Dewasa ini banyak sekali kita temukan orang-orang yang pada zohirnya
mereka beramal kesana kemari, bersedekah, membantu fakir miskin,
membangun mesjid, serta berinfaq ke panti asuhan dan lembaga-lembaga
yang berbasis agama seperti pondok pesatren dan sebagainya. namun tanpa
disadari maksud dan tujuan mereka bukanlah ikhlas karena Allah dan
mengharap keridhoan-Nya, namun untuk menunjukkan kehebatan serta
kekayaan mereka bahkan mereka menjadikannya sebagai lahan politik. Hal
ini terbukti oleh gencarnya para pejabat yang mengunjungi berbagai
lembaga agama dengan kedok bersedekah dan berinfaq, padahal tujuannya
adalah agar di anggap baik oleh orang lain dan agar keinginannya
terwujud seperti menjadi bupati, gubernur dsb. Kesimpulan ini saya ambil
berdasarkan fakta dan bukti. Mereka yang dulu bersedekah dan berinfaq
ketika hari pemilu, sekarang tidak pernah datang lagi dan tidak ada
kabar sama sekali, bahkan mungkin melakukan tindak pidana korupsi untuk
mengembalikan modalnya, hal ini tidak mustahil dan inilah fakta hari
ini. Pada makalah saya ini, saya akan mengemukakan 5 hadits yang
berbicara tentang “Ikhlas dalam beramal/ibadah: Kedudukan niat dalam
ibadah, Konsistensi (Istiqomah) ibadah serta menjelaskan kandungan dari
hadits tersebut agar
Kita semua tahu betapa niat itu menentukan segala amal dan istiqomah
dalam beramal itu adalah hal yang paling Allah cintai dengan tujuan
menanamkan keikhlasan pada diri kita dalam beramal dan beribadah.
PEMBAHASAN
- Hadits-hadits tentang Ikhlas dalam beramal ibadah: kedudukan niat dalam ibadah, konsistensi (istiqomah) ibadah.
- Hadits pertama
حدثنا قتيبة بن سعيد حدثنا عبد الوهاب قال سمعت يحيى بن
سعيد يقول أخبرني محمد بن إبراهيم أنه سمع علقمة بن وقاص الليثي يقول سمعت
عمر بن الخطاب رضي الله عنه يقول : سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم
يقول (إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَإِنَّمَا لاِمْرِئٍ مَا نَوَى
فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى
اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ
امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ) (
رواه البخاري )[1]
- Hadits kedua
حدثنا محمد بن المثنى حدثنا يحيى عن هشام قال أخبرني أبي عن
عائشة : أن النبي صلى الله عليه و سلم دخل عليها وعندها امرأة قال ( من
هذه ) . قالت فلانة تذكر من صلاتها قال ( مُهْ عَلَيْكُمْ بِمَا تُطِيقُونَ
فَوَاللَّهِ لاَ يَمَلُّ اللَّهُ حَتَّى تَمَلُّوا) . وَكَانَ أَحَبُّ
الدِّيْنِ إِلَيْهِ مَا دَاوَمَ عَلَيْهِ صَاحِبُهُ ( رواه البخاري )[2]
- Hadits ketiga
حدثنا ابن سلام قال أخبرنا محمد بن فضيل قال حدثنا يحيى بن
سعيد عن أبي سلمة عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : (
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ
مِنْ ذَنْبِهِ ) ( رواه البخاري )[3]
- Hadits keempat
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَبِيبٍ الْحَارِثِىُّ حَدَّثَنَا
خَالِدُ بْنُ الْحَارِثِ حَدَّثَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ حَدَّثَنِى يُونُسُ
بْنُ يُوسُفَ عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ يَسَارٍ قَالَ تَفَرَّقَ النَّاسُ عَنْ
أَبِى هُرَيْرَةَ فَقَالَ لَهُ نَاتِلُ أَهْلِ الشَّامِ أَيُّهَا
الشَّيْخُ حَدِّثْنَا حَدِيثًا سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- قَالَ نَعَمْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
يَقُولُ « إِنَّ أَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ
رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ فَأُتِىَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ
فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ قَاتَلْتُ فِيكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ. قَالَ
كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ لأَنْ يُقَالَ جَرِىءٌ. فَقَدْ قِيلَ.
ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى
أُلْقِىَ فِى النَّارِ وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ
الْقُرْآنَ فَأُتِىَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا
عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ
فِيكَ الْقُرْآنَ. قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ
لِيُقَالَ عَالِمٌ. وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِئٌ. فَقَدْ
قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِىَ فِى
النَّارِ. وَرَجُلٌ وَسَّعَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَعْطَاهُ مِنْ أَصْنَافِ
الْمَالِ كُلِّهِ فَأُتِىَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ
فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ مَا تَرَكْتُ مِنْ سَبِيلٍ تُحِبُّ أَنْ
يُنْفَقَ فِيهَا إِلاَّ أَنْفَقْتُ فِيهَا لَكَ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ
فَعَلْتَ لِيُقَالَ هُوَ جَوَادٌ. فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ
فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ ثُمَّ أُلْقِىَ فِى النَّارِ ». ( رواه المسلم )[4]
- Hadits kelima
حدثنا مسدد قال حدثنا إسماعيل بن إبراهيم أخبرنا أبو حيان
التيمي عن أبي زرعة عن أبي هريرة قال: كان النبي صلى الله عليه و سلم بارزا
يوما للناس فأتاه جبريل فقال ما الإيمان ؟ قال ( أن تؤمن بالله وملائكته
وبلقائه ورسله وتؤمن بالعبث ) . قال ما الإسلام ؟ قال ( الإسلام أن تعبد
الله ولا تشرك به وتقيم الصلاة وتؤدي الزكاة المفروضة وتصوم رمضان ) . قال
ما الإحسان ؟ قال ( أن تعبد الله كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك ) .
قال متى الساعة ؟ قال ( ما المسؤول عنها بأعلم من السائل وسأخبرك عن
أشراطها إذا ولدت الأمة ربها وإذا تطاول رعاة الإبل البهم في البنيان في
خمس لا يعلمهن إلا الله ) . ثم تلا النبي صلى الله عليه و سلم { إن الله
عنده علم الساعة } الآية ثم أدبر فقال ( ردوه ) فلم يروا شيئا فقال ( هذا
جبريل جاء يعلم الناس دينهم ) قال أبو عبد الله جعل ذلك كله من الإيمان
( رواه البخاري )[5]
- Takhrij al-Hadits
- Hadits pertama
Hadits pertama ( tentang niat ) yang telah dikemukakan di atas adalah
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dalam kitabnya Jami’
as-Shahih li al-Bukhori ( Bab : Niat Pada iman ) juz 4: 227.[6]
Dilihat dari segi sanadnya hadits ini diriwayatkan oleh 6 orang rawi yaitu:
- Qutaibah ibn Said ( Nama aslinya adalah Qutaibah ibn Said
ibn Jamil ibn Thorif ibn Abdullah, ia adalah murid dari Mughiroh ibn
Abdurrahman al-Hazami dan guru dari Muslim ibn Hajjaj an-Naisabury, ia
adalah orang yang tsiqoh )
- Abdul Wahab ( Nama aslinya adalah Abdul Wahhab ibn Abdul
Majid ibn Solat ibn Ubaidillah ibn Hakam ibn Abi al-‘Ash ibn Basyar ibn
‘Abid, ia adalah murid dari Yahya ibn Said al-Anshory dan guru dari
Ubaidillah ibn Muhammad at-Taimy, ia adalah orang yang tsiqoh lagi Tsabt
)
- Yahya bin Said ( Nama aslinya adalah Yahya ibn Sa’id ibn
Qois ibn ‘Amr ibn Sahal ibn Tsa’labah ibn Ghonam ibn Malik ibn an-Najar,
ia adalah murid dari Muhammad Ibrohim al-Qurosyi dan guru dari Abdul
Wahhab ibn Abdul Majid ats Tsaqofi, ia adalah orang yang tsiqoh lg tsabt
)
- Muhammad ibn Ibrohim ( Nama aslinya adalah Muhammad ibn
Ibrohim ibn Harits ibn Kholid ibn Shokhor ibn Amir ibn Ka’ab ibn Sa’ad
ibn taimi ibn Muroh, ia adalah murid dari Alqomah ibn Waqosh dan guru
dari Yahya ibn Said al-Anshory, ia adalah orang yang tsiqoh )
- Alqomah ibn Waqosh ( Nama aslinya adalah Alqomah ibn Waqosh
ibn Muhshon ibn Kaldah ibn Abdun Yalil, ia adalah murid dari Umar ibn
Khottob al-Adawi dan guru dari Muhammad ibn Ibrohim al-Qurosyi, ia
adalah orang yang Tsiqoh lg Tsabt )
- Umar ibn Khottob ( Saya sengaja tidak mencantumkan data para
sahabat karena para sahabat adalah orang terdekat Nabi dan telah di
akui kehujjahannya )
Ditinjau dari data para perowi yang meriwayatkan hadits ini, dapat
diketahui bahwa hadits ini adalah hadits shohih dan dapat dijadikan
sebagai hujjah.
- Hadits kedua
Hadits kedua ( tentang konsistensi ibadah ) yang telah dikemukakan di
atas adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dalam kitabnya
Shahih al-Bukhori ( Bab: Agama yang paling Allah cintai adalah
konsistensinya ) juz 1: 30.[7]
Dilihat dari segi sanadnya hadits ini diriwayatkan oleh 5 orang rawi yaitu:
- Muhammad ibn Matsna ( Nama aslinya adalah Muhammad ibn
Matsna ibn Ubaid ibn Qois ibn Dinar, ia adalah murid dari Muhammad ibn
Ja’far al-Hadzali dan guru dari Ja’far ibn Muhammad al-Faryabi, ia
adalah orang yang tsiqoh lagi tsabt )
- Yahya ( Nama aslinya adalah Yahya ibn Sa’id ibn Qois ibn
‘Amr ibn Sahal ibn Tsa’labah ibn Ghonam ibn Malik ibn an-Najar, ia
adalah murid dari Muhammad Ibrohim al-Qurosyi dan guru dari Abdul Wahhab
ibn Abdul Majid ats Tsaqofi, ia adalah orang yang tsiqoh lg tsabt )
- Hisyam ( Nama aslinya adalah Hisyam ibn ‘Urwah ibn az-Zubair
ibn al-‘Awam ibn Khuwailid ibn Asad ibn Abdul ‘Uzza ibn Qusay ibn
Kilab, ia adalah murid dari ‘Urwah ibn Zubair al-Asadi dan guru dari
Waki’ ibn Jarah ar-Ruwasi, ia adalah orang yang tsiqoh dan imam fil
hadits )
- ‘Urwah ( Nama aslinya adalah ‘Urwah ibn az-Zubair ibn
al-‘Awam ibn Khuwailid ibn Asad ibn Abdul ‘Uzza ibn Qusay ibn Kilab, ia
adalah murid dari Aisyah r.a dan guru dari Jabir ibn Zaid al-Azdi, ia
adalah orang yang tsiqoh, faham ilmu agama dan terkenal )
- Aisyah r.a. ( Saya sengaja tidak mencantumkan data para
sahabat karena para sahabat adalah orang terdekat Nabi dan telah di akui
kehujjahannya )
Ditinjau dari data para perowi yang meriwayatkan hadits ini, dapat
diketahui bahwa hadits ini adalah hadits shohih dan dapat dijadikan
sebagai hujjah.
- Hadits ketiga
Hadits ketiga ( tentang ikhlas dalam beribadah ) yang telah
dikemukakan di atas adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori
dalam kitabnya Shahih al-Bukhori ( Bab: Puasa ramadhan karena mengharap
keridhoan Allah ) juz 1: 29.[8]
Dilihat dari segi sanadnya hadits ini diriwayatkan oleh 5 orang rawi yaitu:
- Ibnu Salam ( Nama aslinya adalah Zaid ibn Salam ibn Mamthur,
ia adalah murid dari Mamthur al-Aswad al-Haisy dan guru dari Yahya ibn
Abi Katsir al-Thoni, ia adalah orang yang tsiqoh )
- Muhammad ibn Fudhail ( Nama aslinya adalah Muhammad ibn
Fudhail ibn Ghazwan ibn Jarir, ia adalah murid dari Ibnu Ishaq
al-Qurosyi dan guru dari Muhammad ibn Abani al-Bakhli, ia adalah orang
yang sangat dipercaya lagi ‘Arif )
- Yahya ibn Said ( Nama aslinya adalah Yahya ibn Sa’id ibn
Qois ibn ‘Amr ibn Sahal ibn Tsa’labah ibn Ghonam ibn Malik ibn an-Najar,
ia adalah murid dari Muhammad Ibrohim al-Qurosyi dan guru dari Abdul
Wahhab ibn Abdul Majid ats Tsaqofi, ia adalah orang yang tsiqoh lg tsabt
)
- Abi Salamah ( Nama aslinya adalah ‘Abdullah ibn Abdurrahman
ibn ‘Auf ibn Abdu ‘Auf ibn Harits ibn Zuhroh, ia adalah murid dari
Aisyah r.a dan guru dari Abdullah ibn Hafash al-Qurosyi, ia adalah orang
yang tsiqoh lagi Imam )
- Abu Hurairah r.a. ( Saya sengaja tidak mencantumkan data
para sahabat karena para sahabat adalah orang terdekat Nabi dan telah di
akui kehujjahannya )
Ditinjau dari data para perowi yang meriwayatkan hadits ini, dapat
diketahui bahwa hadits ini adalah hadits shohih dan dapat dijadikan
sebagai hujjah.
- Hadits keempat
Hadits keempat ( tentang beramal/beribadah bukan karena Allah ) yang
telah disebutkan di atas adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim dalam kitabnya Shahih Muslim ( Bab: Orang yang berperang karena
riya’ dan sum’ah ) juz 6 : 47.[9]
Dilihat dari segi sanadnya hadits ini diriwayatkan oleh 5 orang rawi yaitu:
- Yahya ibn Habib al-Haritsi ( Nama aslinya adalah Yahya ibn
Habib ‘Arobi, ia adalah murid dari Hamad ibn Salamah al-Bashri dan guru
dari Ahmad ibn Syuaib an-Nasani, ia adalah orang yang tsiqoh )
- Kholid ibn al-Harits ( Nama aslinya adalah Kholid ibn
al-Harits ibn Salim ibn Sulaiman ibn Ubaid ibn Sufyan ibn Mas’ud ibn
Sukain, ia adalah murid dari Hisyam ibn ‘Urwah al-Asadi dan guru dari
Ishaq ibn Rohawiyah al-Marwazi, ia adalah orang yang Tsiqoh lagi Tsabt )
- Ibnu Juraij ( Nama aslinya adalah Abdul Malik ibn Abdul Aziz
ibn Juraij, ia adalah murid dari Atho’ ibn Abi Royyah al-Qurosyi dan
guru dari Sufyan ats-Tsauri, ia adalah orang yang tsiqoh )
- Yunus ibn Yusuf ( Nama aslinya adalah Yunus ibn Yusuf ibn
Hamas ibn ‘Amr, ia adalah murid dari Sulaiman ibn Yasar al-Hilali dan
guru dari Ibnu Jarih al-Makki, ia adalah orang yang tsiqoh)
- Sulaiman ibn Yasar ( Nama aslinya adalah Sulaiman
ibn Yasar, ia adalah murid dari Ummu Salamah (Istri Nabi SAW) dan guru
dari Nafi’ Maula ibn Umar, ia adalah orang yang tsiqoh )
- Abu Hurairah r.a. ( Saya sengaja tidak mencantumkan data
para sahabat karena para sahabat adalah orang terdekat Nabi dan telah di
akui kehujjahannya )
Ditinjau dari data para perowi yang meriwayatkan hadits ini, dapat
diketahui bahwa hadits ini adalah hadits shohih dan dapat dijadikan
sebagai hujjah.
- Hadits kelima
Hadits kelima ( tentang Iman, Islam dan Ihsan ) yang telah disebutkan
di atas adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dalam
kitabnya Shahih al-Bukhori ( Bab: Pertanyaan Jibril kepada Nabi tentang
Iman, Islam dan Ihsan ) Juz 1 : 33.[10]
Dilihat dari segi sanadnya hadits ini diriwayatkan oleh 5 orang rawi yaitu:
- Musaddad ( Nama aslinya adalah Musaddad ibn Musarhad ibn
Musarbal ibn Mustawrad, ia adalah murid dari Ismail ibn ‘Ulyah al-Asadi
dan guru dari Muhammad ibn Ismail al-Bukhori, ia adalah orang yang
tsiqoh lagi Hafidz )
- Ismail ibn Ibrohim ( Nama aslinya adalah Ismail ibn Ibrohim
ibn Muqsim, ia adalah murid dari Daud ibn Abi Hindi al-Qusyairi dan guru
dari Basyar ibn Muadz al-Aqdi, ia adalah orang yang Tsiqoh, Hujjah lagi
Hafidz )
- Abu Hayyan at-Taimy ( Nama aslinya adalah Yahya ibn Said ibn
Hayyan ibn Sahim, ia adalah murid dari Abu Zar’ah ibn Amr al-Kufi dan
guru dari Jarir ibn Abdul Hamid adh-Dhobi, ia adalah orang yang tsiqoh )
- Abi Zar’ah ( Nama aslinya adalah Harm ibn Amr ibn Jarir ibn
Abdullah, ia adalah murid dari Abu Hurairah r.a. dan guru dari ‘Ammaroh
ibn Qo’qo’ adh-Dhobi, ia adalah orang yang tsiqoh)
- Abu Hurairah r.a. ( Saya sengaja tidak mencantumkan data
para sahabat karena para sahabat adalah orang terdekat Nabi dan telah di
akui kehujjahannya )
Ditinjau dari data para perowi yang meriwayatkan hadits ini, dapat
diketahui bahwa hadits ini adalah hadits shohih dan dapat dijadikan
sebagai hujjah.
- Penjelasan tentang Hadits-hadits yang telah tersebut di atas
- Hadits tentang Niat
حدثنا قتيبة بن سعيد حدثنا عبد الوهاب قال سمعت يحيى بن
سعيد يقول أخبرني محمد بن إبراهيم أنه سمع علقمة بن وقاص الليثي يقول سمعت
عمر بن الخطاب رضي الله عنه يقول : سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم
يقول (إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَإِنَّمَا لاِمْرِئٍ مَا نَوَى
فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى
اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ
امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ) (
رواه البخاري )
Artinya: Qutaibah menceritakan kepada kami, Abdul Wahhab menceritakan
kepada kami, ia berkata: aku mendengar Yahya ibn Said berkata, Muhammad
ibn Ibrahim menceritakan kepadaku bahwa ia mendengar Alqomah ibn Waqosh
al-Litsi berkata: Aku mendengar Umar ibn Khottob berkata: Aku mendengar
Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya perbuatan-perbuatan itu
dengan niat, dan sesungguhnya setiap orang bergantung dengan apa yang ia
niatkan. Maka barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya,
hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya
untuk dunia yang ingin diperolehnya, atau untuk wanita yang ingin ia
nikahinya, maka hijrahnya kepada apa yang berhijrah kepadanya. ( H.R. Bukhori )
- Penjelasan
Hadits tersebut di atas menjelaskan bahwa niat
adalah hal terpenting dalam setiap amal , niat berfungsi sebagai pembeda
antara ibadah yang satu dengan ibadah yang lainnya, juga menjadi
pembeda bagi maksud atau tujuan beramal/beribadah, apakah beramal hanya
semata karena Allah (Ikhlas) ataupun karena selain Allah.
Sesuatu yang diperoleh dari sebuah amal
tergantung dengan niat awalnya, hal ini telah jelas Rasul katakan dalam
haditsnya di atas:
فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ
فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ
لِدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى
مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ)
Maksud dari hadits ini adalah ganjaran atau apapun yang akan
diperoleh dari sebuah amal itu, semua tergantung dari niatnya, oleh
karena itu Nabi menyebutkan “ barang siapa yang hijrah karena Allah dan
Rasulnya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan
barangsiapa yang hijrahnya untuk dunia yang ingin diperolehnya, atau
untuk wanita yang ingin ia nikahinya, maka hijrahnya kepada apa yang
berhijrah kepadanya”.
Perkara Mubah atau hanya boleh-boleh saja seperti
halnya makan, dapat berubah menjadi perkara yang menghasilkan pahala
bagi orang yang melakukannya, itu semua tergantung bagaimana niatnya,
jika ia makan dengan niat ingin mendapatkan kekuatan dan ketahanan tubuh
agar bisa dengan leluasa terus meningkatkan ibadah kepada Allah, maka
pahala lah yang akan ia peroleh dari makannya tersebut. Namun
sebaliknya, perkara yang jelas mengandung pahala pun bisa berubah
menjadi sia-sia atau bahkan mendapatkan dosa. Seperti halnya sedekah,
jika seseorang bersedekah kepada orang lain karena ingin dipuji atau di
sanjung serta di anggap orang lain sebagai orang yang dermawan, maka
perkara tersebut yang asalnya adalah penghasil pahala, berubah menjadi
sia-sia atau bahkan menimbulkan dosa, hal ini karena salahnya niat awal
dalam melakukan sebuah amalan.
Oleh karena itu, niat adalah hal yang sangat
penting dalam setiap amal dan menjadi penentu bagi hasil sebuah amal,
ibadah ataupun pekerjaan.
- Hadits tentang konsistensi ibadah
حدثنا محمد بن المثنى حدثنا يحيى عن هشام قال أخبرني أبي
عن عائشة : : أن النبي صلى الله عليه و سلم دخل عليها وعندها امرأة قال (
من هذه ) . قالت فلانة تذكر من صلاتها قال ( مَهْ عَلَيْكُمْ بِمَا
تُطِيقُونَ فَوَاللَّهِ لاَ يَمَلُّ اللَّهُ حَتَّى تَمَلُّوا) . وَكَانَ
أَحَبُّ الدِّيْنِ إِلَيْهِ مَا دَاوَمَ عَلَيْهِ صَاحِبُهُ ( رواه
البخاري )
Artinya: Muhammad ibn al-Matsna menceritakan kepada kami, Yahya dari
Hisyam, ia berkata : ayahku menceritakan hadits kepadaku yang ia dapat
dari Aisyah radhiyallahu anha, bahwa pada suatu hari ketika Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam pulang ke rumah Aisyah,beliau melihat ada
seorang wanita di dekatnya. Lalu Nabi bertanya, “siapakah wanita itu?”
Aisyah menjawab,”inilah si Fulanah yang terkenal banyak melakukan
shalat.” Kemudian Nabi bersabda, “Jangan begitu! Tetapi kerjakanlah
semampumu. Demi Allah, Dia tidak bosan untuk memberikan pahala hingga
kamu sendiri yang malas beramal. Agama yang paling disukai Allah adalah
yang dilakukan secara tetap dan teratur. ( H.R. Bukhori )
- Penjelasan
Hadits Nabi di atas menjelaskan tentang betapa pentingnya istiqomah
dalam beramal walaupun amalannya sedikit. Karena istiqomah dalam
melakukan sebuah amal ibadah adalah hal yang paling Allah sukai
dibandingkan beramal banyak namun terputus-putus atau tidak teratur.
Ibnu Hajar Al Asqalani, setelah mengetengahkan sejumlah riwayat dan
pendapat mengenai hadits ini, beliau menegaskan bahwa wanita yang
diceritakan dalam hadits ini semula berada di rumah Aisyah. Ketika
beliau tiba di rumah Aisyah, wanita ini pulang dan sebelum meninggalkan
kediaman Aisyah, ia sempat bertemu Rasulullah. Setelah ia pergi,
Rasulullah pun menanyakan perihal wanita itu.
قَالَ مَنْ هَذِهِ
Lalu Nabi bertanya, “siapakah wanita itu?”
Pertanyaan Rasulullah ini menunjukkan bahwa beliau tidak mengenal
wanita itu, atau kurang jelas siapa yang barusan datang menemui Aisyah.
Kemungkinan kedua lebih besar karena dalam riwayat yang lain, khususnya
Muslim dari Zuhri dari Urwah, wanita tersebut adalah Al Haula binti
Tuwait bin Habib Asad bin Abdul Izzi, yang termasuk keluarga Khadijah
radhiyallahu ‘anha. .
قَالَتْ فُلاَنَةُ . تَذْكُرُ مِنْ صَلاَتِهَا
Aisyah menjawab,”inilah si Fulanah yang terkenal banyak melakukan shalat.”
Aisyah menjawab dengan menyebutkan keutamaan wanita itu menurut
banyak orang, yakni banyaknya shalat yang ia lakukan. Bahkan, disebutkan
bahwa wanita itu shalat sepanjang malam dan tidak
tidur. .
قَالَ مَهْ ، عَلَيْكُمْ بِمَا تُطِيقُونَ ، فَوَاللَّهِ لاَ يَمَلُّ اللَّهُ حَتَّى تَمَلُّوا
Kemudian Nabi bersabda, “Jangan begitu! Tetapi kerjakanlah
semampumu. Demi Allah, Dia tidak bosan untuk memberikan pahala hingga
kamu sendiri yang malas beramal.
Kata “mah” (jangan begitu), merupakan teguran Rasulullah kepada
Aisyah dengan maksud melarangnya agar tidak memuji wanita itu dan agar
tidak melakukan perbuatan seperti itu.
Rasulullah memerintahkan agar Aisyah dan juga seluruh umatnya untuk
mengerjakan amal sesuai kemampuan mereka, yang dapat dilakukan secara
terus menerus. Tidak memaksakan diri dengan amal berat yang bisa saja
dilakukannya beberapa kali tetapi setelah itu terputus dan tidak dapat
diteruskan lagi.
Kata “wallaahi”(demi Allah) yang diucapkan Rasulullah menunjukkan
bahwa bolehnya bersumpah tanpa diminta, bahkan ia menjadi sunnah jika
dilakukan dalam rangka menegaskan dan memotivasi orang lain untuk
mengerjakan perintah Allah.
Kata “malal” adalah majaz (kata kiasan) yang digunakan untuk
menunjukkan bahwa Allah memutuskan pahala bagi orang yang bosan
beribadah. .
وَكَانَ أَحَبَّ الدِّينِ إِلَيْهِ مَا دَامَ عَلَيْهِ صَاحِبُهُ
Agama yang paling disukai Allah adalah yang dilakukan secara tetap dan teratur.
Di sinilah kata “Din” (agama) bermakna amal, yang menunjukkan bahwa
amal adalah bagian dari iman. Dan amal yang paling dicintai Allah adalah
yang kontinyu dan istiqamah. Banyak hadits yang senada dengan hadits
ini, bahwa amal yang paling dicintai Allah adalah amal yang terus
menerus, kontinyu, istiqamah.
- Hadits tentang Ikhlas dalam beribadah
حدثنا ابن سلام قال أخبرنا محمد بن فضيل قال حدثنا يحيى
بن سعيد عن أبي سلمة عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم
: ( مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا
تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ ) ( رواه البخاري )
Artinya: Ibn Salam menceritakan kepada kami, ia berkata: Muhammad ibn
Fudhail menceritakan kepada kami, ia berkata: Yahya ibn Said
menceritakan kepada kami dari Abi Salamah, dari Abi Hurairah, Ia berkata
bahwa Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa yang puasa Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu ( H.R. Bukhori )
- Penjelasan
Memang hadits di atas berbicara tentang keutamaan puasa yang
ganjarannya adalah diampuninya dosa-dosa yang terdahulu, namun yang akan
kita lirik pada hadits ini adalah kalimat إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا
(karena iman dan mengaharap pahala dari Allah SWT).
Kalimat ini menunjukkan bahwa jika kita melakukan sebuah amal karena
memang beriman kepada Allah dan mengharapkan ganjaran dan keridhoan-Nya
(Ikhlas), maka Allah akan memberikan pahala atau ganjaran serta balasan
yang sangat besar bagi orang yang melakukannya, hal itu dicontohkan
dalam puasa. Barang siapa yang berpuasa karena memang beriman pada Allah
dan mengharapkan pahala dan keridhoan dari-Nya, maka ganjaran yang akan
ia terima adalah di ampuninya seluruh dosa yang telah lalu.
Tidak hanya terpaku kepada puasa, dalam amal ibadah apapun, jika
memang dilakukan atas dasar keimanan dan semata hanya mengharrap ridho
Allah bukan yang lain, maka Allah akan memberikan pahala yang besar bagi
orang yang melakukannya, dengan kata lain, sebuah amal yang dilakukan
dengan niat yang ikhlas, akan menghasilkan ganjaran atau pahala yang
besar.
- Hadits tentang beramal atau beribadah bukan karena Allah
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَبِيبٍ الْحَارِثِىُّ حَدَّثَنَا
خَالِدُ بْنُ الْحَارِثِ حَدَّثَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ حَدَّثَنِى يُونُسُ
بْنُ يُوسُفَ عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ يَسَارٍ قَالَ تَفَرَّقَ النَّاسُ عَنْ
أَبِى هُرَيْرَةَ فَقَالَ لَهُ نَاتِلُ أَهْلِ الشَّامِ أَيُّهَا
الشَّيْخُ حَدِّثْنَا حَدِيثًا سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- قَالَ نَعَمْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
يَقُولُ « إِنَّ أَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ
رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ فَأُتِىَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ
فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ قَاتَلْتُ فِيكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ. قَالَ
كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ لأَنْ يُقَالَ جَرِىءٌ. فَقَدْ قِيلَ.
ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى
أُلْقِىَ فِى النَّارِ وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ
الْقُرْآنَ فَأُتِىَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا
عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ
فِيكَ الْقُرْآنَ. قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ
لِيُقَالَ عَالِمٌ. وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِئٌ. فَقَدْ
قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِىَ فِى
النَّارِ. وَرَجُلٌ وَسَّعَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَعْطَاهُ مِنْ أَصْنَافِ
الْمَالِ كُلِّهِ فَأُتِىَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ
فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ مَا تَرَكْتُ مِنْ سَبِيلٍ تُحِبُّ أَنْ
يُنْفَقَ فِيهَا إِلاَّ أَنْفَقْتُ فِيهَا لَكَ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ
فَعَلْتَ لِيُقَالَ هُوَ جَوَادٌ. فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ
فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ ثُمَّ أُلْقِىَ فِى النَّارِ ( رواه المسلم )
Artinya: Yahya ibn Habib al-Haritsi menceritakan kepada kami, Kholid
ibn Harits menceritakan kepada kami, Ibn Juraij menceritakan kepada
kami, Yunus ibn Yusuf menceritakan kepada ku dari Sulaiman ibn Yasar,
ia berkata: Manusia terpisah dari Abu Hurairah, maka berkata oleh Pemuka
Ahlu syam: Wahai Syaikh, ceritakan pada kami sebuah hadits yang engkau
dengar dari Rasulullah SAW. Maka ia berkata: Ya, aku mendengar
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya
manusia pertama yang diadili pada hari kiamat adalah orang yang mati
syahid di jalan Allah. Dia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya
kenikmatan-kenikmatan (yang diberikan di dunia), lalu ia pun
mengenalinya. Allah bertanya kepadanya : ‘Amal apakah yang engkau
lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Ia menjawab : ‘Aku berperang
semata-mata karena Engkau sehingga aku mati syahid.’ Allah berfirman :
‘Engkau dusta! Engkau berperang supaya dikatakan seorang yang gagah
berani. Memang demikianlah yang telah dikatakan (tentang dirimu).’
Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret orang itu atas mukanya
(tertelungkup), lalu dilemparkan ke dalam neraka.
Berikutnya orang (yang diadili) adalah seorang yang menuntut ilmu dan
mengajarkannya serta membaca al Qur`an. Ia didatangkan dan
diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun
mengakuinya. Kemudian Allah menanyakannya: ‘Amal apakah yang telah
engkau lakukan dengan kenikmatan-kenikmatan itu?’ Ia menjawab: ‘Aku
menuntut ilmu dan mengajarkannya, serta aku membaca al Qur`an hanyalah
karena engkau.’ Allah berkata : ‘Engkau dusta! Engkau menuntut ilmu agar
dikatakan seorang ‘alim (yang berilmu) dan engkau membaca al Qur`an
supaya dikatakan (sebagai) seorang qari’ (pembaca al Qur`an yang baik).
Memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian
diperintahkan (malaikat) agar menyeret atas mukanya dan melemparkannya
ke dalam neraka.
Berikutnya (yang diadili) adalah orang yang diberikan kelapangan
rezeki dan berbagai macam harta benda. Ia didatangkan dan diperlihatkan
kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengenalinya
(mengakuinya). Allah bertanya : ‘Apa yang engkau telah lakukan dengan
nikmat-nikmat itu?’ Dia menjawab : ‘Aku tidak pernah meninggalkan
shadaqah dan infaq pada jalan yang Engkau cintai, melainkan pasti aku
melakukannya semata-mata karena Engkau.’ Allah berfirman : ‘Engkau
dusta! Engkau berbuat yang demikian itu supaya dikatakan seorang
dermawan (murah hati) dan memang begitulah yang dikatakan (tentang
dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeretnya atas
mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka.’”( HR. Muslim )
- Penjelasan
Hadits Nabi diatas menjelaskan bahwa seluruh amal ibadah itu harus
didasari dengan niat yang tulus dan ikhlas karena Allah ta’ala bukan
karena hal lain. sebuah amal ibadah yang sangat penting dan mengandung
balasan yang sangat besar pun seperti jihad, menuntut ilmu, mengajarkan
dan mengamalkannya, membaca al-Qur’an, infaq serta sedekah dapat menjadi
sia-sia dan tidak berarti apa-apa dihadapan Allah SWT, hal itu karena
salahnya niat yang mengawali seluruh amal ibadah tersebut. Dengan kata
lain, hasil dari sebuah amal ibadah baik besar maupun kecil, tergantung
dengan keikhlasan niat seseorang yang melakukannya.
- Hadits tentang Iman, Islam dan Ihsan
حدثنا مسدد قال حدثنا إسماعيل بن إبراهيم أخبرنا أبو حيان
التيمي عن أبي زرعة عن أبي هريرة قال: كان النبي صلى الله عليه و سلم بارزا
يوما للناس فأتاه جبريل فقال ما الإيمان ؟ قال ( أن تؤمن بالله وملائكته
وبلقائه ورسله وتؤمن بالعبث ) . قال ما الإسلام ؟ قال ( الإسلام أن تعبد
الله ولا تشرك به وتقيم الصلاة وتؤدي الزكاة المفروضة وتصوم رمضان ) . قال
ما الإحسان ؟ قال ( أن تعبد الله كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك ) .
قال متى الساعة ؟ قال ( ما المسؤول عنها بأعلم من السائل وسأخبرك عن
أشراطها إذا ولدت الأمة ربها وإذا تطاول رعاة الإبل البهم في البنيان في
خمس لا يعلمهن إلا الله ) . ثم تلا النبي صلى الله عليه و سلم { إن الله
عنده علم الساعة } الآية ثم أدبر فقال ( ردوه ) فلم يروا شيئا فقال ( هذا
جبريل جاء يعلم الناس دينهم ) قال أبو عبد الله جعل ذلك كله من الإيمان (
رواه البخاري )
Artinya: Musaddad telah menceritakan kepada kami, ia berkata
bahwa Isma’il ibn Ibrahim telah menceritakan kepada kami, Abu Hayyan
al-Taimiy dari Abi Zur’ah telah menyampaikan kepada kami dari Abu
Hurairah r.a berkata:
Pada suatu hari ketika Nabi saw. sedang duduk bersama sahabat,
tiba-tiba datang malaikat Jibril dan bertanya, “apakah iman itu?”. Jawab
Nabi saw.: “iman adalah percaya kepada Allah swt., para malaikat-Nya,
kitab-kitabnya, dan pertemuannya dengan Allah, para Rasul-Nya dan
percaya pada hari berbangkit dari kubur. ‘Lalu Jibril itu bertanya lagi,
“apakah Islam itu? Jawab Nabi saw., “Islam ialah menyembah kepada Allah
dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apapun, mendirikan shalat,
menunaikan zakat yang difardhukan dan berpuasa di bulan Ramadhan.” Lalu
Jibril bertanya lagi: “apakah Ihsan itu?” Jawab Nabi saw., “Ihsan ialah
bahwa engkau menyembah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya,
kalau engkau tidak mampu melihat-Nya, ketahuilah bahwa Allah melihatmu.
Lalu Jibril lagi: “apakah hari kiamat itu? “Nabi saw. menjawab:
“orang yang ditanya tidak lebih mengetahui daripada yang bertanya,
tetapi saya memberitahukan kepadamu beberapa syarat (tanda-tanda) akan
tibanya hari kiamat, yaitu jika hamba sahaya telah melahirkan
majikannya, dan jika penggembala onta dan ternak lainnya telah
berlomba-lomba membangun gedung-gedung megah. Termasuk lima perkara yang
tidak dapat diketahui kecuali oleh Allah, selanjutnya Nabi saw. membaca
ayat: “Sesungguhnya Allah hanya pada sisi-Nya sajalah yang mengetahui
hari kiamat… (ayat).
Kemudian orang itu pergi. Lalu Nabi saw. bersabda kepada para
sahabat: “antarkanlah orang itu. Akan tetapi para sahabat tidak melihat
sedikitpun bekas orang itu. Lalu Nabi saw.bersabda: “Itu adalah Malaikat
Jibril a.s. yang datang untuk mengajarkan agama kepada manusia.” (HR.
Bukhari).
- Penjelasan
Hadits ini menceritakan tentang kedatangan malaikat Jibril kepada
baginda Rasul perihal bertanya tentang apa itu iman, islam dan ihsan.
Rasulullah menjawab seluruh pertanyaan tersebut dan hal itu disaksikan
oleh para sahabat. Ketika kejadian itu telah usai, Rasul SAW bersabda
bahwa malaikat Jibril datang untuk mengajarkan tentang agama kepada
manusia.
Namun yang akan kita jelaskan kali ini ialah “Ihsan”. Baginda Rasul
SAW menyebutkan bahwa Ihsan itu adalah “ bahwa engkau beribadah kepada
Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, namun jika engkau tidak mampu
melihat-Nya, ketahuilah bahwa Allah melihatmu. Makna dari ihsan ini
mengajarkan bahwa setiap amal ibadah yang kita kerjakan haruslah dengan
niat dan hati yang tulus serta ikhlas dan bersungguh-sungguh dalam
mengerjakannya seolah-olah kita melihat Allah, namun apabila kita tidak
mampu melihat Allah, maka harus kita ketahui bahwa Allah pasti melihat
kita.
Seperti halnya seorang pekerja atau pegawai yang bekerja dihadapan
bosnya, maka ia akan bekerja dengan sungguh-sungguh, begitupun jika kita
beribadah kepada Allah seolah-olah kita dihadapan-Nya dan Allah melihat
kita, maka akan muncul kesungguhan dalam setiap amal ibadah kita dan
jelas dengan niat yang hanya karena Allah dan mengharapkan keridhoannya,
bukan dengan niat yang lain.
PENUTUP
- Kesimpulan
Dari seluruh penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa semua amal
itu haruslah disertai dengan niat yang ikhlas dan tulus karena Allah
ta’ala bukan selain-Nya, karena balasan yang akan Allah berikan bagi
setiap amal ibadah manusia, tergantung dengan apa yang ia niatkan, hal
itu telah dibuktikan dengan hadits Nabi yang berbicara tentang syahid
yang tidak Allah anggap sebagai syahid dikarenakan oleh salahnya niat,
begitu pula orang yang berinfaq atau bersedekah, ia tidak mendapatkan
ganjaran apapun dari Allah dan malah sebaliknya, Allah memasukkan dia
kedalam neraka dikarenakan niatnya yang salah, oleh karena itu, setiap
amal ibadah haruslah disertai dengan niat yang ikhlas karena Allah
ta’ala.
Disamping itu, amal ibadah juga harus dilakukan dengan teratur dan
terus menerus (istiqomah), ibadah yang banyak namun tidak dilakukan
secara terus menerus akan sedikit artinya dihadapan Allah SWT. karena
jelas bahwa Allah sangat menyukai amal ibadah yang dilakukan secara
istiqomah atau kontinyu walaupun hanya sekedar kemampuan orang yang
melakukan ibadah tersebut. Istiqomah adalah hal yang sangat baik
dilakukan terutama dalam amal ibadah, disamping hal itu didukung oleh
dalil-dalil kuat yang berasal dari hadits Nabi, istiqomah itu juga di
anggap lebih baik dari seribu karomah, hal ini sesuai dengan pepatah
arab “ al-Istiqomah Khoirun min Alfi Karomah “.
Demikianlah makalah saya ini, jika terdapat kesalahan baik dalam
tulisan maupun ungkapan pikiran, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya,
dan saya harap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad bin Hambal, Musnad Imam Ahmad bin Hambal, Bairut, Dar al-Fikr, 1994.
Muslim al-Qusyairi an-Naisabury, Abu al-Husen Muslim bin Hajjaj, Jami’ As-Shahih li Al-Muslim, Bairut, Dar al-Fikr.
An-Nasa’I, Imam, Sunan An-Nasa’I, Bairut, Dar al-Fikr / Dar al-Kutub al ilmiyah, 1995.
Asy’ats assajastani, Abi daud sulaiman, Sunan Abi Daud, Bairut, Dar al-Fikr, 2003
Yazid al-Quzwaini, Abu Abdillah Muhammad, Sunan Ibnu Majah, Bairut, Dar al-Fikr, 2004.
Ismail al-Bukhori, Abu abdillah Muhammad, Jami’ as-Shahih li al-Bukhori, (Kairo: Maktabah Salafiyah, 1400 H)
Maktabah Syamilah
Jawami’ Al-Kalim
[1] Abu abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhori, Jami’ as-Shahih li al-Bukhori, (Kairo: Maktabah Salafiyah, 1400 H.), Juz : 4, Hlm. 227
[2] Abu abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhori, Jami’ as-Shahih li al-Bukhori, (Kairo: Maktabah Salafiyah, 1400 H.), Juz : 1, Hlm. 30.
[3] Abu abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhori, Jami’ as-Shahih li al-Bukhori, (Kairo: Maktabah Salafiyah, 1400 H.), Juz : 1, Hlm. 29
[4] Imam Abu al-Husen Muslim bin Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi an-Naisabury, Jami’ as-Shahih li al-Muslim, (Bairut: Dar al-Fikr) Juz: 6, Hlm. 47.
[5] Abu abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhori, Jami’ as-Shahih li al-Bukhori, (Kairo: Maktabah Salafiyah, 1400 H.), Juz : 1, Hlm. 33.
[6] Hadits yang dimaksud di atas juga diriwayatkan oleh Imam an-Nasa’I dalam kitabnya Sunan an-Nasa’i ( Bab : Niat Pada Wudhu ), Dar al-Kutub al-Ilmiah, Juz 1, Hlm. 58, Imam Muslim dalam kitabnya Shohih Muslim ( Bab : Perkataan Nabi SAW ), Dar al-Fikr, Juz 6, Hlm. 48, Imam Ahmad bin Hambal dalam kitabnya Musnad ahmad bin Hambal ( Bab : Musnad Umar bin Khottob ), Dar al-Fikr, Juz 1, Hlm. 63.
[7] Hadits serupa di atas juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitabnya Jami’ as-Shohih li al-Muslim ( Bab : perkara orang yang lupa atau tidak jelas dalam sholatnya ), Dar al-Fikr, Juz 2, Hlm. 190.
[8] Hadits yang dimaksud di atas juga diriwayatkan oleh Abu Daud dalam kitabnya Sunan Abi Daud ( Bab : Mendirikan Bulan Ramadhan ), Dar al-Fikr, Juz 1, Hlm. 510, Ibnu Majah dalam kitabnya Sunan Ibnu Majah ( Bab : Keutamaan Bulan Ramadhan ) Juz 1, Hlm. 515, Sunan Nasa’I dalam kitabnya Sunan an-Nasa’I ( Bab : Ganjaran bagi orang yang puasa dan mendirikan Ramadhan ), Dar al-Fikr, Juz 4, Hlm. 157, Imam Muslim dalam kitabnya Shahih Muslim ( Bab : Anjuran untuk mendirikan Ramadhan ),
Dar al-Fikr, Juz 2, Hlm.177, Imam Ahmad ibn Hambal dalam kitabnya
Musnad Ahmad bin Hambal ( Bab : Musnad Abu Hurairah r.a. ), Dar al-Fikr,
Juz 3, Hlm. 12.
[9] Hadits yang dimaksud di atas tidak termaktub dalam kutub at-Tis’ah kecuali dalam kitab Shohih Muslim Juz 6 : 47.
[10]
Hadits yang dimaksud di atas juga diriwayatkan oleh Abu Daud dalam
kitabnya Sunan Abi Daud ( Bab : Qadar ) Juz 4 : 359, Ibnu Majah dalam
kitabnya Sunan Ibni Majah ( Bab : Iman ), Dar al-Fikr, Juz 1,
Hlm. 36, Sunan Nasa’I dalam kitabnya Sunan an-Nasa’I al-Kubro ( Bab :
Sifat Islam ) Juz 6 : 528, Imam Muslim dalam kitabnya Shahih Muslim ( Bab : Mengenal Iman, Islam dan Qadar ), Dar al-Fikr, Juz 1, Hlm. 28, Imam Ahmad ibn Hambal dalam kitabnya Musnad Ahmad bin Hambal ( Bab : Musnad Umar ibn Khottob r.a. ), Dar al-Fikr, Juz 1, Hlm. 115.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar