1.
FAIL ( فاعل )
a.
Definisi
·
Pengertian Fa’il menurut bahasa adalah: yang mengerjakan
pekerjaan (subjek), contoh:
كتب الطالبُ
· Sedangkan
menurut istilah nahwu adalah:
الاسم المرفوع المذكور قبل فعله
Artinya : “Yaitu isim
yang berbaris dapan yang disebutkan fi’il sebelumnya”
Maksudnya adalah isim yang
keadaannya berbaris dapan yang berada setelah fi’il , dalam tatanan bahasa
indonesia dikenal sebagai subyek atau pelaku dari suatu pekerjaan.
Contoh:
دَخَلَ السَّارِقُ السَّجْنَ
“ Pencuri itu masuk penjara “
Kata
السَّارِقُ adalah fa’il dari kata دَخَلَ yang menjadi fi’ilnya.
b. Pembagian
fa’il
1) Fa’il isim Zohir
yaitu susunan kalimat yang fa’il_nya menggunakan nama pelaku langsung.
Contoh Fa’il Isim Zhohir:
قام زيد
Zaid berdiri
2) Fa’il
isim dhomir yaitu susunan kalimat yang fa’ilnya menggunakan dhomir (kata ganti)
Contoh Fa’il Isim Dhomir:
قمـت
Aku berdiri
2.
NAIBUL FA”IL
a.
Definisi
Secara bahasa ialah pengganti fa’il. Sedangkan secara
istilah yaitu isim yang berbaris depan yang tidak disebutkan fa’ilnya dan
fi’ilnya berubah menjadi mabni majhul. isim yg
menggantikannya itu asalnya berupa Maf’ul bih atau serupanya sepeti Zhorof,
Masdar dan Jar-majrur.
Contoh bentuk kalimat asal :
أكرم خالد الغريب
AKROMA KHOOLIDUN
AL-GHORIIBA = Kholid menghormati orang asing itu
Contoh bentuk kalimat setelah Fa’ilnya
dibuang dan Fi’ilnya dibentuk Mabni Majhul:
أُكْرِم الغريب
UKRIMA
AL-GHOORIBU = Orang asing itu dihormati
Pada contoh ini lafazh AL-GHOORIBU adalah
Naibul Fa’il menggantikan Fa’ilnya yg dibuang. Lafazh UKRIMA adalah kalimah
Fi’il Madhi yang dibentuk Mabni Majhul.
b.
Pembagian Naibul Fa’il
·
Zohir :
Contoh:
ضُرِبَ زَيْدٌ
· Mudhmar :
Contoh :
ضُرِبْتُ
3.
MUBTADA’
a.
Definisi
Menurut Bahasa,
mubtada’ ialah permulaan. Sedangkan menurut istilah yaitu isim yang berbaris
dapan yang berada di awal kalimat dan sunyi dari amil-amil lafdzi yang berarti
bahwa mubtada’ itu tidak berbaris dapan karena adanya amil lafadz seperti fa’il
ataupun naibul fa’il melainkan karena anil maknawi, yaitu ibtida’ atau
permulaan kalimat saja.
Contoh :
زَيْدٌ قَائِمٌ
b.
Syarat-syarat
mubtada’
·
Isim
ma’rifat (bentuk khusus)
·
Berada
di awal kalimat
·
Sunyi
dari ‘amil lafzy
c.
Pembagian
Mubtada’ itu
terbagi menjadi 2, yaitu:
· Zohir (seperti yang telah dijelaskan
diatas )
Contoh :
البَحْرُ
وَاسِعٌ
·
Mudhmar
(mubtada’ yang menggunakan isim domir / kata ganti orang)
Contoh :
هُوَ قَائِمٌ
4.
KHABAR
a)
Definisi
Secara bahasa
khobar itu dapat diartikan sebagai berita. Sedangkan menurut istilah khobar itu
adalah isim yang berbaris dapan yang di musnadkan (disandarkan) kepada mubtada’
. jadi khobar itu berbaris dapan karena adanya mubtada’ karena padanyalah
khobar bersandar. Seandainya mubtada’ tidak ada maka khobarpun tidak akan ada.
b)
Pembagian
· Khobar mufrad
Yaitu khobar yang
bukan terdiri dari jumlah dan bukan pula menyerupai jumlah (sibhul jumlah)
Contoh :
الطلابُ نشيطٌ
· Khobar ghoiru mufrad
Yaitu khobar yang
terdiri dari jumlah, baik jumlah ismiyah maupun fi’liyah. Artinya bahwa dalam
susunan mubtada’ khobar itu khobarnya berbentu susunan jumlah yang berada
setelah mubtada’ yang bisa berbentuk jumlah ismiyah (mubtada’ khobar) dan
fi’liyah (fi’il dan fa’il)
1)
Jumlah
ismiyah yaitu susunan kalimat yang terdiri dari mubtada’ dan khobar.
Contoh :
محمد أبوه
قائمٌ
2)
Jumlah
fi’liyah yaitu susunan kalimat yang terdiri dari fi’il dan fa’ilnya.
Contoh :
محمد قَامَ
أبوهُ
3)
Sybhul
jumlah yaitu susunan kalimat yang menyerupai jumlah.
§
Susunan
jar majrur yaitu susunan yang terdiri dari huruf jar dan isim yang di jar
(baris bawah) kan.
Contoh :
محمد فى الدارِ
§
Susunan
zarfiyah yaitu susunan kalimat yang terdiri dari zhorof zaman (keterangan
waktu) dan makan (keterangan tempat)
Contoh :
محمد عندكَ
5.
ISIM
KAANA DAN SAUDARANYA
Isim Kaana dan saudaranya yaitu ‘amil yang bertugas untuk
membaris dapankan isim.
Contoh :
زيدٌ قائمٌ ← كانَ زيدٌ قائمًا
Saudara-Saudara Kaana
1.
أَصْبَحَ – أَضْحَى – ضَلَّ – أَمْسَى – بَاتَ (Untuk menunjukkan
waktu)
Contoh:
بَاتَ الْوَلَدُ نَائِمًا (Anak itu
tidur di malam hari)
2.
لَيْسَ (Untuk penafian)
Contoh:
لَيْسَ النَّجَاحُ سَهْلاً (Kesuksesan
itu tidaklah mudah)
3.
صَارَ (Untuk menunjukkan
terjadinya perubahan)
Contoh:
صَارَ مُحَمَّدٌ شَابًّا (Muhammad
telah menjadi seorang pemuda)
4.
مَادَامَ (Untuk menunjukkan jeda waktu)
Contoh:
لاَ تَخْرُجْ مَادَامَ
الْيَوْمُ مُمْطِرًا (Jangan keluar selama hari masih hujan)
5.
مَابَرِحَ – مَانْفَكَّ – مَافَتِئَ – مَازَال (Untuk menunjukkan adanya kesinambungan)
Contoh:
مَازَالَ الْسَارِقُ
مُكَدِّرا (Pencuri itu senantiasa membuat resah)
6.
KHABAR
INNA DAN SAUDARANYA
Adalah khobar yang berbaris dapan karena adanya ‘amil
yang merofa’kannya, yaitu INNA.
Contoh :
زيدٌ قائمٌ ← إنَّ زيدًا قائمٌ
Macam-Macam Khabar
Inna:
1.
Mufrod
Contoh:
إِنَّ الْجَنَّةَ حَقٌّ
(Sesungguhnya keberadaan Surga adalah benar)
2.
Jar Majrur
Contoh:
إنَّ
اللهَ فِي السَّمَاء
(Sesungguhnya Allah berada di atas langit)
3.
Zharaf
Contoh:
وَأَنَّ الْفَرَجَ مَعَ الْكَرْب
(Sesungguhnya jalan keluar bersama dengan kesusahan)
4.
Jumlah Ismiyyah
Contoh:
إِنَّ عُمَرَ وَلَدُهُ صَالِح
(Sesungguhnya anaknya Umar adalah anak shalih)
5.
Jumlah Fi’liyyah
Contoh:
إِنَّ اللهَ يَرَى
(Sesungguhnya Allah Melihat)
Saudari-Saudari Inna:
1.
إِنَّ, أَن = Untuk Taukid (Menguatkan sesuatu)
Contoh:
إِنَّ اللهَ مَعَ
الصَّابِرِيْنَ (Sesungguhnya
Allah bersama orang-orang yang sabar)
وَاعْلَمُوْا أَنَّ
النَّصْرَ مَعَ الصَّبْر (Ketahuilah
sesungguhnya pertolongan itu bersama kesabaran)
2.
لَيْت = Untuk
berandai-andai
Contoh:
لَيْتَ النَّتِيْجَةَ
حَسَنَة (Seandainya nilainya baik)
3.
كَأَنّ = Untuk Tasybih (Menyerupakan)
Contoh:
كَأَنَّ عُمَرَ أَسَد (Seakan-akan
Umar adalah singa)
4.
لَكِنّ = Untuk Menyatakan
kebalikan dari kalimat sebelumnya
Contoh:
اَلْكِتَابُ صَغِيْرٌ
لَكِنَّهُ مُفِيْد (Kitab itu
kecil akan tetapi berfaidah)
5.
لَعَلّ = Untuk
pengharapan
Contoh:
لَعَلَّ الْجَوَّ
مُعْتَدِل (Mudah-mudahan
udaranya nyaman)
6.
لاَ النَّافِيْةُ لِلْجِنْسِ = Untuk meniadakan jenis
Contoh:
لاَ رَجُلَ فِي الْبَيْت (Tidak ada seorang lelaki pun di dalam rumah itu)
7.
TABI’
( YANG MENGIKUTI KALIMAT YANG DIRAFAKKAN )
Yaitu isim yang
mengikuti harokat (baris) isim yang mendahuluinya dan yang mendahuluinya / yang
diikutinya ini disebut matbu’ .
Adapu tabi’ itu
ada empat macam, yaitu :
a)
Na’at
(sifat)
Ialah lafaz yang
mengikuti man’utnya (yang di sifati ) dalam hal baris dapa, atas, bawah
ma’rifat dan nakirah.
Kaedah terjadinya
sifat ialah:
·
Isim
ma’rifat jatuh setelah isim ma’rifat.
Contoh :
جاءَ زيدُ العاقلٌ
·
Isim
nakirah berada setelah isim ma’rifat.
جاءَ رجلٌ عاقلٌ
b)
Taukid
(penguat)
Yaitu tabi’ yang
disebut setelah matbu’nya yang berfungsi untuk memperkuatnya dan menghilangkan
sesuatu yang bisa menimbulkan keraguan pada pendengar.
Lafaz taukid ada
4, yaitu :
· النّفس → zatnya (orangnya) , contoh : جاء زيد نفسه
· العين → zatnya (orangnya), contoh : جاء زيد عينه
· كلُّ → semuanya , contoh : رأيت القوم كلهم
· أجمع → semuanya , contoh : مررت القوم اجمعين
c)
‘Athof
Secara bahasa,
athof berarti menggabungkan, mengikutkan kata kepada kata yang lain. Athof
adalah tabi’ yang terletak setelah wawu athof dan jumlah / kalimat yang berada
setelah wawu athof disebut ma’thuf ‘alayih.
Ada dua maca
athof, yaitu :
·
Athof
nasaq yaitu kalimat yang ikut pada kalimat sebelumnya dengan menggunakan media
huruf athof.
Contoh :
رايت محمدا و بدرا
·
Athof
bayan yaitu athof yang bertujuan untuk media huruf tahof.
Contoh :
جاء
زيد اخوك
Diantara
huruf-huruf athof adalah
و, ف, ثم, أو, أم,
لا, لكن, بل, حتى
- Huruf wau digunakan untuk menghubungkan atau menggabungkan dua kata, dan diartikan dengan “dan”.
Contoh :
جَاءَ
مُحَمَّدٌ وَ حَسَنٌ وَ سَعِيْدٌ
(Muhammad dan
hasan dan sa’id datang)
Kata حَسَنٌ dan سَعِيْدٌ marfu
dengan dhommah, kedua-duanya isim mufrod. Kedudukannya sebagai athof, karena
terletak setelah huruf athof
- Huruf ف digunakan untuk urutan yang tanpa jeda, dan biasa diartikan dengan “lalu" atau "kemudian”.
Contoh :
دَخَلَ
الْمُتَّهِمُ فَالْمُحَامِي
(orang yang
menuduh masuk kemudian pengacara masuk.)
Kata الْمُحَامِي marfu dengan dhommah muqoddaroh, isim
mankus, sebagai athof.
Kalimat ini
menunjukkan urutan tanpa jeda waktu, sehingga maknanya, orang yang menuduh
masuk seiring dengan masuknya pengacara.
- Huruf ثم (tsumma) digunakan untuk urutan dengan jeda waktu, dan diartikan dengan “kemudian”
Contoh :
مَاتَ
الرَّشِيْدُ ثُمَّ الْمَأْمُوْنُ
(rosyid meninggal
kemudian ma’mun.)
Kata الْمَأْمُوْنُ marfu dengan dhommah, isim mufrod,
sebagai athof.
Kalimat ini
menggunakan huruf ثم sehingga
menunjukkan urutan dengan jeda waktu, sehingga maknanya, rosyid meninggal
kemudian dalam waktu dekat atau lama baru ma’mun meninggal.
- Huruf au digunakan untuk menunjukkan hal yang berupa pilihan atau ragu, dan biasa diartikan dengan “atau”.
Contoh :
ضَرَبَ
الكَلْبَ مُحَمَّدٌ أَوْ عَلِيٌّ
(muhammad atau ali
yang memukul anjing)
Kata عَلِيٌّ marfu dengan dhommah, isim mufrod, sebagai athof.
Penggunakan huruf أو sama saja dengan penggunaan kata “atau” dalam bahasa
Indonesia
.
- Huruf أم (am) digunakan untuk meminta penjelasan, bisa diartikan “apa/atau”.
Contoh :
أَكْتَبَ
هَذَا المَقَالَ عَمْرٌ أَمْ مَحْمُوْدٌ؟
yang menulis
artikel ini amrun atau Mahmud?
Kata مَحْمُوْدٌ marfu dengan dhommah, isim mufrod sebagai athof.
Penggunaan huruf أم biasanya dipakai untuk kalimat tanya yang ditujukan untuk
meminta kejelasan suatu hal.
- Huruf لا (laa) digunakan untuk meniadakan hukum yang sebelumnya, biasa diartikan dengan “bukan”.
Contoh :
نَضِجَ
الْبَطِيْخُ لاَ الْعِنَبُ
yang matang
semangka bukan anggur
Kata الْعِنَبُ marfu dengan dhommah, isim marfu sebagai athof, karena
terletak setelah لا yang
merupakan huruf athof.
- Huruf لكن (laakin) digunakan untuk memperbaiki atau membetulkan. Diartikan dengan “akan tetapi” atau “melainkan”.
Contoh :
مَا نَجَحَ
عَلِيٌّ لَكِنْ أَخُوْهُ
bukan ali yang
lulus melainkan saudaranya
Kata أَخُوْ marfu dengan wau, merupakan asmaul khomsah, sebagai athof.
- Huruf بل (bal) digunakan untuk memalingkan atau menyelisihi hukum sebelumnya. Diartikan dengan “tetapi” atau “bahkan”.
Contoh :
ظَهَرَ عَلَي
اْلأَمْوَاجِ زَوْرَقٌ بَلْ بَاخِرَةٌ
tampak di atas
ombak sampan bahkan kapal besar
Kata بَاخِرَةٌ marfu dengan dhommah, isim mufrod sebagai athof, terletak
setelah
بل.
d)
Badal
(pengganti)
Adalah lafaz yang
i’robnya ikut pada lafaz sebelumnya tanpa perantara huruf athof dan lafaz
tersrbut menjadi tujuan sandaran hukum. Badal adalah tabi’ yang matbu’nya di
buang, maka ia bisa menepati posisinya. Dan isim yang digantikannya disebut
mubdal.
Adapun Badal terdiri
atas empat bagian :
· بَدَلُ اَلشَّيْءِ
مِنْ اَلشَّيْء adalah meyebutkan seluruhnya dari seluruhnya.
Contoh : "قَامَ زَيْدٌ أَخُوكَ, (Zaid telah
berdiri yaitu saudaramu)
·
بَدَلُ اَلْبَعْضِ مِنْ اَلْكُلِّ adalah menyebutkan sebagian dari
seluruhnya.
Contoh : وَأَكَلْتُ
اَلرَّغِيفَ ثُلُثَهُ,(aku
telah memakan roti yaitu sepertiga-nya)
·
بَدَلُ اَلِاشْتِمَالِ adalah menyebutkan katanya.
Contoh : وَنَفَعَنِي زَيْدٌ عِلْمُهُ,(Zaid memberi
manfaat kepadaku yaitu ilmunya)
·
بَدَلُ اَلْغَلَطِ
. adalah badal yang
disebutkan untuk membenarkan mubdal minhu yang salah disebut.
Contoh : وَرَأَيْتُ زَيْدًا اَلْفَرَسَ.(aku telah
melihat zaid yaitu kudanya
Kamu ingin berkata
"al farasa" (kuda) akan tetapi salah,
وَرَأَيْتُ زَيْدًا اَلْفَرَسَ. (aku melihat zaid yaitu kudanya)
‘AMIL NAWASIKH
Yaitu
‘amil-‘amil yang masuk pada mubtada’ dan khobar dan merusak baris diantara
keduanya, dari baris dapan menjadi atas dan dari baris atas menjadi baris
dapan.
Adapaun
Amil-amil yang masuk kepada Mubtada dan Khabar
ada tiga Perkara, yaitu :
· Kaana
dan saudara-saudaranya,
· Innna
dan saudara-saudaranya
· Dzhanna
(dzhanantu) dan saudara-saudaranya.
1.
Kaana
Dan Saudara-Saudara-nya
Adapun kaana dan saudara-saudaranya, sesungguh-nya mereka
berfungsi merafa’kan isim (mubtada) dan menashabkan khabar (mubtada).
Diantara
kaana dan suadara-saudaranya itu adalah :
.
كَانَ, (Ada/Adalah)
.
وَأَمْسَى,(Waktu sore)
.
وَأَصْبَحَ,(Waktu subuh)
.
وَأَضْحَى,(Waktu Dhuha)
.
وَظَلَّ,(Waktu siang hari)
.
وَبَاتَ,(Waktu malam Hari)
.
وَصَارَ,(Jadi)
.
وَلَيْسَ,(Tidak/Bukan)
.
وَمَا زَالَ, (tidak Terputus/tidak
henti-henti/terus menerus)
.
وَمَا اِنْفَكَّ,(tidak Terputus/tidak henti-henti/terus
menerus)
.
وَمَا فَتِئَ,(tidak Terputus/tidak
henti-henti/terus menerus)
.
وَمَا بَرِحَ,(tidak Terputus/tidak
henti-henti/terus menerus)
.
وَمَا دَامَ, (Tetap dan terus
menerus/selama)
semua
lapaz tersebut bisa ditashrif menurut kaidah ilmu Sharaf, seperti Contoh :
.
كَانَ, وَيَكُونُ, وَكُنْ,
.
وَأَصْبَحَ وَيُصْبِحُ وَأَصْبِحْ,
Contoh
Kaana Dan Saudara-Sauidaranya :
."كَانَ
زَيْدٌ قَائِمًا, وَلَيْسَ عَمْرٌو شَاخِصًا"
Artinya
: adalah zaid itu berdiri dan tidaklah Amar itu menampakan diri
Dan
Apa yang menyerupai contoh ini.
2.
Inna
Dan Saudara-Saudara-nya
Adapun inna dan saudara-saudaranya,Bahwa mereka berfungsi
menashabkan Mubtada dan merafa’kan khabar.
Diantara
Inna dan saudara-saudara-nya itu adalah :
.
.إِنَّ، ( Bahwa/Sesungguhnya)
.
وَأَنَّ،(BAhwa?Sesungguhnya)
.
وَلَكِنَّ،(Akan tetapi)
.
وَكَأَنَّ،(Seumpama/Seolah-olah)
.
وَلَيْتَ،(seandainya)
.
وَلَعَلَّ ،(semoga)
Seperti
contoh kalimat :
.
إِنَّ زَيْدًا قَائِمٌ، وَلَيْتَ عَمْرًا شَاخِصٌ
Keterangan:
Makna inna dan anna adalah untuk taukid (Menguatkan),
laakinna untuk istidraak (menyusul kalimat), kaanna untuk tasybih
(penyerupaan), laita untuk tamanniy (pengandaian), la’alla untuk tarajiy
(pengharapan kebaikan) dan tawaqqu’ (ketakutan dari nasib buruk).
Adapun dzhanantu (dzhanna) dan saudara-saudaranya
sesunggunya mereka berfungsi menashabkan mubtada dan khabar karena keduanya
adalah maf’ul bagi dzhanna dan saudara-saudaranya.
3.
Dzhana
dan saudara-saudaranya
Zhona
Dan Saudara-Saudara-nya adalah :
..ظَنَنْتُ،(Aku
menduga)
.
وَحَسِبْتُ،(aku mengira)
.
وَخِلْتُ،(Aku Menduga)
.
وَزَعَمْتُ،(Aku Menduga dengan
Yakin)
.
وَرَأَيْتُ،(Aku melihat)
.
وَعَلِمْتُ،(Aku mengetahui)
.
وَوَجَدْتُ،(Aku Mendapatkan)
.
وَاتَّخَذْتُ،(Aku Menjadikan)
.
وَجَعَلْتُ،(Aku Menjadikan)
.
وَسَمِعْتُ.؛.(Aku Mendengar)
Seperti
contohnya kalimat :
..ظَنَنْتُ
زَيْدًا قَائِمًا، وَرَأَيْتُ عَمْرًا شاخصًا
Artinya
: Aku menduga zaid itu berangkat dan aku melihat umar itu menampakan dirinya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar