1.1. Latar Belakang
Dalam menghadapi
seluruh kenyataan dalam hidupnya, manusia senatiasa terkagum atas apa yang
dilihatnya. Manusia ragu-ragu apakah ia tidak ditipu oleh panca-inderanya, dan
mulai menyadari keterbatasannya. Dalam situasi itu banyak yang berpaling kepada
agama atau kepercayaan Ilahiah.
Berfilsafat
kerap dianggap kegiatan yang hanya dilakukan para arif bijaksana. Oleh pikir
hampir selalu dihubungkan dengan para cerdik cendikiawan, kaum terpelajar.
Makin ilmu
pengetahuan menggali dan menekuni hal-hal yang khusus dari kenyataan
(realitas), makin nyatalah tuntutan untuk mencari tahu tentang seluruh
kenyataan (realitas).
Jauh sebelum
manusia menemukan dan menetapkan apa yang sekarang kita sebut sesuatu sebagai
suatu disiplin ilmu sebagaimana kita mengenal ilmu kedokteran, fisika,
matematika, dan lain sebagainya, umat manusia lebih dulu memfikirkan dengan
bertanya tentang berbagai hakikat apa yang mereka lihat. Dan jawaban mereka
itulah yang nanti akan kita sebut sebagai sebuah jawaban filsafat. Kegiatan
manusia yang memiliki tingkat tertinggi adalah filsafat yang merupakan
pengetahuan benar mengenai hakikat segala yang ada sejauh mungkin bagi manusia
. Bagian filsafat yang paling mulia adalah filsafat pertama, yaitu pengetahuan
kebenaran pertama yang merupakan sebab dari segala kebenaran.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud metode filsafat?
2. Apakah yang dimaksud filsafat sebagai paradigma?
1. Apakah yang dimaksud metode filsafat?
2. Apakah yang dimaksud filsafat sebagai paradigma?
1.3. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui yang dimaksud filsafat sebagai metode.
2. Untuk mengetahui yang dimaksud filsafat sebagai paradigma.
1. Untuk mengetahui yang dimaksud filsafat sebagai metode.
2. Untuk mengetahui yang dimaksud filsafat sebagai paradigma.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Metode
Kata Metode
berasal dari kata Yunani Methodos , sambungan kata depan metaialah
menuju, melalui, mengikuti, sesudah. Dan kata depan hodos ialah
jalan, perjalanan, cara, arah. Kata Methodos sendiri lalu
berarti penelitian, metode ilmiah, hipotesis ilmiyah, uraian ilmiyah,. Metode
adalah cara bertindak menurut system aturan tertentu. (Anton Bakker, 1984, hlm
10)
Metode filsafat
adalah metode bertanya. Objek formal filsafat adalah ratio yang bertanya. Obyek
materinya semua yang ada. Maka menjadi tugas filsafat mempersoalkan segala
sesuatu yang ada sampai akhirnya menemukan kebijaksanaan universal. Sonny Keraf
dan Mikhael Dua mengartikan ilmu filsafat sebagai ilmu tentang bertanya atau
berpikir tentang segala sesuatu (apa saja dan bahkan tentang pemikiran itu
sendiri) dari segala sudut pandang. Meski bagaimanapun banyaknya gambaran yang
kita dapatkan tentang filsafat, sebenarnya masih sulit untuk mendefinisikan
secara konkret apa itu filsafat dan apa kriteria suatu pemikiran hingga kita
bisa memvonisnya, karena filsafat bukanlah sebuah disiplin ilmu. Sebagaimana
definisinya, sejarah dan perkembangan filsafat pun takkan pernah habis untuk
dikupas. Tapi justru karena itulah mengapa fisafat begitu layak untuk
dikaji demi mencari serta memaknai segala esensi kehidupan.
Sebenarnya
jumlah metode filsafat hampir sama banyaknya dengan definisi dari para ahli dan
ahli filsuf sendiri. Karena metode ini adalah suatu alat pendekatan untuk
mencapai hakikat sesuai dengan corak pandangan filsuf itu sendiri.
Dalam membangun
tradisi filsafat banyak orang mengajukan pertanyaan yang sama, menanggapi,
dan meneruskan karya-karya pendahulunya sesuai dengan latar belakang
budaya, bahasa, bahkan agamatempat tradisi filsafat itu dibangun. Oleh karena
itu, filsafat biasadiklasifikasikan menurut daerah geografis dan latar belakang
budayanya.Dewasa ini filsafat biasa dibagi menjadi dua kategori besar
menurutwilayah dan menurut latar belakang agama. Menurut wilayah bisa
dibagimenjadi: “Filsafat Barat”, “Filsafat Timur”, dan “Filsafat Timur
Tengah”.Sementara latar belakang agama dibagi menjadi: “Filsafat Islam”,
“FilsafatBudha”, “Filsafat Hindu”, dan “Filsafat Kristen”.
Lantaran
banyaknya metode ini. Runes dalam Dictionary of Philosophysebagaimana
dikutip oleh Anton Bakker menguraikan sepanjang sejarah filsafat telah
dikembangkan sejumlah metode-metode filsafat yang berbeda dengan cukup jelas.
Yang paling penting dapat disusun menurut garis historis sedikitnya ada 10
metode, yaitu sebagai berikut.
1.
Metode Kritis: Socrates, Plato
Bersifat analisis istilah dan pendapat. Merupakan
hermeneutika, yang menjelaskan keyakinan, dan memperlihatkan pertentangan.
Dengan jalan bertanya (berdialog), membedakan, membersihkan, menyisihkan dan
menolak dan akhirnya ditemukan hakikat.
2.
Metode Intuitif: Platinus, Bargson
Dengan jalan instrospeksi intuitif, dan dengan
pemakaian simbol-simbol diusahakan pembersihan intelektual (bersama dengan
persucian moral), sehingga tercapai suatu penerangan pikiran. Bargson: dengan
jalan pembauran antara kesadaran dan proses perubahan, tercapai pemahaman
langsung mengenai kenyataan.
3.
Metode Skolastik: Aristoteles, Thomas Aquinas,
Filsafat Abad Pertengahan
Bersifat sintetis,deduktif. Dengan bertitik tolak dari
definisi-definisi atau prinsi-prinsip yang jelas dengan sendirinya, ditarik
kesimpulan-kesimpulan.
4.
Metode Geometris: Rene Descartes dan Pengikutnya
Melalui analisis mengenai hal-hal kompleks, dicapai
intuisi akan hakikat-hakikat ‘sederhana’ (ide terang dan berbeda dari yang
lain); dari hakikat-hakikat itu dideduksikan secara matematis segala pengertian
lainnya.
5.
Metode Empiris: Hobbes, Locke, Berkeley, David Hume
Hanya pengalamanlah menyajikan pengertian benar, maka
semua pengertian (ide-ide) dalam introspeksi dibandingkan dengan
cerapan-cerapan (impresi) dan kemudian disusun bersama secara geometris.
6.
Metode Transendental: Immanuel Kant, Neo-Skolastik
Bertitik tolak dari tepatnya pengertian tertentu,
dengan jalan analisis diselidiki syarat-syarat apriori bagi pengertian sedemikian.
7.
Metode Fenomologis: Husserl Eksistensialisme
Dengan jalan beberapa pemotongan sistematis (reduction),
refleksi atas fenomin dalam kesadaran mencapai penglihatan hakikat-hakikat
murni.
8.
Metode Dialektis: Hegel, Marx
Dengan jalan mengikuti dinamik pikiran atau alam
sendiri, menurut triade tesis, antitetis, sintesis dicapai hakikat kenyataan.
9.
Metode Neo-positivistis
Kenyataan dipahami menurut hakikatnya dengan jalan
mempergunakan aturan-aturan seperti berlaku pada ilmu pengetahuan positif
(eksakta).
10.
Metode Analitika Bahasa: Wittgenstein
Dengan jalan analisa pemakaian bahasa sehari-hari
ditentukan sah atau tidaknya ucapan-ucapan filosofis. (Anton Bakker, 1984, hlm
21-22).
Dari sepuluh metode tersebut hanya beberapa metode
yang khas bagi filsafat yang dianggap paling penting dan berpengaruh sepanjang
sejarah filsafat. Metode yang khas itulah yang dibahas oleh Anton Bakker
2.2 Pengertian Paradigma
Paradigma dalam bahasa Inggris disebut paradigm dan dalam bahasa Perancis
disebut paradigme, istilah tersebut berasal dari bahasa Latin, yakni para dan
deigma. Secara etimologis, para berarti (di samping, di sebelah) dan deigma
berarti (memperlihatkan, yang berarti, model, contoh, arketipe, ideal).
Sedangkan deigma dalam bentuk kata kerja deiknynai berarti menunjukkan atau
mempertunjukkan sesuatu. Lorens Bagus dalam Kamus Filsafat memaparkan beberapa
pengertian tentang paradigma sebagai berikut: 1) Cara memandang sesuatu, 2)
Dalam ilmu pengetahuan artinya menjadi model, pola, ideal. Dari model-model ini
fenomenon yang dipandang dijelaskan, 3) Totalitas premis-premis teoritis dan
metodologis yang menentukan atau mendefinisikan suatu studi ilmiah konkret. Dan
ini melekat di dalam praktek ilmiah pada tahap tertentu, 4) Dasar untuk
menyeleksi problem-problem dan pola untuk memecahkan problem-problem riset.
Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia disebutkan, bahwa pengertian paradigma adalah 1) Ling
daftar semua bentukan dari sebuah kata yang memperlihatkan konjugasi dan
deklanasi kata tersebut, 2) Model dalam teori ilmu pengetahuan, 3) Kerangka
berpikir atau kerangka acuan. Menurut Jujun S. Sumantri dalam bukunya Filsafat
Ilmu menyatakan bahwa paradigma adalah sebuah konsep dasar yang dianut oleh
suatu masyarakat tertentu termasuk masyarakat ilmuwan. Thomas Kuhn dalam Rizal
Mustansyir juga menyatakan bahwa paradigma adalah cara pandang terhadap dunia
yang menjadi acuan dari revolusi ilmah dan mempunyai cara kerja terhadap
revolusi ilmah itu sendiri. Secara umum pengertian paradigma adalah seperangkat
kepercayaan atau kayakinan dasar yang menuntun seseorang dalam bertindak dalam
kehidupan sehari-hari. Sedangkan menurut Guba yang dikutip oleh Muhammad Adib
(Filsafat Ilmu, 2010), menyatakan bahwa paradigma dalam ilmu pengetahuan
mempunyai definisi bahwa seperangkat keyakinan mendasar yang memandu
tindakan-tindakan manusia dalam keseharian maupun dalam penyelidikan ilmiah.
Jadi menurut pemakalah paradigma adalah suatu rangkaian berpikir yang menjadi
acuan dan kepercayaan yang mendasar yang menuntun seseorang dalam bertindak.
Sedangkan
Pengertian paradigma menurut kamus filsafat adalah :
1. Cara memandang sesuatu.
2. Model, pola, ideal dalam ilmu pengetahuan. Dari model-model ini fenomena
dipandang dan dijelaskan.
3. Totalitas premis-premis teoritis dan metodologis yang menentukan dan
menentukan atau mendefinisikan sutau study ilmiah kongkrit dan ini melekat di
dalam praktek ilmiah pada tahap tertentu.
4. Dasar untuk menyeleksi problem-problem dan pola untuk memecahkan
problem-problem riset.
Paradigma
sangat penting perannya dalam mempengaruhi teori, analisis mau pun tindak
perilaku seseorang. Karena paradigma sangat menentukan apa yang tidak kita
pilih, tidak ingin kita lihat, dan tidak ingin kita ketahui. Paradigma pulalah
yang mempengaruhi pandangan seseorang apa yang baik dan buruk, adil dan yang
tidak adil. Oleh karena itu, jika ada dua orang yang melihat sesuatu realitas
sosial yang sama, akan menghasilkan pandangan, penilaian, sikap dan perilaku
yang berbeda pula. Perbedaan ini semuanya dikarenakan perbedaan paradigma yang
dimiliki, yang secara otomatis memengaruhi persepsi dan tindak komunikasi
seseorang.
2.3 Cara Kerja Paradigma
Menurut Kuhn
dalam Rizal Mustansyir (Filsafat Ilmu, 2010: 154), menyatakan bahwa cara kerja
paradigma dan terjadinya revolusi ilmiah secara singkat dapat digambarkan ke
dalam tahap-tahap yang akan dikemukakan berikut:
Tahap Pertama,
paradigma ini membimbing dan mengarahkan aktivitas ilmiah dalam masa ilmu
normal (normal science). Disini para ilmuwan berkesempatan menjabarkan dan
mengembangkan paradigma sebagai model ilmiah yang digelutinya secara rinci dan
mendalam.
Tahap kedua,
menumpuknya anomali-anomali menimbulkan krisis kepercayaan dari para ilmuwan
terhadap paradigma. Paradigma mulai diperiksa dan dipertanyakan. Para ilmuan
mulai keluar dari jalur ilmu normal.
Tahap ketiga,
para ilmuwan bisa kembali lagi pada cara-cara ilmiah yang lama sembari
memperluas dan mengembangkan suatu paradigma tandingan yang dipandang bisa
memecahkan masalah dan mebimbing aktivitas ilmiah berikutnya. Proses peralihan
dari paradigma lama ke paradigma baru inilah yang dinamakan revolusi ilmiah.
Secara lebih
rinci revolusi ilmiah atau cara kerja paradigma menurut Thomas Kuhn dapat
dipaparkan sebagai berikut:
·
Normal Sains (Science)
Sains yang normal berarti riset berdasar atas satu atau lebih pencapaian ilmiah
yang lalu, pencapaian yang oleh masyarakat ilmiah tertentu pada suatu ketika
dinyatakan sebagai pemberi fondasi bagi praktek selanjutnya. Menurut Kuhn yang
mengemukakan bahwa sains normal adalah beberapa contoh praktik ilmiah nyata
yang diterima (mencakup dalil, teori, penerapan dan instrumentasi) menyajikan
model-model yang melahirkan tradisi-tradisi tertentu dari riset ilmiah.
·
Anomali dan Munculnya Penemuan Baru
Data anomali
berperan besar dalam memunculkan sebuah penemuan baru yang diawali dengan
kegiatan ilmiah. Dalam hal ini teradapat 2 macam kegiatan ilmiah yaitu, 1)
Puzzle solving, para ilmuwan membuat percobaan dan mengadakan observasi yang
bertujuan untuk memecahkan teka-teki, bukan mencari kebenaran. Bila
paradigmanya tidak dapat digunakan untuk memecahkan persoalan penting atau
malah mengakibatkan konflik, maka suatu paradigma baru harus diciptakan. 2)
Dengan demikian kegiatan ilmiah selanjutnya diarahkan kepada penemuan paradigma
baru, jika penemuan baru ini berhasil, maka akan terjadi perubahan besar dalam
ilmu pengetahuan. Penemuan diawali dengan kesadaran akan adanya anomali.
Kemudian riset berlanjut dengan eksplorasi yang diperluas pada wilayah anomali.
Riset tersebut akan berakhir bila teori atau paradigma itu telah disesuaikan
sehingga yang menyimpang menjadi sesuai dengan yang diharapkan. Jadi dalam
penemuan baru harus ada penyesuaian antara fakta dengan teori yang baru.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Setelah memaparkan penjelasan singkat dari metode
filsafat dan paradigma ilmu, pemakalah menyimpulkan bahwa Metode filsafat
adalah metode bertanya. Objek formal filsafat adalah ratio yang bertanya. Obyek
materinya semua yang ada. Maka menjadi tugas filsafat mempersoalkan segala
sesuatu yang ada sampai akhirnya menemukan kebijaksanaan universal.Sonny Keraf
dan Mikhael Dua mengartikan ilmu filsafat sebagai ilmu tentang bertanya atau
berpikir tentang segala sesuatu (apa saja dan bahkan tentang pemikiran itu
sendiri) dari segala sudut pandang. Sedangkanparadigma ilmu adalah seperangkat
keyakinan mendasar yang memandu tindakan-tindakan manusia dalam kesehariannya
maupun dalam penyelidikan ilmiah yang dalam hal ini dibatasi pada paradigma
pencarian ilmu pengetahuan, yaitu suatu keyakinan dasar yang digunakan berbagai
kalangan untuk mencari kebenaran realitas menjadi suatu ilmu atau disiplin ilmu
pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Suriasumantri,
Junjun S. 2003. “Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer” .
Jakarta:Pustaka Sinar Harapan
Iqbal , Muhammad . 2012. “Makalah Pengantar Filsafat Ilmu”http://akuibe.blogspot.com/2012/06/tugas-makalah-pengantar-filsafat-ilmu.html. Diakses tanggal 1 Desember 2012.
loekisno. 2012.
“paradigma-ilmu”. http://loekisno.wordpress.com/tag/paradigma-ilmu/. Diakses tanggal 1 Desember 2012.
Zaenal Ausop, Asep, dkk.. 2012 . “ Makalah-Filsafat-Ilmu ”.http://id.scribd.com/doc/60432683/Makalah-Filsafat-Ilmu. Diakses tanggal 1 Desember 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar