BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Banyaknya fenomena penindasan rakyat yang dilakukan oleh
pemerintah yang sedang berkuasa merupakan realitas yang sering kita lihat dan
kita dengar dalam setiap pemberitaan pers, baik melalui media elektronik maupun
media cetak. Sebut saja kasus penindasan yang terjadi di Indonesia yang ketika
Orba masih berkuasa, yakni penindasan terhadap keberadaan hak tanah rakyat yang
diambil penguasa dengan alas an pembangunan. Atau jagu realitas pengekangan dan
pembungkaman kebebasan pers dengan adanya pemberedalan beberapa media masssa
oleh penguasa, serta pembantaian para ulama (kiayi) dengan dalil dukun santet
sekitar tahun 1999 yang dilakukan oleh kelompok oknum yang tidak bertanggung
jawab. Hal ini merupakan bagian kecil dari fenomena kehidupan yang sangat tidak
menghargai terhadap posisi rakyat di hadapan penguasa dan bagian dari fenomena
kehidupan yang tidak menghargai kebebasan berserikat dan berpendapat.
Melihat bagian kecil dari realitas tersebut, apa yang
saudara pikirkan ketika saudara mendengar atu melihat fenomena pembantaian massal?
Apa yang saudara pikirkan ketika mendengar dan mengetahui penculikan para
aktivis demokrasi diberbagai Negara , termasuk Indonesia? Apa yang saudara
lakuan ketika menyaksikan pembatasan ruang public untuk mengemukakan pendapat
di muka umum?.
Pertanyaan-pertantaan
tersebut pada akhirnya akan bermuara pada perlunya dikaji kembali kekuatan rakyat
/ masyarakat dalam konteks interaksi-relationship,
baik antara rakyat dengan Negara, maupun antara rakyat dengan rakyat. Kedua
pola hubungan interaksi tersebut akan memposisikan rakyat sebagai bagian
integral dalam komunitas Negara yang memiliki kekuatan bargaining dan menjadi komunitas masyarakat sipil yang memiliki
kecerdasan, analisi kritis yang tajam serta mampu berinteraksi di lingkungannya
secara demokratis dan berkeadaban.
Kemungkinan akan
adanya kekuatan masyarakat sebagai dari komunitas bangsa ini akan menghantarkan
pada sebuah wacana yang saat ini sedang berkembangan, yakni Masyarakat madani. Masyarakat madani muncul bersamaan dengan proses
modernisasi, terutama pada saat terjadi transformasi dari masyarakat feudal
menuju masyarakat barat modern, yang saat itu lebih dikenal dengan istilah civil society.
Dalam makalah yang berjudul Masyarakat Madani, akan
dibahas lebih rinci tentang apa itu Masyarakat Madani.
B.
TUJUAN
PENULISAN
(1) Mendeskripsikan pengertian masyarakat madani
(2) Mengidentifikasikan karakteristik masyarakat madani
(3) Masyarakat Madani di Indonesia
(2) Mengidentifikasikan karakteristik masyarakat madani
(3) Masyarakat Madani di Indonesia
(4) Tantangan dan Hambatan Penerapan Masyarakat Madani
Di Indonesia
(5) Menjelaskan upaya mengatasi kendala yang
dihadapi bangsa Indonesia dalam
mewujudkan masyarakat madani
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
MASYARAKAT MADANI
Di
Indonesia, istilah civil society oleh Nurcholis Madjid dipadankan dengan
istilah masyarakat Madani. Meskipun mirip, namun keduanya secara prinsipil
memiliki perbedaan. Civil society berakar dari Barat, sedangkan masyarakat
Madani adalah hasil pemikiran yang mengacu pada piagam Madinah, yang dibangun
di atas prinsip-prinsip Islam. Civil society dibentuk dengan ideologi
demokratis. Meski menggunakan istilah masyarakat madani, rupanya secara
konsepsi meniru civil society yang lahir di Barat. Sehingga masyarakat Madani
yang dimaksud Nurcholis sebenarnya adalah civil society itu sendiri.
Menurut
Nurcholis Madjid, masyarakat madani sebagai masyarakat yang berkeadaban
memiliki ciri-ciri, antara lain egalitarianisme, menghargai prestasi,
keterbukaan, penegakan hukum dan keadilan, toleransi dan pluralisme, serta
musyawarah. Nilai-niali pluralisme ditegakkan dalam konsep masyarakat sipil,
dan tentunya truth claim agama mesti dienyahkan karena dianggap akan
menghalangi tegaknya demokratisasi dan toleransi beragama. Dengan demikian Cak
Nur merekonstruksi konsep masyarakat Madani, yang bersenyawa konsep civil
society.
Untuk
membangun masyarakat sipil, Syamsul Arifin dalam buku Merambah Jalan Baru dalam
Beragama menukil pendapat Chandoke bahwa ada empat kriteria yang harus
dipenuhi; pertama, nilai-nilai masyarakat Madani, kedua, institusi masyarakat
Madani, ketiga, perlindungan terhadap masyarakat, keempat, warga masyarakat
Madani. Akan tetapi, Syamsul menaruh perhatian yang lebih pada poin pertama
sebagai faktor terpenting untuk membangun civil society.
Civil
society merupakan buah modernitas, sedangkan modernitas adalah buah dari
gerakan Renaisans; gerakan masyarakat sekuler yang meminggirkan Tuhan. Sehingga
civil society mempunyai moral-transendental yang rapuh karena meninggalkan
Tuhan.
Masyarakat madani lahir dari dalam buaian dan
asuhan petunjuk Tuhan dan sebagai sebuah masyarakat yang terbuka, egalitar, dan
toleran atas landasan nilai-nilai etik-moral transendental yang bersumber dari
wahyu Allah (A. Syafii Maarif, 2004: 84).
Banyak
orang memadankan istilah ini dengan istilah civil society, societas civilis
(Romawi) atau koinonia politike (Yunani). Padahal istilah “masyarakat madani “
dan civil society berasal dari dua sistem budaya yang berbeda. Masyarakat
madani merujuk pada tradisi Arab-Islam sedang civil society tradisi Barat
non-Islam. Perbedaan ini bisa memberikan makna yang berbeda apabila dikaitkan
dengan konteks istilah itu muncul.
Dalam
bahasa Arab, kata “madani” tentu saja berkaitan dengan kata “madinah” atau
‘kota”, sehingga masyarakat madani biasa berarti masyarakat kota atau perkotaan
. Meskipun begitu, istilah kota disini, tidak merujuk semata-mata kepada letak
geografis, tetapi justru kepada karakter atau sifat-sifat tertentu yang cocok untuk
penduduk sebuah kota. Dari sini kita paham bahwa masyarakat madani tidak asal
masyarakat yang berada di perkotaan, tetapi yang lebih penting adalah memiliki
sifat-sifat yang cocok dengan orang kota, yaitu yang berperadaban. Dalam kamus
bahasa Inggris diartikan sebagai kata “civilized”, yang artinya memiliki
peradaban (civilization), dan dalam kamus bahasa Arab dengan kata “tamaddun”
yang juga berarti peradaban atau kebudayaan tinggi.
Penggunaan
istilah masyarakat madani dan civil society di Indonesia sering disamakan atau
digunakan secara bergantian. Hal ini dirasakan karena makna diantara keduanya
banyak mempunyai persamaan prinsip pokoknya, meskipun berasal dari latar
belakang system budaya negara yang berbeda.
Masyarakat
Madani merujuk kepada sebuah masyarakat dan negara yang diatur oleh hukum
agama, sedangkan masyarakat sipil merujuk kepada komponen di luar negara. Syed
Farid Allatas seorang sosiolog sepakat dengan Syed M. Al Naquib Al Attas
(berbeda dengan para sosiolog umumnya), menyatakan bahwa faham masyarakat
Madani tidak sama dengan faham masyarakat Sipil. Istilah Madani, Madinah (kota)
dan ad-Din (diterjemahkan sebagai agama) semuanya didasarkan dari akar kata
d-y-n. Kenyataan bahwa nama kota Yathrib berubah menjadi Madinah bermakna di
sanalah ad-Din (Syari’ah Islam) berlaku dan ditegakkan untuk semua kelompok
(kaum) di Madinah.
Menilik
pengalaman sosio-historis Islam, masyarakat madani merupakan refresentasi dari
masyarakat Madinah yang diwariskan Nabi Muhammad SAW, yang oleh Robert N. Bellah,
sosiolog agama terkemuka, disebut sebagai ”masyarakat yang untuk zaman dan
tempatnya sangat modern, bahkan terlalu modern, sehingga sewafatnya Nabi, Timur
tengah dan umat manusia saat itu belum siap dengan prasarana sosial yang
diperlukan untuk menopang suatu tatanan sosial yang modern seperti yang pernah
dirintis Nabi SAW”.
Dalam
Islam negaralah yang bertanggungjawab terhadap urusan masyarakat. Negara dalam
perspektif Islam bukanlah sekedar alat untuk menjamin dan menjaga kemaslahatan
individu saja sebagaimana halnya liberalisme-kapitalisme akan tetapi merupakan
suatu institusi yang mengurusi kebutuhan individu, organisasi (jamaah), dan
masyarakat sebagai satu kesatuan, baik urusan dalam maupun luar negerinya,
sesuai dengan peraturan tertentu yang membatasi hak dan kewajiban
masing-masing. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Bernard Lewis, “bahwa sejak
zaman Nabi Muhammad, umat Islam merupakan entitas politik dan agama sekaligus,
dengan Muhammad sebagai kepala Negara”.
Jadi,
secara historis pun antara konsep civil society dengan masyarakat madani tidak
memiliki hubungan sama sekali. Masyarakat Madani bermula dari perjuangan Nabi
Muhammad SAW menghadapi kondisi jahiliyyah masyarakat Arab Quraisy di Mekkah.
Beliau (sang Nabi) memperjuangkan kedaulatan, agar seluruh kelompok di kota
Madinah terbebaskan (terjamin hak-haknya) serta ummatnya (Muslim) leluasa
menjalankan syari’at agama di bawah suatu perlindungan hukum yang disepakati
bersama.
Allah SWT memberikan gambaran dari
masyarakat madani dengan firman-Nya dalam Q.S. Saba’ ayat 15:
ô‰s)s9 tb%x. :*t7|¡Ï9 ’Îû öNÎgÏYs3ó¡tB ×ptƒ#uä ( Èb$tG¨Yy_ `tã &ûüÏJtƒ 5A$yJÏ©ur ( (#qè=ä. `ÏB É-ø—Íh‘ öNä3În/u‘ (#rãä3ô©$#ur ¼çms9 4 ×ot$ù#t/ ×pt6Íh‹sÛ ;>u‘ur Ö‘qàÿxî ÇÊÎÈ
Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di
tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah
kiri. (kepada mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezki yang
(dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah
negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun”.
Menurut para ahli, pengertian Masyarakat Madani :
1. Zbigniew Rew, masyarakat madani merupakan suatu yang berkembang dari sejarah, yang mengandalkan ruang dimana individu dan perkumpulan tempat mereka bergabung bersaing satu sama lain guna mencapai nilai-nilai yang mereka yakini.
2. Han-Sung, masyarakat madani merupakan sebuah kerangka hukum yang melindungi dan menjamin hak-hak dasar individu.
3. Kim Sun Hyuk, masyarakat madani adalah suatu satuan yang terdiri dari kelompok-kelompok yang secara mandiri menghimpun dirinya dan gerakan-gerakan dalam msyarakat yang secara relative.
4. Thomas Paine, masyrakat madani adalah ruang dimana warga dapat mengembangkan kepribadian dan memberi peluang bagi pemuasan kepentingannya secara bebas dan tanpa paksaan
5. Hegel, masyarakat madani merupakan kelompok subordinatif dari Negara,
Jadi, secara global bahwa dapat disimpulkan yang dimaksud dengan masyarakat madani adalah sebuah kelompok atau tatanan masyarakat yang berdiri secara mandiri dihadapan penguasa dan Negara, yang memiliki ruang publik dalam mengemukakan pendapat, adanya lembaga-lembaga yang mandiri yang dapat mengeluarkan aspirasi dan kepentingan publik.
B. KARAKTERISTIK MASYARAKAT MADANI
Penyebutan karakteristik masyarakat
madani dimaksudkan utuk menjelaskan bahwa dalam merealisasikan wacana
masyarakat madani diperlukan prasyarat-prasyarat yang menjadi nilai universal
dalam penegakan masyarakat madani. Prasyarat ini merupakan satu
kesatuan yang intergral menjadi dasar dan nilai bagi ekstensi masyarakat
madani.
- Free Public Sphere
Yang dimaksud dengan Free public sphere adalah
adanya ruang publik yang bebas sebagai sarana dalam mengemukakan pendapat. Pada
ruang publik yang bebaslah individu dalam posisinya yang setara mampu melakukan
transaksi-transaksi wacana dan praksis politik tanpa mengalami distorsi dan
kekhawatiran. Prasyarat ini
dikemukakan oleh Arendt dan Habermas. Lebih lanjut dikatakan bahwa ruang publik
secara teoritis bisa diartikan
sebagai warga negara memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik.
Sebagai sebuah prasyarat, maka untuk
mengembangkan dan mewujudkan masyarakat madani dalam sebuah tatanan masyarakat,
maka free public sphere menjadi salah satu bagian yang harus diperhatikan.
Karena dengan madani, maka akan memungkinkan terjadinya pembungkaman kebebasan
warga negara dalam menyalurkan aspirasinya yang berkenaan dengan kepentingan
umum oleh penguasa yang tiranik dan otoriter.
- Demokratis
Demokratis
merupakan satu entitas yang menjadi penegak wacana masyarakat madani, dimana
dalam menjalani kehidupan, warga Negara memiliki kehidupan penuh untuk
menjalankan aktivitas kesehariannya, termasuk dalam berinteraksi dengan
lingkungannya.
Demokrasi berati masyarakat dapat
berlaku santun dalam pola hubungan interaksi dengan masyarakat sekitarnya
dengan tidak mempertimbangkan suku,ras,dan agama.
Prasyarat demokratis ini banyak dikemukakan
oleh banyak pakar yang mengkaji fenomena masyarakat madani. Bahkan demokrasi
merupakan salah satu syarat mutlak bagi penegakan masyarakat madani.
Penekanan demokrasi (demokratis) disini dapat mencakup sebagai bentuk
aspek kehidupan seperti politik, sosial, budaya, pendidikan, ekonomi dan sebagainya.
- Toleran
Toleran merupakan sikap yang
dikembangkan dalam masyarakat madani untuk menunjukan sikap saling menghargai
dan menghormati aktivitas yang dilakukan oleh orang lain. Toleransi ini
memungkinkan adanya kesadaran masing-masing individu untuk menghargai dan
menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh kelompok masyarakat
lain yang berbeda.
Toleransi menurut Nurcholish Madjid
yaitu merupakan persoalan ajaran dan kewajiban melaksanakan ajaran itu. Jika
toleransi menghasilkan adanya tata cara pergaulan yang “enak” antara berbagai
kelompok yang berbeda-beda, maka hasil itu harus dipahami sebagai “hikmah” atau
“manfaat” dari
pelaksanaan ajaran yang benar.
Azyumardi Arza pun meyebutkan bahwa
masyarakat madani (civil society)
lebih dari sekedar gerakan-gerakan pro demokrasi. Masyarakat madani juga
mengacu ke kehidupan yang berkualitas dan tamaddun (civility). Civilitas
meniscayakan toleransi, yakni kesediaan individu-individu untuk menerima
pandangan-pandangan politik dan sikap sosial yang berbeda.
- Pluralisme
Sebagai
sebuah prasyarat penegakan masyarakat madani, maka pluralisme harus dipahami
secara mengakar dengan menciptakan sebuah tatanan kehidupan yang menghargai dan
menerima kemajemukan dalam konteks kehidupan sehari-hari. Pluralisme tidak bisa
dipahami hanya dengan sikap mengakui dan menerima kenyataan masyarakat yang
majemuk, tetapi harus disertai dengan sikap yang tulus untuk menerima kenyataan
pluralisme itu dengan bernilai positif, merupakan rahmat tuhan.
Menurut Nurcholis Madjid, konsep
pluralisme ini merupakan prasyarat bagi tegaknya masyarakat madani. Pluralisme
menurutya adalah pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan-ikatan keadaban (genuine engagement of diversities within the
bonds of civility).Bahkan Pluralisme adalah juga suatu keharusan bagi
keselamatan umat manusia antara lain melalui mekanisme pengawasan dan
pengimbangan (check and balance).
Lebih lanjut Nurcholish mengatakan
bahwa sikap penuh pengertian kepada orang lain itu diperlukan dalam masyarakat
yang majemuk, yakni masyarakat yang tidak monolitik. Apalagi sesungguhnya
kemajemukan masyarakat itu sudah merupakan dekrit Allah dan desigh-Nya untuk
ummat manusia. Jadi tidak ada masyarakat yang tunggal, monolitik, sama dengan
sebangun dalam segala segi.
- Keadilan Sosial (Sosial Justice)
Keadilan yang dimaksud untuk
menyebutkan keseimbangan dan pembagian yang proporsional terhadap hak dan
kewajiban setiap warga negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan. Hal ini
memungkinkan tidak adanya monopoli dan pemusatan salah satu aspek kehidupan
padasatu kelompok masyarakat. Seara esensial, masyarakat memiliki hak yang sama
dalam memperoleh kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah
(penguasa).
- Pilar Penegak Masyarakat Madani
Pilar penegak masyarakat madani
adalah institusi-institusi yang menjadi bagian dari social control yang
berfungsi mengkritisi kebijakan-kebijakan penguasa yang diskriminatif serta
mampu memperjuangkan aspirasi masyarakat yang tertindas. Dalam penegakan
masyarakat madani, pilar-pilar tersebut menjadi prasyarat mutlak bagi
terwujudnya kekuatan masyarakat madani. Pilar-pilar tersebut yaitu Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM), Pers, Supremasi Hukum, Perguruan Tinggi dan Partai Politik.
1. Lembaga swadaya masyarakat ,
adalah institusi social yang dibentuk oleh swadaya masyarakat yang tugas
esensinya adalah membantu memperjuangkan aspirasi dan kepentingan masyarakat
yang tertindas. Selain itu, LSM dalam konteks masyarakat madani juga bertugas
mengadakan empowering (pemberdayaan)
kepada masyarakat mengenai hal-hal yang signifikan dalam kehidupan sehari-hari,
seperti advokasi, pelatihan dan sosialisasi program-program pembangunan
masyarakat.
2. Pers,
Merupakan
institusi yang penting dalam penegakan masyarakat madani, karena
memungkinkannya dapat mengkritisi dan menjadi bagian dari social control yang
dapat menganalisa serta mempublikasikan berbagai kebijakan pemerintah yang
berkenaan dengan warganegaranya. Hal tersebut pada akhirnya mengarah pada
adanya independensi pers serta mampu menyajikan berita secara objektif dan
transparan.
3. Supremasi Hukum,
Setiap warga
Negara baik yang duduk di formasi kepemerintahan maupun sebagai rakyat, harus
tunduk kepada (aturan) hukum. Hal tersebut berarti bahwa perjuangan untuk
mewujudkan hak dan kebebasan antar warga Negara dan antara warga Negara dengan
pemerintah haruslah dilakukan dengan cara-cara yang damai dan sesuai dengan hokum
yang berlaku.
Selain itu, supremasi hokum juga
memberikan jaminan dan perlindungan terhadap segala bentuk penindasan individu
dan kelompok yang melanggar hak asasi manusia, sehingga terpola bentuk
kehidupan yang civilzed.
4. Perguruan Tinggi,
Yakni dimana
tempat aktivitas
akademiknya (dosen dan mahasiswa) merupakan bagian dari kekuatan social dan
masyarakat madani yang bergerak pada bidang jalur modal force untuk menyalirkan
aspirasi masyarakat dan mengkritisi berbagai kebijakan-kebijakan pemerintah, dengan
catatan gerakan yang dilancarkan oleh mahasiswa tersebyt masih pada jalur yang
benar dan memposisikan diri pada rel dan realitas yang betul-betul objektif,
menyeurakan kepentingan masyarakat (publik).
Menurut
Riswanda Immawan, Perguruan Tinggi memiliki tiga peran yang stategis dalam
mewujudkan masyarakat madani, yakni :
pertama, pemihakan yang tegas pada prinsip
egalitarianisme yang menjadi kehidupan dasar politik yang demokratis.
Kedua,membangun political safety net, yakni dengan
mengembangkan dan mempublikasikan informasi secara objektif dan tidak
manipulatif. Political net ini
setidaknya dapat mencerahkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan mereka
terhadap informasi.
Ketiga, melakukan
tekanan terhadap ketidakadilan dengan cara yang santun, saling menghormati.
Demokrasi serta meninggalkan cara-cara yang agitatif dan anarkis.
5. Partai Politik,
Merupakan
wahana bagi masyarakat untuk dapat menyalurkan aspirasi politiknya. Sekalipun
memiliki tendensi politis dan rawan akan hemegomi, tetapi bagaimanapun sebagai
sebuah tempat ekspresi warga Negara, maka partai politik ini menjadi prasyarat
bagi tegaknya masyarakat madani.
C.
MASYARAKAT MADANI INDONESIA
Berbicara
mengenai kemungkinan berkembangnya masyarakat madani di Indonesia diawali dengan
kasusu-kasus pelangaran HAM dan pengekangan kebebasan berpendapat, bersikat dan
kebebasan untuk mengemukakan pendapat dimuka umum kemudian dilanjutkan
dengan munculnya berbagai lembaga-lembaga non pemerintah yang mempunyai
kekuatan dan bagian dari social control.
Secara esensial Indonesia
membutuhkan peberdayaan dan penguatan masyarakat secara komprehensif agar
memiliki wawasan dan kesadaran demokrasi yang baik serta mampu menjunjung
tinggi nilai hak-hak asasi manusia. Untuk itu maka diperlukan pengembangan
masyarakat madani dengan menerapkan strategi pemberdayaan sekaligus agar proses
pembinaan dan pemberdayaan itu mencapai hasilnya secara optimal.
D.
TANTANGAN
DAN HAMBATAN PENERAPAN MASYARAKAT MADANI DI INDONESIA:
1.
Masih
rendahnya minat partisipasi warga masyarakat terhadap kehidupan politik
Indonesia dan kurangnya rasa nasionalisme yang kurang peduli dengan masalah
masalah yang dihadapi negara Indonesia.
2.
Masih kurangnya sikap toleransi baik dalam
kehidupan bermasyarakat maupun beragama
3.
Masih
kurangnya kesadaran Individu dalam keseimbangan dan pembagian yang proporsional
antara hak dan kewajiban
4.
Kualitas
SDM yang belum memadai karena pendidikan yang belum merata
5.
Masih
rendahnya pendidikan politik masyarakat
6.
Kondisi
ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisis moneter
7.
Tingginya
angkatan kerja yang belum terserap karena lapangan kerja yang terbatas
8.
Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) sepihak dalam jumlah yang besar
9.
Kondisi
sosial politik yang belum pulih pasca reformasi
Oleh karena itu dalam menghadapi
perkembangan dan perubahan jaman, pemberdayaan masyarakat
madani perlu ditekankan, antara lain
melalui peranannya sebagai berikut :
1.
Sebagai
pengembangan masyarakat yaitu melalui upaya peningkatan pendapatan dan pendidikan
2.
Sebagai
advokasi bagi masyarakt yang “teraniaya”, tidak berdaya membela hak-hak dan
kepentingan mereka (masyarakat yang terkena pengangguran, kelompok buruh yang
digaji atau di PHK secara sepihak dan lain-lain)
3.
Sebagai
kontrol terhadap negara
4.
Menjadi
kelompok kepentingan (interest group) atau kelompok penekan (pressure group)
5.
Masyarakat
madani pada dasarnya merupakan suatu ruang yang terletak antara negara di satu
pihak dan masyarakat di pihak lain. Dalam ruang lingkup tersebut terdapat
sosialisasi warga masyarakat yang bersifat sukarela dan terbangun dari sebuah
jaringan hubungan di antara assosiasi tersebut, misalnya berupa perjanjian,
koperasi, kalangan bisnis, Rukun Warga, Rukun Tetangga, dan bentuk
organisasi-organsasi lainnya.
Menurut Dawan ada tiga strategi yang
salah satunya dapat digunakan sebagai strategi dalam memberdayakan masyarakat
madani Indonesia:
1.
Strategi yang lebih mementingkan
integrasi nasional dan politik. Strategi ini berpandangan bahwa system
demokrasi tidak mungkin berlangsung dalam masyarakat yang belum memiliki kesadaran
berbangsa dan bernegara yang kuat.
2.
Strategi yang lebih mengutamakan reformasi sisitem
politik demokrasi. Strategi ini berpandangan bahwa untuk membangun demokrasi tidak usah menunggu rampungnya tahap
pembangunan ekonomi.
3.
Strategi yang memilih membangun
masyarakat madani sebagai basis yang kuat kearah demokrastisasi. Strategi ini
lebih mengutamakan pendidikan dan penyadaran politik, terutama pada golongan
menengah yang makin luas.
Dalam penerapkan strategi tersebut
diperlukan keterlibatan kaum cendikiawan, LSM, ormas social dan keagamaan dan
mahasiswa adalah mutlak adanya, karena mereklah yang memiliki kemampuan dan
sekaligus actor pemberdayaan tersebut.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari kesekian banyak definisi tentang masyarakat
madani namun dari garis besar dapat ditarik benang emas, bahwa yang dimaksud
dengan masyarakat madani adalah sebuah kelompok atau tatanan masyarakat yang
terdiri secara mandiri dihadapan penguasa dan negara, memiliki ruang publik
dalam mengemukakan pendapat, adanya lembaga-lembaga yang mandiri yang dapat
menyalurkan aspirasi dan kepentingan publik.
Tujuan
dari masyarakat madani adalah untuk memelihara tanggung jawab kita dengan
yang lain, berdasarkan rasa solidaritas sosial.
Ciri-ciri
masyarakat madani :
- Menghargai waktu
- Sumber daya manusia (SDM) yang handal
- Kebebasan dan kemandirian
B. KRITIK
DAN SARAN
Makalah ini sangat jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penulis dengan senang hati bersedia menerima segala
kritik dan saran yang membangun untuk kebaikan penulis dalam menyusun makalah
yang akan datang.
DAFTAR
PUSTAKA
Diktat Mata Kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan
http://kuliahitukeren.blogspot.com/2011/04/pengertiansejarah-perkembangan-dan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar