Sabtu, 01 Februari 2014

Hadits Tarbawi: IKHLAS BERAMAL

PENDAHULUAN

Dewasa ini banyak sekali kita temukan orang-orang yang pada zohirnya mereka beramal kesana kemari, bersedekah, membantu fakir miskin, membangun mesjid, serta berinfaq ke panti asuhan dan lembaga-lembaga yang berbasis agama seperti pondok pesatren dan sebagainya. namun tanpa disadari maksud dan tujuan mereka bukanlah ikhlas karena Allah dan mengharap keridhoan-Nya, namun untuk menunjukkan kehebatan serta kekayaan mereka bahkan mereka menjadikannya sebagai lahan politik. Hal ini terbukti oleh gencarnya para pejabat yang mengunjungi berbagai lembaga agama dengan kedok bersedekah dan berinfaq, padahal tujuannya adalah agar di anggap baik oleh orang lain dan agar keinginannya terwujud seperti menjadi bupati, gubernur dsb. Kesimpulan ini saya ambil berdasarkan fakta dan bukti. Mereka yang dulu  bersedekah dan berinfaq ketika hari pemilu, sekarang tidak pernah datang lagi dan tidak ada kabar sama sekali, bahkan mungkin melakukan tindak pidana korupsi untuk mengembalikan modalnya, hal ini tidak mustahil dan inilah fakta hari ini. Pada makalah saya ini, saya akan mengemukakan 5 hadits yang berbicara tentang “Ikhlas dalam beramal/ibadah: Kedudukan niat dalam ibadah, Konsistensi (Istiqomah) ibadah serta menjelaskan kandungan dari hadits tersebut agar
Kita semua tahu betapa niat itu menentukan segala amal dan istiqomah dalam beramal itu adalah hal yang paling Allah cintai dengan tujuan menanamkan keikhlasan pada diri kita dalam beramal dan beribadah.

PEMBAHASAN
  1. Hadits-hadits tentang Ikhlas dalam beramal ibadah: kedudukan niat dalam ibadah, konsistensi (istiqomah) ibadah.
  1. Hadits pertama

حدثنا قتيبة بن سعيد حدثنا عبد الوهاب قال سمعت يحيى بن سعيد يقول أخبرني محمد بن إبراهيم أنه سمع علقمة بن وقاص الليثي يقول سمعت عمر بن الخطاب رضي الله عنه يقول  : سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول (إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَإِنَّمَا لاِمْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ)    ( رواه البخاري )[1]
  1. Hadits kedua
حدثنا محمد بن المثنى حدثنا يحيى عن هشام قال أخبرني أبي عن عائشة  : أن النبي صلى الله عليه و سلم دخل عليها وعندها امرأة قال ( من هذه ) . قالت فلانة تذكر من صلاتها قال ( مُهْ عَلَيْكُمْ بِمَا تُطِيقُونَ فَوَاللَّهِ لاَ يَمَلُّ اللَّهُ حَتَّى تَمَلُّوا) . وَكَانَ أَحَبُّ الدِّيْنِ إِلَيْهِ مَا دَاوَمَ عَلَيْهِ صَاحِبُهُ  ( رواه البخاري )[2]   
  1. Hadits ketiga
حدثنا ابن سلام قال أخبرنا محمد بن فضيل قال حدثنا يحيى بن سعيد عن أبي سلمة عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم  : ( مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ ) ( رواه البخاري )[3]


  1. Hadits keempat
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَبِيبٍ الْحَارِثِىُّ حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ الْحَارِثِ حَدَّثَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ حَدَّثَنِى يُونُسُ بْنُ يُوسُفَ عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ يَسَارٍ قَالَ تَفَرَّقَ النَّاسُ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ فَقَالَ لَهُ نَاتِلُ أَهْلِ الشَّامِ أَيُّهَا الشَّيْخُ حَدِّثْنَا حَدِيثًا سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ نَعَمْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « إِنَّ أَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ فَأُتِىَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ قَاتَلْتُ فِيكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ. قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ لأَنْ يُقَالَ جَرِىءٌ. فَقَدْ قِيلَ.
ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِىَ فِى النَّارِ وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ الْقُرْآنَ فَأُتِىَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيكَ الْقُرْآنَ. قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ عَالِمٌ. وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِئٌ. فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِىَ فِى النَّارِ. وَرَجُلٌ وَسَّعَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَعْطَاهُ مِنْ أَصْنَافِ الْمَالِ كُلِّهِ فَأُتِىَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ مَا تَرَكْتُ مِنْ سَبِيلٍ تُحِبُّ أَنْ يُنْفَقَ فِيهَا إِلاَّ أَنْفَقْتُ فِيهَا لَكَ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ هُوَ جَوَادٌ. فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ ثُمَّ أُلْقِىَ فِى النَّارِ ». ( رواه المسلم )[4]


  1. Hadits kelima
حدثنا مسدد قال حدثنا إسماعيل بن إبراهيم أخبرنا أبو حيان التيمي عن أبي زرعة عن أبي هريرة قال: كان النبي صلى الله عليه و سلم بارزا يوما للناس فأتاه جبريل فقال ما الإيمان ؟ قال ( أن تؤمن بالله وملائكته وبلقائه ورسله وتؤمن بالعبث ) . قال ما الإسلام ؟ قال ( الإسلام أن تعبد الله ولا تشرك به وتقيم الصلاة وتؤدي الزكاة المفروضة وتصوم رمضان ) . قال ما الإحسان ؟ قال ( أن تعبد الله كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك ) . قال متى الساعة ؟ قال ( ما المسؤول عنها بأعلم من السائل وسأخبرك عن أشراطها إذا ولدت الأمة ربها وإذا تطاول رعاة الإبل البهم في البنيان في خمس لا يعلمهن إلا الله ) . ثم تلا النبي صلى الله عليه و سلم { إن الله عنده علم الساعة } الآية ثم أدبر فقال ( ردوه ) فلم يروا شيئا فقال ( هذا جبريل جاء يعلم الناس دينهم ) قال أبو عبد الله جعل ذلك كله من الإيمان                    ( رواه البخاري )[5]
  1. Takhrij al-Hadits
  1. Hadits pertama
Hadits pertama ( tentang niat ) yang telah dikemukakan di atas adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dalam kitabnya Jami’ as-Shahih li al-Bukhori  ( Bab : Niat Pada iman ) juz 4: 227.[6]
Dilihat dari segi sanadnya hadits ini diriwayatkan oleh 6 orang rawi yaitu:
- Qutaibah ibn Said ( Nama aslinya adalah Qutaibah ibn Said ibn Jamil ibn Thorif ibn Abdullah, ia adalah murid dari Mughiroh ibn Abdurrahman al-Hazami dan guru dari Muslim ibn Hajjaj an-Naisabury, ia adalah orang yang tsiqoh )
- Abdul Wahab ( Nama aslinya adalah Abdul Wahhab ibn Abdul Majid ibn Solat ibn Ubaidillah ibn Hakam ibn Abi al-‘Ash ibn Basyar ibn ‘Abid, ia adalah murid dari Yahya ibn Said al-Anshory dan guru dari Ubaidillah ibn Muhammad at-Taimy, ia adalah orang yang tsiqoh lagi Tsabt )
- Yahya bin Said ( Nama aslinya adalah Yahya ibn Sa’id ibn Qois ibn ‘Amr ibn Sahal ibn Tsa’labah ibn Ghonam ibn Malik ibn an-Najar, ia adalah murid dari Muhammad Ibrohim al-Qurosyi dan guru dari Abdul Wahhab ibn Abdul Majid ats Tsaqofi, ia adalah orang yang tsiqoh lg tsabt )
- Muhammad ibn Ibrohim ( Nama aslinya adalah Muhammad ibn Ibrohim ibn Harits ibn Kholid ibn Shokhor ibn Amir ibn Ka’ab ibn Sa’ad ibn taimi ibn Muroh, ia adalah murid dari  Alqomah ibn Waqosh dan guru dari Yahya ibn Said al-Anshory, ia adalah orang yang tsiqoh )
- Alqomah ibn Waqosh ( Nama aslinya adalah Alqomah ibn Waqosh ibn Muhshon ibn Kaldah ibn Abdun Yalil, ia adalah murid dari Umar ibn Khottob al-Adawi dan guru dari Muhammad ibn Ibrohim al-Qurosyi, ia adalah orang yang Tsiqoh lg Tsabt )
- Umar ibn Khottob ( Saya sengaja tidak mencantumkan data para sahabat karena para sahabat adalah orang terdekat Nabi dan telah di akui kehujjahannya )
Ditinjau dari data para perowi yang meriwayatkan hadits ini, dapat diketahui bahwa hadits ini adalah hadits shohih dan dapat dijadikan sebagai hujjah.
  1. Hadits kedua
Hadits kedua ( tentang konsistensi ibadah ) yang telah dikemukakan di atas adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dalam kitabnya Shahih al-Bukhori ( Bab: Agama yang paling Allah cintai adalah konsistensinya ) juz 1: 30.[7]
Dilihat dari segi sanadnya hadits ini diriwayatkan oleh 5 orang rawi yaitu:
- Muhammad ibn Matsna ( Nama aslinya adalah Muhammad ibn Matsna ibn Ubaid ibn Qois ibn Dinar, ia adalah murid dari Muhammad ibn Ja’far al-Hadzali dan guru dari Ja’far ibn Muhammad al-Faryabi, ia adalah orang yang tsiqoh lagi tsabt )
- Yahya ( Nama aslinya adalah Yahya ibn Sa’id ibn Qois ibn ‘Amr ibn Sahal ibn Tsa’labah ibn Ghonam ibn Malik ibn an-Najar, ia adalah murid dari Muhammad Ibrohim al-Qurosyi dan guru dari Abdul Wahhab ibn Abdul Majid ats Tsaqofi, ia adalah orang yang tsiqoh lg tsabt )
- Hisyam ( Nama aslinya adalah Hisyam ibn ‘Urwah ibn az-Zubair ibn al-‘Awam ibn Khuwailid ibn Asad ibn Abdul ‘Uzza ibn Qusay ibn Kilab, ia adalah murid dari ‘Urwah ibn Zubair al-Asadi dan guru dari Waki’ ibn Jarah ar-Ruwasi, ia adalah orang yang tsiqoh dan imam fil hadits )
- ‘Urwah ( Nama aslinya adalah ‘Urwah ibn az-Zubair ibn al-‘Awam ibn Khuwailid ibn Asad ibn Abdul ‘Uzza ibn Qusay ibn Kilab, ia adalah murid dari Aisyah r.a dan guru dari Jabir ibn Zaid al-Azdi, ia adalah orang yang tsiqoh, faham ilmu agama dan terkenal )
- Aisyah r.a. ( Saya sengaja tidak mencantumkan data para sahabat karena para sahabat adalah orang terdekat Nabi dan telah di akui kehujjahannya )
Ditinjau dari data para perowi yang meriwayatkan hadits ini, dapat diketahui bahwa hadits ini adalah hadits shohih dan dapat dijadikan sebagai hujjah.

  1. Hadits ketiga
Hadits ketiga ( tentang ikhlas dalam beribadah ) yang telah dikemukakan di atas adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dalam kitabnya Shahih al-Bukhori ( Bab: Puasa ramadhan karena mengharap keridhoan Allah ) juz 1: 29.[8]
Dilihat dari segi sanadnya hadits ini diriwayatkan oleh 5 orang rawi yaitu:
- Ibnu Salam ( Nama aslinya adalah Zaid ibn Salam ibn Mamthur, ia adalah murid dari Mamthur al-Aswad al-Haisy  dan guru dari Yahya ibn Abi Katsir al-Thoni, ia adalah orang yang tsiqoh )
- Muhammad ibn Fudhail ( Nama aslinya adalah Muhammad ibn Fudhail ibn Ghazwan ibn Jarir, ia adalah murid dari Ibnu Ishaq al-Qurosyi dan guru dari Muhammad ibn Abani al-Bakhli, ia adalah orang yang sangat dipercaya lagi ‘Arif )
- Yahya ibn Said ( Nama aslinya adalah Yahya ibn Sa’id ibn Qois ibn ‘Amr ibn Sahal ibn Tsa’labah ibn Ghonam ibn Malik ibn an-Najar, ia adalah murid dari Muhammad Ibrohim al-Qurosyi dan guru dari Abdul Wahhab ibn Abdul Majid ats Tsaqofi, ia adalah orang yang tsiqoh lg tsabt )
- Abi Salamah ( Nama aslinya adalah ‘Abdullah ibn Abdurrahman ibn ‘Auf ibn Abdu ‘Auf ibn Harits ibn Zuhroh, ia adalah murid dari Aisyah r.a dan guru dari Abdullah ibn Hafash al-Qurosyi, ia adalah orang yang tsiqoh lagi Imam )
- Abu Hurairah r.a. ( Saya sengaja tidak mencantumkan data para sahabat karena para sahabat adalah orang terdekat Nabi dan telah di akui kehujjahannya )
Ditinjau dari data para perowi yang meriwayatkan hadits ini, dapat diketahui bahwa hadits ini adalah hadits shohih dan dapat dijadikan sebagai hujjah.
  1. Hadits keempat
Hadits keempat ( tentang beramal/beribadah bukan karena Allah ) yang telah disebutkan di atas adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitabnya Shahih Muslim  ( Bab: Orang yang berperang karena riya’ dan sum’ah ) juz 6 : 47.[9]
Dilihat dari segi sanadnya hadits ini diriwayatkan oleh 5 orang rawi yaitu:
- Yahya ibn Habib al-Haritsi ( Nama aslinya adalah Yahya ibn Habib ‘Arobi, ia adalah murid dari Hamad ibn Salamah al-Bashri dan guru dari Ahmad ibn Syuaib an-Nasani, ia adalah orang yang tsiqoh )
- Kholid ibn al-Harits ( Nama aslinya adalah Kholid ibn al-Harits ibn Salim ibn Sulaiman ibn Ubaid ibn Sufyan ibn Mas’ud ibn Sukain, ia adalah murid dari Hisyam ibn ‘Urwah al-Asadi dan guru dari Ishaq ibn Rohawiyah al-Marwazi, ia adalah orang yang Tsiqoh lagi Tsabt )
- Ibnu Juraij ( Nama aslinya adalah Abdul Malik ibn Abdul Aziz ibn Juraij, ia adalah murid dari Atho’ ibn Abi Royyah al-Qurosyi dan guru dari Sufyan ats-Tsauri, ia adalah orang yang tsiqoh )
- Yunus ibn Yusuf  ( Nama aslinya adalah Yunus ibn Yusuf ibn Hamas ibn ‘Amr, ia adalah murid dari Sulaiman ibn Yasar al-Hilali dan guru dari Ibnu Jarih al-Makki, ia adalah orang yang tsiqoh)
- Sulaiman ibn Yasar  ( Nama aslinya adalah Sulaiman ibn Yasar, ia adalah murid dari Ummu Salamah (Istri Nabi SAW) dan guru dari Nafi’ Maula ibn Umar, ia adalah orang yang tsiqoh )
- Abu Hurairah r.a. ( Saya sengaja tidak mencantumkan data para sahabat karena para sahabat adalah orang terdekat Nabi dan telah di akui kehujjahannya )
Ditinjau dari data para perowi yang meriwayatkan hadits ini, dapat diketahui bahwa hadits ini adalah hadits shohih dan dapat dijadikan sebagai hujjah.
  1. Hadits kelima
Hadits kelima ( tentang Iman, Islam dan Ihsan ) yang telah disebutkan di atas adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dalam kitabnya Shahih al-Bukhori  ( Bab: Pertanyaan Jibril kepada Nabi tentang Iman, Islam dan Ihsan ) Juz 1 : 33.[10]
Dilihat dari segi sanadnya hadits ini diriwayatkan oleh 5 orang rawi yaitu:
- Musaddad ( Nama aslinya adalah Musaddad ibn Musarhad ibn Musarbal ibn Mustawrad, ia adalah murid dari Ismail ibn ‘Ulyah al-Asadi dan guru dari Muhammad ibn Ismail al-Bukhori, ia adalah orang yang tsiqoh lagi Hafidz )
- Ismail ibn Ibrohim ( Nama aslinya adalah Ismail ibn Ibrohim ibn Muqsim, ia adalah murid dari Daud ibn Abi Hindi al-Qusyairi dan guru dari Basyar ibn Muadz al-Aqdi, ia adalah orang yang Tsiqoh, Hujjah lagi Hafidz )
- Abu Hayyan at-Taimy ( Nama aslinya adalah Yahya ibn Said ibn Hayyan ibn Sahim, ia adalah murid dari Abu Zar’ah ibn Amr al-Kufi dan guru dari Jarir ibn Abdul Hamid adh-Dhobi, ia adalah orang yang tsiqoh )
- Abi Zar’ah  ( Nama aslinya adalah Harm ibn Amr ibn Jarir ibn Abdullah, ia adalah murid dari Abu Hurairah r.a. dan guru dari ‘Ammaroh ibn Qo’qo’ adh-Dhobi, ia adalah orang yang tsiqoh)
- Abu Hurairah r.a. ( Saya sengaja tidak mencantumkan data para sahabat karena para sahabat adalah orang terdekat Nabi dan telah di akui kehujjahannya )
Ditinjau dari data para perowi yang meriwayatkan hadits ini, dapat diketahui bahwa hadits ini adalah hadits shohih dan dapat dijadikan sebagai hujjah.
  1. Penjelasan tentang Hadits-hadits yang telah tersebut di atas
  1. Hadits tentang Niat
حدثنا قتيبة بن سعيد حدثنا عبد الوهاب قال سمعت يحيى بن سعيد يقول أخبرني محمد بن إبراهيم أنه سمع علقمة بن وقاص الليثي يقول سمعت عمر بن الخطاب رضي الله عنه يقول  : سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول (إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَإِنَّمَا لاِمْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ)    ( رواه البخاري )
Artinya: Qutaibah menceritakan kepada kami, Abdul Wahhab menceritakan kepada kami, ia berkata: aku mendengar Yahya ibn Said berkata, Muhammad ibn Ibrahim menceritakan kepadaku bahwa ia mendengar Alqomah ibn Waqosh al-Litsi berkata: Aku mendengar Umar ibn Khottob berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya perbuatan-perbuatan itu dengan niat, dan sesungguhnya setiap orang bergantung dengan apa yang ia niatkan. Maka barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya untuk dunia yang ingin diperolehnya, atau untuk wanita yang ingin ia nikahinya, maka hijrahnya kepada apa yang berhijrah kepadanya. ( H.R. Bukhori )

- Penjelasan
            Hadits tersebut di atas menjelaskan bahwa niat adalah hal terpenting dalam setiap amal , niat berfungsi sebagai pembeda antara ibadah yang satu dengan ibadah yang lainnya, juga menjadi pembeda bagi maksud atau tujuan beramal/beribadah, apakah beramal hanya semata karena Allah (Ikhlas) ataupun karena selain Allah.         
            Sesuatu yang diperoleh dari sebuah amal tergantung dengan niat awalnya, hal ini telah jelas Rasul katakan dalam haditsnya di atas:
فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ)
 Maksud dari hadits ini adalah ganjaran atau apapun yang akan diperoleh dari sebuah amal itu, semua tergantung dari niatnya, oleh karena itu Nabi menyebutkan “ barang siapa yang hijrah karena Allah dan Rasulnya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya untuk dunia yang ingin diperolehnya, atau untuk wanita yang ingin ia nikahinya, maka hijrahnya kepada apa yang berhijrah kepadanya”.
            Perkara Mubah atau hanya boleh-boleh saja seperti halnya makan, dapat berubah menjadi perkara yang menghasilkan pahala bagi orang yang melakukannya, itu semua tergantung bagaimana niatnya, jika ia makan dengan niat ingin mendapatkan kekuatan dan ketahanan tubuh agar bisa dengan leluasa terus meningkatkan ibadah kepada Allah, maka pahala lah yang akan ia peroleh dari makannya tersebut. Namun sebaliknya, perkara yang jelas mengandung pahala pun bisa berubah menjadi sia-sia atau bahkan mendapatkan dosa. Seperti halnya sedekah, jika seseorang bersedekah kepada orang lain karena ingin dipuji atau di sanjung serta di anggap orang lain sebagai orang yang dermawan, maka perkara tersebut yang asalnya adalah penghasil pahala, berubah menjadi sia-sia atau bahkan menimbulkan dosa, hal ini karena salahnya niat awal dalam melakukan sebuah amalan.
            Oleh karena itu, niat adalah hal yang sangat penting dalam setiap amal dan menjadi penentu bagi hasil sebuah amal, ibadah ataupun pekerjaan.


  1. Hadits tentang konsistensi ibadah
حدثنا محمد بن المثنى حدثنا يحيى عن هشام قال أخبرني أبي عن عائشة :  : أن النبي صلى الله عليه و سلم دخل عليها وعندها امرأة قال ( من هذه ) . قالت فلانة تذكر من صلاتها قال ( مَهْ عَلَيْكُمْ بِمَا تُطِيقُونَ فَوَاللَّهِ لاَ يَمَلُّ اللَّهُ حَتَّى تَمَلُّوا) . وَكَانَ أَحَبُّ الدِّيْنِ إِلَيْهِ مَا دَاوَمَ عَلَيْهِ صَاحِبُهُ  ( رواه البخاري )
Artinya: Muhammad ibn al-Matsna menceritakan kepada kami, Yahya dari Hisyam, ia berkata : ayahku menceritakan hadits kepadaku yang ia dapat dari Aisyah radhiyallahu anha, bahwa pada suatu hari ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pulang ke rumah Aisyah,beliau melihat ada seorang wanita di dekatnya. Lalu Nabi bertanya, “siapakah wanita itu?” Aisyah menjawab,”inilah si Fulanah yang terkenal banyak melakukan shalat.” Kemudian Nabi bersabda, “Jangan begitu! Tetapi kerjakanlah semampumu. Demi Allah, Dia tidak bosan untuk memberikan pahala hingga kamu sendiri yang malas beramal. Agama yang paling disukai Allah adalah yang dilakukan secara tetap dan teratur. ( H.R. Bukhori )
- Penjelasan
Hadits Nabi di atas menjelaskan tentang betapa pentingnya istiqomah dalam beramal walaupun amalannya sedikit. Karena istiqomah dalam melakukan sebuah amal ibadah adalah hal yang paling Allah sukai dibandingkan beramal banyak namun terputus-putus atau tidak teratur.
Ibnu Hajar Al Asqalani, setelah mengetengahkan sejumlah riwayat dan pendapat mengenai hadits ini, beliau menegaskan bahwa wanita yang diceritakan dalam hadits ini semula berada di rumah Aisyah. Ketika beliau tiba di rumah Aisyah, wanita ini pulang dan sebelum meninggalkan kediaman Aisyah, ia sempat bertemu Rasulullah. Setelah ia pergi, Rasulullah pun menanyakan perihal wanita itu.
قَالَ مَنْ هَذِهِ

Lalu Nabi bertanya, “siapakah wanita itu?” 
Pertanyaan Rasulullah ini menunjukkan bahwa beliau tidak mengenal wanita itu, atau kurang jelas siapa yang barusan datang menemui Aisyah. Kemungkinan kedua lebih besar karena dalam riwayat yang lain, khususnya Muslim dari Zuhri dari Urwah, wanita tersebut adalah Al Haula binti Tuwait bin Habib Asad bin Abdul Izzi, yang termasuk keluarga Khadijah radhiyallahu ‘anha.                       .
قَالَتْ فُلاَنَةُ . تَذْكُرُ مِنْ صَلاَتِهَا
Aisyah menjawab,”inilah si Fulanah yang terkenal banyak melakukan shalat.”

Aisyah menjawab dengan menyebutkan keutamaan wanita itu menurut banyak orang, yakni banyaknya shalat yang ia lakukan. Bahkan, disebutkan bahwa wanita itu shalat sepanjang malam dan tidak tidur.                             .
قَالَ مَهْ ، عَلَيْكُمْ بِمَا تُطِيقُونَ ، فَوَاللَّهِ لاَ يَمَلُّ اللَّهُ حَتَّى تَمَلُّوا
Kemudian Nabi bersabda, “Jangan begitu! Tetapi kerjakanlah semampumu. Demi Allah, Dia tidak bosan untuk memberikan pahala hingga kamu sendiri yang malas beramal. 

Kata “mah” (jangan begitu), merupakan teguran Rasulullah kepada Aisyah dengan maksud melarangnya agar tidak memuji wanita itu dan agar tidak melakukan perbuatan seperti itu.
Rasulullah memerintahkan agar Aisyah dan juga seluruh umatnya untuk mengerjakan amal sesuai kemampuan mereka, yang dapat dilakukan secara terus menerus. Tidak memaksakan diri dengan amal berat yang bisa saja dilakukannya beberapa kali tetapi setelah itu terputus dan tidak dapat diteruskan lagi.
Kata “wallaahi”(demi Allah) yang diucapkan Rasulullah menunjukkan bahwa bolehnya bersumpah tanpa diminta, bahkan ia menjadi sunnah jika dilakukan dalam rangka menegaskan dan memotivasi orang lain untuk mengerjakan perintah Allah.
Kata “malal” adalah majaz (kata kiasan) yang digunakan untuk menunjukkan bahwa Allah memutuskan pahala bagi orang yang bosan beribadah.                     .
وَكَانَ أَحَبَّ الدِّينِ إِلَيْهِ مَا دَامَ عَلَيْهِ صَاحِبُهُ
Agama yang paling disukai Allah adalah yang dilakukan secara tetap dan teratur.
Di sinilah kata “Din” (agama) bermakna amal, yang menunjukkan bahwa amal adalah bagian dari iman. Dan amal yang paling dicintai Allah adalah yang kontinyu dan istiqamah. Banyak hadits yang senada dengan hadits ini, bahwa amal yang paling dicintai Allah adalah amal yang terus menerus, kontinyu, istiqamah.
  1. Hadits tentang Ikhlas dalam beribadah
حدثنا ابن سلام قال أخبرنا محمد بن فضيل قال حدثنا يحيى بن سعيد عن أبي سلمة عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم  : ( مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ ) ( رواه البخاري )
Artinya: Ibn Salam menceritakan kepada kami, ia berkata: Muhammad ibn Fudhail menceritakan kepada kami, ia berkata: Yahya ibn Said menceritakan kepada kami dari Abi Salamah, dari Abi Hurairah, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa yang puasa Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu ( H.R. Bukhori )
- Penjelasan
Memang hadits di atas berbicara tentang keutamaan puasa yang ganjarannya adalah diampuninya dosa-dosa yang terdahulu, namun yang akan kita lirik pada hadits ini adalah kalimat إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا (karena iman dan mengaharap pahala dari Allah SWT).
Kalimat ini menunjukkan bahwa jika kita melakukan sebuah amal karena memang beriman kepada Allah dan mengharapkan ganjaran dan keridhoan-Nya (Ikhlas), maka Allah akan memberikan pahala atau ganjaran serta balasan yang sangat besar bagi orang yang melakukannya, hal itu dicontohkan dalam puasa. Barang siapa yang berpuasa karena memang beriman pada Allah dan mengharapkan pahala dan keridhoan dari-Nya, maka ganjaran yang akan ia terima adalah di ampuninya seluruh dosa yang telah lalu.
Tidak hanya terpaku kepada puasa, dalam amal ibadah apapun, jika memang dilakukan atas dasar keimanan dan semata hanya mengharrap ridho Allah bukan yang lain, maka Allah akan memberikan pahala yang besar bagi orang yang melakukannya, dengan kata lain, sebuah amal yang dilakukan dengan niat yang ikhlas, akan menghasilkan ganjaran atau pahala yang besar.
  1. Hadits tentang beramal atau beribadah bukan karena Allah
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَبِيبٍ الْحَارِثِىُّ حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ الْحَارِثِ حَدَّثَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ حَدَّثَنِى يُونُسُ بْنُ يُوسُفَ عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ يَسَارٍ قَالَ تَفَرَّقَ النَّاسُ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ فَقَالَ لَهُ نَاتِلُ أَهْلِ الشَّامِ أَيُّهَا الشَّيْخُ حَدِّثْنَا حَدِيثًا سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ نَعَمْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « إِنَّ أَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ فَأُتِىَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ قَاتَلْتُ فِيكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ. قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ لأَنْ يُقَالَ جَرِىءٌ. فَقَدْ قِيلَ.
ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِىَ فِى النَّارِ وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ الْقُرْآنَ فَأُتِىَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيكَ الْقُرْآنَ. قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ عَالِمٌ. وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِئٌ. فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِىَ فِى النَّارِ. وَرَجُلٌ وَسَّعَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَعْطَاهُ مِنْ أَصْنَافِ الْمَالِ كُلِّهِ فَأُتِىَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ مَا تَرَكْتُ مِنْ سَبِيلٍ تُحِبُّ أَنْ يُنْفَقَ فِيهَا إِلاَّ أَنْفَقْتُ فِيهَا لَكَ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ هُوَ جَوَادٌ. فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ ثُمَّ أُلْقِىَ فِى النَّارِ ( رواه المسلم )
Artinya:  Yahya ibn Habib al-Haritsi menceritakan kepada kami, Kholid ibn Harits menceritakan kepada kami, Ibn Juraij menceritakan kepada kami, Yunus ibn Yusuf  menceritakan kepada ku dari Sulaiman ibn Yasar, ia berkata: Manusia terpisah dari Abu Hurairah, maka berkata oleh Pemuka Ahlu syam: Wahai Syaikh, ceritakan pada kami sebuah hadits yang engkau dengar dari Rasulullah SAW. Maka ia berkata: Ya, aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya manusia pertama yang diadili pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid di jalan Allah. Dia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan (yang diberikan di dunia), lalu ia pun mengenalinya. Allah bertanya kepadanya : ‘Amal apakah yang engkau lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Ia menjawab : ‘Aku berperang semata-mata karena Engkau sehingga aku mati syahid.’ Allah berfirman : ‘Engkau dusta! Engkau berperang supaya dikatakan seorang yang gagah berani. Memang demikianlah yang telah dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret orang itu atas mukanya (tertelungkup), lalu dilemparkan ke dalam neraka.
Berikutnya orang (yang diadili) adalah seorang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca al Qur`an. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengakuinya. Kemudian Allah menanyakannya: ‘Amal apakah yang telah engkau lakukan dengan kenikmatan-kenikmatan itu?’ Ia menjawab: ‘Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya, serta aku membaca al Qur`an hanyalah karena engkau.’ Allah berkata : ‘Engkau dusta! Engkau menuntut ilmu agar dikatakan seorang ‘alim (yang berilmu) dan engkau membaca al Qur`an supaya dikatakan (sebagai) seorang qari’ (pembaca al Qur`an yang baik). Memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka.
Berikutnya (yang diadili) adalah orang yang diberikan kelapangan rezeki dan berbagai macam harta benda. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengenalinya (mengakuinya). Allah bertanya : ‘Apa yang engkau telah lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Dia menjawab : ‘Aku tidak pernah meninggalkan shadaqah dan infaq pada jalan yang Engkau cintai, melainkan pasti aku melakukannya semata-mata karena Engkau.’ Allah berfirman : ‘Engkau dusta! Engkau berbuat yang demikian itu supaya dikatakan seorang dermawan (murah hati) dan memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeretnya atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka.’”( HR. Muslim )
- Penjelasan
Hadits Nabi diatas menjelaskan bahwa seluruh amal ibadah itu harus didasari dengan niat yang tulus dan ikhlas karena Allah ta’ala bukan karena hal lain. sebuah amal ibadah yang sangat penting dan mengandung balasan yang sangat besar pun seperti jihad, menuntut ilmu, mengajarkan dan mengamalkannya, membaca al-Qur’an, infaq serta sedekah dapat menjadi sia-sia dan tidak berarti apa-apa dihadapan Allah SWT, hal itu karena salahnya niat yang mengawali seluruh amal ibadah tersebut. Dengan kata lain, hasil dari sebuah amal ibadah baik besar maupun kecil, tergantung dengan keikhlasan niat seseorang yang melakukannya.
  1. Hadits tentang Iman, Islam dan Ihsan
حدثنا مسدد قال حدثنا إسماعيل بن إبراهيم أخبرنا أبو حيان التيمي عن أبي زرعة عن أبي هريرة قال: كان النبي صلى الله عليه و سلم بارزا يوما للناس فأتاه جبريل فقال ما الإيمان ؟ قال ( أن تؤمن بالله وملائكته وبلقائه ورسله وتؤمن بالعبث ) . قال ما الإسلام ؟ قال ( الإسلام أن تعبد الله ولا تشرك به وتقيم الصلاة وتؤدي الزكاة المفروضة وتصوم رمضان ) . قال ما الإحسان ؟ قال ( أن تعبد الله كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك ) . قال متى الساعة ؟ قال ( ما المسؤول عنها بأعلم من السائل وسأخبرك عن أشراطها إذا ولدت الأمة ربها وإذا تطاول رعاة الإبل البهم في البنيان في خمس لا يعلمهن إلا الله ) . ثم تلا النبي صلى الله عليه و سلم { إن الله عنده علم الساعة } الآية ثم أدبر فقال ( ردوه ) فلم يروا شيئا فقال ( هذا جبريل جاء يعلم الناس دينهم ) قال أبو عبد الله جعل ذلك كله من الإيمان  ( رواه البخاري )
Artinya: Musaddad telah menceritakan kepada kami, ia berkata bahwa Isma’il ibn Ibrahim telah menceritakan kepada kami, Abu Hayyan al-Taimiy dari Abi Zur’ah telah menyampaikan kepada kami dari Abu Hurairah r.a berkata:
Pada suatu hari ketika Nabi saw. sedang duduk bersama sahabat, tiba-tiba datang malaikat Jibril dan bertanya, “apakah iman itu?”. Jawab Nabi saw.: “iman adalah percaya kepada Allah swt., para malaikat-Nya, kitab-kitabnya, dan pertemuannya dengan Allah, para Rasul-Nya dan percaya pada hari berbangkit dari kubur. ‘Lalu Jibril itu bertanya lagi, “apakah Islam itu? Jawab Nabi saw., “Islam ialah menyembah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apapun, mendirikan shalat, menunaikan zakat yang difardhukan dan berpuasa di bulan Ramadhan.” Lalu Jibril bertanya lagi: “apakah Ihsan itu?” Jawab Nabi saw., “Ihsan ialah bahwa engkau menyembah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, kalau engkau tidak mampu melihat-Nya, ketahuilah bahwa Allah melihatmu.
Lalu Jibril lagi: “apakah hari kiamat itu? “Nabi saw. menjawab: “orang yang ditanya tidak lebih mengetahui daripada yang bertanya, tetapi saya memberitahukan kepadamu beberapa syarat (tanda-tanda) akan tibanya hari kiamat, yaitu jika hamba sahaya telah melahirkan majikannya, dan jika penggembala onta dan ternak lainnya telah berlomba-lomba membangun gedung-gedung megah. Termasuk lima perkara yang tidak dapat diketahui kecuali oleh Allah, selanjutnya Nabi saw. membaca ayat: “Sesungguhnya Allah hanya pada sisi-Nya sajalah yang mengetahui hari kiamat… (ayat).
Kemudian orang itu pergi. Lalu Nabi saw. bersabda kepada para sahabat: “antarkanlah orang itu. Akan tetapi para sahabat tidak melihat sedikitpun bekas orang itu. Lalu Nabi saw.bersabda: “Itu adalah Malaikat Jibril a.s. yang datang untuk mengajarkan agama kepada manusia.” (HR. Bukhari).
- Penjelasan
Hadits ini menceritakan tentang kedatangan malaikat Jibril kepada baginda Rasul perihal bertanya tentang apa itu iman, islam dan ihsan.  Rasulullah menjawab seluruh pertanyaan tersebut dan hal itu disaksikan oleh para sahabat. Ketika kejadian itu telah usai, Rasul SAW bersabda bahwa malaikat Jibril datang untuk mengajarkan tentang agama kepada manusia.
Namun yang akan kita jelaskan kali ini ialah “Ihsan”. Baginda Rasul SAW menyebutkan bahwa Ihsan itu adalah “ bahwa engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, namun jika engkau tidak mampu melihat-Nya, ketahuilah bahwa Allah melihatmu. Makna dari ihsan ini mengajarkan bahwa setiap amal ibadah yang kita kerjakan haruslah dengan niat dan hati yang tulus serta ikhlas dan bersungguh-sungguh dalam mengerjakannya seolah-olah kita melihat Allah, namun apabila kita tidak mampu melihat Allah, maka harus kita ketahui bahwa Allah pasti melihat kita.
Seperti halnya seorang pekerja atau pegawai yang bekerja dihadapan bosnya, maka ia akan bekerja dengan sungguh-sungguh, begitupun jika kita beribadah kepada Allah seolah-olah kita dihadapan-Nya dan Allah melihat kita, maka akan muncul kesungguhan dalam setiap amal ibadah kita dan jelas dengan niat yang hanya karena Allah dan mengharapkan keridhoannya, bukan dengan niat yang lain.
PENUTUP
  1. Kesimpulan
Dari seluruh penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa semua amal itu haruslah disertai dengan niat yang ikhlas dan tulus karena Allah ta’ala bukan selain-Nya, karena balasan yang akan Allah berikan bagi setiap amal ibadah manusia, tergantung dengan apa yang ia niatkan, hal itu telah dibuktikan dengan hadits Nabi yang berbicara tentang syahid yang tidak Allah anggap sebagai syahid dikarenakan oleh salahnya niat, begitu pula orang yang berinfaq atau bersedekah, ia tidak mendapatkan ganjaran apapun dari Allah dan malah sebaliknya, Allah memasukkan dia kedalam neraka dikarenakan niatnya yang salah, oleh karena itu, setiap amal ibadah haruslah disertai dengan niat yang ikhlas karena Allah ta’ala.
Disamping itu, amal ibadah juga harus dilakukan dengan teratur dan terus menerus (istiqomah), ibadah yang banyak namun tidak dilakukan secara terus menerus akan sedikit artinya dihadapan Allah SWT. karena jelas bahwa Allah sangat menyukai amal ibadah yang dilakukan secara istiqomah atau kontinyu walaupun hanya sekedar kemampuan orang yang melakukan ibadah tersebut. Istiqomah adalah hal yang sangat baik dilakukan terutama dalam amal ibadah, disamping hal itu didukung oleh dalil-dalil kuat yang berasal dari hadits Nabi, istiqomah itu juga di anggap lebih baik dari seribu karomah, hal ini sesuai dengan pepatah arab “ al-Istiqomah Khoirun min Alfi Karomah “.
Demikianlah makalah saya ini, jika terdapat kesalahan baik dalam tulisan maupun ungkapan pikiran, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya, dan saya harap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad bin Hambal, Musnad Imam Ahmad bin Hambal, Bairut, Dar al-Fikr, 1994.
Muslim al-Qusyairi an-Naisabury, Abu al-Husen Muslim bin Hajjaj, Jami’ As-Shahih li Al-Muslim, Bairut, Dar al-Fikr.
An-Nasa’I, Imam,  Sunan An-Nasa’I, Bairut, Dar al-Fikr / Dar al-Kutub al ilmiyah, 1995.
Asy’ats assajastani, Abi daud sulaiman, Sunan Abi Daud, Bairut, Dar al-Fikr, 2003
Yazid al-Quzwaini, Abu Abdillah Muhammad, Sunan Ibnu Majah, Bairut, Dar al-Fikr, 2004.
Ismail al-Bukhori, Abu abdillah Muhammad, Jami’ as-Shahih li al-Bukhori, (Kairo: Maktabah Salafiyah, 1400 H)
Maktabah Syamilah
Jawami’ Al-Kalim

[1] Abu abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhori, Jami’ as-Shahih li al-Bukhori, (Kairo: Maktabah Salafiyah, 1400 H.), Juz : 4, Hlm. 227
[2] Abu abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhori, Jami’ as-Shahih li al-Bukhori, (Kairo: Maktabah Salafiyah, 1400 H.), Juz : 1, Hlm. 30.
[3] Abu abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhori, Jami’ as-Shahih li al-Bukhori, (Kairo: Maktabah Salafiyah, 1400 H.), Juz : 1, Hlm. 29
[4] Imam Abu al-Husen Muslim bin Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi an-Naisabury, Jami’ as-Shahih li al-Muslim, (Bairut: Dar al-Fikr) Juz: 6, Hlm. 47.
[5] Abu abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhori, Jami’ as-Shahih li al-Bukhori, (Kairo: Maktabah Salafiyah, 1400 H.), Juz : 1, Hlm. 33.
[6] Hadits yang dimaksud di atas juga diriwayatkan oleh Imam an-Nasa’I dalam kitabnya Sunan an-Nasa’i ( Bab : Niat Pada Wudhu ), Dar al-Kutub al-Ilmiah, Juz 1, Hlm. 58, Imam Muslim dalam kitabnya Shohih Muslim ( Bab : Perkataan Nabi SAW ), Dar al-Fikr,  Juz 6, Hlm. 48, Imam Ahmad bin Hambal dalam kitabnya Musnad ahmad bin Hambal ( Bab : Musnad Umar bin Khottob ), Dar al-Fikr, Juz 1, Hlm. 63.
[7] Hadits serupa di atas juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitabnya Jami’ as-Shohih li al-Muslim ( Bab : perkara orang yang lupa atau tidak jelas dalam sholatnya ), Dar al-Fikr, Juz 2, Hlm. 190.
[8] Hadits yang dimaksud di atas juga diriwayatkan oleh Abu Daud dalam kitabnya Sunan Abi Daud ( Bab : Mendirikan Bulan Ramadhan ), Dar al-Fikr,  Juz 1, Hlm. 510, Ibnu Majah dalam kitabnya Sunan Ibnu Majah ( Bab : Keutamaan Bulan Ramadhan ) Juz 1, Hlm. 515, Sunan Nasa’I dalam kitabnya Sunan an-Nasa’I ( Bab : Ganjaran bagi orang yang puasa dan mendirikan Ramadhan ), Dar al-Fikr,  Juz 4, Hlm. 157, Imam Muslim dalam kitabnya Shahih Muslim ( Bab : Anjuran untuk mendirikan Ramadhan ), Dar al-Fikr, Juz 2, Hlm.177, Imam Ahmad ibn Hambal dalam kitabnya Musnad Ahmad bin Hambal ( Bab : Musnad Abu Hurairah r.a. ), Dar al-Fikr,  Juz 3, Hlm. 12.
[9] Hadits yang dimaksud di atas tidak termaktub dalam kutub at-Tis’ah kecuali dalam kitab Shohih Muslim Juz 6 : 47.
[10] Hadits yang dimaksud di atas juga diriwayatkan oleh Abu Daud dalam kitabnya Sunan Abi Daud ( Bab : Qadar  ) Juz 4 : 359, Ibnu Majah dalam kitabnya Sunan Ibni Majah ( Bab : Iman ), Dar al-Fikr, Juz 1, Hlm. 36, Sunan Nasa’I dalam kitabnya Sunan an-Nasa’I al-Kubro ( Bab : Sifat Islam ) Juz  6 : 528, Imam Muslim dalam kitabnya Shahih Muslim ( Bab : Mengenal Iman, Islam dan Qadar ), Dar al-Fikr,  Juz 1, Hlm. 28, Imam Ahmad ibn Hambal dalam kitabnya Musnad Ahmad bin Hambal ( Bab : Musnad Umar ibn Khottob r.a. ), Dar al-Fikr,  Juz 1, Hlm. 115.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar