STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Tampilkan postingan dengan label Tafsir Tarbawi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tafsir Tarbawi. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 01 Februari 2014

Tafsir Tarbawi: KEWAJIBAN BELAJAR MENGAJAR

I.               PENDAHULUAN
Belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan. Dalam belajar, kita tidak bisa melepaskan diri dari beberapa hal yang dapat mengantarkan kita berhasil dalam belajar. Banyak orang belajar dengan susah payah, tetapi tidak mendapat hasil apa-apa, hanya kegagalan demi kegagalan yang ditemui.[1]
Namun kita tidak boleh putus asa, sebagai orang Islam kita wajib menuntut ilmu dari lahir hingga keliang kubur, dengan Kekuasaan Allah maka kita pasti bisa meraihnya dan sebagai orang yang berilmu kita juga wajib mengamalkannya.Untuk mengetahui lebih lanjut mari kita diskusikan bersama makalah ini.

Tafsir Tarbawi: MATERI PENDIDIKAN

I.         PENDAHULUAN
Al-qur’an merupakan kalam Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril secara berangsur-angsur dan Al-Qur’an merupakan kalam Allah yang  sangatlah sempurna dimana didalamnya banyak mengandung ajaran serta ilmu-ilmu yang sangatlah kompleks.
Dan diantara objek kajian keilmuan yang terdapat dalam Al-Qu’an yakni adalah meliputi segala sesuatu yang ada di alam semesta ini, karena kitab suci Al-Qur’an dalam berbagai ayatnya mengingatkan kepada manusia agar menggunakan indera dan intelektual kita untuk memperhatikan, merenungkan dan memikirkan tentang ciptaan Allah SWT agar kita mendapatkan ilmu yang benar yang dapat membawa kita semakin dekat dengan Allah SWT.
Maka dari itu dalam makalah ini akan membahas beberapa ayat yang berkenaan dengan materi pendidikan yang terdapat dalam Al-Qur’an dan diantara ayat-ayat tersebut adalah Surat Al-Baqarah ayat 29, Al-Mulk 1-4, dan Surat Al-a’raf ayat 54

Tafsir Tarbawi: ILMU PENGETAHUAN

I.     PENDAHULUAN
Ilmu Pengetahuan merupakan anugerah yang sangat agung dan rahasia Illahi yang paling besar dari sekian banyak rahasia Allah di alam ini. Allah menciptakan dan membentuk manusia dengan perangkat akal dan pikiran yang responsif terhadap berbagai fenomena kehidupan di muka bumi, beserta berbagai macam tanda kebesaran-Nya di jagad raya. Dengan ilmu pengetahuan, manusia dikukuhkan menjadi pembawa risalah kekhalifahan di muka bumi, yang memiliki kewajiban untuk memakmurkan dan mengembangkannya. Dengan dinamika kehidupan dan berbagai pernak-perniknya, berdasarkan petunjuk Rabb-Nya, selaras dengan manhaj dan arahan-Nya, sehingga proses pencarian maupun pengamalan Ilmu Pengetahuan dapat dikategorikan sebagai ibadah.
Berbicara tentang Ilmu Pengetahuan dalam hubungannya dengan Al-Qur’an, ada persepsi bahwa Al-Qur’an itu adalah kitab Ilmu Pengetahuan. Persepsi ini muncul atas dasar isyarat-isyarat Al-Qur’an yang berkaitan dengan Ilmu Pengetahuan. Dari isyarat tersebut sebagian para ahli berupaya membuktikannya dan ternyata mendapatkan hasil yang sesuai dengan isyaratnya, sehingga semakin memperkuat persepsi tersebut.[1]

Tafsir Tarbawi: MENUNTUT ILUM DAN KEDUDUKAN ILMUWAN


BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
      Seorang ibu berpesan bijak kepada anak kesayangannya yang cacat fisik, Anakku, engkau tidak berada di majlis suatu kaum melainkan engaku menjadi bahan ejekan dan tertawaan mereka, oleh karena itu, carilah ilmu, karena ilmu mengangkatmu.” Pesan sang ibu tidak meleset, karenga dikumudain hari si anak yang tidada lain adalah Muhammad bin Abdurrahman al-Auqosh menjadi hakim di mekah selama dua puluh tahun.
      Sang ibu tidak salah ucap, karena memang begitulah kenyataannya. Ilmu memang membuat orang menjadi mulia. Ilmu itu menjaga pemiliknya, demikian kata Ali bin Abu thalib R.A.
      “Denganya, Allah mengangkat suatu kaum, kemudian Allah menjadikan mereka sebagai pemimpin dalam hal yang baik dan sebagai suri tauladan bagi oeng lain. Mereka adalah penunjuk bagi dan kepada kebaikan. Jejak mereka ditapaktilasi .” kata Muadz bin Jabal R.A.

B. RUMUSAN MASALAH
      Dengan ilmu, kita tidak menjadi makhluk “telanjang” abadi seperti hwan, terlapisi keindahan fisik dan psikis, menjadi manusia bermutu, mampu bersaing dengan makhuluq alin, dapat mengungkap rahasia dan pesan-pesan Allah yang ada dalam kitab-Nya dan di alam semersa, kita dapat menjadi hamba Allah yang mulia, dapat menjadi umat yang berjaya atas makhluk yang lain seperti proyeksi awal Allah menciptakan kita.

Tafsir Tarbawi: PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF AL-QUR'AN

Pendidikan memiliki peran penting pada era sekarang ini. Karena tanpa melalui
pendidikan proses transformasi dan aktualisasi pengetahuan moderen sulit untuk diwujudkan. Demikian halnya dengan sains sebagai bentuk pengetahuan ilmiah dalam pencapaiannya harus melalui proses pendidikan yang ilmiah pula. Yaitu melalui metodologi dan kerangka keilmuan yang teruji. Karena tanpa melalui proses ini pengetahuan yang didapat tidak dapat dikatakan ilmiah.

Dalam Islam pendidikan tidak hanya dilaksanakan dalam batasan waktu tertentu saja, melainkan dilakukan sepanjang usia (long life education). Islam memotivasi pemeluknya untuk selalu meningkatkan kualitas keilmuan dan pengetahuan. Tua atau muda, pria atau wanita, miskin atau kaya mendapatkan porsi sama dalam pandangan Islam dalam kewajiban untuk menuntut ilmu (pendidikan). Bukan hanya pengetahuan yang terkait urusan ukhrowi saja yang ditekankan oleh Islam, melainkan pengetahuan yang terkait dengan urusan duniawi juga. Karena tidak mungkin manusia mencapai kebahagiaan hari kelak tanpa melalui jalan kehidupan dunia ini.

Islam juga menekankan akan pentingnya membaca, menelaah, meneliti segala sesuatu yang terjadi di alam raya ini. Membaca, menelaah, meneliti hanya bisa dilakukan oleh manusia, karena hanya manusia makhluk yang memiliki akal dan hati. Selanjutnya dengan kelebihan akal dan hati, manusia mampu memahami fenomena-fenomena yang ada di sekitarnya, termasuk pengetahuan. Dan sebagai implikasinya kelestarian dan keseimbangan alam harus dijaga sebagai bentuk pengejawantahan tugas manusia sebagai khalifah fil ardh.

Selasa, 12 Februari 2013

Prinsip Belajar dalam Konsep Al-Qur'an

A.     Prinsip Belajar
Secara umum belajar dapat dikatakan sebagai aktivitas pencarian ilmu yang tentu saja berdasarkan konsep belajar di atas mesti berpengaruh terhadap si pelajar. Pengaruh itu meliputi cara pandang, pikiran dan perilakunya. Belajar sebagai suatu aktivitas dalam mencari ilmu mesti didasarkan atas prinsip-prinsip tertentu yang meliputi ketauhidan, keikhlasan, kebenaran dan tujuan yang jelas; prinsip yang terakhir ini berkait pula dengan tiga prinsip sebelumnya. Dan pengaruh yang diharapkan terjadi pada sipelajar tidak dapat dipisahkan dari keempat prinsip tersebut.
Tauhid merupakan dasar pertama dan utama, dimana kegiatan belajar mesti dibangun di atasnya. Banyak ayat Al-Qur’an yang menggambarkan hal tersebut. Perbincangan kitab suci ini tentang ilmu pengetahuan dan fenomena alam, sebagai objek yang dipelajari, mengarahkan manusia kepada tauhid. Atau dengan kata lain, belajar mesti berangkat dari ketauhidan dan juga berorientasi kepadanya. Dalam surah Al-Anbiya’ ayat 30 dan 31 ditegaskan:
 
أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا ۖ وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ ۖ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ ﴿021:030﴾ وَجَعَلْنَا فِي الْأَرْضِ رَوَاسِيَ أَنْ تَمِيدَ بِهِمْ وَجَعَلْنَا فِيهَا فِجَاجًا سُبُلًا لَعَلَّهُمْ يَهْتَدُونَ ﴿021:031﴾
Artinya: Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman?
Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak) goncang bersama mereka dan telah Kami jadikan (pula) di bumi itu jalan-jalan yang luas, agar mereka mendapat petunjuk.

KONSEP BELAJAR DALAM AL-QUR’AN

A.     Konsep Belajar
Terdapat dua istilah yang digunakan Al-Qur’an yang berkonotasi belajar, yaitu ta’allama dan darasa. Ta’allama berasal dari kata ‘alima yang telah mendapat tambahan dua huruf (imbuhan), yaitu ta’ dan huruf yang sejenis dengan lam fi’ilnya yang dilambangkan dengan tasydid sehingga menjadi ta’allama. ‘Allama berarti mengetahui, dari kata ‘alima juga terbentuk kata al-‘ilmu (ilmu). Penambahan huruf pada suatu kata dasar, dalam kaedah Bahasa Arab, dapat merubah makna kata tersebut yang dinamakan dengan istilah fawa’id al-baab. Penambahan ta’ dan tasydid dalam kata ‘alima sehingga menjadi ta’allama juga membuat perubahan, yaitu mutawwa’ah; yang berarti adanya bekas suatu perbuatan. Maka ta’allama secara harfiah dapat diartikan kepada “menerima ilmu sebagai akibat dari suatu pengajaran”. Dengan demikian, ‘belajar’ sebagai terjemahan dari ta’allama dapat didefinisikan kepada perolehan ilmu sebagai akibat dari aktivitas pembelajaran. Atau dengan perkataan lain, belajar merupakan suatu aktivitas yang dilakukan seseorang dimana aktivitas itu membuatnya memperoleh ilmu.
Dalam Al- Qur’an kata ‘allama terulang dua kali. Keduanya digunakan dalam perbincangan tentang sihir, yaitu:
وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ ۖ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ ۚ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ ۖ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ ۚ وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ ۚ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ ۚ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ ۚ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
Artinya: Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), Padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil Yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya Kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". Maka mereka mempelajari dari kedua Malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, Sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa Barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, Tiadalah baginya Keuntungan di akhirat, dan Amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.        Q.S. Al-Baqarah (2): 102.

Sabtu, 09 Februari 2013

Tafsir Tarbawi: METODE DAN TUJUAN PENDIDIKAN

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Metode berasal dari bahasa Latin “Meta” yang berarti melalui dan “Hodos” yang berarti jalan atau ke atau cara ke. Dalam bahasa Arab metode disebut “Thariqah” artinya jalan, cara, sistem atau ketertiban dalam mengerjakan sesuatu. Sedangkan menurut Istilah ialah suatu sistem atau cara yang mengatur suatu cita-cita. Kata “Metode” disini diartikan secara luas, karena mengajar adalah salah satu bentuk upaya mendidik
Metode dalam pendidikan Islam, mencerminkan kandungan pesan-pesan dan bersumber dari wahyu (al-Qur’an) dalam membentuk peradaban yang seimbang antara orientasi dunia dan akhirat, orientasi keamalan dan ke-Tuhanan, akal dan wahyu, dan sebagainya.
Seperti yang di Al Qur’an dalam surat Ibrohim ayat 24 25 menjelas tentang metode pendidikan yang diperumpamakan seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Pembuatan perumpamaan akan membantu memahamkan dan mengingatkan manusia terhadap makna perkataan, karena hati lebih mudah di lunakkan dengan perumpamaan-perumpamaan. Ia dapat mengeluarkan makna dari yang tersembunyi kepada yang jelas, dan dari yang dapat diketahui dengan pikiran kepada yang dapat diketahui dengan tabiat.

Kamis, 29 November 2012

Tafsir Tarbawi: Pendidikan Keluarga

BAB I
PENDAHULUAN

Pendidikan adalah suatu kegiatan yang kompleks, berdimensi luas dan banyak variabel yang mempengaruhinya. Sebagai suatu proses psikologis, pendidikan tak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar mengajar. Dari prespektif mengajar, pelakunya adalah guru/pendidik ataupun pihak yang mendidik. Sedangkan dari prespektif belajar, pelakunya adalah peserta didik /siswa yang melakukan aktivitas belajar. Dengan demikian, pendidikan adalah proses interaksi pendidik dan peserta didik yang mempunyai tujuan tertentu. Pendidikan sebagai proses pada dasarnya membimbing peserta didik kepada tahapan kedewasaan, dengan melalui program pendidikan sekolah ataupun pendidikan luar sekolah, termasuk didalamnya pendidikan dalam keluarga serta lingkungan.
Dalam bingkai nasional, pembangunan pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia dalam rangka mewujudkan tujuan nasional. Oleh sebab itu kearah pencapaian tujuan pendidikan yang diharapkan, garapan pendidikan yang hakikatnya merupakan suatu sistem yang dilaksanakan secara semesta, menyeluruh dan terpadu mellibatkan berbagai pihak termasuk lingkungan keluaraga, lingkungan masyarakat, dan pemerintah baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama. 

Senin, 01 Oktober 2012

PENDIDIKAN AKHLAK BAGI ANAK

Di dalam Al-Qur’an telah ada dasar-dasar pendidikan akhlak anak yang jelas mengenai pendidikan akhlak pada anak-anak yang terdapat di dalam surat Luqman :
1. Akhlak kepada Allah SWT terdapat Q..S. 31/Luqman : 13 :
وَاِذْقَالَ لُقْمنَ لاِبْنِه وَهُوَبَعِظُه يبُنَيَّ لاَتُشْرِكْ بِاللهِ ط إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ.
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya di waktu ia memberi pelajaran kepadanya, “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedzaliman yang besar. (Q.S. Luqman : 13)[1]
Berdasarkan ayat tersebut di atas mengisyaratkan bagaimana seharusnya para orang tua mendidik anaknya untuk mengesakan penciptanya dan memegang prinsip tauhid dengan tidak menyekutukan Tuhannya, kemudian anak-anak hendaklah diajarkan untuk mengerjakan shalat, sehingga terbentuk manusia yang senantiasa mengingat dan kontak dengan penciptanya, seperti disebutkan dalam Q.S. 31/Luqman : 17 :
يبُنَيَّ اَقِمِ الصَّلوةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوْفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلى مَا اَصَابَكَ ط اِنَّ ذلِكَ مِنْ عَزْمِ اْلاُمُوْرِ.
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (Q.S. Luqman : 17)[2]
2. Akhlak Kepada Orang Tua
Dalam Q.S. 31/Luqman : 14
وَوَ صَّيْنَا اْلاِنْسنَ بِولِدَيْهِ. حَمَلَتْهُ اُمُّه وَهْنًا عَلى وَهْنٍ وَّفِصلُهُ فِى عَا مَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لىِ وَلِولِدَيْكَ ط اِلَىَّ الْمَصِيْرُ.
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (Q.S. Luqman : 14)[3]

Kamis, 30 Agustus 2012

Nilai Nilai Pendidikan Dalam Al-Qur’an



A. PENDAHULUAN

Alquran sebagai pedoman yang paling utama bagi umat Islam, yang mengajarkan kepada umat manusia agar senantiasa selalu berbuat baik hal ini menujukkan bahwa setiap ayat Alquran mempunyai nilai-nilai dan unsur-unsur pendidikan akhlak. Lebih dari itu isi kandungan Alquran tidak terlepas dari pendidikan, yaitu pendidikan manusia agar berakhlak mulia, terutama dalam pergaulan antara sesama muslim, baik sesama umat Islam maupun kepada umat non Islam, oleh karena itu Islam mengajarkan umat manusia senantiasa berlaku baik dalam segala hal.

Ajaran yang terkandung dalam Alquran terdiri dari dua prinsip : yaitu akidah, yang berhubungan dengan keimanan. Kemudian yang kedua yang berhubungan dengan syariah yang berhubungan dengan amal perbuatan manusia, termasuk pula masalah akhlak.[1]

Masalah akhlak merupakan salah satu masalah yang sangat penting dalam ajaran Islam, sehingga Rasulullah SAW nabi yang dipilih oleh Allah SWT untuk menyampaikan risalah Islam melalui Alquran yang menegaskan masalah akhlak ini.[2]

Terkait dengan hal ini penulis mencoba mengkaji surat Al-Ahqaf ayat 15-20, membedah secara komprehensif untuk mengetahui bagaimana peran kedua orang tua sebagai sosok pendidik nilai-nilai akhlak bagi anak dalam surat al-Ahqaf ayat 15-20? kemudian mengetahui substansi nilai-nilai pendidikan akhlak anak dalam surat al-Ahqaf ayat 15-20 dan untuk mengetahui konsep kewajiban berbakti kepada kedua orang tua dalam surat al-Ahqaf ayat 15-20.

Dalam kajian ini penulis menggunakan metode tafsir tahlili yaitu: "Suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-quran dari seluruh asfeknya."[3] Penafsir memulai uraiannya dengan mengemukakan arti kosakata diikuti dengan penjelasan mengenai arti global ayat. Ia juga mengemukakan munasabah (korelasi) ayat-ayat serta menjelaskan hubungan ayat-ayat tersebut satu sama lain

Kamis, 08 Maret 2012

KONSEP KONSELING BERDASARKAN AYAT-AYAT AL QUR’AN TENTANG HAKIKAT MANUSIA, PRIBADI SEHAT, DAN PRIBADI TIDAK SEHAT

ABSTRAK

Kajian ini adalah untuk menemukan konsep konseling berdasarkan ayat-ayat Al Qur’an, yaitu tentang hakikat manusia, pribadi sehat, dan pribadi tidak sehat. Bentuk kajian ini adalah kajian pustaka yang bersifat kualitatif. Hasil kajian ini disimpulkan: manusia pada hakikatnya adalah makhluk biologis, pribadi, sosial, dan makhluk religius. Pribadi sehat adalah pribadi yang mampu mengatur diri dalam hubungannya dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan Allah. Pribadi tidak sehat adalah pribadi yang tidak mampu mengatur diri dalam hubungannya dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan Allah.

Kata-kata kunci: Konsep konseling, hakikat manusia, pribadi sehat, pribadi tidak sehat

A. PENDAHULUAN
Dewasa ini terutama di dunia barat, teori Bimbingan dan Konseling (BK) terus berkembang dengan pesat. Perkembangan itu berawal dari berkembangnya aliran konseling psikodinamika, behaviorisme, humanisme, dan multikultural. Akhir-akhir ini tengah berkembang konseling spiritual sebagai kekuatan kelima selain keempat kekuatan terdahulu (Stanard, Singh, dan Piantar, 2000:204). Salah satu berkembangnya konseling spiritual ini adalah berkembangnya konseling religius.
Perkembangan konseling religius ini dapat dilihat dari beberapa hasil laporan jurnal penelitian berikut. Stanard, Singh, dan Piantar (2000: 204) melaporkan bahwa telah muncul suatu era baru tentang pemahaman yang memprihatinkan tentang bagaimana untuk membuka misteri tentang penyembuhan melalui kepercayaan , keimanan, dan imajinasi selain melalui penjelasan rasional tentang sebab-sebab fisik dan akibatnya sendiri. Seiring dengan keterangan tersebut hasil penelitian Chalfant dan Heller pada tahun 1990, sebagaimana dikutip oleh Gania (1994: 396) menyatakan bahwa sekitar 40 persen orang yang mengalami kegelisahan jiwa lebih suka pergi meminta bantuan kepada agamawan. Lovinger dan Worthington (dalam Keating dan Fretz, 1990: 293) menyatakan bahwa klien yang agamis memandang negatif terhadap konselor yang bersikap sekuler, seringkali mereka menolak dan bahkan menghentikan terapi secara dini.

Rabu, 07 Maret 2012

ENSIKLOPEDI PENDIDIKAN

a. Tarbiyah Lughatan (Etimologi)
Sumber ajaran Islam adalah Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah,
maka sumber pendidikan Islam yang paling utama juga Al-Qur'an dan
Sunnah Rasul. Dan perlu ditambah satu lagi, yaitu “Sirah as Salaf” (begitu menurut Dr. Amin Abu Lawi, dalam buku dengan judul yang sama)

Ketiga sumber pendidikan Islam tersebut dapat ditemukan di
dalamnya kata-kata atau istilah-istilah yang pengertiannya terkait
dengan pendidikan, yaitu rabba ( ربىّ ) kata kerja dari tarbiya (تربية ), ‘allama ( علّم ) kata kerja dari ta’lim ( تعليم ) dan addaba ( أ د ب) kata kerja dari  ta’dib تأديب

Misalnya :

1) Rabba ربى
رب ارحمهما آما ربياني صغيرا
Ya Tuhan, sayangilah keduanya (orang tuaku) sebagaimana mereka telah
mengasuhku (mendidikku) sejak kecil. (QS. Al-Isra’/17: 24)
2) ‘Allama علّم
علّم الإنسان ما لم يعلم
Dia yang mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS.
Al-Baqarah/2 : 5)

أدّب Addaba
هَذَا أَدَّبَتْهُ أُمُّهُ وَأَنْتَ أَدَّبَتْكَ أُمُّكَ
Ibunya telah mendidiknya dan ibumu telah mendidikmu (HR. Muslim,
Masajid, no: 66)

Selasa, 06 Maret 2012

5 Penghalang keberkahan dalam kelas

العلم قبل القول و العمل
“ Berilmu sebelum berkata dan beramal” inilah kata yang pas untuk membuka artikel ini, ucapan Al Imam Bukhari رحمه الله yang sangat terkenal dan tertulis menjadi sebuah bab di kitab shohihnya, tidak syak lagi bahwa, mengajar dan mendidik merupakan perkejaan yang mulia dengan niat yang ihklas dalam rangka berdakwah tentu akan mendapatkan ganjaran yang begitu besar dari Allah azza wa jalla :
“ Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang menyerah diri?" (QS. Fushilat : 33)
من دعا إلى هدىً كان له من الأجر مثل أجور من تبعه لا ينقص ذلك من أجورهم شيئا
“Siapa yang mengajak kepada hidayah maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya dan hal itu tidak mengurangi pahala mereka sedikitpun(HR. Muslim)
Tentunya didalam sebuah lembaga Islam visi dan misi mereka berintikan pada ayat dan hadits tersebut dengan beraneka ragam metodelogi untuk pencapainnya, namun yang disayangkannya beberapa sekolah Islam terjatuh dalam beberapa kesalahan yang mungkin disebabkan kurang pemahaman terhadap hal-hal yang dilarang, sehingga hidayah dan keridhoan yang begitu diharapkan malah bala dan musibah yang dirasakan wal iyyadzu billah, maka berkatalah pepatah arab
تريد النجاح ولكن لا تسلك مسالكه إن السفينة لا تجري على اليابس
“ Engkau mengharapkan kesuksesan akan tetapi tidak mengikuti jalan keberhasilan, sesungguhnya perahu tidak berjalan diatas dataran kering”

ADAB MENUNTUT ILMU

﴿ آداب طالب العلم  ﴾
1.    Ikhlash semata karena Allah Ta’ala dalam menuntut dan menimba ilmu.
2.    Harus mengetahui tentang keutamaan dan pentingnya ilmu syara’.
3.    Berdo’a kepada Allah agar diberikan taufiq dalam menuntut ilmu.
4.    Bersemangat untuk bersafari dalam menuntut ilmu.[1]
5.    Menghadiri halaqah-halaqah ilmu semampunya.
6.   
Jika seseorang terlambat dalam menghadiri majlis ilmu, maka lebih baik baginya untuk tidak mengucapkan salam jika hal tersebut bisa mengganggu perjalanan majlis tersebut. Namun jika tidak memberikan pengaruh apapun maka mengucapkan salam adalah sunnah.[2]
7.         Diriwayatkan dari Imam Ahmad rahimhullah bahwa seorang lelaki bertanya kepadanya: “Aku ingin menuntut ilmu tapi ibuku mencegahku untuk mewujudkan keinginanku, dia ingin agar aku menyibukkan diri dengan berdagang. Beliau menjawab: “Hendaklah dia tetap tinggal di rumahnya, dan di kampung halamannya, serta janganlah kamu meninggalkan menuntut ilmu”.[3]

8.         Tidak beramal dengan ilmu adalah sebab hilangnya barakah ilmu tersebut, Allah I telah mengecam mereka yang berkelakuan seperti ini dalam firman-Nya:
9.         يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لِمَ تَقُوْلُوْنَ مَا لاَ تَفْعَلُوْنَ كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللهِ أَنْ تَقُوْلُوْا
10.مَالاَ تَفْعَلُوْنَ
11.      “Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”.[4] Dari Imam Ahmad diceritakan bahwa beliau berkata: Tidaklah aku menulis sebuah hadits dari Nabi r kecuali aku telah mengamalkannya, sampai aku mengetahui sebuah hadits di mana Nabi r berbekam dan mengupah Abi Thaibah satu dinar maka aku memberikan orang yang membekamiku satu dinar saat aku berbekam padanya.[5]

ADAB GURU DAN MURID DALAM MENGHADIRI PELAJARAN

﴿ آداب العالم والمتعلم  ﴾
ADAB SEORANG GURU
1.         Menyadari kedudukan dirinya dan hak orang lain.
2.         Menentukan hari belajar, jika sudah ditentukan dan guru tersebut sudah menyetujuinya, maka tidak layak baginya terlambat, tidak menghadiri dan mengingkari janjinya kecuali dengan alasan yang dibenarkan secara syara’ seperti sakit dan lain-lain.
3.         Seorang syekh harus merendah diri kepada murid-muridnya dan menjaga kehormatan dirinya.
4.         Takut jika berkata tentang hukum Allah tanpa didasarkan dengan ilmu, perbuatan ini disejajarkan oleh Allah dengan kesyirikan.[1]
5.         Seorang guru harus mampu mengelompokkan siswanya dan berusaha menyetarakan tingkat pemahaman mereka.
6.         Mengakhirkan komentar pada akhir pembelajaran.
7.         Menentukan waktu khusus untuk menerangkan beberapa point pelajaran.
8.         Mengutamakan penjelasan tentang pelajaran sebelum tambahan dan komentar.
9.         Menentukan batas terendah (pemahaman) sebagai tuntututan untuk semua siswa dan menfariasikan fasilitas-fasilitas pengajaran yang bermanfaat.

ADAB SEORANG PENGAJAR DAN PELAJAR AL-QUR'AN

ADAB SEORANG PENGAJAR AL-QUR’AN

1.         Mengajarkan Al-Qur’an hanya untuk mencari ridha Allah I.
2.         Mengajarkan Al-Qur’an bukan bertujuan untuk mendapatkan balasan duniawi. Firman Allah I:
3.         20. "Dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat".[1]
4.        
Dan waspada untuk menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber penghasilan, para ulama berbeda pendapat tentang kebolehan mengambil upah dari mengajar Al-Qur’an, semoga pendapat yang lebih dekat dengan kebenaran adalah pendapat yang membolehkannya, berdasarkan hadits Abi Said yang telah mengambil sekumpulan kambing sebagai upah atas kesembuhan orang yang diruqyahnya dengan surat Al-Fatihah.
5.         Hendaklah dia waspada dari kesengajaan memperbanyak bacaan karena banyaknya orang yang meminta dan mendatanginya.
6.         Hendaklah dia waspada jika bersikap tidak senang terhadap kecenderungan shahabat-shahabatnya untuk belajar Al-Qur’an kepada orang lain yang pernah belajar darinya.
7.         Berakhlaq dengan adab-adab syara’.

Tafsir QS Yunus 57-58, Al Qur'an sebagai Nasihat dan Obat

يأأيها الناس قد جاءتكم موعظة من ربكم وشفاء لما في الصدور وهدى ورحمة للمؤمنين (57) قل بفضل الله وبرحمته فبذلك فليفرحوا هو خير مما يجمعون (58)

57. Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.
58. Katakanlah: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan".

Makna kata-kata penting:
Mau`izhah ( موعظة ) =   pelajaran (nasehat) dari Allah, rambu-rambu yang menghalangimu dari kejahatan .
Wa`azha وعظ)) = menasehati , memperingatkan.
Syifaa’ ( شفاء ) = obat.
Hudaa ( هدى ) = bayaan wa irsyaad, atau penjelasan dan petunjuk.
Fadlillah ( فضل الله ) = nikmat Allah.
Fariha-Yafrahu (  فرح يفرح ) = lawan dari hazina-yahzanu ( sedih ).
Al Farah ( الفرح ) = as-suruur = gembira.

Tafsir QS An Nisa': 77, Berjuang melalui pendidikan Islam

Allah SWT berfirman:
"Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka[a]: "Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat!" setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari itu takutnya. mereka berkata: "Ya Tuhan Kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada Kami sampai kepada beberapa waktu lagi?" Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun[b]. QS  4: 77.

[a] Orang-orang yang Menampakkan dirinya beriman dan minta izin berperang sebelum ada perintah berperang.
[b] Artinya pahala turut berperang tidak akan dikurangi sedikitpun.

Ibnu Katsir rahimahullah di dalam Kitab Tafsirnya mengatakan: “Orang-orang mukmin pada awal Islam, ketika itu di Makkah, mereka diperintahkan untuk  shalat dan zakat, walau tanpa batasan tertentu. Mereka diperintahkan untuk melindungi orang-orang fakir, diperintahkan untuk toleransi dan memaafkan kaum musyrikin, dan sabar hingga batas waktu yang ditentukan. Padahal mereka amat membara dan amat senang seandainya mereka diperintahkan berperang melawan musuh-musuh mereka. Akan tetapi, kondisi saat itu tidak memungkinkan dikarenakan banyak sebab. (Jilid I: 538).

Senin, 26 Desember 2011

Arti Penting Belajar Menurut Alqur’an

Agama Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin sangat menganjurkan kepada manusia untuk selalu belajar, bahkan Islam mewajibkan kepada setiap orang yang beriman belajar. Setiap apa yang diperintahkan Allah untuk dikerjakan, maka dibalik perintah Allah tersebut pasti terkandung hikmah atau sesuatu yang penting bagi manusia itu sendiri. Demikian juga dengan perintah untuk belajar, beberapa hal yang penting berkaitan dengan belajar antara lain:
1). Bahwa orang yang belajar akan dapat memiliki ilmu pengetahuan yang akan berguna untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh manusia dalam kehidupannya. Sehingga dengan ilmu pengetahuan yang didapatkannya manusia akan dapat mempertahankan kehidupannya. Dengan demikian orang yang tidak pernah belajar mungkin mereka tidak memiliki ilmu pengetahuan atau mungkin ilmu pengetahuan yang mereka miliki sangat terbatas, sehingga mereka akan kesulitan ketika harus memecahkan persoalan-persoalan kehidupan yang dihadapinya. Karena itu kita diajak oleh Allah untuk merenungkan, mengamati, dan membandingkan, antara orang-orang yang mengetahui dan tidak, sebagaimana yang terdapat pada firman Allah QS Al-Zumar : 9

“ Katakanlah: apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya, hanya orang-orang yang berakalah yang mampu menerima pelajaran”.

2). Allah melarang manusia untuk tidak mengetahui segala sesuatu yang manusia lakukan. Apapun yang dilakukan manusia mereka harus mengetahui kenapa mereka melakukan sesuatu perbuatan. Dengan belajar kita dapat menengetahui apa yang kita lakukan, sehingga manusia dapat memahami tujuan dari segala perbuatannya. Selain itu, dengan belajar manusia akan memiliki ilmu pengetahuan dan terhindar dari taqlid buta, karena setiap apa yang kita perbuat akan dimintai pertanggungan jawaban oleh Allah, sebagaimana firmanNYA pada Al-Isra: 36,