Rabu, 06 Maret 2013

SPI: GERAKAN MODERNISME MESIR M. ALI PASHA & RAFI’ AL-TAHTAWI

BAB I
PENDAHULUAN

LatarBelakang
Perjalanan sejarah Mesir tidaklah sesederhana kawasan Timur Tengah lainnya. Ia dengan segudang kisah historisnya mampu menarik berjuta-juta wisatawan asing dengan pendapatan devisa yang melimpah. Bukan tanpa alasan Mesir dikatakan sebagai salah satu kota terunik di dunia, karena sejarah yang terukir di kota ini memiliki variasi yang sangat beragam. Berawal dari masa Pharaonic, Hellenistic, Romawi, Islam sampai pada periode Mesir Modern yang diusung oleh Muhammad Ali PashadanjugaRafa’ Al-Tahtawi.
Nah di sini yang menjadipermasalahanyaialahhalapa yang melatarbelakangisemuaini yang mengakibatkanBeliauberduamunculkepermukaan? dansaja yang menjadilandasanpemikirianBeliauberduasehinggarakyatMesirmenyebutmerekaberduasebagai Sang Revolusioner?.
Bukansekedaritusaja,adabeberapapembahasanmenarik di dalamriwayathidupbeliauberdua,seperti M. Ali Pasha yang takbisamembacakarenadulunyabeliaumerupakananakdariketurunanTurki yang sangatsederhana,danjugaambisibesarbeliauterhadapkemajuanMesir.
Begitu pula denganRafa’ Al-Tahtawi yang manabeliaumerupakanpendudukasliMesirdanterlahir dikotakecil yang bernamaTahta,kota yang manaPerancisuntukterakhirkalinyamenginjakan kaki di Mesir.Beliaujugasangattertarikdenganceritakejayaan Islam di masasilam,Beliau adalah seorang pembawa pemikiran pembaharuan yang besar pengaruhnya di pertengahan pertama dari abad ke-19 di Mesir.

BAB II
PEMBAHASAN

  1. A.    M. Ali Pasha

Muhammad Ali Pashaadalah seorang keturunan Turkidarietnisalbania yang lahir di Kawalla,sebuahkotapelabuhan di kota Macedonia yang sekarangmenjadibagiandariwilayah Yunani, pada tahun 1765, dan meninggal di Mesir pada tahun 1849.
Perlu di ketahuibahwasanyanama “pasha” merupakansebuahsebutanpangkatmulia di turkiusmani yang di sandang M. Ali inimulai di sematkankenamabelakangnyaketikabeliausudahberkuasa di Mesir.
Semenjakdewasabeliau di tinggalmatiolehayahnya,Ibrahim Aga (seorangkomandanmiliterlokal), Muhammad Ali Pashasempat bekerja sebagai pemungut pajak danjugapedagangtembakau.Karena beliau rajin dalampekerjaannya jadilah beliau disenangi Gubernur dan akhirnya menjadi menantu Gubernur. Setelah menikah,beliau diterima menjadi anggota militer, karena keberanian dan kecakapan menjalankan tugas, beliau diangkat menjadi Perwira[1].
Pada tahun 1798 M,tentaraPerancisyang dipimpinNapoleon berhasil menyerang Mesir,nah inilahcikalbakalhal yang menempatkan M Ali dalamjalurpolitiknya yang terusmenanjaknaik.Pasukan Napoleon mengincarkairokarenamemangdaerahtersebutmerupakanwilayah yang sangatpenting,namun di balikitusemua,tujuanutamapasukanPrancismengepungMesiradalahuntukmenggempurhebatKerajaanInggrisdengancaramemutuskomunikasi di wilayah Orient,karenapadasaatituinggrisinginwilayahperlayaranyake India bebasdarihalanganapapun,sehinggaPrancismempunyaidayatawaruntukmenguasaidunia.
Namun pada tahun 1799 M, Muhammad Ali yang menjabatsebagaipewiramemerintahkan tentaranya untuk menggagalkan serta mengusir balik usaha Napoleon Bonaparte yang ketika itu berhasil berlabuh di tepi pantai Alexandria.  Selama kurun waktu 3 tahundan bekerjasama dengan pihak Inggris akhirnya ekspedisi itupun menuai hasil, tepatnya pada tahun 1801 M.
Beliau diberikan kepercayaan sebagai pemimpin militer pada era Turki Utsmani dan menjadi seorang pemimpin tersohor kebanggaan negara Mesir, terutama dalam merevolusi negara tersebut  menjadi sebuah negara industri dan modern. Bahkan, orang Mesir sendiri mengenalnya sebagai seorang pahlawan. Walaupun tidak dilahirkan di Mesir dan tidak berbahasa Arab, namun keinginannya untuk membangun dan meningkatkan sumber penghasilan ekonomi bagi negara Mesir sangat besar. Inisiatif, visi dan semangat yang dimilikinya tak mampu menandingi pahlawan-pahlawan lain yang sezaman dengannya.
Setelah ekspedisi Napoleon Bonaparte, muncul dua kekuatan besar di Mesir yakni kubu Khursyid Pasya dan kubu Mamluk,Muhammad Ali mengadu domba kedua kubu tersebut, dan akhirnya berhasil menguasai Mesir. Posisi inilah kemudian memungkinkan beliau melakukan perubahan yang berguna bagi masyarakat Mesir[2].M Ali di ceritakanpernahmembantaiketurunanmamluk di mesirdengansangatsadis,inimenandakanbahwa M Ali merupakansosok yang ambisiuskarenamenghalalkansemuacarauntukmewujudkanimpiannya.
Kaummamlukmerupakansegrombolantentarakerajaanusman yang membangkang,berasaldaribudakbudak yang di beli di Kauskaskus,sebuahdaerahpegunungan yang terletak di perbatasanTurkidanRusia.Mereka di bawakeIstambulataukeKairountuk di berididikanmiliter,dan di dalamperjalankarirkemiliterannya, merekaterusberanjaknaik,bahkanadajuga yang sampaikejabatanmiliter yang tinggi.
Setelahmelemahnyapengaruh sultan sultanUsmani,merekatidakmaulagitundukpadaIstambulbahkanmenolakhasilpajak yang merekaperolehsecarapaksadarirakyatMesir.Kepalamereka di sebutSyeikh Al Balad,perlu di ketahuibahwasanyaSeikhinilah yang sebenarnyamenjadi raja padawaktuitu.Karenamerekabertabiatkasardansedikitbisaberbahasaarab,hanyatahubahasaturki,maka di pastikanrakyatMesirsangatmembencimereka.[3]

  • Pembaharuan M Alidalamberbagaibidang
Perlu di catatjuga,bahwasanya Napoleon ketikaekspedisikeMesirbukanhanyamembawatentarasaja,namum di dalamrombongannyaterdapat 500 kaumsipildan 500 wanita.Ada sekitar 167 dari 500 kaumsipiladalah orang orangahlidalamberbagaibidangpengetahuan.Napoleon jugamembawadua set alatpercetakandenganhuruf Latin,Arab,danYunani.yangmanarakyatmesirpadasaatitubelumsekalipunberkenalandenganalatcetaktersebut.[4]
Intinyaekspedisi Napoleon keMesirbukanuntukurusanmiliterdanpolitiksaja,namunjugauntukkeperluanpenelitian.SebagaibuktinyaialahdibangunnyaInstitutd’Egypteyang mempunyaiempatcabangilmu,bagianilmupasti,bagianilmualam,bagianilmuekonomipolitik,danbagianilmusastraseni,daninilahcikalbakalbibitperubahan modern di Mesir,dansemakinberkembang di bawahpimpinan M Ali Pasha.
Muhammad Aliingin memperkuat kekuatannya dengan memajukan negara Mesirdari segala lini kehidupan. Kepercayaan yang dimilikinya sebagai seorang Sultan Utsman mampu menggerakkan pemerintahan Mesir untuk memodernisasikan kekuatan dan administrasi militer. Muhammad Ali Pasha mengundang para ahli militer baratsalahsatudiantaranya seorang perwira Perancis, Seve Kolonel, untuk melatih angkatan bersenjata Mesir dan juga mengirim misi ke luar negeri (Eropa) guna mempelajari ilmu kemiliteran.
Salah satu bidang yang menjadi sentral pembaruannya  adalah bidang-bidang militer dan bidang-bidang yang bersangkutan dengan bidang militer, termasuk pendidikan. Kemajuan di bidang ini tidak mungkin dicapai tanpa dukungan ilmu pengetahuan modern.Atas dasar inilah sehingga perhatian di bidang pendidikan mendapat prioritas utama.
Sungguhpun Muhammad Ali Pasya tidak pandai baca tulis, tetapi ia memahami betapa pentingnya arti pendidikan dan ilmu pengetahuan untuk kemajuan suatu negara. Ini terbukti dengan dibentuknya Kementerian Pendidikan untuk pertama kalinya di Mesir, dibuka sekolah militer (1815), sekolah teknik (1816), sekolah ketabibaban (1836), dan sekolah penerjemahan (1836).[5]
Beranjak ke dalam bidang ekonomi, salah satu dampak perkembangan tersebut adalah ekspor kapas ke negara Eropa. Hal itu sangat menguntungkan, karena adanya angsuran terhadap para petugas administrasi yang dijadikan sebagai salah satu titik poin keuntungan bagi Mesir. Selain itu wisatawan asing juga turut menyumbangkan pendapatan bagi devisa negara.
Kemudian, dalam tatanan sosial Muhammad Ali Pasha mengubah pengaturan administrasi bagi penduduk desa dan kota dengan sistem yang lebih modern. Pembangunan prasarana masyarakat umum mulia digalakkan, seperti pembangunan Rumah Sakit, sekaligus mendatangkan beberapa dokter spesialis untuk menangani problematika penduduk setempat. Hal itu tidak lain adalah sebagai bentuk kekhawatiran Ali Pasha terhadap kesejahteraan penduduk desa yang mengikuti wajib militer.yang manapadasaatituwabahcacar air berkembang.
Usaha terhebat lainnya adalah dengan terselesaikannya pembangunan sebuah terusan kuno yang menghubungkan antara Alexandria dengan sungai nil. Menurut beberapa laporan, upaya tersebut diawali dengan penggalian yang mengerahkan kurang lebih 100.000 petani Mesir. Dari hal tersebut meningkat pulalah pusat irigasi dari tahun 1813-1830 M hingga 18%, yang sebelumnya proyek irigasi ini sangat lemah dan kurang menguntungkan terlebih ketikaawalkepemimpinan.
Berlanjut ke bidang pendidikan, cara modernisasi yang beliau lakukan adalah dengan menerjemahkan buju-buku terbitan Eropa dalam skala yang besar. Menurut catatan sejarah beliau mengirim 311 pelajar Mesir ke Italia, Perancis, Inggris dan Austria dengan mengambil disiplin keilmuan yang beragam seperti kemiliteran, ilmu administrasi, arsitek, kedokteran dan obat-obatan. Di samping mendelegasikan pelajar Mesir ke Eropa beliau juga mendatangkan guru-guru agung Eropa untuk mengajar di sekolah-sekolah yang telah beliau bangun, misalnya Sekolah Militer (1815), Sekolah Teknik (1816), Sekolah Kedokteran (1927), Farmasi (1829). Muhammad Ali juga menerbitkan majalah berbahasa Arab pertama kalinya yang diterbitkan tahun 1828 M, beliau menamainya dengan majalah ” al-Waqa’i al-Mishriyah” (Berita Mesir). Majalah ini digunakan rezim Muhammad Ali sebagai organ resmi pemerintah.
Muhammad Ali Pasya berpendapat bahwa kekuasaan dapat dipertahankan hanya dengan dukungan militer yang kuat yang dibentuk melalui ekonomi dan pendidikan. Maka pembangunan pendidikan, ekonomi dan militer segera dilakukan demi kelanggengan kekuasaannya di Mesir. Modernisasi yang dilakukannya antara lain: mengirim mahasiswa ke Prancis, mendatangkan dosen dari Prancis, mendirikan lembaga-lembaga pendidikan yang mempelajari ilmu militer, kesehatan, ekonomi dan penerjemahan.
Philip K. Hitti  menuliskan berdasarkan catatan sejarah yang ditemukannya antara tahun 1813 sampai  1849, Muhammad Ali  Pasya  telah mengirimkan 311 mahasiswa yang belajar di Italia, Prancis, Inggris, Austria atas biaya pemerintah yang mencapai £E. 273.360. Subjek yang dipelajari antara lain militer dan angkatan laut, teknik mesin, kedokteran, farmasi, kesenian dan kerajinan dan bahasa Prancis mempunyai kedudukan khusus dalam kurikulum di Mesir[6].
Sepintas pembaharuan yang dilakukan oleh Muhammad Ali hanya bersifat keduniaan saja, namun dengan terangkatnya kehidupan dunia umat Islam sekaligus terangkat pula derajat keagamaannya. Pembaharuan yang dilaksanakan oleh Muhammad Ali merupakan landasan pemikiran dan pembaharuan selanjutnya. Pembaharuan Muhammad Ali dilanjutkan oleh Tahtawi, Jamaludin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan murid-murid Muhammad Abduh lainnya.
  1. B.     Rafa’ Al- Tahtawi
Seorangtokohperubah modernMesirAl-Tahtawi yang nama lengkapnya adalah Rafa`ah Bey Badawi Al-tahtawi, lahir di kota Tahta ( di dataran tinggi Mesir ) pada masa pemerintahan Muhammad ali, yaitu pada tahun 1802 M. Orang tuanya dari kaum bangsawan, tetapi sedikit pengalaman. Namun keluarganya yang tradisi keagamaannya kuat itu menjadikan al-Tahtawi tekun mempelajari Al-Qur’an sejak kecil.
.           Ia melewati masa kecilnya di kota itu, mempelajari ilmu-ilmu agama dan mendengarkan cerita-cerita kejayaan Islam masa silam. Ia selalu tertarik mendengar kisah-kisah semacam itu, satu hal yang kemudian sangat mempengaruhi perjalanan intelektualnya.
 Ia terpaksa belajar di masa kecilnya dengan bantuan dari keluarga ibunya,karenapadasaatituseluruh kekayaan di Mesir di kuasai M Ali Pasha dan harta orang tua al-Tahtawi termasuk dalam kekayaan yang dikuasai itu. Ketika berumur 16 tahun, ia pergi ke Kairo untuk belajar di Al-Azhar. Setelah lima tahun menuntut ilmu ia selesai dari studinya di Al-Azhar pada tahun 1822[7].dibawah pengawasan atau bimbingan syekh Hassan Al-Attar. Al-Tahtawi adalah murid kesayangnya. Setelah limatahunia dapat menyelesaikan studinya ( 1822 M ) Hasan Al-Attar banyak hubungan dengan para ilmuwan Perancis yang datang bersama Napoleon ke Mesir.Karena ketekunan dan ketajaman pikiran Al-Tahtawi, gurunya ( syekh Al-Attar) selalu memberikan dorongan agar selalu menambah ilmu pengetahuan.

Setelah selesai dari study di Al-Azhar, Al-Tahtawipada tahun 1824 M mendapat  gelar ” Master ” pada Egyptian Army di Mesir,Iamengajar di Al-Azhar selama dua tahun, kemudian diangkat menjadi imam tentara di tahun yang sama. Dua tahun kemudian dia diangkat menjadi imam mahasiswa-mahasiswa yang dikirim Muhammad Ali ke Paris. Disamping tugasnya sebagai imam ia turut pula belajar bahasa Prancis sewaktu ia masih dalam perjalanan ke Paris[8].
Selama 5 tahun di Paris, ia kursus privat bahasa Perancis, sehingga dalam waktu lima tahun itu, ia mampu menerjemahkan sejumlah 12 buku dan risalah, diantaranya risalah tentang sejarah Alexander Macedonia, buku-buku mengenai pertambangan, ilmu bumi, akhlak dan adat istiadat berbagai bangsa, risalah tentang ilmu teknik, hak-hak manusia, kesehatan jasmani dan sebagainya[9].
Selama di Paris, Al-Tahtawi menghabiskan waktunya untuk membaca berbagai macam buku ilmu pengetahuan.Sekembalinya dari Paris pada tahun 1832 M ke Mesir, Tahthawi bertekad untuk memajukan tanah airnya. Memori Prancis dengan segala keindahan dan kedisiplinan warganya selalu menjadi obsesinya. Bukunya, Takhlis al-Ibriz ila Talkhis Bariz, yang diterbitkan hanya beberapa bulan setelah kedatangannya di Mesir adalah salah satu bukti dari tekadnya yang begitu kuat untuk meng-Eropakan Mesir.
Di Kairo, ia mendirikan lembaga penerjemahan yang disebut Sekolah Bahasa.  Lembaga ini mirip dengan fungsi Bayt al-Hikmat pada masa-masa awal kerajaan Abbasiyyah. Tahthawi sendiri menerjemahkan sekitar 20 buku berbahasa Prancis dan mengedit puluhan karya terjemahan lainnya. Sebagian besar buku-buku yang disupervisinya adalah buku-buku sejarah, filsafat, dan ilmu kemiliteran. Buku penting yang diterjemahkannya sendiri adalah Considerations sur les Causes de la Grandeur des Romains et de leur Decadence karya filsuf Prancis Montesquieu.
Dari buku-buku yang diterjemahkannya, terlihat kecenderungan Thahthawi terhadap filsafat politik. Satu tema yang kemudian menjadi isu sentral dari pemikiran-pemikirannya, khususnya ketika ia berbicara tentang kondisi Mesir dan bangsa Arab modern. Sayangnya, lembaga penerjemahan yang sangat berjasa itu harus ditutup ketika penguasa Mesir yang juga cucu Muhammad Ali, Abbas Hilmi I, mulai tidak menyukainya dan “membuang”-nya ke Khortoum, Sudan. Baru pada pemerintahan Sa’id, anak keempat Muhammad Ali menggantikan kemenakannya, ia diperbolehkan pulang ke Kairo, dan kembali memegang peranan dalam gerakan penerjemahan buku-buku asing.
  • Ide ide Al-Tahtawidalampembaharuan.
Bidangpendidikan.
Al Tahtawi semasa hidupnya banyak waktu yang dihabiskan untuk mengajar, dan mengatur pendidikan.Dia menemukan ide-ide mengenai pendidikan dalam buku yang ditulisnya. Dia menyatakan, bahwa pendidikan itu harus ada kaitannya dengan masalah-masalah masyarakat dan lingkungannya.
Pemikiran Al Tahtawi mengenai pendidikan ada dua pokok yang di nilai penting : pertama pendidikan yang bersifat universal dan emansipasi wanita. Pendidikan hendakmya bersifat universal dan sama bentuknya bagi semua golongan, selain itu bahwa masyarakat yang terdidik akan lebih muda dibina dan sekaligus dapat menghindari masing-masing dari pengaruh negatif. Pemikiran ini dinilai sebagai rintisan bagi pemikiran pendidikan yang bersifat demokratis. Kedua mengenai pendidikan bangsa. Menurutnya bahwa pendidikan bukan hanya terbatas pada kegiatan untuk mengajarkan pengetahuan, melainkan juga untuk membentuk kepribadian dan menenamkan patriotisme. Tanah air ialah tempat tinggal, tanah kelahiran yang dinikmati setiap warganya.
Bidangekonomi
Pemerintah yang baik, adalah pemerintah yang dapat mengajukan ekonomi. Ekonomi yang maju kesejahteraan masyarakat dapat dijamin.Menurut Al Tahtawi ekonomi Mesir, tergantung pada pertanian, ia memuji usaha di jalankan Muhammad Ali dalam lapangan ini. Juga ia menekankan pendapat ahli ekonomi Eropa mengatakan bahwa Mesir mempunyai potensi besar dalam lapangan ekonomi. Memajukan ekonomi, sejahteraan dunia akan tercapai. Hal ini, adalah baru karena tradisi dalam Islam untuk mementingkan kehidupan dunia[10].
Bidangkesejahteraan.
Kemajuan suatu Negara, ditandai meratanya kesejahteraan rakyat dan juga meningkatkan jegiatan perekonomian, sehingga stabilitas Negara dapat dicapai.Sebagaimana diungkapkan oleh Tahtawi, dalam bukunya”Manahij” bahwa manusia pada dasarnya mempunyai dua tujuan, yaitu menjalankan perintah Tuhan dan mencari kesejahteraan didunia, sebagaimana yang dicapai oleh bangsa Eropa modern. Oleh karena itu, kesejahteraan umat Islam harus diperoleh atas dasar melakasanakan ajaran agama, berbudi pekerti baik dan ekonomi yang maju[11].
Pemikiran Al Tahtawi ini, dilandasi oleh tiga hal; yaitu :
1) Mesir adalah negeri yang subur tanahnya merupakan Negara agraris, bahkan perekonomiannnya tergantung dari hasil pertanian.
2) Mesir mempunyai potensi yang besar dalam pembangunan ekonomi.
3) Mesir pada masa-masa fir’aun telah mencapai kejayaan dalam kesejahteraan rakyat dengan berpegang teguh peda akhlak yang mulia.
Bidangpemerintahan.
Ide Al Tahtawi tentang Negara dan masyarakat, bukan hanya sekedar pandangan tradisional belaka, dan bukan pula hanya sebagai refleksi pengalaman dan pengetahuan yang telah didapatnya di Paris. Tetapi merupakan kombinasi dan persenyawaan dari keduanya. Dia mengemukakan contoh-contoh yang diteladani yaitu nabi Muhammad SAW. Dan para sahabat dalam melaksanakan pemerintahan yang mempunyai hak kekuasaan mutlak, yang dalam pelaksanaan pemerintahannya harus dengan adil berdasarkan undang-undang. Untuk kelancaran pelaksanaan undang-undang itu harus ditangani oleh tiga badanyang terpisah yaitu Legislative, Executive dan judicative (Trias Politica Montesque).
Menurut Al tahtawi, masyarakat suatu Negara, terdiri dari empat golongan; dua golongan yang memerintah, dua golongan yang lain diperintah. Dua golonan yang memerintah adalah raja dan para ulama’ (dua para ilmuan). Sedang dua golonan yang diperintah adalah tentara dan para produsen (termasuk semua rakyat).
Patrotisme
Al Tahtawi adalah orang Mesir yang pertama penganjur patriotisme. Paham bahwa seluruh dunia Islam adalah tanah air bagi setiap individu muslim, mulai di rubah penekannya. Al Tahtawi menekankan bahwa tanah air adalah tanah tumpah darah seseorang, bukan seluruh dunia Islam. Ia berpendapat bahwa selain adanya persaudaraan se-agama, juga ada persaudaraan setanah air. Dalam perkembangan dunia Islam selanjutnya persaudaraan tanah air ternyata lebih dominan.
Patriotisme adalah dasar yang kuat untuk mendorong orang mendirikan suatu masyarakat yang mempunyai pradaban. Kata ” Wathan ” dan ” Hubul Wathan ” ( patriotisme) kelihatannya selalu dipakai oleh Patriotisme adalah dasar yang kuat untuk mendorong orang mendirikan suatu masyarakat yang mempunyai pradaban. Kata ” Wathan ” dan ” Hubul Wathan ” ( patriotisme) kelihatannya selalu dipakai oleh Al-Tahtawi dalam bukunya ” Manahaj” dan ” Al-Mursyid “.Mewujudkan masyarakat yang sejati dan patriotisme adalah bila setiap warga Negara punya hak kemerdekaan.
Ijtihad dan sain Modern
Memahami syari’at Islam menurut Al-Tahtawi merupakan sangat penting dan memiliki kesadaran bahwa syari’at pasti senantiasa berganti, cocok untuk segala zaman dan tempat.
orang yang mengerti serta memahami syari’at Islam, Al Tahtawi yakin akan pentingnya kesadaran bahwa syari’at pasti senantiasa berganti, cocok untuk segala zaman dan tempat. Untuk itu diperlukan usaha untuk menginterprestasi kembali syari’at kepada situasi yang baru, sesuai dengan kebutuhan hidup zaman modern.
Ulama yang dibutuhkan untuk membangun pemerintah yang kuat dan maju, adalah ulama yang ikut bertanggung jawab bersama kepala negara, ulama yang berpikir dinamis, memiliki pengetahuan luas dan menjauhi sikap statis agar mampu menginterprestasi kembali konsep agama sesual denga tuntutan zaman.
Sains dan pemikiran rasional pada dasarya tidak bertentangan dengan syari’at Islam. Karena itu, ijtihad harus dilakukan oleh ulama. Ulama harus dapat merubah masyarakat yang berfikiran statis dan tradisional.
Gagasan tersebut menjadi fokus penting dan pemikiran dan pembaharuan Al Tahtawi. Oleh karena itu, sebagian besar hidupnya disumbangkan untuk mendukung gagasannya dengan menerjemahkan buku buku agar umat Islam mengetahui budaya yang maju di Barat. Disamping sebagai penulis dan menjadi pimpinan dalarn beberapa pendidikan[12].
Al Tahtawi dalam hal Satalisme ia mencela orang Pariskarena mereka tidak percaya pada qadha’ dan qadar. Menurutnya, orang Islam harus percaya pada qadha’ dan qadar Tuhan, tetapi disamping itu harus berusaha. Manusia tidak boleh mengembalikan segala-galanya pada qadha’ dan qadar. Karena pendirian serupa lilin, menunjukkan kelemahan. Tetapi berusaha semaksimal dulu, baru menyerah.
Orang Eropa berkeyakinan bahwa manusia dapat memperoleh apa yang di kehendakinya dengan kemauan dan usahanya sendiri dan bila gagal, dalam usahanya, hat itu bukan karena qadha’ dan qadar Tuhan, tetapi karena salah perkiraan atau kurang dalam berfikir atau kurang kuat dalam usahanya[13]
  
BAB III
PENUTUP

Dari uraian yang cukuppanjang di atasmakaterdapatbeberapakesimpulan yang dapatkitasimpulkan,diantaranyaialah :
sepintaspembaharuan yang dilakukan oleh Muhammad Ali Pasha hanya bersifat keduniaan saja, namun dengan terangkatnya kehidupan dunia umat Islam otomatissekaligus terangkat pula derajat keagamaannya. Pembaharuan yang dilaksanakan oleh Muhammad Ali merupakan landasancikalbakal pemikiran dan pembaharuan selanjutnya. Pembaharuan Muhammad Ali dilanjutkan oleh Tahtawi, Jamaludin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan murid-murid Muhammad Abduh lainnya.
Al Tahtawi adalah tokoh pemikir pembaharu generasi pertama di Mesir Abad XIX.Nilai-nilai Islam yang tinggi, senantiasa bersemayam di dalam lubuk hatinya sebagai hasil studinya selama di Al Azhar.Nostalgia kejayaan sejarah Mesir kuno terungkap lagi oleh persentuhannya dengan ekspedisi Napoleon ke Mesir, dan pengayatannya terhadap peradaban dan kebudayaan serta kemajuan Barat selama dia di Perancis, dapat menimbutkan ide-ide pemikirarinya untuk memperbaharui bangsa Mesir dan keterbelakangan dan statis untuk melangkah maju terus menuju Mesir Barn yang modem, yang memiliki peradaban dan kebudayaan modern yang di jiwai dan dilandasi oleh agama, dengan segala aspeknya.

[1]Drs.H.M. YusronAsmuni, PengantarStudiPemikirandanGerakanPembaharuandalamDunia Islam,Jakrta,69
[2]Abdul Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern dalam Islam (Cet. I; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), h. 34-35.
[3]HarunNasution,PembaharuanDalam Islam,Jakarta, hal 29.
[4]Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta, hal 30
[5]Ibid.36-38
[6]Philip K. Hitti, History of the Arab, h. 926.
[7]Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta,  hlm.34
[8]Ibid.34-45
[9]Ibid . 43
[10]Harun Nasution. Islam Ditinjau dari berbagai Aspeknya. Jakarta. Hal. 46
[11]Ibid ,48
[12]Harun. Islam Ditinjau dari berbagai Aspeknya. Jakarta . Hal. 44
[13]Ibid ,49.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar