishab atau sebelum melewati satu tahun si pemilik uang tersebut meninggal dunia, maka tidak ada kewajiban untuk dikeluarkan zakatnya. Adapun lebih lengkapnya tentang hal-hal yang berkaitan dengan zakat maka bisa dipelajari atau ditanyakan dalam majelis-majelis ilmu.
Kewajiban zakat, memiliki faedah dan maslahat yang besar. Di antaranya adalah sebagai bentuk bantuan kepada fakir miskin dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Begitu pula, untuk membersihkan jiwa orang yang mengeluarkannya sehingga memiliki sifat kasih sayang, kepedulian, serta terbebas dari sifat yang tercela seperti bakhil, kikir, dan semisalnya. Disamping itu, kewajiban zakat ini juga bisa menghilangkan pada diri fakir miskin sifat iri, dengki, serta menginginkan apa yang dimiliki orang lain. Sehingga dengan ditunaikannya kewajiban zakat ini, akan terwujud hubungan yang penuh kasih sayang dan saling menghormati terutama di antara orang yang kaya dengan fakir miskin.
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan dalam firman-Nya:
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاَتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ.
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, yang dengan zakat itu kamu akan membersihkan mereka (dari akhlak yang jelek) dan menyucikan mereka (sehingga memiliki akhlak yang mulia) serta berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”(At-Taubah:103)
Termasuk juga dari hikmahnya adalah bahwa kewajiban zakat akan menjadi sebab bertambahnya atau semakin barakahnya harta orang yang mengeluarkannya.
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
“Dan apa saja yang kamu keluarkan (di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala), maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.” (Saba’:39)
Ketahuilah bahwasanya seorang muslim yang mengingkari kewajiban zakat, sebagaimana diterangkan para ulama, dia dihukumi sebagai orang kafir yang keluar dari agamanya. Adapun orang yang meyakini kewajibannya namun tidak mau mengeluarkan zakat karena bakhil atau pelit, maka dipaksa untuk mengeluarkannya zakatnya.
Namun apabila dipaksa juga tidak bisa dilakukan, maka penguasa berhak untuk memeranginya, sebagaimana hal ini telah dilakukan oleh para sahabat radhiyallahu‘anhum.
Demikian hukuman bagi orang yang tidak mau mengeluarkan zakatnya di dunia. Bahkan mungkin pula Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menimpakan berbagai musibah sebagai hukuman lainnya atas mereka di dunia. Adapun hukumannya di akhirat, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah sebutkan di dalam firman-Nya:
وَلاَ يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا ءَاتَاهُمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلِلَّهِ مِيرَاثُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Maka janganlah sekali-kali orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi, dan Allah mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (Ali ‘Imran: 180)
Berkaitan dengan ayat ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ آتَاهُ اللهُ مَالاً فَلَمْ يُؤَدِّ زَكَاتَهُ مُثِّلَ لَهُ مَالُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ شُجَاعًا أَقْرَعَ لَهُ زَبِيْبَتَانِ يُطَوِّقُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ يَأْخُذُ بِلِهْزِمَتَيْهِ (يَعْنِي بِشِدْقَيْهِ) ثُمَّ يَقُوْلُ: أَنَا مَالُكَ، أَنَا كَنْزُكَ…
“Barangsiapa yang diberi harta oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala namun tidak mau menunaikan zakatnya, pada hari kiamat hartanya akan dijadikan sebagai ular jantan yang aqra’ (banyak mengandung racun pada kepalanya), yang berbusa pada kedua sudut mulutnya. (Ular itu) dikalungkan pada lehernya pada hari kiamat, kemudian akan mencengkeram (tangan orang tersebut) dengan kedua rahangnya kemudian berkata: ‘Aku hartamu, aku harta simpananmu…’.” (HR. Al-Bukhari)
Di dalam ayat lainnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ. يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak, serta tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: ‘Inilah harta benda kalian yang kalian simpan untuk diri kalian sendiri. Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kalian simpan itu’.” (At-Taubah: 34-35)
Ayat ini pun telah dijelaskan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalamsabdanya:
مَا مِنْ صَاحِبِ ذََهَبٍ وَلاَ فِضَّةٍ لاَ يُؤَدِّي مِنْهَا حَقَّهَا إِلاَّ إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ صُفِّحَتْ لَهُ صَفَائِحُ مِنْ نَارٍ فَأُحْمِيَ عَلَيْهَا فِيْ ناَرِ جَهَنَّمَ فَيُكْوَى بِهَا جَنْبُهُ وَجَبِيْنُهُ وَظَهْرُهُ، كُلَّمَا بَرَدَتْ أُعِيْدَتْ لَهُ فِيْ يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ الْعِبَادِ فَيُرَى سَبِيْلُهُ، إِمَّا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِمَّا إِلَى النَّارِ
“Tidaklah orang yang memiliki emas ataupun perak, yang tidak menunaikan haknya darinya (mengeluarkan zakatnya) kecuali pada hari kiamat nanti akan dijadikan lempengan-lempengan dari neraka kemudian dipanaskan di dalam neraka lalu dibakarlah dahi, lambung, dan punggungnya. Setiap lempengan itu dingin, akan dipanaskan kembali (untuk menyiksanya) pada hari yang satu hari ukurannya 50.000 tahun, sehingga diputuskan hukuman di antara hamba. Maka diketahui jalannya, ke surga atau ke neraka.” (Muttafaqun ‘alaih, dan ini lafadz Al-ImamMuslimrahimahullahu)
Sebagimana ibadah yang lainnya, zakat juga merupakan kewajiban yang telah ditetapkan aturannya di dalam syariat. Baik yang berkaitan dengan jenis harta yang harus dizakati maupun orang-orang yang berhak menerimanya. Oleh karena itu, tidak diperbolehkan bagi seseorang untuk menetapkannya dari dirinya sendiri tanpa ada landasan dari Al-Qur’an ataupun hadits yang shahih. Seperti menetapkan adanya zakat pada harta yang berupa rumah, tanah, kendaraan, dan yang semisalnya, padahal tidak ada dalil yang menunjukkan hal tersebut. Meskipun hal ini bukan berarti tidak menganjurkan pemiliknya untuk bersedekah membantu meringankan saudaranya yang tidak mampu. Bahkan hal ini tentunya sangat dianjurkan. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala akan bersama dengan orang-orang yang berbuat baik.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyebutkan dalam haditsnya:
مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيْهِ إِلاَّ مَلكَانِ يَنْزِلاَنِ فَيَقُوْلُ أَحَدُهُمَا: اللَهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا. وَيَقُوْلُ الْآخَرُ: اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا
“Tidaklah ada satu hari pun yang seorang hamba berada di dalamnya kecuali pada pagi harinya turun dua malaikat, salah satunya berdoa: ‘Ya Allah, berikanlah kepada orang yang bersedekah pemberian yang lainnya.’ Sedangkan yang satunya lagi mengatakan: ‘Ya Allah, berikanlah kepada orang yang tidak bersedekah kehancuran apa yang dimilikinya.” (Muttafaqun ‘alaih)
Adapun tentang siapa saja yang berhak menerima zakat, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyebutkan di dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, amil zakat, para muallaf (yang dilembutkan) hati mereka (untuk menerima Islam), untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang terlilit hutang, untuk orang-orang yang berjihad, dan untuk musafir yang mendapatkan kesulitan dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah: 60)
Dari ayat tersebut, kita mengetahui bahwa orang yang kaya atau telah mampu untuk memenuhi kebutuhannya sehari-harinya untuk makan, minum, serta tempat tinggal dan semisalnya, tidak boleh baginya untuk menerima zakat.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ سَأَلَ النَّاسَ تَكَثُّرًا فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْرًا، فَلْيَسْتَقِلَّ أَوْ لِيَسْتَكْثِرْ
“Barangsiapa meminta-minta kepada orang untuk memperbanyak hartanya, maka sesungguhnya tidaklah yang dia minta kecuali bara api. Maka mungkin dia meminta sedikit atau dia meminta banyak (tergantung sebanyak apa dia memintanya).” (HR. Muslim)
Disamping itu, menurut pendapat sebagian besar para ulama, zakat juga tidak boleh diberikan untuk pembangunan masjid, madrasah serta untuk membiayai acara-acara taklim atau pengajian, dan yang semisalnya.
Jangan sampai kita menyalahgunakan harta zakat atau membuat aturan baru terkait dengan kewajiban yang mulia ini. Bahkan kita harus senantiasa ingat bahwa sebaik-baik perkataan adalah kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun sejelek-jelek perkara adalah aturan ibadah yang diada-adakan, dan perbuatan tersebut adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat.
2.5. Ayat-Ayat Al Qur’an Beserta Artinya dan Tafsir Yang Menerangkan Tentang Harta
QS. ALI IMRAN
Ayat : 186
* žcâqn=ö7çFs9 þ’Îû öNà6Ï9ºuqøBr& öNà6Å¡àÿRr&ur  ÆãèyJó¡tFs9ur z`ÏB z`ƒÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# `ÏB öNà6Î=ö6s% z`ÏBur šúïÏ%©!$# (#þqä.uŽõ°r& ”]Œr& #ZŽÏWx. 4 bÎ)ur (#rçŽÉ9óÁs? (#qà)­Gs?ur ¨bÎ*sù šÏ9ºsŒ ô`ÏB ÏQ÷“tã Í‘qãBW{$# ÇÊÑÏÈ
Artinya :
Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. jika kamu bersabar dan bertakwa, Maka Sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan.
TAFSIR AL-QUR’AN
Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa Nabi Muhammad saw, dan pengikutnya akan ujian sebagaimana mereka telah uji dengan kesulitan di peperangan Uhud. Mereka akan diuji lagi mengenai harta dan dirinya. “sesungguhnya kamu akan diuji mengenai hartamu dan dirimu. Kamu akan berkorban dengan hartamu menghadapi musuhmu untuk menjunjung tinggi jerajat umatmu. Kamu akan meningkatkan perjuangan yang mengakibatkan hilangnya keluarga, teman-teman seperjuangan yang dicintai untuk membela yang hak. Kamu akan difitnah oleh orang yang diberi kitab dan dan orang-orang yang mempersekutukan Allah. Kamu akan mendengar dari mereka hal-hal yang menyakitkan hati, mengganggu ketentraman jiwa seperti fitnah zina yang dilancarkan oleh mereka terhadap siti’aisyah. Ia tertinggal dari rombongan Nabi saw ketika kembali dari satu peperangan, disuatu tempat karena mencari kalungnya yang hilang, kemudian datang safwan bin Mu’atta menjemputnya. Orang-orang yang munafik menuduh ‘Aisyah berzina dengan safwan.
TAFSIR AL- MISBAH
Perlu digarisbawahi dari redaksi ayat di atas, bahwa Allah menjadikan ujian dalam hal yang berkaitan dengan agama, sebagai ujian yang paling berat. Harta dan jiwa, pada tempatnya dikorbankan, jika agama telah tersentuh kehormatannya.
Di atas dikemukakan bahwa ayat ini mengandung hiburan. Hal ini dapat diuraikan dari dua segi. Yang pertama, karena ayat ini menetapkan bahwa ujian merupakan keniscayaan untuk semua orang. Sehingga siapa yang dihadapkan pada ujian , hendaknya dia menyadari bahwa dia bukan orang pertama dan terakhir mengalaminya. Ujian dan bencana yang dialami banyak orang akan menjadi lebih ringan dipikul dibandigkan bila ujian itu menimpa seorang. Yang kedua, penyampaian tentang keniscayaan ujian, merupakan persiapan mental menghadapinya, sehingga kedatangannya yang telah terduga itu, menjadikannya lebih ringan untuk dipikul.
QS : AL-ANFAL
Ayat : 28
(#þqßJn=÷æ$#ur !$yJ¯Rr& öNà6ä9ºuqøBr& öNä.߉»s9÷rr&ur ×puZ÷GÏù žcr&ur ©!$# ÿ¼çny‰YÏã íô_r& ÒOŠÏàtã ÇËÑÈ
Dan Ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar
TAFSIR AL-QUR’AN
Pada ayat ini Allah SWT menerangkan pula agar supaya kaum muslimin mengetahui bahwasanya harta dan anak-anak mereka itu adalah cobaan. Maksudnya ialah bahwa Allah memberikan harta benda dan anak-anak yang banyak itu menambah ketaqwaan kepada Allah. Menyukuri nikmatnya serta melaksaanakan hak dan kewajiban seperti yang telah ditentukan Allah. Apabila seseorang muslim di berikan harta kekayaan oleh Allah kemudian ia mensyukuri nikmat itu dengan membelanjakan menurt ketentuan-ketentuan Allah berarti memenuhi kewajiban-kewajiban yang telah di tentukan Allah terhadap mereka. Tetapi apabila dengan kekayaan yang mereka peroleh kemudian mereka bertambah tamak dan berusaha menambah kekayaannya dengan cara yanng tidak khalal serta enggan menafkahkan hartanya berarti orang yang demikian ini adalah orang yang mengingkari nikmat Allah.
TAFSIR AL-MISBAH
Dan ketahuilah, bahwa harta kamu sedikit atau banyak dan demikian juga anak-anak kamu hanyalah hal-hal yang dijadikan oleh Allah sebagai cobaan untuk menguji kesungguhan kamu mensyukuri nikmat Allah dan memenuhi panggilan Rasul. Ia juga menjadi cobaan untuk melihat kesungguhan kamu menyerahkan amanat yang beriman dititipkan manusia kepada kamu. Karena itu jangan sampai anak dan harta menjadikan kamu melanggar, sehingga kamu mendapat siksa, dan ketahuilah bahwa kalau bukan sekarang, maka sebentar lagi kamu akan memperoleh ganjaran sebagai imbalan kesyukuran kamu karena sesungguhnya di sisi Allah terdapat pahala yang amat besar.
QS AL-MA’ARIJ
Ayat : 24-25
šúïÉ‹©9$#ur þ’Îû öNÏlÎ;ºuqøBr& A,ym ×Pqè=÷è¨B ÇËÍÈ È@ͬ!$¡¡=Ïj9 ÏQrãósyJø9$#ur ÇËÎÈ
Artinya :
(24).  Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, (25).  Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta),
TAFSIR AL-QUR’AN
Dismping mengerjakan salat untuk mengingat dan menghambakan diri kepada Allah, manusia memperintahkan agar selalu meneliti harta yang telah dianugrahkan Allah kepadanya; apakah dalam harta itu telah atau belum ada hak orang miskin yang meminta-minta, dan orang miskin yang tidak mempunyai sesuatu apa pun. Jika ada hak mereka, segera mengeluarkan hak itu. Karena dia percaya bahwa selama ada hak orang lain dalam hartanya itu, berarti hartanya belum lagi suci, Allah SWT. Berfirman: ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.
TAFSIR AL-MISBAH
Ayat-ayat di atas menyatakan bahwa: dan orang-orang dalam harta mereka ada hak yakni bagian tertentu yang mereka peruntukkan bagi orang-orang yang butuh yang meminta dan yang tidak mempunyai apa-apa tetapi enggan dan malu meminta dan juga orang-orang yang mempercayai keniscayaan hari pembalasan, sehingga mempersiapkan bekal.
Sementara ulama memahami makna baqqun ma’lum atau hak tertentu dalam arti zakat, karena zakat adalah kewajiban yang telah tertentu kadarnya. Ulama lain memahaminya dalam arti kewajiban yang ditetapkan sendiri oleh yang bersangkutan selain zakat dan yang mereka berikan secara suka rela dan jumlah tertentu kepada fakir miskin. Ini karena ayat di atas dikemukakan dalam konteks pujian, dan tentu saja pendapat kedua ini lebih menonjol sifat terpujinya. QS :
AT-TAUBAH
Ayat : 103
õ‹è{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y‰|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkŽÏj.t“è?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgø‹n=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y™ öNçl°; 3 ª!$#ur ìì‹ÏJy™ íOŠÎ=tæ ÇÊÉÌÈ
Artinya :
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.
TAFSIR AL-QUR’AN
Menurut riwayat Ibnu Jarir bahwa Abu Lubabah dan kawan-kawannya yang mengikatkan diri ditiang-tiang masjid dating kepada Rasulullah SAW seraya berkata: Ya Rasulullah, inilah harta benda kami yang merintangi kami untuk turut berperang. Ambillah harta itu dan bagi-bagikanlah, serta mohonkanlah ampun untuk kami atas kesalahan kami. Rasulullah menjawab: Aku belum diperintahkan untuk menerima hartamu itu, maka turunlah ayat ini. Perintah Allah SWT pada permulaan ayat ini dituinjukan kepada Rasul- Nya, yaitu agar Rasullullah SAW mengambil sebagian dari harta benda mereka itu sebagai sedekah atau zakat, untuk menjadi bukti tentang benarnya taubat mereka, karena sedekah atas zakat tersebut akan membersihkan diri mereka dari dosa yang timbul karena mangkirnya mereka dari peperangan dan untuk mensucikan diri mereka dari sifat “ cinta harta” yang mendorong mereka untuk mangkir dari peperangan itu. Selain itu sedekah atau zakat tersebut akan membersihkan diri mereka pula dari semua sifat-sifat jelek yang timbul karena harta benda, seperti kikir, tamak, dengki, dan sebagainya.
TAFSIR AL-MISBAH
Menurut Ulamah perintah ayat ini sebagai perintah wajib atas penguasa untuk memungut zakat. Tetapi mayoritas ulamah memahaminya sebagai perintah sunnah. Ayat ini juga menjadi alasan bagi ulamah untuk menganjurkan para penerima zakat agar mendoakannya setiap yang memberi zakat dan menitipkannya untuk disalurkan kepada yang berhak.
Allah berfirman “Allah menerima taubat dari hamba-hambanya dan mengambil sedekah-sedekah ”mengisyaratkan bahwa kehidupan atau hubungan timbale balik hendaknya didasarkan oleh take and give. Memang, dalm kehidupan nyata, hal tersebut seyogyanya terjadi, yakni sebanyak anda menerima, sebnyak itu pula anda memberi.
QS : AZ-ZARIYAT
Ayat 19
þ’Îûur öNÎgÏ9ºuqøBr& A,ym È@ͬ!$¡¡=Ïj9 ÏQrãóspRùQ$#ur ÇÊÒÈ
Artinya :
Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.
TAFSIR AL-QUR’AN
Ayat ini menjelaskan bahwa di samping mereka melaksanakan shalat yang wajib dan sunnah, mereka juga selalu mengeluarkan infaq fisabilillah dengan mengeluarkan zakat wajib atau sumbangan derma atau sokongan sukarela karena mereka memandang bahwa harta-harta mereka itu ada hak fakir miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta bagian karena merasa malu untuk meminta.
Ibnu jarir meriwayatkan sebuah hadist dari Abu hurairah ra bahwa Nabi Muhammad saw pernah menerangkan siapa yang tergolong orang miskin itu. Dengan sabdanya yang berarti’’ Bukanlah orang miskin itu yang dapat ditolak atau disuruh pulang dengan pemberian sebiji atau dua biji kurma atau sesuap atau dua suap makanan. Beliau ditanya,’’(jika demikian). Siapakah yang dinamakan miskin itu?” Beliau menjawab, “Orang tidak mempunyai apa yang diperlakukan dan yang tidak dikenal tempatnya sehingga tidak diberikan sedekah kepadanya itulah orang yang mahrum tidakdapat bagian”. 265)
Di dalam Al-qur’an terdapat tiga kelompok ayat yang selalu berdampingan tidak dapat dipisahkan yaitu perintah untuk shalat dan mengeluarkan zakat. Perintah supaya taat kepada Allah dan Rasullnya, dan perintah untuk bersyukur kepada Allah dan kedua ibu bapak. Setelah Allah SWT menerangkan sifat-sifat orang yang bertakwa, maka Allah menjelaskan bahwa mereka itu melihat dengan hati nurani tanda-tanda kekuasaan Allah pada alam kosmos. Pada alam semesta yang melintang disekelilingnya, di bumi dan di langit sehingga memiliki ketenangan jiwa sebagai tanda seorang yang sudah makrifat kepada Allah SWT.
TARSIR AL-MISBAH
Ayat diatas mengisyaratkan tiga keistimewaan siapa yang dilukiskan sifatnya disini. Pertama mereka hanya tidur sedikit di waktu malam pada saat orang biasanya tidur. Ini mereka isi dengan ibadah kepada Allah SWT antara lain dengan salat tahajud. Yang kedua, setelah malam akan berakhir yakni menjelang subuh mereka beristighfar. Ini mengisyaratkan betapa besar rasa takut mereka kepada Allah, kendati ibadah mereka sudah sedemikian banyak. Dan yang ketiga adalah mewajibkan atas diri mereka sendiri pengeluaran harta di mana orang biasannya kikir mengeluarkan yang diwajibkan atasnya.
QS AN-NISA’
Ayat : 29
$yg•ƒr’¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#þqè=à2ù’s? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& šcqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 Ÿwur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJŠÏmu‘ ÇËÒÈ
Artinya :
29.  Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu[287]; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
TARSIR AL-QUR’AN
Pada ayat ini Allah SWT menerangkan pula bagaimana seharusnya setiap orang yang beriman bersikap terhadap hak-hak dan milik orang lain. Allah SWT melarang mengambil harta orang lain dengan jalan yang batil(tidak benar), kecuali dengan perniagaan yang suka sama  suka.
Menurut ulama tafsir, larangan memakan harta orang lain dalam ayat ini mengandung pengertian yang luas dan dalam, antara lain :
  1. Agar islam mengakuai adanya hak milik perorangan yang berhak mendapatkan perlindungan dan  tidak dapat diganggu gugat.
  2. Hak milik perorangan itu apabila banya, wajib dikeluarkan zakatnya dan kewajiban lainnya untuk kepentingan agama, negara dan sebagainya.
  3. Sekalipun seseorang mempunyai harta yang banyak dan banyak pula orang yang memerlukannya dari golongan –golongan yang memerlukannya dan golongan-golongan yang berhak menerima zakatnya, tetapi harta orang itu tidak boleh diambil begitu saja tanpa seijin pemiliknya atau tanpa menurut prosedur yang sah.
Kemudian Allah menerangkan bahwa mencari harta di bolehkan dengan cara berniaga atau berjual beli berdasar suka sama suka tanpa suatu paksaan. Karena jual beli yang dilakukan dengan paksaan tidak sah walaupun ada bayaran atau penggantinya.
Kemudian ayat 29 ini diakhiri dengan penjelasan : bahwa Allah melarang orang-prang yang beriman memakan harta yang batil dan membunuh orang lain atau membunuh diri sendiri itu karena kasih sayang Allah kepada hamba Nya,demi kebahagiaan hidup mereka di dunia dan akhirat.
TAFSIR AL-MISBAH
Allah mengigatkan, wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan, yakni memperoleh harta yang merupakan sarana kehidupan kamu, di antara kamu dengan jalan perniagaan yang berdasarkan kerelaan di antara kamu, kerelaan yang tidak melanggar ketentuan agama. Karena harta benda mempunyai kedudukan di bawah nyawa, bahkan terkadang nyawa dipertaruhkan untuk memperoleh atau mempertahankankannya, maka pesan ayat ini selanjutnya adalah dan janganlah kamu membunuh diri kamu sendiri, atau membunuh orang lain secara tidak hak karena orang lain adalah sama dengan kamu, dan bila kamu membunuhnya kamupun terancam dibunuh, sesungguhnya Allah terhadap kamu Maha penyayang.
QS : AL-ANFAL
Ayat : 28
(#þqßJn=÷æ$#ur !$yJ¯Rr& öNà6ä9ºuqøBr& öNä.߉»s9÷rr&ur ×puZ÷GÏù žcr&ur ©!$# ÿ¼çny‰YÏã íô_r& ÒOŠÏàtã ÇËÑÈ
Artinya :
Dan Ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.
TAFSIR AL-QUR’AN
Pada ayat ini Allah SWT menerangkan pula agar supaya kaum muslimin mengetahui bahwasanya harta dan anak-anak mereka itu adalah cobaan. Maksudnya ialah bahwa Allah   memberikan harta benda dan anak-anak yang banyak itu menambah ketaqwaan kepada Allah. Menyukuri nikmatnya serta melaksaanakan hak dan kewajiban seperti yang telah ditentukan Allah. Apabila seseorang muslim di berikan harta kekayaan oleh Allah kemudian ia mensyukuri nikmat itu dengan membelanjakan menurt ketentuan-ketentuan Allah berarti memenuhi kewajiban-kewajiban yang telah di tentukan Allah terhadap mereka. Tetapi apabila dengan kekayaan yang mereka peroleh kemudian mereka bertambah tamak dan berusaha menambah kekayaannya dengan cara yanng tidak khalal serta enggan menafkahkan hartanya berarti orang yang demikian ini adalah orang yang mengingkari nikmat Allah.
TAFSIR AL-MISBAH
Kegembiraan itu dilukiskan oleh Nabi Muhammad saw. Dalam satu ilustrasi’’ Seorang musafir di tengah padang pasir kehilangan unta dan bekalnya. Letih sudah dia mencari, sampai harapannya pupus, dan dia tertidur di bawah naungan sebuah pohon. Tapi, ketika matanya terbuka, tiba-tiba dia menemukan di hadapannya unta dan bekalnya yang hilang itu. Betapa gembiranya, sampai-sampai sambil memegang kendali untanya, dia berseru keseleo lidah, “Wahai Tuhan, Engakau hambaku dan aku Tuhan-Mu.” Kegembiraan Allah menerima taubat hamba-Nya, melebihikegembiraan sang musafir. Demikian sabda Nabi saw. Sebagai diriwayatkan oleh pakar hadits Imam Muslim.
QS AL-BAQOROH
Ayat : 188
Ÿwur (#þqè=ä.ù’s? Nä3s9ºuqøBr& Nä3oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ (#qä9ô‰è?ur !$ygÎ/ ’n<Î) ÏQ$¤6çtø:$# (#qè=à2ù’tGÏ9 $Z)ƒÌsù ô`ÏiB ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Y9$# ÉOøOM}$$Î/ óOçFRr&ur tbqßJn=÷ès? ÇÊÑÑÈ
Artinya :
188.  Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui.
TAFSIR AL-QUR’AN
Pada ayat ini allah melarang agar jangan memakan harta orang lain dengan jalan yang batil. Yang dimaksud dengan “memakan”disini ialah mempergunakan atau memanfaatkan sebagaimana yang biasa dipergunakan dalam bahasa arab dan bahasa lainnya dan yang dimaksud dengan “batil”ialah dengan cara yang tidak menurut hukum yang telah ditentukan Allah.
Para ahli tafsir mengatakan banyak hal-hal yang dilarang, yang termasuk dalam lingkungan bagian pertama dari ayat ini , antara lain :
  1. Memakan Riba’
  2. Menerima zakat bagi orang yang tidak berhak menerimanya
  3. Makelar-makelar yang melaksanakan penipuan terhadap pembeli atau penjual
Kemudian pada ayat ke dua atau bagian terakir dari ayat ini Allah SWT melarang membawa urusan harta kepada hakim dengan maksud untuk mendapatkan sebagian harta dari orang lain dengan caa yang batil, dengan menyogok atau memberikan sumpah palsu atau saksi palsu.
Rasulullah saw bersabda :
Artinya :
“sesungguhnya saya adalah manusia, dan kamu membawa perkara untuk saya selesaikan. Barangkali diantara kamu ada yang lebih pintar berbicara sehingga saya memenangkannya, berdasarkan alasan-alasan yang kedengarannya baik ”maka barang siapa yang mendapatkan keputusan hukum dari saya untuk mendapatkan bagian dari harta saudaranya (yang bukan haknya)kemudian ia mengambil harta itu, maka ini berarti saya memberikan sepotong api neraka kepadanya” (mendengar ucapan itu)keduanya saling bertangisan dan masing-masing berkata : saya bersedia meng ihlaskan harta bagian saya untuk teman saya. Lalu Rosulullah memerointahkan : “pergilah kamu berdua dengan penuh dengan rasa persaudaraan dan lakukanlah undian dan terimalah bagianmu masing-masing menurut hasil undian itu dengan penuh keihlasan.”
Kesimpulan :
  1. Tidak boleh memakan harta orang lain dengan cara yang tidak sah
  2. Tidak boleh menyogok dan menerima sogokan untuk memperoleh sesuatu yang tidak sah, dan membuat sumpah palsu dan menjadi saksi palsu.
TAFSIR AL-MISBAH
Salah satu yang terlarang, dan sering dilakukan dalam masyarakat, adalah menyogok. Dalam ayat ini diibaratkan dengan perbuatan menurunkan timba ke dalam sumur untuk memperoleh air. Timba yang turun tidak terlihat oleh orang lain, khususnya yang tidak berada di dekat dumur. Penyogok menurunkan keinginannya kepada yang berwenang memutuskan sesuatu, tetapi secara sembunyi-sembunyi dan dengan tujuan mengambil sesuatu secara tidak ah. Janganlah kamu memakan harta kamu di antara kamu dengan jalan yang batil dan menurunkan timbamu kepada hakim, yakni yang berwenang memutuskan, dengan tujuan supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta orang lain itu dengan jalan berbuat dosa, padahal kamu telah mengetahui buruknya perbuatan itu.
Sementara ulama memahami penutup ayat ini sebagai isyarat tentang bolehnya member sesuatu kepada yang berwenang bila pemberian itu tidak bertujuan dosa, tetapi bertujuan mengambil hak pemberi sendiri. Dalam hal ini, yang berdosa adalah yang menerima bukan yang member. Demikian tulis al-Biqa’I dalam tafsirnya. Hemat penulis, isyarat yang dimaksud tidak jelas bahkan tidak benar, walau ada ulama lain yang membenarkan ide tersebut sepertia ash-Shan’ani dalam buku hadistnya, Subul as-salam
QS AL-MUNAFIQUN
Ayat : 9
$pkš‰r’¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw ö/ä3Îgù=è? öNä3ä9ºuqøBr& Iwur öNà2߉»s9÷rr& `tã ̍ò2ÏŒ «!$# 4 `tBur ö@yèøÿtƒ y7Ï9ºsŒ y7Í´¯»s9′ré’sù ãNèd tbrçŽÅ£»y‚ø9$# ÇÒÈ
Artinya :
(9). Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. barangsiapa yang berbuat demikian Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi.
TAFSIR AL-QUR’AN
Allah SWT menerangkan bahwa janganlah karena kesibukan mengurus harta benda yang memperhatikan persoalan anak-anak menyebabkan manusia itu lalai dari kewajiban kepada Allah atau tidak memuanaikan kewajiban yang telah diwajibkan atasnya. Hendaknya perhatian mereka itu terhadap dunia dan akhirat seimbang, sebagaimana tertuang dalam sebuah Asar, yang artinya kerjakanlah urusan duniamu, seakan-akan kamu akan hidup selama-lamanya, dan kerjakanlah urusan akhiratmu, seakan-akan mati pada esok harinya.7)
Allah SWT bersabda yang artinya “tiadalah lebih baik diantara kamu orang yang meninggalkan dunianya untuk akhiratnya, dan tidak pula (orang meninggalkan) akhiratnya karena urusan dunianya, sehingga ia melakukan kedua-duanya, karena sesungguhnya dunia itu jalan ke akhirat dan janganlah kamu sekalian menjadi beban atas manusia.72)
Disini letak keistimewaan dan keunggulan agama yang dibawa oleh junjungan kita Nabi Muhammadsaw yaitu agama islam. Agama yang tidak menghendaki umatnya matrialistis, yang semua pikiran dan usahannya hanya ditujukan untuk mengumpulkan kekayaan dan kenikmatan dunia, seperti halnya orang-orang yahudi. Agama yang tidak pula membenarkna umtnyahanya mementingkan akhirat saja, tenggelam dalam kerohanian, menjauhkan diri dari kelezatan hidup, membujang terus dan tidak kawin sebagaimana halnya orang-orang nasrani.
Allah berfirman dalam ayat yang bersamaan, yang artinya “katakanlah;” siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkannya untuk hamba-hambanya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?”.73) dan dalam ayat yang lain pula Allah berfirman yang artinya “Hai anak adam pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.
Allah swt menegaskan pada akhir ayat ini bahwa orang-orang yang sangat mementingkan urusan dunia dan meninggalkan kebahagiaan akhirat, berarti telah mengundang murka Allah. Mereka akan merugi karena menukar sesuatu yang kekal abadi dengan sesuatu yang akan fana dan hilang lenyap.
QS AT-TAGHABUN
Ayat 15
!$yJ¯RÎ) öNä3ä9ºuqøBr& ö/ä.߉»s9÷rr&ur ×puZ÷GÏù 4 ª!$#ur ÿ¼çny‰YÏã íô_r& ÒOŠÏàtã ÇÊÎÈ
Artinya :
Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.
TAFSIR AL-QUR’AN
Dalam ayat ini Allah SWT menerangkan bahwa cinta terhadap harta anak adalah cobaan. Kalau kita tidak hati-hati, akan mendatangkan bencana. Tidak sedikit orang, karena cintannya yang berlebihan kepada harta dan anaknya., berani berbuat yang bukan-bukan, melanggar ketentuan agama. Dalam ayat ini harta didahulukan dari anak Karena ujian dan bencana harta itu lebih besar, sebagaimana firman Allah dalam ayat yang lain yang artinya “ Ketahuila! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas karena dia melihat dirinya serba cukup.104)
Kalau manusia itu dapat menahan diri, tidak akan berlebih cintannya kepada harta dan anaknya, tetapi cintannya kepada Allah lebih besar daripada cintanya kepada yang lainnya. Maka ia akan mendapat pahala yang besar dan berlipat ganda.
TAFSIR AL-MISBAH
Kata fitnah yang penulis terjemahkan dengan ujian, dipahami oleh Thahir ibn ‘Asyur dalam arti “kegoncangan hati serta kebingungannya akibat adanya situasi yang tidak sejalan dengan siapa yang menghadapi situasi itu.” Karena itu ulama ini menambahkan makna sabab (penyebab) sebelum kata fitnah yakni harta dan anak-anak dapat menggoncangkan hati seseorang. Ulama ini kemudian member contoh dengan keadaan Rasull saw. Yakni satu ketika beliau sedang melakukan khutbah Jum’at, tiba-tiba cucu beliau Sayidinna al-Hasan dan Sayyidina al-Husain ra. Dating berjalan terbata-bata, terjatuh lalu berdiri. Maka rasul saw. Turun dari mimbar dan menariknya lalu beliau membaca “innama Amwalukum Wa auladukum ftnah” dan bersabda; “Aku melihat keduannya, dan aku tidak sabar”, kemudian setelah itu beliau melanjutkan khutbah beliau (HR. Abu daud melalui Buraidah)
BAB III
KESIMPULAN
  • Istilah HARTA, atau al-mal dalam al-Qur’an maupun Sunnah tidak dibatasi dalam ruang lingkup makna tertentu, sehingga pengertian al-Mal sangat luas dan selalu berkembang. Kriteria harta menurut para ahli fiqh terdiri atas : pertama,memiliki unsur nilai ekonomis.Kedua, unsur manfaat atau jasa yang diperoleh dari suatu barang.
  • Pandangan Islam mengenai harta dapat diuraikan sebagai berikut:
  • Pertama, Pemiliki Mutlak terhadap segala sesuatu yang ada di muka bumi ini adalah ALLAH SWT.
  • Kedua, status harta yang dimiliki manusia adlah sebagai berikut :1. harta sebagai amanah (titipan) dari Allah SWT. Manusia hanyalah pemegang amanah karena memang tidak mampu mengadakan benda dari tiada.2. Harta sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan manusia bisa menikmatinya dengan baik dan tidak berlebih-lebihan ( Ali Imran: 14). Sebagai perhiasan hidup harta sering menyebabkan keangkuhan, kesombongan serta kebanggaan diri.(Al-Alaq: 6-7). 3. Harta sebgai ujian keimanan. Hal ini menyangkut soal cara mendapatkan dan memanfaatkannya, apakah sesuai dengan ajaran Islam atau tidak (al-Anfal: 28) 4. harta sebagai bekal ibadah, yakni untuk melaksankan perintahNyadan melaksanakan muamalah si antara sesama manusia, melalui zakat, infak, dan sedekah.(at-Taubah :41,60; Ali Imran:133-134).
  • Ketiga, Pemilikan harta dapat dilakukan melalui usaha (‘amal) ataua mata pencaharian (Ma’isyah) yang halal dan sesuai dengan aturanNya. (al-Baqarah:267)
  • Keempat, dilarang mencari harta , berusaha atau bekerja yang melupakan mati (at-Takatsur:1-2), melupakan Zikrullah/mengingat ALLAH (al-Munafiqun:9), melupakan sholat dan zakat (an-Nuur: 37), dan memusatkan kekayaan hanya pada sekelompok orang kaya saja (al-Hasyr: 7)
  • Kelima: dilarang menempuh usaha yang haram, seperti melalui kegiatan riba (al-Baqarah: 273-281), perjudian, jual beli barang yang haram (al-maidah :90-91), mencuri merampok (al-Maidah :38), curang dalam takaran dan timbangan (al-Muthaffifin: 1-6), melalui cara-cara yang batil dan merugikan (al-Baqarah:188), dan melalui suap menyuap (HR Imam Ahmad).
  • Di antara cara memperoleh harta dapat disebutkan yang terpenting: a. Menguasai benda-benda mubah yang belum menjadi milik seorang pun. b. Perjanjian-perjanjian hak milik seperti jual-beli, hibah (pemberian/.hadiah), dan wasiat. c. Warisan sesuai dengan aturan Islam. d. Syuf’ah, hak membeli dengan paksa atas harta persekutuan yang dijual kepada orang lain tanpa izin para anggota persekutuan yang lain. e. Iqtha, pemberian dari pemerintah. f. Hak-hak keagamaan seperti bagian zakat, bagi ‘amil, nafkah istri, anak, dan orang tua.
  • Ayat-Ayat Al Qur’an Harta QS. ALI IMRAN Ayat : 186, QS : AL-ANFAL Ayat : 28, QS AL-MA’ARIJ Ayat : 24-25 QS. AT-TAUBAH Ayat : 103, QS : AZ-ZARIYAT Ayat 19, QS AN-NISA’ Ayat : 29, QS : AL-ANFAL Ayat : 28, QS AL-BAQOROH Ayat : 188, QS AL-MUNAFIQUN Ayat : 9, QS AT-TAGHABUN Ayat 15.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar