Rabu, 06 Februari 2013

Hadits Tarbawi: Pengertian dan Ruang Lingkup

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.    Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah makhluk pribadi sekaligus makhluk sosial, susila dan religi. Sifat kodrati manusia sebagai makhluk pribadi, sosial, susila dan religi harus dikembangkan secara seimbang, selaras dan serasi. Perlu disadari, bahwa manusia hanya mempunyai arti hidup secara layak jika ada diantara manusia lainnya. Tanpa ada manusia lain atau tanpa hidup bermasyarakat, seseorang tidak dapat menyelenggarakan hidupnya dengan baik.
Untuk meningkatkan kualitas hidup, manusia memerlukan pendidikan, baik pendidikan yang formal, informal maupun nonformal. Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan manusia yang sekaligus membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. "Hewan" juga belajar, tetapi lebih ditentukan oleh instinknya, sedangkan manusia belajar berarti merupakan rangkaian kegiatan menuju pendewasaan guna menuju kehidupan yang lebih berarti. Anak-anak menerima pendidikan dari orang tuanya dan manakala anak-anak ini sudah dewasa dan berkeluarga, mereka akan mendidik anak-anaknya. Begitu juga di sekolah dan perguruan tinggi, para siswa dan mahasiswa diajar oleh guru dan dosen.
Salah satu permasalahan yang tidak sepi dari perbincangan umat adalah masalah pendidikan. Dalam al-Qur'an sendiri telah memberi isyarat bahwa permasalahan pendidikan sangat penting. Jika Al-Qur'an dikaji lebih mendalam, maka kita akan menemukan beberapa prinsip dasar pendidikan, yang selanjutnya bisa kita jadikan inspirasi untuk dikembangkan dalam rangka membangun pendidikan yang bermutu.


1.2.   Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian hadits tarbawi?
2.    Dan apa ruang lingkupnya?

1.3.   Batasan Pembahasan
1.    Menjelaskan tentang pengertian hadits tarbawi.
2.    Menjelaskan ruang lingkup hadits tarbawi.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1.    Pengertian Hadits Tarbawi
Hadits secara etimologi berarti cara atau jalan hidup yang biasa dipraktekkan, baik ataupun buruk. Secara terminologi, Hadits adalah segala sesuatu yang dinisbatkan (disandarkan) kepada Nabi saw., baik perkataan (qauli), perbuatan (fi’li), sikap/ketetapan (taqriri) maupun sifat fisik dan psikis Rasulullah saw.
Untuk memberikan pengertian tentang Tarbawi, maka perlu diketahui dari mana asal kata tersebut. Kata “Tarbawi” adalah terjemahan dari bahasa Arab, yakni Rabba-Yurabbi-Tarbiyyatan. Kata tersebut bermakna : Pendidikan, pengasuhan dan pemeliharaan (A.W. Munawwir, 1997 : 470).
Taqiyuddin M. menyebut potensi manusia ini berupa seperangkat instrument dan content pendidikan yaitu akal pikiran (al-'aql), hati nurani (nur al-qalb) dan panca indera. Melalui seperangkat instrument dan content pendidikan itulah sehingga begitu manusia lahir di atas bumi ini ia telah siap menerima ajaran dari alam (macro cosmos) atau dari manusia lain (micro cosmos) yang telah lebih dulu ada.
Berkaitan dengan hal di atas, Longevel seperti yang dikutip Taqiyuddin M. mengklasifikasikan manusia ke dalam tiga golongan, yaitu: Pertama, educable animal yaitu makhluk yang dapat dididik. Kedua, animal educandum yaitu makhluk yang harus dididik. Ketiga homo education yaitu makhluk Allah yang dapat menerima dan sekaligus memberikan materi pendidikan.
Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa dalam dunia pendidikan, manusia memiliki kelebihan dan kekurangan. Dengan kelebihannya manusia ada yang bisa diajar, dibimbing, dibina dan dilatih sehingga perilaku sosialnya menjadi baik. Inilah yang dimaksud bahwa fungsi pendidikan adalah mengarahkan perkembangan manusia ke arah yang lebih baik. Dan dengan kelemahannya manusia tidak henti-hentinya berfikir, bertindak, belajar dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya demi tercapainya tujuan yang dikehendakinya.
Menurut Sayyid Quthb bahwa apabila manusia merenungkan penciptaannya dan bentuk tubuhnya, panca indera dan anggota-anggota tubuhnya, dan kekuatan serta pengetahuannya, maka dia pasti mengakui bahwa Allah adalah Maha Pencipta. Karena tidak ada seorang pun selain Allah yang mampu menciptakan alam semesta yang sangat mengagumkan ini, baik yang kecil maupun yang besar. 
Yang dimaksud dengan bersyukur di ayat ini ialah menggunakan alat-alat tersebut untuk memperhatikan bukti-bukti kebesaran dan keesaan Tuhan, yang dapat membawa mereka beriman kepada Allah s.w.t. serta taat dan patuh kepada-Nya. Kaum musyrikin memang tidak berbuat demikian. 
Ayat ini juga menjelaskan tentang potensi yang diberikan Allah SWT kepada manusia berupa pendengaran, penglihatan dan hati (akal) supaya dijadikan alat untuk memperhatikan bukti-bukti kebesaran dan kekuasaan Allah SWT.
Untuk dapat mengembangkan potensi yang dimiliki, maka manusia perlu pendidikan. Pendidikan mutlak harus ada pada manusia, karena pendidikan merupakan hakikat hidup dan kehidupan. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk Allah yang dibekali dengan berbagai kelebihan, di antaranya kemampuan berfikir, kemampuan berperasaan kemampuan mencari kebenaran dan kemampuan lainnya. Kemampuan-kemampuan tersebut tidak akan berkembang apabila manusia tidak mendapatkan pendidikan.
Allah SWT dengan jelas memerintahkan kita untuk "Iqra'" dalam surat Al-Alaq yang merupakan kalamullah pertama pada Rasulullah SAW. Iqra' di sini tidak bisa diartikan secara sempit sebagai bacalah, tetapi dalam arti luas agar manusia menggunakan dan mengembangkan kemampuan-kemampuan yang telah Allah SWT berikan sebagai khalifah fil ardl. Sehingga pendidikan merupakan sarana untuk melaksanakan dan perwujudan tugas manusia sebagai utusan Allah di muka bumi ini.
Diriwayatkan oleh Adh-Dhahhak bahwa Ibnu Abbas bercerita mengenai ayat ini, bahwa tatkala Allah mengutus Muhammad sebagai Rasul, banyak diantara orang-orang Arab yang tidak mau menerima kenyataan itu dan beranggapan bahwa lebih agung untuk mengutus seorang manusia sebagai Rasul-Nya. 
Menuntut ilmu merupakan kewajiban kita selaku umat Muslim, sebagaimana Sabda Rasulullah SAW yang artinya: "Mencari ilmu itu wajib bagi muslim dan muslimat dari kandungan sampai liang lahat" (HR. Baihaqi) 

Dalam Tafsir Al-Misbah kata "attabi'uka" ( ) asalnya adalah "atba'uka" dari kata "tabi'a", yakni mengikuti. Penambahan huruf "ta'" pada kata "attabi'uka" mengadung makna kesungguhan dalam upaya mengikuti itu. Ucapan Nabi Musa as, berikutnya sungguh sangat halus. Beliau tidak menuntut untuk diajar tetapi permintaannya diajukan dalam bentuk pertanyaan, "Bolehkan aku mengikutimu?" kemudian beliau menamai pengajaran yang diharapkannya itu sebagai ikutan, yakni beliau menjadikan diri beliau sebagai pengikut dan pelajar. Di sisi lain, beliau mengisyaratkan keluasan ilmu hamba yang shaleh itu (al-khidhr) sehingga Nabi Musa as. Hanya mengharap kiranya dia mengajarkan sebagian dari apa yang telah diajarkan kepadanya. Dalam konteks itu, Nabi Musa as. tidak menyatakan "apa yang engkau ketahui wahai hamba Allah", Karena beliau sepenuhnya sadar bahwa ilmu pastilah bersumber dari satu sumber, yakni dari Alla Yang Maha Mengetahui. 
Pelajaran yang dapat kita ambil dari ayat ini adalah bahwa kita dalam menuntut ilmu itu harus bertekad untuk bersungguh-sungguh mencurahkan perhatian bahkan tenaganya terhadap apa yang akan kita pelajari. Pepatah mengatakan: "Man jadda wajadda" (barangsiapa yang bersungguh-sungguh dalam mengerjakan sesuatu, maka pasti akan berhasil).
 Didalam QS At-Tahrim ayat 6 ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa kita harus menjaga diri kita dan keluarga dari siksa api neraka. Ayat ini juga mengisyaratkan tentang pentingnya pendidikan dalam keluarga. Pendidikan dalam keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan utama.
Adapun bidang pendidikan yang diperankan oleh keluarga menurut Hasan Langgulung ada tujuh bidang pendidikan, yaitu: pendidikan jasmani, kesehatan, akal (intelektual), keindahan, emosi dan psikologi, agama dan spiritual, akhlak, sosial dan politik. 
Orang tua dalam keluarga harus sejak dini memberikan pendidikan agama kepada anak-anaknya. Rasulullah saw bersabda:
مُرُوا الصَّبِيَّ بِالصَّلاَ ةِ اِذَا بَلَغَ سَبْعَ سِنِيْنَ وَاِذَا بَلَغَ عَشْرَ
سِنِيْنَ فَاضْرِبُوْهُ عَلَيْهَا
Artinya: "Perintahkanlah anak melakukan shalat, apabila telah mencapai usia tujuh tahun. Kalau sudah berumur sepuluh tahun, sedang anak itu tidak melaksanakan perintah, maka pukullah dia".(HR. Muslim)
 Mengapa orang tua dituntut untuk memerintahkan anak yang masih kecil untuk melakukan shalat? Maksudnya, agar anak itu terbiasa, sehingga kelak sudah baligh, shalat itu menjadi kebiasaan yang sulit ditinggalkan.
Dalam terjemah singkat tafsir Ibnu Katsir  ada tiga sahabat yang menafsirkan ayat ini, yaitu:
Pertama, Berkata Ibnu Abbas: "Tidak sepatutnya orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya ke medan perang dan meninggalkan Rasulullah SAW seorang diri".
Kedua, Berkata Qatadah: "Jika Rasulullah Saw mengirim pasukan, maka hendaklah sebagian pergi ke medan perang, sedang sebagian lain tinggal bersama Rasulullah saw. untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama, kemudian dengan pengetahuan yang mereka peroleh itu, hendaklah mereka kembali kepada kaumnya untuk memberi peringatan kepada mereka".
Ketiga, Berkata Adh-Dhahhak: "Jika Rasulullah saw. mengajak berjihad (perang total) maka tidak boleh tinggal dibelakang kecuali mereka yang beruzur. Akan tetapi jika Rasulullah saw. menyerukan sebuah "sariyyah" (perang terbatas), maka hendaklah segolongan pergi ke medan perang dan segolongan tinggal bersama Rasulullah saw memperdalam pengetahuannya tentang agama, untuk diajarkan kepada kaumnya bila kembali".
Ayat ini mengingatkan orang tua dalam keluarga agar mementingkan pendidikan agama bagi anak-anaknya. Orang tua boleh kemana saja menyekolahkan anak-anaknya (mencari ilmu umum) tapi jangan lupa dibekali ilmu dan pengalaman agama. Orang tua hendaknya menjadikan anak-anaknya sebagai orang intelek yang ulama atau ulama yang intelek. Hal ini akan tercapai apabila mempunyai kedua ilmu tersebut, yakni ilmu pengetahuan umum dan ilmu pengetahuan agama. Nabi pernah bersabda:
 من اَرَادَ الدُّنيا فعليهِ بالعلمِ, ومن اراد الاخرةَ فعليهِ بالعلمِ, ومن ارادهما فعليهِ بالعلمِ
Artinya: "Barangsiapa menghendaki hidup (kebaikan) di dunia maka kepadanya dengan ilmu dan barangsiapa menghendaki kehidupan (baik) di akherat maka dengan ilmu dan barangsiap menghendaki keduanya maka juga dengan ilmu" (HR. Bukhari dan Muslim)

Menurut Miftahurrobbani, bahwa salah satu pokok kelemahan umat Islam adalah kebodohan putra-putri umat Islam akan agamanya. 
Hal ini dapat kita pahami, karena orang tua kadang-kadang kurang menyadari keseimbangan pendidikan terhadap anak-anaknya. Orang tua mendidik anak agar dapat membaca Koran, tetapi lupa untuk mendidik anak membaca Al-Qur'an. Orang tua mengajar anak agar dapat menghormati sesama teman, tetapi lupa mengajar anak agar dapat menghormati Tuhan. Pendek kata, orang tua menyekolahkan anaknya agar pandai dalam pengetahuan umum, tetapi lupa menyekolahkan anaknya agar pandai dalam pengetahuan agama.
2.2.    Ruang Lingkup Hadita Tarbawi
Pendidikan sebagai ilmu, mempunyai ruang lingkup yang sangat luas karena di dalamnya banyak aspek yang ikut terlibat, baik langsung maupun tidak langsung.
Adapun ruang lingkup pendidikan  adalah :
1.    Perbuatan Mendidik
2.    Anak Didik
3.    Dasar dan Tujuan Pendidikan
4.    Pendidik
5.    Materi Pendidikan
6.    Metode Pendidikan
7.    Alat Pendidikan
8.    Evaluasi Pendidikan
9.    Lingkungan Pendidikan (Nur Uhbiyati, 1997 : 16).
Berikut ini akan diuraikan secara singkat mengenai beberapa aspek di atas yang merupakan ruang lingkup dari pendidikan tersebut.
    Perbuatan Mendidik
Yang dimaksud perbuatan mendidik ialah seluruh kegiatan, tindakan, dan sikap pendidik sewaktu menghadapi anak didiknya. Dalam perbuatan mendidik ini sering disebut dengan tahzib.
    Anak Didik
Anak didik merupakan unsur terpenting dalam pendidikan. Hal ini disebabkan karena semua upaya yang dilakukan adalah demi menggiring anak didik ke arah yang lebih sempurna.
    Dasar dan Tujuan Pendidikan
Dasar dan tujuan pendidikan Islam yaitu landasan yang menjadi fundamen serta sumber dari segala kegiatan pendidikan dalam hal ini dasar atau sumber pendidikan yaitu ke arah mana anak didik itu akan dibawa.
    Pendidik
Pendidik yaitu sebagai subjek yang melaksanakan pendidikan. Ini memiliki peranan yang sangat penting, berhasil atau tidaknya proses pendidikan  banyak ditentukan oleh mereka.
    Materi Pendidikan Islam
Materi pendidikan yaitu bahan atau pengalaman-pengalaman belajar yang disusun sedemikian rupa untuk disajikan kepadaanak didik. Dalam pendidikan islam materi pendidikan sering disebut dengan Maddatut Tarbiyah.
    Metode
Metode yaitu cara yang dilakukan oleh pendidik dalam menyampaikan materinya. Metode tersebut mencakup cara pengelolaan, penyajian materi pendidikan agar materi tersebut dapat dengan mudah diterima oleh anak didik.
    Evaluasi Pendidikan
Cara-cara mengadakan evaluasi (penilaian) terhadap hasil belajar anak didik. Evaluasi ini diadakan dengan tujuan untuk mengukur tingkat keberhasilan belajar selama proses pembelajaran.
    Alat-alat Pendidikan
Alat-alat pendidikan yaitu semua alat yang digunakan selama melaksanakan pendidikan agar tujuan pendidikan tercapai.
    Lingkungan Pendidikan
Yang dimaksud dengan lingkungan pendidikan di sini ialah keadaan-keadaan yang ikut berpengaruh dalam pelaksanaan serta hasil pendidikan. Lingkungan pendidikan sangat besar pengaruhnya dalam membentuk kepribadian anak didik, olehnya itu hendaklah diupayakan agar lingkungan belajar senantiasa tercipta sehingga mendorong anak didik untuk lebih giat belajar.



BAB III
PENUTUP
3.1.   Kesimpulan 
    Pengertian hadits Tarbawi
Hadits Tarbawi adalah hadits yang membahas pentang pendidikan yang diajarkan oleh rasulullah. Pendidikan mutlak harus ada pada manusia, karena pendidikan merupakan hakikat hidup dan kehidupan. Pendidikan berguna untuk membina kepribadian manusia. Dengan pendidikan, maka terbentuklah pribadi yang baik sehingga di dalam pergaulan dengan manusia lain, individu dapat hidup dengan tenang. Pendidikan membantu agar tiap individu mampu menjadi anggota kesatuan sosial mansuia tanpa kehilangan pribadinya masing-masing.
Pada hakikatnya pendidikan menjadi tanggung jawab bersama, yakni keluarga, masyarakat dan sekolah/lembaga pendidikan. Keluarga sebagai lembaga pertama dan utama pendidikan, masyarakat sebagai tempat berkembangnya pendidikan dan sekolah sebagai lembaga formal dalam pendidikan. Pendidikan keluarga sebagai peletak dasar pembentukan kepribadian anak. (QS. At-Tahrim 66: 6)
3.3.Ruang Lingkup Hadita Tarbawi
Adapun ruang lingkup pendidikan  adalah :
1)    Perbuatan Mendidik
2)    Anak Didik
3)    Dasar dan Tujuan Pendidikan
4)    Pendidik
5)    Materi Pendidikan
6)    Metode Pendidikan
7)    Alat Pendidikan
8)    Evaluasi Pendidikan
9)    Lingkungan Pendidikan (Nur Uhbiyati, 1997 : 16).



DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama, Al-Qur'an dan Terjemahnya (Jakarta: Pustaka Agung Harapan, 2006)
_____, Tafsir Al-Qur'an (Jakarta: 2005)
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan (Jakarta: Al-Husna Zikra, 1986)
Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Jalalain Jilid 1 dan 2 (Bandung: Sinara Baru Algensindo, 2008)
Miftahurrobbani, Himpunan Khutbah Setahun (Jakarta: Rineka Cipta, 1994)
Muhammad Faiz Al Math, 1100 Hadits Terpilih (Jakarta: Gema Insani, 1999)
M. Quraish Shihab, Tafsir Al- Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur'an (Jakarta: Lentera Hati, 2002)
Muhtadim, BA., Mutiara Hadits Shahih Muslim (Surabaya: Putra Pelajar, 2004)
Muslich Shabir, Tarjamah Riyadlus Shalihin (Semarang: Toha Putra, 1989)
Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir Jilid IV (Surabaya: Bina Ilmu, 1988)
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilal Qur'an (Jakarta: Gema Insani, 2004)
Taqiyuddin M., Pendidikan Untuk Semua: Dasar dan Falsafah Pendidikan Luar Sekolah (Cirebon: Dimensi Production, 2005)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar