Dunia pendidikan di indonesia khususnya, dan dunia Islam pada umumnya
masih di hadapkan pada persoalan, mulai dari rumusan, tujuan pendidikan
yang kurang sejalan dengan tuntutan masyarakat, sampai kepada persoalan
guru, metode, kurikulum dan lain sebagainya.
Di kalangan para ahli masih terdapat perbedaan mengenai pemakaian
istilah tujuan, hasan langgulung misalnya mengatakan bahwa istilah
tujuan itu sendiri banyak di campur baurkan pengguanaannya dengan
istilah maksud. Kadang-kadang tampak berbeda, dan kadang- kadang tampak
serupa. Namun demikian, pada akhirnya ia menganggap bahwa kedua istilah
itu mempunyai arti yang sama.
Pendidikan Islam dengan pendidikan nasional merupakan sebuah system
pendidikan yang sangat baik. Karena di dalam pendidikan Islam maupun
pendidikan nasional terdapat beberapa metode yang berkaitan dengan
masalah dunia pendidikan. Apabilah seseorang dengan baik melakukan
metode-metode tersebut maka orang tersebut akan menjadi orang yang
berguna bagi Agama dan bangsa.
Membahas masalah konsepsi pendidikan Islam dalam langkah pendidikan
nasional, harus dimulai dari konsep manusia secara integral dan utuh.
Ketepatan mengkaji dan merumuskan masalah ini akn memerlukan landasan
yang kuat dan tetap untuk mebahas masalah filsafat, dasar dan tujuan
pendidikan, yang selanjutnya di jadikan pangkal tolak dalam menyatukan
dan mengkaitkan hubungan, sebagai bagian integral dari mata rantai dalam
kesatuan system pendidikan nasional.
- RUMUSAN MASALAH
- Apa Pengertian Tujuan Pendidikan Nasional?
- Apa Pengertian Filsafat Pendidikan Islam?
- Bagaimana Perkembangan Pendidikan Nasional dan Pendidikan Islam di Indonesia
- Bagaimana Pemikiran Pendidikan Islam terhadap Tujuan Pendidikan Nasional di Indonesia
- PEMBAHASAN
- Pengertian Tujuan Pendidikan Nasional
Secara bahasa tujuan adalah arah, haluan, jurusan, maksud. Sedangkan
Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berakar
pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap
terhadap tuntutan perubahan zaman. Untuk mewujudkan cita-cita ini,
diperlukan perjuangan seluruh lapisan masyarakat.
Jadi dapat diambil pengertian bahwa tujuan pendidikan nasional adalah
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan
mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.[1]
Dalam skala yang lebih besar pendidikan diatur oleh Pemerintah baik
sistem maupun managemennya. Di Indonesia berdasarkan Undang-Undang nomor
20 tahun 2003 disebutkan bahwa pendidikan nasional bertujuan
Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
brkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.[2]
- Pengertian Filsafat Pendidikan Islam
Filsafat menurut Sutan Zanti Arbi berasal dari bahasa Yunani kuno Philosophia yang
secara harfiah bermakna “kecintaan akan kearifan”. Makna kearifan
melebihi dari pengetahuan, karena kearifan mengharuskan adanya
pengetahuan dan dalam kearifan terdapat ketajaman dan kedalaman.
Sedangkan menurut John S. Brubacher, Filsafat berasal dari kata Yunani
yaitu Filos dan Sofia yang berarti “cinta kebijakan
dan Ilmu pengetahuan”. Secara istilah menurut Hasbullah Bakry filsafat
adalah Ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai
ketuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan
pengetahuan tentang bagaimana hakekatnya sejauh yang dapat dicapai akal
manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mengetahui
pengetahuan itu.[3]
Sedangkan Pendidikan adalah suatu ikhtiar atau usaha manusia dewasa
untuk mendewasakan peserta didik agar menjadi manusia mandiri dan
bertanggung jawab baik terhadap dirinya maupun segala sesuatu diluar
dirinya, orang lain, hewan dan sebagainya. Adapun kata Islam menurut
Harun Nasution adalah Agama yang ajaran-ajarannya di wahyukan Tuhan
kepada manusia melalui Nabi Muhammad sebagai Rasul. Islam adalah agama
yang seluruh ajarannya bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits dalam
rangka mengatur dan menuntun kehidupan manusia dalam hubungannya dengan
Allah, dengan sesama manusia dan dengan alam semesta.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Filsafat Pendidikan Islam adalah suatu
aktifitas berfikir menyeluruh dan mendalam dalam rangka merumuskan
konsep, menyelenggarakan dan mengatasi berbagai problem pendidikan Islam
dengan mengkaji makna dan nilai-nilai dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Dari sisi lain, Filsafat Pendidikan Islam diartikan sebagai Ilmu
pengetahuan yang mengkaji secara menyeluruh dan mendalam kandungan makna
dan nilai-nilai Al-Qur’an dan Al-Hadits guna merumuskan konsep dasar
penyelenggaraan bimbingan, arahan dan pembinaan peserta didik agar
menjadi manusia dewasa sesuai tuntunan ajaran Islam.[4]
- Perkembangan Pendidikan Nasional dan Pendidikan Islam di Indonesia
- Perkembangan pendidikan nasional Indonesia
Perkembangan pendidikan nasional Indonesia akhir abad XX memberi
peluang bagus terhadap pendidikan Islam. Hal ini dapat dilihat dari dua
segi, yaitu filsafat pendidikan dan praktek pendidikan. Corak filsafat
pendidikan nasional mengalami tiga tahap perubahan penting, yakni:
- Sebelum kemerdekaan, corak pendidikan Indonesia bersifat rasialisme dan kolonialime
- Pasca kemerdekaan, pendidikan nasional bersifat humanisme kultural/sekular
- Era orde baru ke era tinggal landas warna pendidikan nasional bersifat humanisme teistik
Sedangkan dalam raktek pendidikan, keuntungan pendidikan Islam adalah:
- Tujuan pendidikan nasiona untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
- Eksistensi kurikulum pendidikan agama dalam pendidikan formal semakin mantap
- Eksistensi pendidikan agama dalam pendidikan informal, ditegaskan dalam UUSPN
- Eksistensi lembaga pendidikan keagamaan diakui sama dengan jenis pendidikan lainnya
Akan tetapi jika diihat dari segi kemampuannya untuk berperan lebih
banyak dalam mengisi lapangan kerja bidang padat modal seperti listrik,
pertambangan, telekomunikasi, serta transportasi, pendidikan Islam masih
sangat ketinggalan. Perkembangan nasional jangka panjang tahap II akan
dititik beratkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM)
yang ditopang oleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan kemajuan IPTEK.
Untuk itu faktor manusia menjadi sasaran utama pembangunan nasional.
Kualitas manusia Indonesia paling tidak harus meliputi tiga dimensi,
yaitu kualitas kepribadian, kualitas penguasaan IPTEK, serta kualitas
keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Asas desentralisasi pelaksanaan pendidikan, dan penyusunan kurikulum
membawa konsekuensi bahwa pemerintah tidak mengambil posisi sentral
untuk menentukan hidup matinya lembaga pendidikan, khususnya pendidikan
tinggi. Hal ini menuntut masyarakat pendidikan untuk secara jujur
mempertahankan kualitas penyelenggaraan pendidikannya. Umat Islam yang
memiliki kekuatan ekonomi lemah menempati posisi yang serba sulit, sebab
untuk mengangkat ekonomi umat diperlukan jalur pendidikan, sementara
penyelenggaraan pendidikan yang baik membutuhkan dukungan dana yang
cukup.[5]
- Perkembangan pendidikan Islam Indonesia
Perkembangan pendidikan nasional Indonesia pada akhir abad XX memberi
peluang cukup bagus terhadap pendidikan Islam, terutama perubahan pada
falsafah pendidikan dan sistem perundang-undangan yang ada.
Sejarah kerajaan di Indonesia mulai abad ke 7 sampai masuknya
penjajahan di nusantara, pendidikan agama merupakan tulang punggung
pendidikan pada masanya, termasuk pondok pesantren merupakan salah satu
sistem pendidikan modern saat ini. Masuknya penjajahan Portugis, Inggris
dan Belanda di Indonesia mulai memperkenalkan sistem pendidikan barat,
sungguh pun dilihat dari pendekatan sistem nampak sekali keunggulannya.
Akan tetapi falsafah yang diterapkan bersifat rasialisme dan
kolonialisme.
Pada masa perjuangan kemerdekaan, mulai digali dasar-dasar falsafah
dan sistem pndidikan nasional yang dipelopori oleh ki hajar dewantara.
Dimulai dengan mengadopsi sistem pendidikan barat dan disertai
penggalian dengan akar budaya yang berkembang di bumi nusantara.
Akhirnya melahirkan sistem pendidikan nasional yang bersifat humanistik walaupun masih bersifat sekuler.
Lahirnya orde baru membuka kesadaran bangsa indonesia akan pentingnya
pendidikan agama, karena itu falsafah pendidikan nasional mulai mengarah
kepada pandangan yang bersifat humanisme (humanistik) teistik.[6]
Falsafah pendidikan nasional yang bersifat humanisme teistik
sesuai dengan sifat bangsa Indonesia yang bercorak sosialistik
religius, berdasarkan pancasila. Falsafah ini mengilhami perumusan
tujuan pendidikan nasional yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman
dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,
memiliki kemampuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
keribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.[7]
Pentingnya kualitas keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, bukan hanya merupakan slogan yang bersifat retoris. Meainkan harus
diwujudkan dalam bentuk program pendidikan yang secara langsug dapat
dirasakan oleh masyarakat.[8]
Hal yang terjadi pada pendidikan Islam, madrasah ibtidaiyah,
tsanawiyah dan madrasah aliyah, yang semula merupakan jenis pendidikan
keagamaan diubah menjadi pendidikan umum. Sebagai konsekuensinya
kurikulum 1987 yang terdiri dari 30% agama dan 70% umum, berubah secara
drastis menjadi 100% umum, sementara pendidikan Agama Islam tinggal
merupakan ciri khusus kelembagaan. Memang pada madrasah aliyah masih
diberikan peluang untuk mengembangkan pendidikan program khusus Agama
Islam, namun ada persyaratan akademik yang tidak mudah untuk dipenuhi,
yakni harus tersedi asrama siswa dan laboratrium bahasa.
Eksistensi pendidikan Agama disekolah dilihat dari aspek kurikulum
mengalami penyempitan waktu, hal ini disertai pula adanya upaya uji coba
lima hari sekolah (kerja). Sebaga konsekuensinya terdapat penambahan
jam belajar di sekolah, yang secara matematis mempersempit waktu belajar
Agama diluar sekolah, baik di TPQ, Madrasah Diniyah maupun
kajian-kajian agama yang dilakukan diluar waktu sekolah. Apabila keadaan
ini terus berlanjut, secara langsung atau tidak akan mengurangi
kualitas keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Tidak bisa dipungkiri bahwa kualitas keimanan dan ketaqwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa selain sebagai tujuan pendidikan nasional, juga
merupakan landasan moral pembangunan manusia Indonesia untuk menghadapi
era tinggal landas. Juga sebagai benteng masuknya budaya asing yang
tidak sesuai dengan falsafah pancasila dan benteng utama komunisme.
Melemahnya sendi-sendi keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa akan meruntuhkan ketahanan mental dan moral bangsa Indonesia
dalam menghadapi infiltrasi budaya asing dan lahan yang paling subur
munculnya kembali ideologi komunisme. Dan pada akhirnya akan mengancam
kelangsungan hidup bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia.[9]
- Pemikiran Pendidikan Islam Terhadap Tujuan Pendidikan Nasional di Indonesia
- Pemikiran Pendidikan Islam periode sebelum Indonesia Merdeka
Pemikiran pendidikan Islam pada periode sebelum Indonesia merdeka ditandai dengan munculnya dua model pendidikan, yaitu:
- Pendidikan yang diberikan oleh sekolah-sekolah barat yang sekuler dan tidak mengenal ajaran Agama.
- Pendidikan yang diberikan oleh pondok pesantren yang hanya mengenal agama saja.
Hasil penelitian steenbrink menunjukkan bahwa pendidikan kolonial
tersebut sangat berbeda dengan pendidikan Islam indonesia yang
tradisional, bukan saja dari segi metode, tetapi lebih khusus dari segi
isi dan tujuannya. Pendidikan yang dikelola oleh pemerintahan kolonial
khususnya berpusat pada pengetahuan dan ketrampilan duniawi, yaitu
pendidikan umum. Adapun lembaga pendidikan Islam lebih menekankan pada
pengetahuan dan ketrampilan yang berguna bagi penghayatan Agama.
Wirjosukarto dalam bukunya pembaruan pendidikan dan pengajaran Islam,
menjelaskan mengenai corak pendidikan pada periode ini memiliki dua
corak, yaitu:
- Corak lama yang berpusat di pondok pesantren.
Ciri-ciri corak lama ini antara lain:
1) Menyiapkan calon kyai atau ulama’ yang hanya mengasai masalah Agama semata
2) Kurng diberikan pengetahuan umum atau sama sekali tidak diberikan
3) Sikap isolasi yang disebabkan karena sikap non koperasi
secara total dari pihak pesantren terhadap apa saja yang berbau barat
dan aliran kebangunan Islam tidak leluasa untuk bisa masuk karena
dihalang-halangi oleh pemerintah belanda.
- Corak baru dari perguruan (sekolah-sekolah) yang didirikan oleh pemerintah belanda.
Adapun ciri-ciri corak baru antara lain:
1) Hanya menonjolkan intelek dan sekaligus hendak melahirkan golongan intelek
2) Pada umumnya bersikap negatif terhadap agama Islam
3) Alam pikirannya terasing dari kehidupan bangsanya
Dengan demikian, fungsi pendidikan islam adalah melestarikan
mempertahankan nilai-nilai Illahi dan isnani sebagaimana terkandung
dalam kitab-kitab ulama terdahulu. Fungsi tersebut melekat pada setiap
komponen aktifitas pendidikan islam. Hakikat tujuan pendidikan islam
adalah terwujudnya penguasaan ilmu agama Islam sebagaimana tertuang dan
terkandung dalam kitab-kitab produk ulama’ terdahulu serta tertanamnya
perasaan beragama yang mendalam dan mengamalkannya dalam kehidupan
sehari-hari.[10]
Dari berbagai uraian diatas dapat ditegaskan bahwa pada periode
sebelum Indonesia merdeka terdapat berbagai corak pengembangan
pendidikan Islam, yaitu Isolatif-Tradisional dan Sintesis.
- Isolatif-Tradisional, dalam arti tidak mau menerima apa saja yang berbau barat (kolonial) dan terhambatnya pengaruh pemikiran-pemikiran modern dalam Islam untuk masuk kedalamnya sebagaimana tampak jelas pada pendidikan pondok pesantren tradisional yang hanya menonjolkan Ilmu-ilmu Agama Islam dan pengetahuan umum sama sekali tidak diberikan. Tujuan utama pendidikannya ialah menyiapkan calon-calon kyai atau ulama yang hanya menguasai masalah agama saja.
- Sintesis, yakni mempertemukan antara corak lama (pondok pesantren) dan corak baru (model pendidikan kolonial atau barat) yang berwujud sekolah atau madrasah. Dalam realitanya corak pemikiran sintesis ini mengandung fariasi pendidikan Islam, yaitu:
1) Pola pendidikan madrasah mengikuti format pendidikan barat.
2) Pola pendidikan madrasah yang mengutamakan mata pelajaran
agama, tetapi matapelajaran umum secara terbatas juga diberikan.
3) Pola pendidikan madrasah yang menggabungkan secara lebih seimbang antara muatan agama dan non agama.
4) Pola pendidikan sekolah yang mengikuti pola gubernemen dengan ditambahkan beberapa mata pelajaran agama.[11]
- Pemikiran Pendidikan Islam periode sesudah Indonesia Merdeka
Pemikiran pendidikan Islam periode Islam merdeka diwarnai dengan model pendidikan dualistis, yaitu:
- Sistem pendidikan pada sekolah–sekolah umum yang sekuler, tidak mengenal ajaran agama yang merupakan warisan dari pemerintahan kolonial belanda.
- Sistem pendidikan dan pengajaran Islam yang tumbuh dan berkembang di kalangan Islam sendiri baik yang bercorak isolatif-tradisional maupun yang bercorak sintesis dengan berbagai variasi pola pendidikannya.
Kedua sistem pendidikan tersebut sering dianggap saling bertentangan
serta tumbuh dan berkembang secara terpisah satu sama lain. Sistem
pendidikan dan pengajaran yang pertama pada mulanya menjangkau dan
dinikmati oleh sebagian kalangan masyarakat, terutama kalangan atas
saja. Sedangkan yang kedua (sistem pendidikan dan pengajaran Islam)
tumbuh dan berkembang secara mandiri dikalangan rakyat dan berakar dalam
masyarakat.[12]
Jadi Pemikiran pendidikan Islam periode Islam setelah merdeka adalah
menggambarkan betapa perhatian dan pengakuan bangsa Indonesia terhadap
sumbangan besar pendidikan Islam dalam upaya mendidik dan mencerdaskan
kehidupan bangsa. Perhatian dan pengakuan tersebut merupakan tantangan
yang memerlukan respon positif dari para pemikir dan pengelola
pendidikan Islam di Indonesia.[13]
- KESIMPULAN
Tujuan pendidikan nasional adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang
beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti
luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan
rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.
Filsafat Pendidikan Islam adalah suatu aktifitas berfikir menyeluruh
dan mendalam dalam rangka merumuskan konsep, menyelenggarakan dan
mengatasi berbagai problem pendidikan Islam dengan mengkaji makna dan
nilai-nilai dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Dari sisi lain, Filsafat
Pendidikan Islam diartikan sebagai Ilmu pengetahuan yang mengkaji secara
menyeluruh dan mendalam kandungan makna dan nilai-nilai Al-Qur’an dan
Al-Hadits guna merumuskan konsep dasar penyelenggaraan bimbingan, arahan
dan pembinaan peserta didik agar menjadi manusia dewasa sesuai tuntunan
ajaran Islam.
Perkembangan pendidikan nasional Indonesia akhir abad XX memberi
peluang bagus terhadap pendidikan Islam. Hal ini dapat dilihat dari dua
segi, yaitu filsafat pendidikan dan praktek pendidikan. Corak filsafat
pendidikan nasional mengalami tiga tahap perubahan penting, yakni:
- Sebelum kemerdekaan, corak pendidikan Indonesia bersifat rasialisme dan kolonialime
- Pasca kemerdekaan, pendidikan nasional bersifat humanisme kultural/sekular
- Era orde baru ke era tinggal landas warna pendidikan nasional bersifat humanisme teistik
Hal yang terjadi pada pendidikan Islam, madrasah ibtidaiyah,
tsanawiyah dan madrasah aliyah, yang semula merupakan jenis pendidikan
keagamaan diubah menjadi pendidikan umum. Sebagai konsekuensinya
kurikulum 1987 yang terdiri dari 30% agama dan 70% umum, berubah secara
drastis menjadi 100% umum, sementara pendidikan Agama Islam tinggal
merupakan ciri khusus kelembagaan. Memang pada madrasah aliyah masih
diberikan peluang untuk mengembangkan pendidikan program khusus Agama
Islam, namun ada persyaratan akademik yang tidak mudah untuk dipenuhi,
yakni harus tersedi asrama siswa dan laboratrium bahasa.
Pemikiran Pendidikan Islam periode sebelum Indonesia Merdeka
Pemikiran pendidikan Islam pada periode sebelum Indonesia merdeka ditandai dengan munculnya dua model pendidikan, yaitu:
- Pendidikan yang diberikan oleh sekolah-sekolah barat yang sekuler dan tidak mengenal ajaran Agama.
- Pendidikan yang diberikan oleh pondok pesantren yang hanya mengenal agama saja.
Pemikiran Pendidikan Islam periode sesudah Indonesia Merdeka
Pemikiran pendidikan Islam periode Islam merdeka diwarnai dengan model pendidikan dualistis, yaitu:
- Sistem pendidikan pada sekolah–sekolah umum yang sekuler, tidak mengenal ajaran agama yang merupakan warisan dari pemerintahan kolonial belanda.
- Sistem pendidikan dan pengajaran Islam yang tumbuh dan berkembang di kalangan Islam sendiri baik yang bercorak isolatif-tradisional maupun yang bercorak sintesis dengan berbagai variasi pola pendidikannya.
- PENUTUP
Demikian makalah yang dapat saya buat. Saya menyadari dalam penulisan
makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu
kritik dan saran yang konstruktif sangat saya harapkan demi kesempurnaan
makalah ini dan berikutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan sedikit
manfaat bagi pembaca pada umumnya dan pemakalah pada khususnya. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Susanto, A., Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2010)
Syar’i, Ahmad, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005)
Thoha, M. Habib, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1996)
Undang-undang No. 2 Tahun 1989 bab II
http://blog.umy.ac.id/sitirohana/2012/01/04/pendekatan-filosofis-terhadap-hakekat-tujuan-pendidikan/
[2]http://blog.umy.ac.id/sitirohana/2012/01/04/pendekatan-filosofis-terhadap-hakekat-tujuan-pendidikan/
[3] Ahmad Syar’i, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005), hlm. 1-2
[4] Ibid, hlm. 4-5
[5] M. Habib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1996), hlm. 2-4
[6] Ibid, hlm. 19-20
[7] Undang-undang No. 2 Tahun 1989 bab II
[8] Ibid, hlm. 20
[9] Ibid, hlm. 21-22
[10] A. Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 12-13
[11] Ibid, hlm. 16-18
[12] Ibid, hlm. 18
[13] Ibid, hlm. 23
Tidak ada komentar:
Posting Komentar