Senin, 03 Oktober 2011

Model Pengembangan Sistem Instruksional

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dewasa ini perkembangan teori-teori tentang bagaimana siswa belajar, berkembang bermacam-macam paket atau media belajar, ditemukannya metode-metode belajar baru, telah mendorong para pendidik untuk mencari pendekatan baru dalam mengembangkan sistem dan disain instruksional. Pendekatan baru ini didasarkan atas kenyataan bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu hal yang sangat kompleks, terdiri atas banyak komponen yang satu sama lain harus bekerja bersama secara baik untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya. Pengembangan perencanaan untuk tujuan tersebut yang sekarang mendapatkan perhatian besar adalah yang didasarkan atas konsep sistem. Konsep sistem ini menurut Kemp (1977, p. 6) "refers to the terhnleal integration of men and machine". Konsep pendekatan sistem (systems approach) tersebut membedakan mana-mana tugas yang kiranya lebih baik bila dikerjakan oleh manusia, dan mana yang paling baik bila dilakukan oleh mesin. Diterapkan kepada kegiatan pendidikan, konsep pendekatan sistem pada hakekatnya adalah proses untuk menemukan suatu cara untuk memecahkan problem pendidikan dan mencari altematif pemecahannya. Untuk memahami hal tersebut berbagai model pengembangan sistem instruksional telah dikembangkan dewasa ini, berikut akan diuraikan mengenai definisi, dasar-dasar dan model pengembangan sistem instruksional.

B. PERUMUSAN MASALAH
Sehubungan dengan latar belakang di atas, maka yang menjadi perumusan masalah di dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan Model Pengembangan Sistem Instruksional ?
2. Apa yang menjadi Dasar Pengembangan Siatem Instruksional ?
3. Bagaimana proses pengembangan model sistem instruksional ?
4. Apa saja Model – Model Pengembangan Sistem Istruksional ?
C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah selain untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah Perencanaan Pembelajaran juga agar penulis dapat memahami Definisi, Dasar dan Proses Pengembangan Instruksional serta Model-model pengembangan sistem instruksional.
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Makalah ini terdiri dari tiga bagian, yaitu Pertama: Pendahuluan, meliputi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah dan Sistematika Penulisan, Manfaat Penulisan. Kedua: Pembahasan, meliputi : Definisi Model Pengembangan Sistem Instruksional, Dasar-dasar Pengembangan Sistem Instruksional, Proses Pengembangan System Instruksional, Model - Model Pengembangan Sietem Isntruksional . Ketiga : Penutup, meliputi : Kesimpulan, Saran-saran.
E. METODE PENULISAN
Dari banyak metode yang kami tim punyusun ketahui, penulisan makalah ini menggunakan metode kepustakaan. Pada zaman modern ini metode kepustakaan tidak hanya berarti pergi ke perpustakaan guna mencari bahan dan materi makalah tapi dapat pula dilakukan dengan pergi ke warung internet (warnet). Kami menggunakan metode ini karena jauh lebih praktis, efektif, efisien, serta sangat mudah untuk mencari bahan dan data–data tentang topik ataupun materi yang kami gunakan untuk makalah ini.
F. MANFAAT PENULISAN
1. Manfaat Praktis
a. Bagi Penulis
Sebagai bahan belajar, bagi penulis agar lebih mengetahui mengenai definisi, dasar dan proses pengembangan system instruksional serta model-model pengembangan system instruksional.
b. Bagi Pemerintah
Sebagai bahan masukan, dalam menggunakan system pengembangan instruksional yang lebih baik dalam dunia pendidikan di Indonesia, agar tercipta masyarakat yang cerdas dan berpendidikan.
c. Bagi Masyarakat Umum
Sebagai bahan masukan terkait peran seluruh masyarakat untuk ikut berperan aktif dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pengembangan system instruksional.
2. Manfaat Teoritis
a. Bagi Akademisi
Bagi akademisi sebagai wacana untuk terus menggali ilmu pengetahuan terkait dengan Definisi, Dasar dan Proses Pengembangan Instruksional serta Model-model pengembangan sistem instruksional.
b. Masyarakat umum
Berfungsi sebagai bahan bacaan untuk menambah wawasan terkait dengan Definisi, Dasar dan Proses Pengembangan Instruksional serta Model-model pengembangan sistem instruksional.
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI MODEL PENGEMBANGAN SISTEM INSTRUKSIONAL
"Model adalah seperangkat prosedur yang berurutan untuk mewu­judkan suatu proses, seperti penilaian suatu kebutuhan, pemilihan media, dan evaluasi". (Briggs, 1978, p. 23). Sedangkan Istilah pengembangan sistem instruksional (instructional systems development) dan disain instruksional (instructional design) sering dianggap sama, atau setidak-tidaknya tidak dibedakan secara tegas dalam penggunaannya, meskipun menurut arti katanya ada perbedaan antara "disain" dan "pengembangan". Kata "disain" berarti "membuat sketsa atau pola atau outline atau ren­cana pendahuluan". Sedang "mengembangkan" berarti "membuat tumbuh secara teratur untuk menjadikan sesuatu lebih besar, lebih baik, lebih efektif, dan sebagainya." Beberapa definisi yang menunjukkan persamaan antara keduanya adalah sebagai berikut
1. Pengembangan sistem istruksional adalah suatu proses sedara sistematis dan logis untuk mempelajari problem-problem pengajaran, agar mendapatkan pemecahan yang teruji validitasnya, dan praktis bisa dilaksanakan (Ely, 1979, p.4).
2. Sistem instruksional adalah semua materi pelajarari dan metode yang telah diuji dalam praktek yang dipersiapkan untuk mencapai tujuan dalam keadaan senyatanya (Baker; 1971, p: 16).
3. Disain instruksional adalah keseluruhan proses analisis kebutuhan dan tujuan belajar serta pengembangan teknik mengajar dan materi pengajarannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Termasuk di dalamnya adalah pengem-bangan paket pelajaran, kegiatan menga­jar, uji coba, revisi, dan kegiatan mengevaluasi hasil belajar (Briggs, 1979, p. 20).
4. Disain sistem instruksional ialah pendekatan secara sistematis dalam perencanaan dan pengembangan sarana serta alat untuk mencapai kebutuhan dan tujuan instruksional. Semua komponen sistem ini (tujuan, materi, media, alat, evaluasi) dalam hubungannya satu sama lain dipandang sebagai kesatuan yang teratur sistematis. Komponen-komponen tersebut terlebih dulu diuji coba efektifitasnya sebelum disebarluaskan penggunaannya (Briggs, 1979, p. XXI).
Sesuai dengan pengertian tersebut di atas, maka yang dimaksud dengan model pengembangan sistem instruksional adalah se­perangkat prosedur yang berurutan untuk melaksanakan pengembangan sistem instruksional.
B. DASAR - DASAR PENGEMBANGAN SISTEM INSTRUKSIONAL
Untuk memahami dasar-dasar pengembangan sistem instruksional, perlu diketahui terlebih dahulu apakah yang dimaksud dengan "Pengajaran" (instruction). Menurut Merril (1971, p. 10), "pengajaran" adalah suatu kegiatan di mana seseorang dengan sengaja diubah dan dikontrol, dengan maksud agar ia dapat bertingkah laku atau bereaksi trrhadap kondisi tertentu. Pengajaran merupakan salah satu bagian dari keseluruhan kegiatan mengajar. Termasuk di dalamnya adalah menyiapkan pengalaman yang siap dipakai, mengerjakan tugas-tugas administrasi, mengadakan pende­katan terhadap siswa,dan sebagainya. Pengajaran berbeda dengan pengembangan kurikulum. Pengem­bangan kurikulum meliputi penyusunan disain suatu bidang studi (sub­ject matter) dari suatu tingkat sekolah atau lembaga pendidikan tertentu. Pengajaran lebih menekankan pada aspek bagaimana (how to), sedang pengembangan kurikulum lebih menekankan pada aspek "apa" (what to). Keputusan yang berkenaan dengan kurikulum berorientasi kepada isi atau materi (content oriented), sedang putusan yang berkenan dengan pengajaran adalah berorientasi kepada proses (process oriented). Pengajaran erat berkait dengan belajar namun tak persis sama. Belajar merupakan suatu proses yang berlangsung sepanjang kehidupan makhluk hidup. Pengajaran hanya berlangsung manakala usaha tertentu telah dibuat untuk mengubah suatu keadaan sedemikian rupa, sehingga suatu hasil belajar tertentu dapat dicapai. Dengan demikian "kesenga­jaan" merupakan karakteristik dari suatu pengajaran.
Apakah yang dimaksudkan dengan Pengembangan Sistem lnstruksio­nal? Dihubungkan dengan pengertian "Instruction" seperti tersebut di atas, maka definisi pengembangan sistem instruksional adalah "suatu. proses menentukan dan menciptakan situasi dari kondisi tertentu yang menyebabkan siswa dapat berinteraksi sedemikian rupa sehingga terjadi perubahan di dalam tingkah lakunya" (Carey, 1977, p. 6). Pengembangan sistem instruksional lebih lanjut meliputi proses "monitoring" interaksi siswa dengan situasi dan pengalaman belajar, agar para penyusun disain instruksional dapat menilai efektifitas suatu disain. Pengembangan sistem instruksional senantiasa didasarkan atas pengalaman empiris, dan prinsip-prinsip yang telah teruji kebenarannya, dalam arti telah ditentukan berdasar prosedur yang sistematis, peng­amatan yang tepat, dan percobaan yang terkontrol. Hal ini berbeda dengan metode atau cara mengajar yang diperoleh se­cara tradisional dan dikembangkan melalui pengalaman semata-mata.
Apakah yang dikerjakan oleh para pengembang sistem dan disain instruksional? Kegiatan pokok bagi para pengembang sistem dan disain instruksional meliputi:
1. Menentukan hasil belajar dalam arti prestasi siswa yang bisa diamati dan diukur (learning outcomes).
2. Identifikasi karakteristik siswa yang akan belajar.
3. Berdasar 1 dan 2 tersebut, memilih dan menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar bagi para siswa.
4. Menentukan media untuk kegiatan tersebut.
5. Menentukan situasi dan kondisi, dalam mana responsi siswa akan diamati dan dipandang sebagai salah satu contoh dari tingkah laku yang diharapkan.
6. Menentukan kriteria, seberapa prestasi siswa telah dianggap cukup.
7. Memilih metode yang tepat untuk menilai kemampuan siswa untuk mendemonstrasikan tingkah laku seperti tersebut pada angka 1.
8. Menentukan metode untuk memonitor responsi siswa- sewaktu­
9. Berada dalam proses pengajaran dan sewaktu dievaluasi.
10. Mengadakan perbaikan yang diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar bila ternyata responsi siswa tidak sesuai dengan hasil yang telah ditentukan.
C. PROSES PENGEMBANGAN SISTEM INSTRUKSIONAL
Prosedur atau proses yang ditempuh oleh para pengembang sistem instruksional bisa meliputi dua cara:
1. Dengan pendekatan secara empiris
Proses ini dilaksanakan tanpa menggunakan dasar-dasar teori secara sistematis. Di sini paket atau bahan pengajaran disusun berdasar pengalaman si pengembang, siswa disuruh mempelajari lalu hasilnya diamati. Bila hasilnya tak sesuai dengan apa yang diharapkan, materi pengajaran tersebut direvisi dan pekerjaan penyusunan paket (materi) penga­jaran diulang.
Adapun pendekatan semacam ini mempunyai beberapa kelemah­an diantaranya :
a. Setiap pengembang harus mulai dari awal untuk mencari atau menemukan semua langkah dan dasar yang diperlukan untuk mengembangkan suatu materi pengajaran.
b. Berulang kalinya pembuatan materi (paket) pengajaran baru. Hal ini berarti menghendaki berulang kau uji coba, dan ini berarti kurang efisien.
2. Dengan mengikuti atau membuat suatu model (paradigm approach).
Menurut pendekatan ini, hasil belajar yang diharapkan, bisa diklasi­fikasikan sesuai dengan tipe-tipe tertentu. Untuk, tiap tipe tujuan khusus (objective) dapat dipilihkan cara-cara tertentu untuk menca­painya, kondisi tertentu untuk mengamati responsi siswa bisa dicip­takan, dan perubahan-perubahan bilamana perlu bisa diadakan. Di dalam penyusunan disain instruksional, diadakan langkah-langkah secara sistematis, sehingga uji coba secara empiris terhadap suatu program dapat mendorong untuk adanya informasi mengenai efektifitas suatu program, yang sekaligus bisa untuk menguji model tersebut.
D. MODEL – MODEL PENGEMBANGAN SISTEM INSTRUKSIONAL
Ada beberapa model pengembangan instruksional, antara lain pengembangan instruksional model Banathy, PPSI, model Kemp, model Briggs, model Gerlach & Ely, model IDI (Instruksional Development Institute), dan lain-lainnya.
1. Model Bela H. Banathy
Pengembangan Instruksional model Banathy ini dapat diinformasikan dalam enam langkah sebagai berikut:
Langkah pertama; merumuskan tujuan (Formulate objectives)
Langkah kedua; mengembangkan test (develop test)
Langkah ketiga; menganalisis kegiatan belajar (analyze learning task)
Langkah keempat; mendesain struktur instruksional (design system)
Langah kelima; melaksanakan kegiatan dan mengetes hasil (Implement and test output)
Langkah keenam; mengadakan perbaikan (change to improve)
2. Model Pengembangan Sistem Instruksional (MPSI)
Istilah pengembangan sistem instruksional (instructional systems development) dan disain instruksional (instructional design) sering dianggap sama, atau setidak-tidaknya tidak dibedakan secara tegas dalam penggunaannya, meskipun menurut arti katanya ada perbedaan antara "disain" dan "pengembangan". Kata "disain" berarti "membuat sketsa atau pola atau outline atau rencana pendahuluan". Sedang "mengembangkan" berarti "membuat tumbuh secara teratur untuk menjadikan sesuatu lebih besar, lebih baik, lebih efektif, dan sebagainya."
3. Model Briggs
Model Brigs ini berorientasi pada rancangan sistim dengan sasaran dosen atau guru yang akan bekerja sebagai perancang kegiatan instruksional maupun tim pengembangan instruksional yang susunan anggotanya meliputi: dosen, administrator, ahli bidang studi, ahli evaluasi, ahli media dan perancang instruksional (Mudhoffir, 1986 : 34)
Brigs berkeyakinan bahwa banyak pengetahuan tentang belajar mengajar dapat diterapkan untuk semua jajaran dalam bidang pendidikan dan latihan. Karena itu dia berpendapat bahwa model ini juga sesuai untuk pengembangan program latihan jabatan, tidak hanya terbatas pada program-program akademis saja. Di samping itu, model ini dirancang sebagai metodologi pemecahan masalah instruksional.
Dalam pengembangan instruksional ini berlaku prinsip keselarasan antara tujuan yang akan dicapai, strategi pencapaiannya dan evaluasi keberhasilannya, yang ketiganya merupakan tiang pancang desain instruksionalnya Briggs.
4. Model Kemp
Pengembangan instruksional yang dikembangkan oleh Kemp (1977) ini juga disebut sebagai Desain Instruksional, yang terdiri dari 10 langkah.
a. Penentuan tujuan instruksional umum (TIU); yaitu tujuan yang ditetapkana menurut masing-masing pokok bahasan.
b. Menganalisis karakteristik siswa; dalam analisis ini memuat hal-hal yang berkenaan dengan latar belakang pendidikan siswa, sosial budaya yang memungkinkan dapat mengikuti program kegiatan belajar, serta langkah-langkah apa yang perlu ditetapkan.
c. Menentukan tujuan instruksional khusus (TIK); yakni tujuan yang ditetapkan secara operasional, spesifik dan dapat diukur. Dengan demikian siswa dapat mengetahui apa yang akan mereka lakukan, bagaimana melakukannya dan apa ukuran yang digunakan bahwa mereka dapat mencapai tujuan belajar tersebut.
d. Menentukan materi pelajaran;yang sesuai dengan tujuan instruksional khusus yang telah ditetapkan.
e. Mengadakan penjajakan awal (preassesment); langkah ini sama halnya dengan test awal yang fungsinya untuk mengetahui kemampuan yang dimiliki siswa, apakah telah memenuhi syarat belajar yang ditentukan ataukah belum.
f. Menentukan strategi belajar dan mengajar yang relevan; sebagai patokan untuk memilih strategi yang dimaksud, Kemp menentukan 4 kriteria;
1) Efisiensi;
2) Keefektifan;
3) Ekonomis;
4) Kepraktisan.
Dalam memilih strategi belajar-mengajar tersebut harus melalui analisis alternatif.
g. Mengkoordinasi sarana penunjang yang dibutuhkan, meliputi:
1) Biaya;
2) Fasilitas;
3) Peralatan;
4) Waktu dan
5) Tenaga
h. Mengadakan evaluasi; hasil evaluasi tersebuut digunakan untuk mengontrol dan mengkaji sejauhmana keberhasilan suatu program yang telah direncanakan mencapai sasaran yang diinginkan. Hasil evaluasi merupakan umpan balik untuk merevisi kembali tentang; program instruksional yang telah dibuat, instrument tes, metode strategi yang dipakai dan sebagainya.
5. Model IDI
Pengembangan instruksional model ID (Instruksional Development Institute) merupakan suatu hasil konsorsium antar perguruan tinggi di Amerika Serikat yang dikenal dengan Uniiversity Consorsium Instructional Development and Technology (UCIDT).
Model IDI ini telah dikembangkan dan diuji-cobakan pada beberapa negara di Asia dan Eropa dan telah berhasil di 334 institusi pendidikan di Amerika. Sebagaimana halnya dengan model-model pengembangan instruksional lainnya, model ini juga menggunakan model pendekatan sistim yang meliputi tiga tahapan, yakni;
a) Tahap pembatasan (define)
Identifikasi masalah, dimulai dengan analisis kebutuhan atau yang disebut need assesment. Pada dasarnya need assisment ini berusaha menemukan suatu perbedaan (descrypancy) antara apa yang ada dan apa yang idealnya (yang diinginkan). Karena banyaknya kebutuhan pengajaran, maka perlu diadakan prioritas mana yang didahulukan dan mana yang dikemudian.
b) Tahap Pengembangan
Identifikasi tujuan; tujuan instruksional yang hendak dicapai perlu diidentifikasikan terlebih dahulu, baik tujuan instruksional umum (TIU) dalam hal ini IDI menyebutkan dengan Terminal Objectives dan tujuan instruksional khusus (TIK) yang disebut Enabling Objectives. TIK adalah penjabaran yang lebih rinci dari TIU, maka TIK dianggap penting sekali dalam pengembangan instruksional, disamping itu TIK perlu karena;
1) Membantu siswa dan guru untuk memahami secara jelas apa-apa yang diharapkan sebagai hasil kegiatan instruksional;
2) TIK merupakan building blocks dari pengajaran yang diberikan
3) TIK merupakan penanda tingkah laku yang harus diperlihatkan oleh siswa sesuai dengan kegiatan instruksional yang diberikan.
Penentuan metode;
1) Untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan perlu ditempuh suatu cara, dalam hal ini metode apa yang cocok digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkn tersebut.
2) Bagaimanakah urutan isi/ bahan yang akan disajikan?
3) Bentuk instruksional apakah yang dipilih sesuai dengan karakteristik siswa dalam situasi dan kondisinya? Apakah dipakai metode ceramah, diskusi, praktikum, karyawisata, tugas individual dan lain-lainnya?
c) Tahap penilaian
Tes uji coba;
Setelah prototipa program instruksional tersebut disusun, maka langkah berikutnya harus diadakan uji-coba. Uji-coba ini dapat dilakukan pada sampel audien untuk menentukan kelemahan dan kebaikan serta efesiensi dan keefektifan suatu program yang dikembangkan.
Analisis hasil
Hasil uji coba yang dilakukan perlu dianalisis terutama yang berkenaan dengan;
1) Apakah tujuan dapat dicapai, bila tidak atau belum semuanya, dimanakah letak kesalahannya?
2) Apakah metode atau teknik yang dipakai sudah cocok denganpencapaian tujuan-tujuan tersebut, mengingat karakteristik siswa yang telah diidentivikasi?
3) Apakah tidak ada kesalahan dalam pembuatan instrumen evaluasi?
4) Apakah sudah dievaluasi hal-hal yang seharusnya perlu dievaluasi?
5. Model PPSI
PPSI merupakan singkatan dari prosedur pengembangan sistem intruksional. Istilah sistem instruksional mengandung pengertian bahwa PPSI menggunakan pendekatan sistem dimana pembelajaran adalah suatu kesatuan yang terorganisasi, yang terdiri dari seperangkat komponen yang saling berhubungan dan bekerjasama satu sama lain secara fungsional dan terpadu dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan.
Dengan demikian PPSI adalah suatu langkah-langkah pengembangan dan pelaksanaan pembelajaran sebagai suatu sistem dalam rangka untuk mencapai tujuan yang diharapkan secara efektif dan efisien (Harjanto, 2008 : 75).
Model pengembangan intruksional PPSI ini memiliki 5 langkah pokok yaitu:
a. Perumusan tujuan/kompetensi
Merumuskan tujuan/kompetensi beserta indicator ketercapaiannya yang harus memenuhi 4 kriteria sebagai berikut:
1) Menggunakan istilah yang operasional
2) Berbentuk hasil belajar
3) Berbentuk tingkah laku
4) Hanya satu jenis tingkah laku
b. Pengembangan alat penilaian
1) Menentukan jenis tes/intrumen yang akan digunakan untuk menilai tercapai tidaknya tujuan
2) Merencanakan pertanyaan (item) untuk menilai masing-masing tujuan
c. Kegiatan belajar
1) Merumuskan semua kemungkinan kegiatan belajar untuk mencapai tujuan
2) Menetapkan kegiatan belajar yang tak perlu ditempuh
3) Menetapkan kegiatan yang akan ditempuh
d. Pengembangan program kegiatan
1) Merumuskan materi pelajaran
2) Menetapkan model yang dipakai
3) Alat pelajaran/buku yang dipakai
4) Menyusun jadwal
e. Pelaksanaan
a. Mengadakan pretest
b. Menyampaikan materi pelajaran
c. Mengadakan posttest
d. Perbaikan
BAB III
PENTUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah kami uraikan tentang Model - model Pengembangan Sistem Instruksional , secara garis besar dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.
1. Model pengembangan sistem instruksional adalah se­perangkat prosedur yang berurutan untuk melaksanakan pengembangan sistem instruksional.
2. Dasar – dasar Pengembangan sistem instruksional adalah atas dasar pengalaman empiris, dan prinsip-prinsip yang telah teruji kebenarannya.
3. Prosedur atau proses yang ditempuh oleh para pengembang sistem instruksional bisa meliputi dua cara: Pendekatan secara Empiris dan Dengan mengikuti atau membuat suatu model (paradigm approach).
4. Model – Model pengembangan instruksional, antara lain pengembangan instruksional model Banathy, PPSI, model Kemp, model Briggs, model Gerlach & Ely, model IDI (Instruksional Development Institute), dan lain-lainnya.
B. SARAN – SARAN
Setelah membaca dan menguraikan tentang makalah ini, saran yang dapat diberikan adalah :
1. Penulis perlu menggali kembali mengenai pentingnya pengembangan system instruksional.
2. Perlunya mengaplikasikan model-model pengembangan system instruksional yang sesuai dengan kondisi yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Mudhoffir. 1986. ”Teknologi Instruksional”, Bandung : CV. Remadja Karya.
Harjanto, 2005,”Perencanaan Pengajaran”, Jakarta : Rineka Cipta.
Ely, Donal P. 1978,,”Instruksional Design & Development”, New York : Syracuse University Publ.
Baker, Robert L & Richard R Schutz, 1971,”Instructional Product Development”, New York : Van Nostrand Reinhold Company.
Briggs, Leslie, J. 1979,”Instruksional Design : Prinsiples and Aplication”, Educational Technology Publicatios : Englewood Cliffs, N.J.
Harjanto, 2008,”Perencanaan Pengajaran”, Jakarta : Rineka Cipta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar