Israliyat
merupakan bentuk plural (jamak) dari lafadh Israiliyah, yaitu bentuk
kata yang dinisbatkan pada Bani Israil. Menurut Shobir Abdurrohmah
Tuaimah Israil adalah bahasa Ibrani yang tersusun dari dua suku kata, “
isra” yang berarti hamba atau seorang pilihan dan “ il “ yang berarti
Allah, jadi Israil berarti Abdullah atau seorang hamba Allah[1].
Adapun yang dimaksud dengan riwayat Israiliyah adalah kisah-kisah yang
berasal ahli kitab baik Yahudi maupun Nasrani yang masuk kedalam
penasiran Al Qur'an, kisah-kisah tersebut dinisbatkan kepada pihak
Yahudi (Bani Israil) karena yang paling dominan adalah Yahudi[2]. Ahmad Kholil dalam bukunya Dirasah fi Al Qur'an
berpendapat bahwa Israliyat adalah kisah-kisah yang diriwayatkan dari
ahli kitab, baik yang berhubungan dengan ajaran Agama mereka maupun yang
tidak ada hubungannya[3].
Munculnya
kisah-kisah Israliyat kedalam budaya arab disebabkan masuknya
orang-orang Yahudi secara besar-besaran ke tanah Arab pada tahun 70 M.
Orang-orang yahudi tersebut membentuk komunitas-komunitas yang sebagian
besar tinggal di Yastrib (Madinah) seperti komunitas Bani Qoiquniqo’,
Bani Nadzir dan Bani Quraidhoh sedangkan komunitas lainya tinggal
didaerah yang cukup jauh, seperti Khaibar, Taimah, Fada’ dan Wadi’ Al
Qura’. Pada era Rasullulah riwayat Israliyat tidak banyak berkembang
dalam penafsiran Al Qur'an, karena semua permasalahan yang berhubungan
dengan Al Qur'an langsung ditanyakan kepada Rasulullah, kendati demikian
Rasulullah tidak melarang untuk menerima informasi atau menyebarkan
informasi dari Bani Isara’il sebagaimana sabda beliau[4]:
بلغوا عني ولو اية, وحدثوا عن بني اسرائيل ولا حرج, ومن كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار(رواه البخاري)
"Artinya
sampaikanlah apa yang datang dariku walaupun satu ayat, dan
ceritakanlah apa yang kamu dengar dari Bani Isra’il, dan hal itu tidak
ada Salahnya, dan barang siapa berdusta atas namaku maka bersiap-siaplah
untuk menempati tempatnya dineraka. (HR. Bukhori.)"
Demikian juga dalam Hadits lain Beliau bersabda[5] :
لاتصدقوا أهل الكتاب ولا تكذبوهم وقولوا امنا بالله وماانزل الينا(رواه البخاري)
"
Artinya : Janganlah kamu benarkan ahli kitab dan jangan pula kamu
mendustakannya tapi katakan”kami beriman kepada Allah dan yang telah
diturunkan kepada kami(HR. Bukhori)"
Namun
pada masa Sahabat riwayat Israliyat semakin tersebar disebabkan orang
yang dimintai penjelasan (Rasulullah) sudah Wafat dan juga dikarenakan
adanya persamaan antara Al Qur'an dengan riwayat Israliyat, hanya saja
para Sahabat mengambil riwayat Israliyat pada term-term yang tidak
berhubungan dengan akidah dan hukum[6].
- Proses Masuknya Riwayat Israliyat kedalam Tafsir Al Qur'an
Islamnya
tokoh penting kaum yahudi seperti Abdullah bin Salam, Ka’ab Al Akhbar,
Wahab bin Munabih, Abdul Malik bin Abdul Aziz menyebabkan kisah-kisah
Israliyat semakin kental dengan Al Qur'an, lebih-lebih setelah ditemukan
titik persamaan antara kisah-kisah Al Qur'an dengan kisah-kisah
Israliyat walaupun sebagian yang lain timbul paradoks.
Pada
sisi lain Al Qur'an menyajikan penampilan yang berbeda dengan Taurat
dan Injil sebagai sumber kisah-kisah Israliyat. Al Qur'an menyajikan
kisah-kisah yang mengandung nasihat dan pelajaran secara global
sedangkan Taurat dan Injil lebih rinci dan detail dalam mengupas
kisah-kisah tersebut, hal ini kemudian menjadi inspirasi para mufassir
untuk memasukan unsur-unsur riwayat Israliyat kedalam penafsiran Al
Qur'an. Ketika Al Qur'an berbicara tentang kisah Adam dan iblis dalam
surat Al Baqarah dan surat Al A’raf misalnya, Al Qur'an tidak
menyebutkan secara rinci letak surga, nama pohon yang tidak boleh
dimakan dan bentuk iblis yang mengoda Nabi Adam dan hawa. Sedangkan
Taurat lebih rinci menerangkan kisah Adam dan iblis, dalam Perjanjian
pasal dua sampai tiga dikisahkan bahwa surga yang ditempati adam adalah
surga "Adn," disebelah timur, pohon yang terlarang yang dimaksud adalah
pohon kehidupan yaitu pohon kebaikan dan pohon kejahatan, sedangkan
iblis yang menghasut itu berbentuk seekor ular. sebagai sangsi atas
kedurhakaan Adam yang terperdaya oleh iblis akhirnya diberi sangsi oleh
Allah berupa kehamilan istrinya dan keturunannya[7].
Kendati
demikian sekali lagi para mufassir tidak serta merta menafsirkan Al
Qur'an dengan riwayat Israliyat, mereka mengadopsi riwayat-riwayat
Israliyat hanya untuk menafsirkan kisah-kisah sejarah yang tidak ada
sangkut pautnya dengan ketetapan hukum dan akidah.
- Klasifikasi Riwayat Israliyat
Riwayat-riwayat Israliyat dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam yaitu[8] :
Pertama riwayat
Israliyat yang di pandang benar yaitu jika berkesesuaian dengan al
Qur'an dan Sunnah. posisi riwayat Israliyat di sini hanya sebagai
pembanding bukan rujukan utama. Riwayat Israliyat semacam ini
diperbolehkan untuk meriwayatkannya sebagai argumen untuk membenarkan
terhadap apa-apa yang telah termaktub dalam kitab-kitab sebelumnya
sebagaimana yang terdapat dalam surat Al Kahfi ayat 65, Allah tidak
menyebutkan dengan jelas nama seorang hamba yang menemani Nabi Musa.
Allah hanya menyebutkan "hamba dari kalangan hamba-hamba kami(Allah)
yang kami berikan rahmat dan kami ajarkan ilmu di sisi kami". sedangkan
riwayat Israliyat menyebutkan bahwa hamba Allah itu bernama Khidir.
Kedua riwayat
Israliyat yang diketahui kebohonganya yaitu apabila bertentangan dengan
Al Qur'an dan Sunnah atau sulit dicerna oleh akal sehat seperti kisah
bahwa kapal Nabi Nuh tawaf di sekeliling Ka'bah dan shalat di makam Nabi
Ibrohim dua raka'at ini semua dusta dan tidak masuk akal karena Nabi
Nuh hidup sebelum Nabi Ibrohim.
Ketiga
riwayat Israliyat yang didiamkan yaitu apabila riwayat Israliyat
berpotensi untuk diterima dan juga ditolak, seperti nama-nama Ashab al
Kahfi dan kisah seorang pemuda pada zaman Nabi Musa yang membunuh
pamannya sendiri lantaran tidak diperbolehkan menikah dengan putri pamannya.[9]
- Pendapat Ulama
Para
ulama kita, seperti Imam Malik, Ibnu Hajar Asyqolani, Ibnu Taimiyah,
Imam Baqa'i merumuskan hukum menafsirkan Al Qur'an dengan riwayat
Israiliyat dengan dasar Hadits Nabi :
بلغوا عني ولو اية, وحدثوا عن بني اسرائيل ولا حرج, ومن كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار(رواه البخاري)
"Artinya
sampaikanlah apa yang datang dariku walaupun satu ayat, dan
ceritakanlah apa yang kamu dengar dari Bani Isra’il, dan hal itu tidak
ada Salahnya, dan barang siapa berdusta atas namaku maka bersiap-siaplah
untuk menempati tempatnya dineraka. (HR. Bukhori)"
dan juga dalam Hadits lain Beliau bersabda :
لاتصدقوا أهل الكتاب ولا تكذبوهم وقولوا امنا بالله وماانزل الينا(رواه البخاري)
"
Artinya : Janganlah kamu benarkan ahli kitab dan jangan pula kamu
mendustakannya tapi katakan”kami beriman kepada Allah dan yang telah
diturunkan kepada kami(HR. Bukhori)"
Dan berdasarkan Firman Allah :
"
Artinya : Hari rasul, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh
orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya, yaitu diantara
orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka:"Kami Telah beriman",
padahal hati mereka belum beriman; dan (juga) di antara orang-orang
Yahudi. (orang-orang Yahudi itu) amat suka mendengar (berita-berita)
bohong dan amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum
pernah datang kepadamu; mereka merobah perkataan-perkataan (Taurat)
dari tempat-tempatnya. mereka mengatakan: "Jika diberikan Ini (yang
sudah di robah-robah oleh mereka) kepada kamu, Maka terimalah, dan jika
kamu diberi yang bukan Ini Maka hati-hatilah". barangsiapa yang Allah
menghendaki kesesatannya, Maka sekali-kali kamu tidak akan mampu menolak
sesuatupun (yang datang) daripada Allah. mereka itu adalah orang-orang
yang Allah tidak hendak mensucikan hati mereka. mereka beroleh kehinaan
di dunia dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar. (QS. Al
Maidah:41)"
Hadits
dan Ayat Al Qur'an diatas terkesan ada pertentangan (Ta'arud), Hadits
pertama terkesan mengizinkan periwayatan Israiliyat, sedangkan Ayat Al
Qur'an melarang. Para ulama kemudian merumuskannya menjadi tiga[10] :
- Cerita Israliyat yang sesuai dengan syariat dapat dibenarkan dan kita boleh meriwayatkannya.
- Cerita yang bertentangan dengan syariat, harus ditolak dan kita haram meriwayatkannya, kecuali untuk menerangkan kesalahannya.
- Sedangkan cerita Israliyat yang didiamkan oleh syariat, jangan dihukumi dengan apapun juga, baik membenarkan maupun mendustakannya, dan boleh meriwayatkannya karena sebagian besar yang diriwayatkan itu kembali pada masalah cerita-cerita dan berita-berita, bukan pada masalah akidah maupun masalah hukum, adapun cara meriwayatkannya hanya sekedar mengemukakan hikayatnya saja.
- Pengaruh Israiliyyat dalam Penafsiran
Masuknya riwayat Israliyat dalam penafsiran banyak menimbulkan pengaruh negatif pada umat islam [11] seperti:
- Merusak aqidah umat Islam seperti yang dikemukakan oleh Muqotil dan Ibnu Jarir tentang kisah Nabi Daud. dengan istri panglima (Uria) dan kisah Nabi Muhammad dengan Zainab binti Jahsy, yang keduanya mendeskriditkan para Nabi yang maksum serta menggambarkan Nabi sebagai pemburu nafsu seksual.
- Memberikan kesan bahwa islam itu agama khurafat, takhayyul dan menyesatkan. Hal ini tampak pada riwayat Al Qurtubi[12] ketika menafsirkan Firman Allah:
" Artinya: (Malaikat-malaikat)
yang memikul 'Arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih
memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun
bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan): "Ya Tuhan kami,
rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, Maka berilah ampunan
kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau dan
peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala, (Al
Mukmin:7)"
dengan mengatakan, kaki Malaikat pemikul Arsy itu berada di bumi paling bawah, sedangkan kepalanya menjulang ke Arsy.
Memalingkan
perhatian Umat Islam dalam mengkaji soal-soal keilmuan Islam, dengan
larutnya umat Islam dalam menikmati kisah-kisah Israliyat, mereka tidak
memikirkan hal-hal makro, seperti sibuk dengan nama dan anjing Ashabul
Kahfi, jenis kayu dari tongkat Nabi Musa a.s dan lain sebagainya, dimana
perincian seperti itu tidak diutamakan dalam Al Qur'an karena memang
tidak bermanfaat, karena kalau hal itu bermanfaat
[1] Ahmad Dimyati Badruzzaman, Kisah-kisah Israliyat dalam tafsir munir,Bandung Sinar baru Algesindo,2005, hal 46
[4] Hadits yang diriwayatkan Bukhori dari Ibnu Umar, No.3202 dalam Kitab Shohih Bukhori Bab Ahaditsun Nabi
[5] Hadits yang diriwayatkan Bukhori dari Abu Hurairah, No.4125 dalam Kitab Shohih Bukhori Bab Tafsirul Qur'an
[8] Dr.Muhammad bin muhammad Abu syahbah,Al Israliyat wa al maudhuat fi kutub at tafsir,Maktabah sunnah,Mesir,1408 H,hal.106-108. Taqiyuddin Ahmad ibnu Taimiyah Al Harani, Majmuatul Fatawi,Maktabah Taufuqiyah, Jeddah,tt,Vol 13 hal 208-209 bandingkan dengan ulumul qur'an Dr.H A.syadali M.A dkk.hal259-268
[10] Ibnu Hajar Asyqolany,Fathul Bari bi Syarhi Shahih Al Bukhori,Darul
Fikr, Beirut,tt,Vol 6,Hal 388. Dr.Muhammad Abu Syahbah.Op.Cit. hal 107.
Taqiyuddin Ahmad Ibnu Taimiyah Al Harani,Op.Cit.hal 208-209
[12] Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakar bin Farah Al Qurtubi,Al Jamu li al Akhkami al Qur'an,Dar Al Sya'bi, Kairo, 1372H,Vol 15 Hal,294
Tidak ada komentar:
Posting Komentar