ABSTRACT
The purposive of this research is to study the influence of Intelligent Quotient (IQ), Emotional Intelligence (EI), Spiritual intelligence (SI) towards the agresivity to student of student of Islamic State University in Malang.
The subjects in this research were 304 student of Islamic State University in Malang, using proportional random sampling technique, with the result that representative and balance each faculty. The instrument used in this research are IQ test and psychologis scale. Psychologis scale are spiritual intelligence scale, emotional intelligence scale, and agresivity scale. The data were analyzed using analysis of regression with SPSS version 10.0 for windows.
The research result show: Three kinds of intelligence toward the agresivity are 32,5%, with spiritual intelligence (-548), emotional intelligence (-355), and IQ (-116). A good idea to help agresivity problem with developing many kinds of intelligence, specially spiritual intelligence and emotional intelligence.
Key word: Intelligent Quotient, Spiritual Intelligence, Emotional Intelligence, agresivity.
A. Latar Belakang Masalah
Peristiwa yang terjadi pada akhir-akhir ini sangatlah memprihatinkan kita, karena kecenderungan merosotnya moral bangsa hampir terasa di semua strata kehidupan. Krisis moral ini kemudian diikuti dengan menyuburnya pola hidup konsumtif, materialistis, hedonis dan lain sebagainya yang semuanya menyebabkan tersingkirnya rasa kamanusiaan, kebersamaan, dan kesetiakawanan sosial. Khusus di kalangan mahasiswa, problema sosial moral ini dicirikan dengan sikap arogansi, saling memfitnah sesama teman, rendahnya kepeduliaan sosial, meningkatnya hubungan seks pra-nikah, bahkan merosotnya penghargaan dan rasa hormat terhadap orang tua dan dosen sebagai sosok yang seharusnya disegani dan dihormati.
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Malang adalah peserta didik yang diharapkan tampil sebagai calon pemimpin umat. Mereka diharapkan sebagai sosok intelektual yang ulama dan ulama yang intelek dan profesional, dalam kenyataannya peristiwa yang terjadi pada hari Rabu 20 Juni 2001 menyentakkan seluruh civitas akademika karena pada saat itu mahasiswa melakukan penyegelan terhadap seluruh gedung kampus, selain itu mereka melakukan orasi dan menggelar berbagai spanduk yang isinya berupa hujatan terhadap dosen dan pimpinan (Kompas, 21 Juni 2001).
Peristiwa arogan terjadi ketika seorang ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan anggotanya mendatangi pimpinan dengan membawa sebuah pedang hanya untuk meminta persetujuan mencairkan dana kegiatan mahasiswa. Selain itu, mereka juga menyegel sebuah kendaraan universitas dengan alasan mereka juga sebagai pemilik yang harus menikmati kendaraan tersebut. Peristiwa ini berakhir dengan keputusan pengadilan dan pemberian sangsi berupa Drop Out (DO) bagi mahasiswa yang bersangkutan (Jawa Pos, Minggu 4 April 2004).
Pada 9-12 Mei 2005, fakultas psikologi Universitas Islam Negeri Malang diramaikan dengan adanya selebaran gelap dari mahasiswa yang isinya merendahkan martabat dosen dan pimpinan fakultas. Kejadian seperti ini sebelumnya pernah terjadi ketika audiensi antara pihak fakultas baik pimpinan maupun dosen dengan para mahasiswa. Bila dicermati dengan seksama, ternyata kejadian seperti ini terjadi juga di fakultas-fakultas lain, yang semuanya mengisyaratkan tentang adanya kecenderungan meningkatnya perilaku agresif pada mahasiswa.
Istilah agresi sering diartikan sebagai suatu perilaku yang bertujuan untuk menyakiti orang lain baik secara fisik maupun verbal. Pada dasarnya perilaku agresi merupakan kecenderungan yang dimiliki oleh setiap orang hanya kadarnya saja yang berbeda-beda. Berkowitz (2003) mendefinisikan agresi sebagai segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti orang lain secara fisik maupun mental. Pendapat lain menyatakan bahwa menyakiti bukan satu-satunya tujuan karena agresi dapat juga bertujuan untuk melindungi diri sendiri sebagai cara untuk menunjukkan patriotisme ataupun alat untuk mendapat dukungan sosial. Banyak faktor yang mempengaruhi agresivitas seseorang, secara garis besar faktor penyebabnya bisa dikelompokan menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor yang bersumber pada diri individu yang bersangkutan, yang diantaranya adalah rendahnya tingkat kecerdasan seseorang.
Penelitian yang dilakukan Haditono (dalam Monks, 1994) menemukan bahwa 69,45% remaja agresif memiliki taraf inteligensi di bawah normal. Inteligensi bisaanya diartikan oleh para ahli psikologi sebagai keseluruhan kemampuan individu untuk memperoleh pengetahuan, menguasainya dan mempraktekkannya dalam pemecahan suatu masalah. Kemampuan itu meliputi kemampuan dalam persepsi, mengingat, memahami, menghayal, belajar dan memutuskan. Norvig (dalam Simanjuntak, 1984) menyatakan bahwa yang melakukan kejahatan kesusilaan lebih banyak dilakukan oleh Mentally retarded Persons. Rendahnya tingkat intelegensi menyebabkan remaja tidak mampu melihat dan memperkirakan akibat dari perbuatannya. Dengan demikian, bisa diduga bahwa kecerdasan intelektual (IQ) menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap agresivitas seseorang.
Pada tahun 1995, Daniel Goleman mempopulerkan suatu konsep baru dalam bidang psikologi yang disebut dengan Emotional Intelligence. Menurut Goleman (1996) kecerdasan intelektual (IQ) bila tidak disertai dengan pengolahan emosi yang baik tidak akan menghasilkan seseorang sukses dalam hidupnya. Peranan IQ hanyalah sekitar 20% untuk menopang kesuksesan hidup seseorang, sedangkan 80% lainnya ditentukan oleh faktor yang lain. Selanjutnya ia mengatakan bahwa pentingnya pengelolaan emosi bagi manusia dalam pengambilan keputusan bertindak adalah sama pentingnya, bahkan seringkali lebih penting daripada nalar, karena menurutnya, kecerdasan intelektual tidak berarti apa-apa bila emosi yang berkuasa.
Dari uraian diatas bisa diduga bahwa selain kecerdasan intelektual, rendahnya kecerdasan emosional juga bisa berpengaruh terhadap perilaku agresif, hal ini disebabkan karena rendahnya tingkat kecerdasan emosional menjadikan mereka tidak mampu mengendalikan dorongan emosi dan tidak mampu menghargai atau berempati terhadap orang lain.
Pada pertengahan tahun 2000, dunia psikologi dikejutkan kembali oleh adanya penemuan baru yang dikemukakan oleh Danah Zohar dan Ian Marshall tentang kecerdasan manusia yang berhubungan dengan spiritual, yang dikenal dengan sebutan kecerdasan spiritual. Selanjutnya Zohar & Marshal (2000) mengatakan bahwa kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai dalam kehidupan. Penelitian tentang kecerdasan spiritual dilakukan oleh Abror (2004) yang menemukan adanya hubungan positif antara kecerdasan spiritual dengan kinerja. Hasil ini bisa berbeda jika dihubungkan dengan agresivitas, karena rendahnya kecerdasan spiritual bisa menyebabkan mereka kehilangan makna dari suatu perilaku yang ditampilkan sehingga ketika berperilaku agresif mereka tidak tahu makna terdalam dari perilaku tersebut.
Islam sebagai suatu ajaran bagi umat manusia sangat menekankan tentang betapa pentingnya seseorang itu menjadi cerdas baik secara intelektual, emosional maupun spiritual. Banyak sekali ayat Al-Quran yang menganjurkan kepada umat manusia untuk selalu menggunakan akal, emosi (hati), dan spiritualnya. Sebaliknya Islam sangat melarang pada umatnya untuk berbuat keji pada orang lain, salah satu perbuatan keji yang dilarang adalah menyakiti orang lain baik secara lisan maupun fisik, baik secara langsung maupun tak langsung.
Selanjutnya menurut Ginanjar (2003) bahwa ketiga bentuk kecerdasan tersebut diatas sangat penting dan harus dikembangkan dalam kehidupan seseorang hal ini disebabkan karena kecerdasan intelektual diperlukan untuk mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan aspek kognitif, kecerdasan emosional diperlukan untuk mengatasi masalah afektif, dan kecerdasan spiritual diperlukan untuk mengatasi masalah kebermaknaan dalam menjalani kehidupan.
Dalam konteks penelitian ini, istilah kecerdasan intelektual biasa disebut dengan IQ, kecerdasan emosional dikenal dengan EI, dan kecerdasan spiritual dikenal dengan istilah SI. Penulis lebih sepakat dengan penggunaan EI dan SI bukan istilah EQ dan SQ hal ini didasarkan pada anggapan bahwa emosi dan spiritual adalah dua konstruk psikologis yang bersifat dinamis yang perkembangannya berbeda dengan konsep kognitif. Perkembangan kognitif lebih bersifat progresif sampai pada usia tertentu sehingga bisa diukur dengan cara membagi usia mental (Mental Age) oleh usia kronologis (Cronological Age) yang kemudian dikali 100. Hasil perhitungan inilah yang kemudian disebut dengan istilah Quotient, sedangkan emosi dan spiritual perkembangannya bersifat dinamis, karena itu maka yang diukur dalam kecerdasan emosional dan spiritual terletak pada kualitas kemampuannya yang dalam hal ini dikenal dengan istilah Intelligence. Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk meneliti bagaimana gambaran tingkat kecerdasaan dan jenis kecerdasan manakah yang lebih berpengaruh terhadap perilaku agresif seseorang pada mahasiswa.
B. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan data tentang pengaruh berbagai jenis kecerdasan terhadap perilaku agresif. Hasil penelitian ini mempunyai tingkat orisinal yang cukup tinggi mengingat sampai saat ini penelitian yang meneliti agresivitas dikaitkan dengan jenis-jenis kecerdasan masih belum dilakukan.
C. Hipotesis Penelitian
Ada dua jenis hipotesis yang ingin diuji dalam penelitian ini, yaitu hipotesis mayor dan minor. Rumusan hipotesis mayor yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual terhadap agresivitas pada mahasiswa, sedang hipotesis minornya adalah:
D. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalah-pahaman maka dalam penelitian ini diberikan definisi operasional sebagai berikut:
E. Populasi dan Sampel
Populasi, menurut Hadi (1996) adalah semua individu yang termasuk dalam kriteria-kriteria sample yang ditentukan, sedangkan menurut Nadzir (1987), pengertian populasi yaitu kumpulan dari individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan. Populasi dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa yang Universitas Islam Negeri Malang.
Sampel menurut Arikunto (1991) adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti. Sampel dalam penelitian tidak selalu meneliti individu di dalam suatu populasi karena dalam setiap pengumpulan data, selalu akan berhadapan dengan faktor dana, tenaga, waktu yang tersedia untuk memperoleh data tersebut. Dengan keterbatasan tiga faktor tersebut, maka penelitian hanya dilakukan pada sebagian dari populasi. Selanjutnya Sudjana (1988) menyatakan bahwa yang dimaksud sample adalah sebagaian populasi yang dikenai langsung oleh penelitian.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah proportional random sampling yaitu memilih individu-individu yang ada dikelas-kelas perkuliahan dari tiap-tiap fakultas secara random dengan mempertimbangkan keseimbangan jumlah mahasiswa dari tiap fakultas. Berdasarkan pertimbagan tersebut diperoleh sampel sebanyak 304 orang. Untuk Fakultas Tarbiyah, Humaniora, dan Saintek diambil sebanyak dua kelas, sedanagkan untuk Fakultas Psikologi, ekonomi, dan syariah diambil sebanyak satu kelas.
F. Metode Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data, alat ukur yang digunakan adalah berupa tes dan skala psikologis. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Jumlah responden yang dijadikan uji coba berjumlah 151 orang, hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Nunanly (dalam Azwar, 2000) yang mengatakan bahwa untuk uji coba item diperlukan jumlah subjek sebanyak 5 atau 10 kali dari jumlah item, karena itu jumlah 151 orang sudah cukup untuk memenuhi kriteria diatas. Uji coba dilakukan untuk mengetahui tingkat validitas dan reliabilitas alat ukur. Kriteria item dianggap sahih ketika memenuhi koefisen korelasi diatas .2000 sedangkan reliabiltas skala dianggap andal ketika memenuhi nilai koefisien alfa (@) minimal sebesar .6000. Hasil uji validitas dan reliabilitas adalah sebagai berikut:
G. Hasil dan Pembahasan
Sesuai dengan rumusan masalah yang ingin dijawab dalam penelitian ini, maka analisis data dilakukan dengan analisis regresi yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Pengaruh tiap-tiap variabel bebas terhadap agresivitas dengan taraf signifikansi 5% diketahui dari skor kecerdasan intelektual = -.161, kecerdasan emosional = -.355, skala kecerdasan spiritual = -.548, hal ini menunjukkan bahwa masing-masing variabel bebas mempunyai pengaruh terhadap agresivitas.
Dari hasil analisis regresi yang digunakan untuk menguji hipotesis diperoleh = 48.125, taraf signifikansi 5 % dengan besarnya sampel 304 siswa. Selanjutnya dikorelasikan dengan dalam tabel db 3 lawan 300, didapatkan skor 35.341, ini berarti bahwa analisis regresi sebesar 48.125 lebih besar dari dengan taraf signifikansi 5 % ( =50.095 > 2.68), berdasarkan hasil ini maka hipotesis yang menyatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara jenis kecerdasan (kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual) terhadap agresivitas adalah terbukti artinya semakin tinggi tingkat kecerdasan maka semakin rendah tingkat agresivitas pada mahasiswa Universitas Islam Negeri Malang, sebaliknya semakin rendah tingkat kecerdasan maka semakin tinggi tingkat agresivitas.
Dari hasil nilai R square diperoleh skor .325 artinya ketiga variabel bebas (kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual) secara bersama-sama mampu mempengaruhi variabel terikat (agresivitas) sebesar 32,5% artinya masih ada sekitar 67,5% faktor lain yang mempengaruhi terhadap agresivitas pada mahasiswa Universitas Islam Negeri Malang. Faktor tersebut bisa berupa faktor internal (yang berasal dari dalam diri individu) atau faktor eksternal (faktor yang berasal dari luar individu).
Berdasarkan hasil analisis deskriptif diperoleh hasil tingkat kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional siswa berada pada kategori sedang. Demikian juga dengan prosentase tentang agresivitas yang berada pada kategori sedang, yakni sebesar 64.8 %. Berdasarkan data diatas, maka dapat disimpulkan bahwa jenis ketiga kecerdasan pada mahasiswa UIN malang berada pada kategori sedang, jika ketiga jenis kecerdasan meningkat, maka dapat diprediksikan bahwa agresivitas mahasiswa akan menjadi berkurang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari hasil perhitungan didapatkan skor kecerdasan intelektual =-.161 kecerdasan emosional = -.355 dan kecerdasan spiritual = -.548 dengan taraf signifikansi 5 %, hal ini menunjukkan hubungan yang negatif antara tiap-tiap variabel, kecerdasan intelektual (X1), kecerdasan emosional (X2, kecerdasan spiritual (X3) dengan agresivitas (Y). Dengan demikian maka hipotesis yang menyatakan bahwa ada pengaruh kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual terhadap agresivitas dinyatakan diterima.
Pengaruh kecerdasan intelektual terhadap agresivitas mempunyai korelasi sebesar -.161 dengan nilai P=.002. Walaupun koefisien korelasi ini tidak terlalu besar tapi hasil ini sejalan dengan penemuan Haditono (dalam Monks, 1994) yang menemukan bahwa 69,45% remaja agresif memiliki taraf inteligensi di bawah normal. Penelitian lainnya ditemukan oleh Norvig (dalam Simanjuntak, 1984) yang menyatakan bahwa orang yang melakukan kejahatan kesusilaan lebih banyak dilakukan oleh Mentally retarded Persons. Rendahnya tingkat intelegensi menyebabkan mereka tidak mampu melihat dan memperkirakan akibat dari perbuatannya.
Pengaruh kecerdasan emosional terhadap agresivitas mempunyai korelasi sebesar -.355 dengan nilai P=.002. Hasil koefisien korelasi ini lebih besar dibanding dengan dengan korelasi antara kecerdasan intelektual dengan agresivitas. Hasil ini sejalan dengan pendapat Goleman (1995) yang mengatakan bahwa kecerdasan intelektual bila tidak disertai dengan pengolahan emosi yang baik tidaklah akan menghasilkan seseorang sukses dalam hidupnya. Selanjutnya ia mengatakan bahwa peranan kecerdasan akademik hanyalah sekitar 20% untuk menopang kesuksesan hidup seseorang, sedangkan 80% lainnya ditentukan oleh faktor yang lain, yang diantaranya adalah faktor kecerdasan emosional. Selanjutnya ia mengatakan bahwa pentingnya pengelolaan emosi bagi manusia dalam pengambilan keputusan bertindak adalah sama pentingnya, bahkan seringkali lebih penting daripada nalar, karena menurutnya, kecerdasan intelektual tidak berarti apa-apa bila emosi yang berkuasa.
Hasil penelitian yang mendukung pada temuan diatas telah dilakukan Aziz (1999) yang menemukan bahwa kecerdasan emosional mampu memberikan sumbangan efektif terhadap pengendalian perilaku delinkuen pada remaja sebesar 22,4%. Hal ini disebabkan karena rendahnya tingkat kecerdasan emosional menjadikan mereka tidak mampu mengendalikan dorongan emosi dan tidak mampu menghargai atau berempati terhadap orang lain.
Pengaruh kecerdasan spiritual terhadap agresivitas mempunyai korelasi sebesar -.548 dengan nilai P=.000. Hasil ini menarik untuk dikaju lebih jauh karena diantara ketiga jenis kecerdasan yang paling besar pengaruhnya terhadap agresivitas adalah kecerdasan spiritual. Seperti yang dikatakan Zohar & Marshal (2000) bahwa kecerdasan spiritual lebih berhubungan dengan sesuatu yang bersifat transenden dan pemaknaan terhadap suatu perilaku. Karena itu bisa dipahami kalau orang yang tingkat kecerdasan spiritualnya tinggi maka ia mengembalikan segala perbuatannya kepada Tuhannya sehingga perbuatannya menjadi bermakna dalam hidupnya.
Kecerdasan spiritual yang dikemukakan diatas sebenarnya masih bersifat umum, dalam arti tidak mengkhususkan pada agama tertentu. Padahal dalam ajaran Islam, inti dari seruannya adalah bagaimana seorang muslim mampu berbuat amar ma’ruf nahyi munkar, dengan kata lain Islam mengajarkan umatnya untuk selalu berbuat baik dan menghindari berbuat kerusakan. Hasil diatas sengat sejalan dengan ajaran Islam bahwa dengan mempunyai kecerdasan spiritual yang tinggi maka seseorang akan terhindar dari berbuat agresif.
Dari hasil skor R Square ditemukan sebesar 0,325 artinya ketiga jenis kecerdasan secara bersama-sama mempengaruhi agresivitas sebesar 32,5%. Hasil diatas mendukung pendapat yang dikemukakan oleh Ginanjar (2000) yang menyatakan bahwa ketiga jenis kecerdasaan intelektual, emosional, dan spiritual adalah sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan seseorang. Walaupun sumbangan emfirik ketiga variabel tidak terlalu besar (hanya 32,5%) dalam mengendalikan perilakau agresif pada mahasiswa tapi hasil ini membuktikan bahwa salah satu cara untuk mengendalikan atau mengatasi masalah agresivitas pada mahasiswa adalah dengan mengembangkan kecerdasan, khususnya kecerdasan spiritual, karena jenis kecerdasan inilah yang mempunyai bobot sumbangan paling besar dibanding dengan dua kecerdasan lainnya.
Hal yang menarik untuk dikaji adalah kecerdasan spiritual ternyata mempunyai sumbangan yang paling besar dibanding dengan jenis kecerdasan yang lain. Bila dikaitkan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Pasiak (2002) yang menyatakan bahwa dasar kecerdasan spiritual juga berakar juga pada kekuatan otak sama persis dengan kecerdasan intelektual dan emosional. Hal ini dibuktikan bahwa kecerdasan spiritual muncul didasarkan adanya penemuan osilasi 40 Hz oleh Denis Pare, penemuan alam bawah sadar oleh Josep deloux, penemuan God Spot oleh Michael Persinger, dan penemuan somatic marker oleh Antonio Damasio. Keempat bukti tersebut membuktikan adanya hati nurani atau intuisi yang pada giliranya membuktikan keyakinan manusia tidak akan mampu lari dari Tuhannya. Keadaan inilah yang telah disitir dalam Al-Quran.
Hasil ini juga sekaligus membuktikan bahwa adanya evolusi dalam ilmu pengetahuan. Bila sebelumnya orang menganggap kecerdasan intelektuallah yang tinggi, maka dengan adanya dua konsep baru maka anggapan diatas sekarang harus sudah mulai dirubah mengingat adanya temuan bahwa masih ada bentuk kecerdasan lain yang sangat penting dalam kehidupan seseorang.
Dari uraian-uraian diatas, khususnya tentang temuan utama dari penelitian ini, maka upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah agresivitas pada mahasiswa, diantaranya adalah dengan cara melakukan upaya untuk meminimalkan perilaku agresif pada mahasiswa melalui penciptaan suasana yang mendukung pada peningkatan berbagai jenis kecerdasan, khususnya kecerdasan emosional dan spiritual. Misalnya dengan mengefektifkan kegiatan kemahasiswaan yang lebih mendukung pada terwujudnya kedua jenis kecerdasan tersebut.
Akhirnya, Sebagai penutup dari pembahasan, penulis berpendapat bahwa jenis kecerdasan sebagai salah satu faktor internal yang ada pada diri mahasiswa bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi agresivitas, bukti emfirik hanya menunjukkan sumbangan sebesar 32,5% artinya masih lebih besar faktor lain yang mempengaruhi diantaranya adalah faktor eksternal. Faktor eksternal ini meliputi lingkungan sosial yang berupa teman sekelas, dosen, karyawan dan lingkungan non sosial berupa gedung kampus, ruangan kelas, kurikulum dan lain-lain. Faktor-faktor itulah yang juga harus diperhatikan dalam rangka mengatasai masalah agresivitas pada mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S., 1998, Psikologi Inteligensi, Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar
-------, 2000, Pengembangan Skala Psikologis, Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar
Abrori, L., Korelasi SQ terhadap Kinerja Pada Karyawan UIN Malang, Psikoislamika, Jurnal Psikologi dan Keislaman, Vol.2 No. 1 Januari 2005
Arikunto, S., 1990, Manajemen Penelitian, Yogyakarta: Penerbit Rineka Cipta
Aziz, R., 2001, Peranan Kecerdasan Emosional terhadap penyesuaian diri dan perilaku delinkuen pada remaja di Yogyakarta, Ulul Albab, Jurnal Studi Islam, Sains, dan Teknologi, Vol. 3, No. 1
Baron, R.A & Byrne, D., 1997, Social Psychology, Boston: Allyn & Bacon
Berkowitz, 1995, Agresi sebab dan Akibatnya, (Terjemah Susiatni), Jakarta: Pustaka Binawan Pressindo
Buss & Perry, 1992, “The Agression Questionaire” dalam journal of Personality and Psychology, edisi 63, 3.
Cooper, R.K., & Sawaf, A., 1998, Executive EQ, Kecerdasan Emosional Dalam Kepemimpinan Dan Organisasi, (Alih bahasa Widodo) Jakarta: Gramedia
Efendi, A., 2005, Revolusi Kecerdasan Abad 21, Krtik MI, EI, SQ, AQ & Successful Intelligence Atas IQ, Bandung: Alfabeta
Farid, M., & Mashuri, 2003, Mengenal Inteligensi, Jakarta: Sains
Hadi, S., 1996, Metodologi Research, (Jilid 3), Yogyakarta: Andi Offset
Gardner, H., 1993, Frames of Mind, New York: Basic Book
Ginanjar, A., 2003, Emosional Spiritual Quotient, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual, Jakarta: Gramedia
Goleman, D., 1995, Emotional Intelligence, Why it more than IQ, New York: Bantam Books
Gothman, j., 1997, The Heart of Parenting: New York: Bantam Books
Groth-Marnat, G., 1984, The Handbook of Psychological Assesment, New York: Van Nostrand Reindholt Company
Martaniah, S.M., 1997, Model Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jurnal Psikologika, No.2, Januari
Monks, F.j., Knoers, A.M.P., & Haditono, S.R., Psikologi Perkembangan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Nazir. M., 1987, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia
Patton, P., 1998, Emotional Intelligence Di Tempat Kerja, (Alih Bahasa Dahlan) Jakarta: Pustaka Delapratasa
Pasiak, T., 2003, Revolusi IQ, EQ, dan SQ, Antara Neurosains dan Al-Quran, Bandung: Mizan
Raven, J.C., 1972, Guide to The Standard Progressive Matrices, (Salinan Fakultas Psikologi UGM) Yogyakarta: UGM
Santoso, S., 2001, SPSS Versi 10, Mengolah Data Statistik Secara Profesional, Jakarta Media Komputindo
Search, dkk, 1994, Psikologi Sosial, (terjemahan Adriyanto), Jakarta: Erlangga
Sudjana, N., 1988, Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah, Bandung: Sinar Baru
Tischler, B., & McKeage, R., 2002, Linking emotional intelligence, spirituality and Workplace Performance, Journal of Managerial Psychology, Vol. 17, 3,
Vernon, P.E., 1973, Inteligence and Cultural Environtment, London: Methuen & Coorporation LTD
Zohar, M., & Marshall, I., 2000, Spiritual Intelligence, The Ultimate Intelligence, London: Blumsburry Publishing, Inc
The purposive of this research is to study the influence of Intelligent Quotient (IQ), Emotional Intelligence (EI), Spiritual intelligence (SI) towards the agresivity to student of student of Islamic State University in Malang.
The subjects in this research were 304 student of Islamic State University in Malang, using proportional random sampling technique, with the result that representative and balance each faculty. The instrument used in this research are IQ test and psychologis scale. Psychologis scale are spiritual intelligence scale, emotional intelligence scale, and agresivity scale. The data were analyzed using analysis of regression with SPSS version 10.0 for windows.
The research result show: Three kinds of intelligence toward the agresivity are 32,5%, with spiritual intelligence (-548), emotional intelligence (-355), and IQ (-116). A good idea to help agresivity problem with developing many kinds of intelligence, specially spiritual intelligence and emotional intelligence.
Key word: Intelligent Quotient, Spiritual Intelligence, Emotional Intelligence, agresivity.
A. Latar Belakang Masalah
Peristiwa yang terjadi pada akhir-akhir ini sangatlah memprihatinkan kita, karena kecenderungan merosotnya moral bangsa hampir terasa di semua strata kehidupan. Krisis moral ini kemudian diikuti dengan menyuburnya pola hidup konsumtif, materialistis, hedonis dan lain sebagainya yang semuanya menyebabkan tersingkirnya rasa kamanusiaan, kebersamaan, dan kesetiakawanan sosial. Khusus di kalangan mahasiswa, problema sosial moral ini dicirikan dengan sikap arogansi, saling memfitnah sesama teman, rendahnya kepeduliaan sosial, meningkatnya hubungan seks pra-nikah, bahkan merosotnya penghargaan dan rasa hormat terhadap orang tua dan dosen sebagai sosok yang seharusnya disegani dan dihormati.
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Malang adalah peserta didik yang diharapkan tampil sebagai calon pemimpin umat. Mereka diharapkan sebagai sosok intelektual yang ulama dan ulama yang intelek dan profesional, dalam kenyataannya peristiwa yang terjadi pada hari Rabu 20 Juni 2001 menyentakkan seluruh civitas akademika karena pada saat itu mahasiswa melakukan penyegelan terhadap seluruh gedung kampus, selain itu mereka melakukan orasi dan menggelar berbagai spanduk yang isinya berupa hujatan terhadap dosen dan pimpinan (Kompas, 21 Juni 2001).
Peristiwa arogan terjadi ketika seorang ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan anggotanya mendatangi pimpinan dengan membawa sebuah pedang hanya untuk meminta persetujuan mencairkan dana kegiatan mahasiswa. Selain itu, mereka juga menyegel sebuah kendaraan universitas dengan alasan mereka juga sebagai pemilik yang harus menikmati kendaraan tersebut. Peristiwa ini berakhir dengan keputusan pengadilan dan pemberian sangsi berupa Drop Out (DO) bagi mahasiswa yang bersangkutan (Jawa Pos, Minggu 4 April 2004).
Pada 9-12 Mei 2005, fakultas psikologi Universitas Islam Negeri Malang diramaikan dengan adanya selebaran gelap dari mahasiswa yang isinya merendahkan martabat dosen dan pimpinan fakultas. Kejadian seperti ini sebelumnya pernah terjadi ketika audiensi antara pihak fakultas baik pimpinan maupun dosen dengan para mahasiswa. Bila dicermati dengan seksama, ternyata kejadian seperti ini terjadi juga di fakultas-fakultas lain, yang semuanya mengisyaratkan tentang adanya kecenderungan meningkatnya perilaku agresif pada mahasiswa.
Istilah agresi sering diartikan sebagai suatu perilaku yang bertujuan untuk menyakiti orang lain baik secara fisik maupun verbal. Pada dasarnya perilaku agresi merupakan kecenderungan yang dimiliki oleh setiap orang hanya kadarnya saja yang berbeda-beda. Berkowitz (2003) mendefinisikan agresi sebagai segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti orang lain secara fisik maupun mental. Pendapat lain menyatakan bahwa menyakiti bukan satu-satunya tujuan karena agresi dapat juga bertujuan untuk melindungi diri sendiri sebagai cara untuk menunjukkan patriotisme ataupun alat untuk mendapat dukungan sosial. Banyak faktor yang mempengaruhi agresivitas seseorang, secara garis besar faktor penyebabnya bisa dikelompokan menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor yang bersumber pada diri individu yang bersangkutan, yang diantaranya adalah rendahnya tingkat kecerdasan seseorang.
Penelitian yang dilakukan Haditono (dalam Monks, 1994) menemukan bahwa 69,45% remaja agresif memiliki taraf inteligensi di bawah normal. Inteligensi bisaanya diartikan oleh para ahli psikologi sebagai keseluruhan kemampuan individu untuk memperoleh pengetahuan, menguasainya dan mempraktekkannya dalam pemecahan suatu masalah. Kemampuan itu meliputi kemampuan dalam persepsi, mengingat, memahami, menghayal, belajar dan memutuskan. Norvig (dalam Simanjuntak, 1984) menyatakan bahwa yang melakukan kejahatan kesusilaan lebih banyak dilakukan oleh Mentally retarded Persons. Rendahnya tingkat intelegensi menyebabkan remaja tidak mampu melihat dan memperkirakan akibat dari perbuatannya. Dengan demikian, bisa diduga bahwa kecerdasan intelektual (IQ) menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap agresivitas seseorang.
Pada tahun 1995, Daniel Goleman mempopulerkan suatu konsep baru dalam bidang psikologi yang disebut dengan Emotional Intelligence. Menurut Goleman (1996) kecerdasan intelektual (IQ) bila tidak disertai dengan pengolahan emosi yang baik tidak akan menghasilkan seseorang sukses dalam hidupnya. Peranan IQ hanyalah sekitar 20% untuk menopang kesuksesan hidup seseorang, sedangkan 80% lainnya ditentukan oleh faktor yang lain. Selanjutnya ia mengatakan bahwa pentingnya pengelolaan emosi bagi manusia dalam pengambilan keputusan bertindak adalah sama pentingnya, bahkan seringkali lebih penting daripada nalar, karena menurutnya, kecerdasan intelektual tidak berarti apa-apa bila emosi yang berkuasa.
Dari uraian diatas bisa diduga bahwa selain kecerdasan intelektual, rendahnya kecerdasan emosional juga bisa berpengaruh terhadap perilaku agresif, hal ini disebabkan karena rendahnya tingkat kecerdasan emosional menjadikan mereka tidak mampu mengendalikan dorongan emosi dan tidak mampu menghargai atau berempati terhadap orang lain.
Pada pertengahan tahun 2000, dunia psikologi dikejutkan kembali oleh adanya penemuan baru yang dikemukakan oleh Danah Zohar dan Ian Marshall tentang kecerdasan manusia yang berhubungan dengan spiritual, yang dikenal dengan sebutan kecerdasan spiritual. Selanjutnya Zohar & Marshal (2000) mengatakan bahwa kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai dalam kehidupan. Penelitian tentang kecerdasan spiritual dilakukan oleh Abror (2004) yang menemukan adanya hubungan positif antara kecerdasan spiritual dengan kinerja. Hasil ini bisa berbeda jika dihubungkan dengan agresivitas, karena rendahnya kecerdasan spiritual bisa menyebabkan mereka kehilangan makna dari suatu perilaku yang ditampilkan sehingga ketika berperilaku agresif mereka tidak tahu makna terdalam dari perilaku tersebut.
Islam sebagai suatu ajaran bagi umat manusia sangat menekankan tentang betapa pentingnya seseorang itu menjadi cerdas baik secara intelektual, emosional maupun spiritual. Banyak sekali ayat Al-Quran yang menganjurkan kepada umat manusia untuk selalu menggunakan akal, emosi (hati), dan spiritualnya. Sebaliknya Islam sangat melarang pada umatnya untuk berbuat keji pada orang lain, salah satu perbuatan keji yang dilarang adalah menyakiti orang lain baik secara lisan maupun fisik, baik secara langsung maupun tak langsung.
Selanjutnya menurut Ginanjar (2003) bahwa ketiga bentuk kecerdasan tersebut diatas sangat penting dan harus dikembangkan dalam kehidupan seseorang hal ini disebabkan karena kecerdasan intelektual diperlukan untuk mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan aspek kognitif, kecerdasan emosional diperlukan untuk mengatasi masalah afektif, dan kecerdasan spiritual diperlukan untuk mengatasi masalah kebermaknaan dalam menjalani kehidupan.
Dalam konteks penelitian ini, istilah kecerdasan intelektual biasa disebut dengan IQ, kecerdasan emosional dikenal dengan EI, dan kecerdasan spiritual dikenal dengan istilah SI. Penulis lebih sepakat dengan penggunaan EI dan SI bukan istilah EQ dan SQ hal ini didasarkan pada anggapan bahwa emosi dan spiritual adalah dua konstruk psikologis yang bersifat dinamis yang perkembangannya berbeda dengan konsep kognitif. Perkembangan kognitif lebih bersifat progresif sampai pada usia tertentu sehingga bisa diukur dengan cara membagi usia mental (Mental Age) oleh usia kronologis (Cronological Age) yang kemudian dikali 100. Hasil perhitungan inilah yang kemudian disebut dengan istilah Quotient, sedangkan emosi dan spiritual perkembangannya bersifat dinamis, karena itu maka yang diukur dalam kecerdasan emosional dan spiritual terletak pada kualitas kemampuannya yang dalam hal ini dikenal dengan istilah Intelligence. Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk meneliti bagaimana gambaran tingkat kecerdasaan dan jenis kecerdasan manakah yang lebih berpengaruh terhadap perilaku agresif seseorang pada mahasiswa.
B. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan data tentang pengaruh berbagai jenis kecerdasan terhadap perilaku agresif. Hasil penelitian ini mempunyai tingkat orisinal yang cukup tinggi mengingat sampai saat ini penelitian yang meneliti agresivitas dikaitkan dengan jenis-jenis kecerdasan masih belum dilakukan.
C. Hipotesis Penelitian
Ada dua jenis hipotesis yang ingin diuji dalam penelitian ini, yaitu hipotesis mayor dan minor. Rumusan hipotesis mayor yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual terhadap agresivitas pada mahasiswa, sedang hipotesis minornya adalah:
- Ada pengaruh kecerdasan intelektual terhadap agresivitas pada mahasiswa Universitas Islam Negeri Malang.
- Ada pengaruh kecerdasan emosional terhadap agresivitas pada mahasiswa Universitas Islam Negeri Malang.
- Ada pengaruh kecerdasan spiritual terhadap agresivitas pada mahasiswa Universitas Islam Negeri Malang.
D. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalah-pahaman maka dalam penelitian ini diberikan definisi operasional sebagai berikut:
- Kecerdasan intelektual adalah suatu kemampuan mental untuk memecahkan masalah secara cepat, tepat dan efisien. Data ini diperoleh dari hasil tes IQ pada mahasiswa dengan menggunakan alat ukur SPM.
- Kecerdasan emosional adalah suatu kemampuan untuk memahami dan mengelola emosi secara tepat. Kecerdasan ini dicirikan dengan adanya kemampuan yang bersifat ke dalam diri (intrapersonal) dan ke luar diri (antarpersonal). Data ini diperoleh dari pernyataan mahasiswa melalui skala kecerdasan emosional yang mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Gardner (1993), Salovey (dalam Goleman, 1995) dan Goleman (1995).
- Kecerdasan spiritual adalah suatu kemampuan untuk memecahkan persoalan makna dan nilai dalam kehidupan. Kecerdasan ini dicirikan dengan adanya kemampuan untuk memaknai yang hubungannya dengan dunia internal maupun eksternal. Data ini diperoleh dari pernyataan mahasiswa melalui skala kecerdasan spiritual yang mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Zohar dan Marshal (2000), Tischler & McKeage (2003).
- Agresivitas adalah segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti orang lain baik secara fisik maupun mental. Perilaku agresi yang diukur adalah berupa bentuk agresi fisik dan agresi verbal. Data ini diperoleh dari pernyataan mahasiswa melalui skala agresivitas yang mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Buss & Perry (1992).
E. Populasi dan Sampel
Populasi, menurut Hadi (1996) adalah semua individu yang termasuk dalam kriteria-kriteria sample yang ditentukan, sedangkan menurut Nadzir (1987), pengertian populasi yaitu kumpulan dari individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan. Populasi dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa yang Universitas Islam Negeri Malang.
Sampel menurut Arikunto (1991) adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti. Sampel dalam penelitian tidak selalu meneliti individu di dalam suatu populasi karena dalam setiap pengumpulan data, selalu akan berhadapan dengan faktor dana, tenaga, waktu yang tersedia untuk memperoleh data tersebut. Dengan keterbatasan tiga faktor tersebut, maka penelitian hanya dilakukan pada sebagian dari populasi. Selanjutnya Sudjana (1988) menyatakan bahwa yang dimaksud sample adalah sebagaian populasi yang dikenai langsung oleh penelitian.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah proportional random sampling yaitu memilih individu-individu yang ada dikelas-kelas perkuliahan dari tiap-tiap fakultas secara random dengan mempertimbangkan keseimbangan jumlah mahasiswa dari tiap fakultas. Berdasarkan pertimbagan tersebut diperoleh sampel sebanyak 304 orang. Untuk Fakultas Tarbiyah, Humaniora, dan Saintek diambil sebanyak dua kelas, sedanagkan untuk Fakultas Psikologi, ekonomi, dan syariah diambil sebanyak satu kelas.
F. Metode Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data, alat ukur yang digunakan adalah berupa tes dan skala psikologis. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Tes Intelligensi (Standart Progressif Matrices). Tes ini berupa gambar dengan sebagian yang terpotong. Tugas subjek adalah mencari potongan yang cocok untuk gambar tersebut dari alternatif potongan-potongan yang sudah disediakan. Keunggulan alat tes ini pelaksanaanya bisa dilakukan secara klasikal dan dengan alat tes ini subjek bisa dikelompokkan tingkat kecerdasannya menjadi 5 kelompok yaitu: 1) Intellectually superrior, 2) Definitelly above the average in intellectual capacity, 3) Intellectually average, 4) Definitely below average in intelletually capacity, 5) Intellectually defective
- Skala kecerdasan emosional. Alat ukur ini berupa skala psikologis sebanyak 30 item yang mampu mengungkap aspek-aspek kecerdasan emosional. Skala ini disusun oleh penulis dengan merujuk pada teori Gardner (1993), Salovey (dalam Goleman, 1995), dan Goleman (1995). Aspek yang diukur dalam skala ini adalah: a) Kemampuan yang bersifat intrapersonal yang dicirikan dengan adanya mengenal emosi diri, mengelola emosi diri, kemampuan untuk memotivasi diri sehingga bersikap optimis. dan b)Kemampuan yang bersifat antarpersonal yang dicirikan dengan kemampuan berhubungan dengan orang lain dan kemampuan untuk berempati.
- Skala kecerdasan spiritual. Alat ukur ini berupa skala psikologis sebanyak 30 item yang mampu mengungkap aspek dari kecerdasan spiritual. Skala ini disusun oleh penulis dengan merujuk pada teori yang dikemukakan oleh Marshal & Deborah (2000) dan Tischler & McKeage (2002). Aspek yang diukur dalam skala ini adalah: 1) Kemampuan yang bersifat internal adalah kesadaran terhadap sesuatu yang transenden, mempunyai visi yang bersifat spiritual, dan kemampuan untuk mengambil hikmah dari penderitaan. 2) Kemampuan yang bersifat eksternal adalah kecenderungan untuk mengajak pada kebaikan dan keengganan untuk berbuat yang merugikan orang lain.
- Skala agresivitas. Alat ini berupa skala psikologis sebanyak 30 item yang mampu mengungkap tingkat agresivitas. Skala ini di susun oleh penulis dengan merujuk pada teori yang dikemukakan oleh Sears (1994) & Buss & Perry (1992). Aspek yang diukur dalam skala ini adalah: 1) Perilaku menyakiti secara lisan yang dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung dan 2) Perilaku menyakiti secara fisik baik secara langsung maupun tidak langsung.
Jumlah responden yang dijadikan uji coba berjumlah 151 orang, hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Nunanly (dalam Azwar, 2000) yang mengatakan bahwa untuk uji coba item diperlukan jumlah subjek sebanyak 5 atau 10 kali dari jumlah item, karena itu jumlah 151 orang sudah cukup untuk memenuhi kriteria diatas. Uji coba dilakukan untuk mengetahui tingkat validitas dan reliabilitas alat ukur. Kriteria item dianggap sahih ketika memenuhi koefisen korelasi diatas .2000 sedangkan reliabiltas skala dianggap andal ketika memenuhi nilai koefisien alfa (@) minimal sebesar .6000. Hasil uji validitas dan reliabilitas adalah sebagai berikut:
- Untuk skala kecerdasan emosional dari 30 item diperoleh 25 item valid dengan tingkat reliabilitas sebesar @.7516
- Untuk skala kecerdasan spiritual dari 30 item diperoleh 10 item valid dengan tingkat reliabilitas sebesar @.7571
- Untuk skala aagresivitas dari 30 item diperoleh 15 item valid dengan tingkat reliabilitas sebesar @.6590
G. Hasil dan Pembahasan
Sesuai dengan rumusan masalah yang ingin dijawab dalam penelitian ini, maka analisis data dilakukan dengan analisis regresi yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Pengaruh tiap-tiap variabel bebas terhadap agresivitas dengan taraf signifikansi 5% diketahui dari skor kecerdasan intelektual = -.161, kecerdasan emosional = -.355, skala kecerdasan spiritual = -.548, hal ini menunjukkan bahwa masing-masing variabel bebas mempunyai pengaruh terhadap agresivitas.
Dari hasil analisis regresi yang digunakan untuk menguji hipotesis diperoleh = 48.125, taraf signifikansi 5 % dengan besarnya sampel 304 siswa. Selanjutnya dikorelasikan dengan dalam tabel db 3 lawan 300, didapatkan skor 35.341, ini berarti bahwa analisis regresi sebesar 48.125 lebih besar dari dengan taraf signifikansi 5 % ( =50.095 > 2.68), berdasarkan hasil ini maka hipotesis yang menyatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara jenis kecerdasan (kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual) terhadap agresivitas adalah terbukti artinya semakin tinggi tingkat kecerdasan maka semakin rendah tingkat agresivitas pada mahasiswa Universitas Islam Negeri Malang, sebaliknya semakin rendah tingkat kecerdasan maka semakin tinggi tingkat agresivitas.
Dari hasil nilai R square diperoleh skor .325 artinya ketiga variabel bebas (kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual) secara bersama-sama mampu mempengaruhi variabel terikat (agresivitas) sebesar 32,5% artinya masih ada sekitar 67,5% faktor lain yang mempengaruhi terhadap agresivitas pada mahasiswa Universitas Islam Negeri Malang. Faktor tersebut bisa berupa faktor internal (yang berasal dari dalam diri individu) atau faktor eksternal (faktor yang berasal dari luar individu).
Berdasarkan hasil analisis deskriptif diperoleh hasil tingkat kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional siswa berada pada kategori sedang. Demikian juga dengan prosentase tentang agresivitas yang berada pada kategori sedang, yakni sebesar 64.8 %. Berdasarkan data diatas, maka dapat disimpulkan bahwa jenis ketiga kecerdasan pada mahasiswa UIN malang berada pada kategori sedang, jika ketiga jenis kecerdasan meningkat, maka dapat diprediksikan bahwa agresivitas mahasiswa akan menjadi berkurang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari hasil perhitungan didapatkan skor kecerdasan intelektual =-.161 kecerdasan emosional = -.355 dan kecerdasan spiritual = -.548 dengan taraf signifikansi 5 %, hal ini menunjukkan hubungan yang negatif antara tiap-tiap variabel, kecerdasan intelektual (X1), kecerdasan emosional (X2, kecerdasan spiritual (X3) dengan agresivitas (Y). Dengan demikian maka hipotesis yang menyatakan bahwa ada pengaruh kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual terhadap agresivitas dinyatakan diterima.
Pengaruh kecerdasan intelektual terhadap agresivitas mempunyai korelasi sebesar -.161 dengan nilai P=.002. Walaupun koefisien korelasi ini tidak terlalu besar tapi hasil ini sejalan dengan penemuan Haditono (dalam Monks, 1994) yang menemukan bahwa 69,45% remaja agresif memiliki taraf inteligensi di bawah normal. Penelitian lainnya ditemukan oleh Norvig (dalam Simanjuntak, 1984) yang menyatakan bahwa orang yang melakukan kejahatan kesusilaan lebih banyak dilakukan oleh Mentally retarded Persons. Rendahnya tingkat intelegensi menyebabkan mereka tidak mampu melihat dan memperkirakan akibat dari perbuatannya.
Pengaruh kecerdasan emosional terhadap agresivitas mempunyai korelasi sebesar -.355 dengan nilai P=.002. Hasil koefisien korelasi ini lebih besar dibanding dengan dengan korelasi antara kecerdasan intelektual dengan agresivitas. Hasil ini sejalan dengan pendapat Goleman (1995) yang mengatakan bahwa kecerdasan intelektual bila tidak disertai dengan pengolahan emosi yang baik tidaklah akan menghasilkan seseorang sukses dalam hidupnya. Selanjutnya ia mengatakan bahwa peranan kecerdasan akademik hanyalah sekitar 20% untuk menopang kesuksesan hidup seseorang, sedangkan 80% lainnya ditentukan oleh faktor yang lain, yang diantaranya adalah faktor kecerdasan emosional. Selanjutnya ia mengatakan bahwa pentingnya pengelolaan emosi bagi manusia dalam pengambilan keputusan bertindak adalah sama pentingnya, bahkan seringkali lebih penting daripada nalar, karena menurutnya, kecerdasan intelektual tidak berarti apa-apa bila emosi yang berkuasa.
Hasil penelitian yang mendukung pada temuan diatas telah dilakukan Aziz (1999) yang menemukan bahwa kecerdasan emosional mampu memberikan sumbangan efektif terhadap pengendalian perilaku delinkuen pada remaja sebesar 22,4%. Hal ini disebabkan karena rendahnya tingkat kecerdasan emosional menjadikan mereka tidak mampu mengendalikan dorongan emosi dan tidak mampu menghargai atau berempati terhadap orang lain.
Pengaruh kecerdasan spiritual terhadap agresivitas mempunyai korelasi sebesar -.548 dengan nilai P=.000. Hasil ini menarik untuk dikaju lebih jauh karena diantara ketiga jenis kecerdasan yang paling besar pengaruhnya terhadap agresivitas adalah kecerdasan spiritual. Seperti yang dikatakan Zohar & Marshal (2000) bahwa kecerdasan spiritual lebih berhubungan dengan sesuatu yang bersifat transenden dan pemaknaan terhadap suatu perilaku. Karena itu bisa dipahami kalau orang yang tingkat kecerdasan spiritualnya tinggi maka ia mengembalikan segala perbuatannya kepada Tuhannya sehingga perbuatannya menjadi bermakna dalam hidupnya.
Kecerdasan spiritual yang dikemukakan diatas sebenarnya masih bersifat umum, dalam arti tidak mengkhususkan pada agama tertentu. Padahal dalam ajaran Islam, inti dari seruannya adalah bagaimana seorang muslim mampu berbuat amar ma’ruf nahyi munkar, dengan kata lain Islam mengajarkan umatnya untuk selalu berbuat baik dan menghindari berbuat kerusakan. Hasil diatas sengat sejalan dengan ajaran Islam bahwa dengan mempunyai kecerdasan spiritual yang tinggi maka seseorang akan terhindar dari berbuat agresif.
Dari hasil skor R Square ditemukan sebesar 0,325 artinya ketiga jenis kecerdasan secara bersama-sama mempengaruhi agresivitas sebesar 32,5%. Hasil diatas mendukung pendapat yang dikemukakan oleh Ginanjar (2000) yang menyatakan bahwa ketiga jenis kecerdasaan intelektual, emosional, dan spiritual adalah sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan seseorang. Walaupun sumbangan emfirik ketiga variabel tidak terlalu besar (hanya 32,5%) dalam mengendalikan perilakau agresif pada mahasiswa tapi hasil ini membuktikan bahwa salah satu cara untuk mengendalikan atau mengatasi masalah agresivitas pada mahasiswa adalah dengan mengembangkan kecerdasan, khususnya kecerdasan spiritual, karena jenis kecerdasan inilah yang mempunyai bobot sumbangan paling besar dibanding dengan dua kecerdasan lainnya.
Hal yang menarik untuk dikaji adalah kecerdasan spiritual ternyata mempunyai sumbangan yang paling besar dibanding dengan jenis kecerdasan yang lain. Bila dikaitkan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Pasiak (2002) yang menyatakan bahwa dasar kecerdasan spiritual juga berakar juga pada kekuatan otak sama persis dengan kecerdasan intelektual dan emosional. Hal ini dibuktikan bahwa kecerdasan spiritual muncul didasarkan adanya penemuan osilasi 40 Hz oleh Denis Pare, penemuan alam bawah sadar oleh Josep deloux, penemuan God Spot oleh Michael Persinger, dan penemuan somatic marker oleh Antonio Damasio. Keempat bukti tersebut membuktikan adanya hati nurani atau intuisi yang pada giliranya membuktikan keyakinan manusia tidak akan mampu lari dari Tuhannya. Keadaan inilah yang telah disitir dalam Al-Quran.
Hasil ini juga sekaligus membuktikan bahwa adanya evolusi dalam ilmu pengetahuan. Bila sebelumnya orang menganggap kecerdasan intelektuallah yang tinggi, maka dengan adanya dua konsep baru maka anggapan diatas sekarang harus sudah mulai dirubah mengingat adanya temuan bahwa masih ada bentuk kecerdasan lain yang sangat penting dalam kehidupan seseorang.
Dari uraian-uraian diatas, khususnya tentang temuan utama dari penelitian ini, maka upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah agresivitas pada mahasiswa, diantaranya adalah dengan cara melakukan upaya untuk meminimalkan perilaku agresif pada mahasiswa melalui penciptaan suasana yang mendukung pada peningkatan berbagai jenis kecerdasan, khususnya kecerdasan emosional dan spiritual. Misalnya dengan mengefektifkan kegiatan kemahasiswaan yang lebih mendukung pada terwujudnya kedua jenis kecerdasan tersebut.
Akhirnya, Sebagai penutup dari pembahasan, penulis berpendapat bahwa jenis kecerdasan sebagai salah satu faktor internal yang ada pada diri mahasiswa bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi agresivitas, bukti emfirik hanya menunjukkan sumbangan sebesar 32,5% artinya masih lebih besar faktor lain yang mempengaruhi diantaranya adalah faktor eksternal. Faktor eksternal ini meliputi lingkungan sosial yang berupa teman sekelas, dosen, karyawan dan lingkungan non sosial berupa gedung kampus, ruangan kelas, kurikulum dan lain-lain. Faktor-faktor itulah yang juga harus diperhatikan dalam rangka mengatasai masalah agresivitas pada mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S., 1998, Psikologi Inteligensi, Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar
-------, 2000, Pengembangan Skala Psikologis, Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar
Abrori, L., Korelasi SQ terhadap Kinerja Pada Karyawan UIN Malang, Psikoislamika, Jurnal Psikologi dan Keislaman, Vol.2 No. 1 Januari 2005
Arikunto, S., 1990, Manajemen Penelitian, Yogyakarta: Penerbit Rineka Cipta
Aziz, R., 2001, Peranan Kecerdasan Emosional terhadap penyesuaian diri dan perilaku delinkuen pada remaja di Yogyakarta, Ulul Albab, Jurnal Studi Islam, Sains, dan Teknologi, Vol. 3, No. 1
Baron, R.A & Byrne, D., 1997, Social Psychology, Boston: Allyn & Bacon
Berkowitz, 1995, Agresi sebab dan Akibatnya, (Terjemah Susiatni), Jakarta: Pustaka Binawan Pressindo
Buss & Perry, 1992, “The Agression Questionaire” dalam journal of Personality and Psychology, edisi 63, 3.
Cooper, R.K., & Sawaf, A., 1998, Executive EQ, Kecerdasan Emosional Dalam Kepemimpinan Dan Organisasi, (Alih bahasa Widodo) Jakarta: Gramedia
Efendi, A., 2005, Revolusi Kecerdasan Abad 21, Krtik MI, EI, SQ, AQ & Successful Intelligence Atas IQ, Bandung: Alfabeta
Farid, M., & Mashuri, 2003, Mengenal Inteligensi, Jakarta: Sains
Hadi, S., 1996, Metodologi Research, (Jilid 3), Yogyakarta: Andi Offset
Gardner, H., 1993, Frames of Mind, New York: Basic Book
Ginanjar, A., 2003, Emosional Spiritual Quotient, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual, Jakarta: Gramedia
Goleman, D., 1995, Emotional Intelligence, Why it more than IQ, New York: Bantam Books
Gothman, j., 1997, The Heart of Parenting: New York: Bantam Books
Groth-Marnat, G., 1984, The Handbook of Psychological Assesment, New York: Van Nostrand Reindholt Company
Martaniah, S.M., 1997, Model Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jurnal Psikologika, No.2, Januari
Monks, F.j., Knoers, A.M.P., & Haditono, S.R., Psikologi Perkembangan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Nazir. M., 1987, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia
Patton, P., 1998, Emotional Intelligence Di Tempat Kerja, (Alih Bahasa Dahlan) Jakarta: Pustaka Delapratasa
Pasiak, T., 2003, Revolusi IQ, EQ, dan SQ, Antara Neurosains dan Al-Quran, Bandung: Mizan
Raven, J.C., 1972, Guide to The Standard Progressive Matrices, (Salinan Fakultas Psikologi UGM) Yogyakarta: UGM
Santoso, S., 2001, SPSS Versi 10, Mengolah Data Statistik Secara Profesional, Jakarta Media Komputindo
Search, dkk, 1994, Psikologi Sosial, (terjemahan Adriyanto), Jakarta: Erlangga
Sudjana, N., 1988, Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah, Bandung: Sinar Baru
Tischler, B., & McKeage, R., 2002, Linking emotional intelligence, spirituality and Workplace Performance, Journal of Managerial Psychology, Vol. 17, 3,
Vernon, P.E., 1973, Inteligence and Cultural Environtment, London: Methuen & Coorporation LTD
Zohar, M., & Marshall, I., 2000, Spiritual Intelligence, The Ultimate Intelligence, London: Blumsburry Publishing, Inc
Dengan mendalami agama di harapkan didunia tidak salah jalan dan akan memudahkan jalan menuju surga
BalasHapus