STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Senin, 01 Oktober 2012

PENDIDIKAN AKHLAK BAGI ANAK

Di dalam Al-Qur’an telah ada dasar-dasar pendidikan akhlak anak yang jelas mengenai pendidikan akhlak pada anak-anak yang terdapat di dalam surat Luqman :
1. Akhlak kepada Allah SWT terdapat Q..S. 31/Luqman : 13 :
وَاِذْقَالَ لُقْمنَ لاِبْنِه وَهُوَبَعِظُه يبُنَيَّ لاَتُشْرِكْ بِاللهِ ط إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ.
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya di waktu ia memberi pelajaran kepadanya, “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedzaliman yang besar. (Q.S. Luqman : 13)[1]
Berdasarkan ayat tersebut di atas mengisyaratkan bagaimana seharusnya para orang tua mendidik anaknya untuk mengesakan penciptanya dan memegang prinsip tauhid dengan tidak menyekutukan Tuhannya, kemudian anak-anak hendaklah diajarkan untuk mengerjakan shalat, sehingga terbentuk manusia yang senantiasa mengingat dan kontak dengan penciptanya, seperti disebutkan dalam Q.S. 31/Luqman : 17 :
يبُنَيَّ اَقِمِ الصَّلوةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوْفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلى مَا اَصَابَكَ ط اِنَّ ذلِكَ مِنْ عَزْمِ اْلاُمُوْرِ.
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (Q.S. Luqman : 17)[2]
2. Akhlak Kepada Orang Tua
Dalam Q.S. 31/Luqman : 14
وَوَ صَّيْنَا اْلاِنْسنَ بِولِدَيْهِ. حَمَلَتْهُ اُمُّه وَهْنًا عَلى وَهْنٍ وَّفِصلُهُ فِى عَا مَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لىِ وَلِولِدَيْكَ ط اِلَىَّ الْمَصِيْرُ.
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (Q.S. Luqman : 14)[3]

Berdasarkan ayat di atas menjelaskan bahwasannya Islam mendidik anak-anak selalu berbuat baik terhadap orang tua sebagai rasa berterima kasih atas perhatian, kasih sayang dan semua yang telah mereka lakukan untuk anaknya. Bahkan perintah untuk bersyukur kepada Allah.
3. Akhlak Kepada Diri Sendiri
Dalam Q.S. 31/Luqman : 19 :
وَاقْصِدْ فىِْ مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْ تِكَط اِنَّ اَنْكَرَ اْلاَ صْوتِ لَصَوْتُ الْحَمِيْرِ.
Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai. (Q.S. Luqman : 14)[4]
Berdasarkan ayat di atas dapat dipahami bahwasannya dilarang berjalan dengan congkak dan Allah SWT memerintahkan untuk sederhana dalam berjalan, dengan tidak menghempaskan tenaga dalam bergaya, tidak melenggak lenggok, tidak memanjangkan leher karena angkuh, akan tetapi berjalan dengan sederhana, langkah sopan dan tegap, memelankan suara adalah budi yang luhur. Percaya diri dan tenang karena berbicara jujur. Suara lantang dalam berbicara adalah termasuk perangai yang buruk.
4. Akhlak Kepada Orang Lain
Dalam Q.S. 31/Luqman : 18 :
وَلاَ تُصَعِّرْ خَدَّكَ الِنَّاِس وَلاَ تَمْشِ فِى اْلاَرْضِ مَرَحًاط اِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ كُلُّ مُخْتَالٍ فَحُوْرٍ.
Dan jangnalah kamu memalingkan mukamu dan manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (Q.S. Luqman : 18)[5]
Kaitannya dengan kehidupan bermasyarakat, anak-anak haruslah dididik untuk tidak bersikap acuh terhadap sesama, sombong atas mereka dan berjalan di muka dan menghargai orang lain, karena bersikap acuh tak acuh tidak disukai oleh Allah dan dibenci manusia.
Demikianlah, Allah memberikan contoh kongkrit dalam mendidik akhlak anak-anak, di mana jika setiap orang tua dapat melaksanakan dengan baik dan benar, maka anak-anak mereka akan tumbuh menjadi manusia yang berakhlak mulia dan luhur.
Dalam pendidikan akhlak bagi anak ini, terbagi dalam beberapa periode, diantaranya :
1. Pendidikan Anak Prenatal (Pendidikan Anak Dalam Kandungan)
Pendidikan anak prenatal merupakan hal yang sangat urgen diketahui, dipahami dan diamalkan oleh setiap orang tua. Dalil Islami tentang hukum wajib atas orang tua untuk mendidik anak dalam kandungan adalah dalil yang sama dengan hukum wajib mendidik anak secara umum karena anak dalam kandungan adalah anak mereka yang belum lahir.
Anak adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang hadir di tengah keluarga atas dasar fitrah. Mereka menjadi sumber kebahagiaan keluarga yang harus dijaga dan dipertahankan kesuciannya oleh kadua orang tuanya dan seluruh anggota keluarga lainnya, guna kelestarian pertumbuhan kepribadian mereka secara totalitas. Berkenaan dengan kewajiban memelihara dan mendidik tersebut terdapat dalam Q.S. 66/At-Tahrim ayat 6 :
يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْا قُوْا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُوْهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلئِكَةٌ غِلاَظٌ شِدَادٌ لاَّ يَعْصُوْنَ اللهَ مَا اَمَرَ هُمْ وَيَفْعَلُوْنَ ماَ يُؤْ مَرُوْنَ.
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Q.S. AT-Tahrim : 6)[6]
Berdasarkan ayat tersebut,Allah SWT memerintahkan kepada segenap manusia yang beriman, agar memelihara dirinya dan keluarganya dengan penuh tanggung jawab agar terhindar dari bahaya dunia dan akhirat. Terutama pada anak-anak yang membutuhkan orang tua dalam pendidikan dan masa depannya kelak.
Pendidikan anak dalam kandungan menurut Islam adalah usaha sadar dari pihak orang tua (Ayah dan ibu) untukmendidik anak mereka yang masih dalam perut ibunya dengan cara mengikuti petunjuk Islam mengenai pendidikan, khususnya pendidikan anak dalam kandungan.[7]
Pendidikan anak secara aktif menurut ajaran paedagogis Islami harus dimulai sejak masa diketahui bahwa anak tersebut sudah ada di dalam kandungan istri (prenatal). Dengan kata lain, pendidikan anak secara aktif sudah harus dimulai sejak masa ia di dalam kandungan dengan cara atau teknik pendidikan yang Islami.
Al-Qur’an telah menjelaskan bahwa roh (nyawa) yang ditiupkan malaikat berdasarkan izin dan perintah Allah yang lantas memberi hidup kepada anak di dalam kandungan, sudah memiliki daya kognitif tinggi. Hal ini dijelaskan Allah seperti terlihat dalam Q.S. 7/Al-A’raaf ayat 172 :
وَاِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِيْى ادَمَ مِنْ ظُهُوْرِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَ هُمْ عَلى اَنْفُسِهِمْ ج أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ط قَالُوْا بَلَى ج شَهِدْنَا ج أَنْ تَقُوْلُوْا يَوْمَ الْقِيمَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هذَا غَافِلِيْنَ.
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap nyawa (ruh) mereka (seraya berfirman) : “Bukankah Aku ini Tuhanmu?”. Mereka menjawab : “Betul, (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan : “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan). (Q.S. Al-A’raaf : 172) [8]
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwasannya ruh (nyawa) itulah tentu saja bersama jasmani yang ditempatinya yang sesungguhnya memberi respon kepada setiap stimulus tersebut. Roh tersebut meskipun sudah terdimensi tetap bersikap responsif, sebab manusia tanpa roh adalah bangkai yang tidak berdaya, tidak berakal fikir. Dengan demikian jelas bahwa anak di dalam kandungan sudah bisa dididik.
Menurut Baihaqi, A.K., bahwa syarat-syarat mendidik anak prenatal, di antaranya adalah :[9]
a. Beriman dan bertaqwa kepada Allah
Merupakan syarat paling utama bagi keberhasilan upaya mendidik anak prenatal.
b. Bertekad dan berniat mendidik anak prenatal
Mendidik anak prenatal merupakan ibadah besar dalam ajaran Islam, apabila diawali dengan niat ibadah. Oleh karena itu, suami dan istri dalam upaya mendidik anak prenatal haruslah berniat dengan ikhlas karena Allah semata.
c. Menghormati orang tua dan mertua
Syarat ini merupakan syarat yangs angat menentukan pula bagi keberhasilan orang tua (suami istri) mendidik anak prenatal.
d. Mendoakan anak prenatal
Mendoakan anak menjadi kewajiban orang tua sepanjang hayat, sejak anaknya masih dalam kandungan sampai lahir, dewasa dan menjadi tua pula.
e. Memberi makanan dan pakaian yang halal
f. Ikhlas mendidik anak prenatal
g. Memenuhi kebutuhan istri, di antaranya :
1) Kebutuhan akan perhatian
2) Kebutuhan akan kecintaan ekstra
3) Kebutuhan akan makanan ekstra
4) Kebutuhan akan pengabulan
5) Kebutuhan akan penghargaan
6) Kebutuhan akan ketentraman
7) Kebutuhan akan perawatan
8) Kebutuhan akan keindahan
h. Berakhlak mulia
Di antara akhlak mulia yang sangat erat kaitannya dengan pendidikan anak prenatal adalah :
1) Kasih sayang
2) Sopan dan lembut
3) Sabar menghadapi anak prenatal
4) Rukun antara suami dan istri beserta semua anak
5) Rukun dengan keempat orang tua, tetangga dan masyarakat.
Materi dan metode pendidikan anak dalam kandungan (prenatal), di antaranya : ada beberapa metode yang dapat dipakai untuk mendidik anak prenatal. Metode tersebut dapat dilaksanakan secara langsung, tetapi diaplikasikan melalui ibu dari anak prenatal tersebut. Metodenya lebih ditekankan pada pembinaan lingkungannya, artinya penerapan semua metode yang diarahkan kepada pembinaan lingkungan yang Islami untuk anak prenatal melalui ibunya. Adapun metode dan materi yang diberikan dalam pendidikan anak prenatal yaitu :[10]
Metode pendidikan anak prenatal di antaranya adalah :
1) Metode kasih sayang
2) Metode beribadah
3) Metode membaca Al-Qur’an
4) Metode bercerita
5) Metode berdo’a
6) Metode berlagu
Dan materi yang diberikan dalam pendidikan anak prenatal adalah sebagai berikut :
1) Salah fardhu lima waktu
1) Salat-salat sunnat
2) Membaca Al-Qur’an
3) Keimanan
4) Akhlak mulia
5) Do’a
2. Pendidikan Anak Sejak Lahir
Di antara keutamaan syariat Islam bagi umatnya adalah dijelaskannya hukum-hukum (pedoman) yang berhubungan dengan anak dan kaitannya dengan prinsip-prinsip tentang pendidikan secara rinci sehingga pendidikan selalu mendapatkan dan kejelasan tentang masalah yang harus dijalankan terhadap bayinya yang lahir. Sebagai dasar dasar-dasar yang diundangkan Islam dan prinsip-prinsip ajaran yang dirumuskan oleh pendidik pertama, yaitu Nabi Besar Muhammad SAW, maka alangkah layaknya orang yang mendapatkan hak mendidik tersebut dapat melaksanakan kewajibannya dengan sempurna.
Sejak bayi dilahirkan, Islam telah meletakkan tata cara, sebagai ajaran dan tradisi yang baik untuk pembinaan jiwa anak-anak, di antaranya adalah:[11]
a. Bisyarah (ungkapan turut gembira)
Bagi seorang muslim, disunatkan menggembirakan dan membahagiakan saudaranya yang melahirkan anak. Hal itu dimaksudkan untuk menguatkan ikatan-ikatan persaudaraan dan menyebarkan sayap-sayap cinta dan kelembutan di antara keluarga muslim. Penyampaian rasa ikut gembira atas kelahiran bayi sekaligus merupakan doa yang positif di sisi Allah.
Dalam Al-Qur’an menyebutkan “kata gembira” atas kelahiran anak dengan berbagai variasi sebagai petunjuk dan pengajaran bagi umat Islam. Ucapan selamat tersebut mempunyai pengaruh besar dalam menumbuhkan ikatan-ikatan sosial dan menguatkan ikatan di antara sesama kaum muslimin.
b. Disunahkan mengadzani dan mengikamati anak yang baru lahir
Di antara hukum yang disyariatkan Islam bagi anak yang baru dilahirkan adalah mengadzani di telinganya dan mengikamatinya di telinga kirinya, langsung pada saat dilahirkan. Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Turmudzi, dari Abi Rafi’ :
رأيت رسول الله صلّى الله عليه وسلّم أذّن فى اذن الحسن بن علىّ حبن ولدته أمّه. (رواه ابو داود والرمذى) [12]
Aku pernah melihat Rasulullah mengadzani (di telinga) Hasan bin Ali sesaat sesudah Fatimah melahirkan. (H.R. Abu Daud dan Turmudzi)
Begitu juga diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, r.a., bahwa Nabi adzan di telingan kanan dan ikamat di telinga kiri Hasan pada hari kelahirannya.
Rahasia mengadzani dan mengikamati sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Qayyim al-Jauziah dalam kitabnya, Tuhfatul-Maudud, yaitu agar getaran pertama kali yang didengar manusia adalah kalimat panggilan agung yang mengandung kebesaran dan keagungan Allah dan kesaksian pertama memasuki Islam. Seperti juga talkin, merupakan syiar Islam awal memasuki dunia sebagaimana mentalkinkan kalimat tauhid ketika meninggal dunia. Tidak diingkari lagi bahwa pengaruh adzan itu akan sampai ke hatinya dan akan mempengaruhinya meski ia sendiri tidak menyadarinya.
Dengan kata lain, agar ajakan kepada Allah, kepada Islam dan penyembahan kepada-Nya didahulukan dari bujukan setan, sebagaimana fitrah Allah yang menciptakan manusia sesuai dengan fitrah itu didahulukan dari pengaruh setan dan hikmat-hikmat lainnya.
Hikmat adzan dan iqamah ini adalah bahwa anak sejak lahir sudah diperdengarkan seruan suci untuk beribadah kepada Allah di samping berguna untuk mengusir setan.
c. Disunatkan mentahnik anak yang baru lahir
Di antara hukum yang disyariatkan Islam bagi anak yang baru lahir adalah disunatkan untuk men-tahnik setelah kelahirannya. Tahnik yaitu memamahkan kurma, mengulumi mulutnya dengan buah tersebut. Jika sukar mendapatkan kurma, maka biasa diganti dengan sesuatu yang manis atau cairan gula dicampur dengan air kembang, sebagai meneladani perbuatan Rasul SAW.
Hikmah dari perbuatan tersebut adalah untuk menguatkan otot-otot mulut dengan gerakan lidah karena menjilat sesuatu yang manis, sehingga anak siap untuk menetek dengan kuat dan alami. Sebaiknya orang yang men-tahniknya itu orang yang bertaqwa dan saleh, sebagai tabarrok kepadanya, sebagai pengharapan agar si anak saleh dan bertaqwa pula.
d. Disunatkan mencukur rambut
Termasuk hukum yang disyariatkan Islam bagi anak yang baru lahir adalah disunatkan mencukur rambutnya pada hari ketujuh dan menyedekahkan perak kepada para fuqaha dan yang berhak seberat timbangan rambutnya. Hikmahnya di antaranya adalah :[13]
1) Hikmah kesehatan
Menghilangkan rambut kepala anak berarti menguatkan kepala anak dan membuka pori-pori kepala, begitu juga akan menajamkan penglihatan, penciuman dan pendengaran.
2) Hikmah sosial
Yaitu menyedekahkan perak seberat timbangan rambut merupakan salah satu sumber jaminan sosial yang dapat mengurangi kemiskinan dan mewujudkan fenomena saling menolong,saling menyayangi, dan saling menjamin dalam sekelompok masyarakat. Ibnu Ishoa meriwayatkan dari Abdullah bin Abu Bakar dari Muhammad bin Ali bin Husein r.a.,:
عقّ رسول الله صلّى الله عليه وسلّم عن الحسن شاة, وقال : يا فطمة, احلقى رأسه, وتصدّقى بزنة شعره فضة, فوزنته, فكان وزنه درهما أو بعض درهم. (رواه ابن اسحاق) [14]
Rasul pernah beraqiqah seekor kambing untuk Hasan, dan berkata, “Ya Fatimah,! Cukurlah rambutnya dan sedekahkan perat seberat rambutnya”; lalu Fatimah menimbangnya. Hasil timbangan itu satu dirham atau kurang. (H.R. Ibnu Ishaq)
Ada hikmah lain bahwa Rasul sangat memperhatikan agar seseorang muslim tampil di masyarakat dengan cara yang layak. Mencukur sebagian rambut kepala dan membiarkan sebagian lainnya akan mengurangi kehebatan dan keindahan dirinya, selanjutnya akan mengurangi kepribadian Islam yang menjadi ciri pembeda seorang muslim daripada pemeluk agama dan keyakinan yang lain, bahkan dari seluruh orang fasik, oportunis dan yang moralnya rusak.
e. Tasmiyah (Penamaan Anak)
Yaitu memberi nama dengan nama-nama yang baik.[15]
1) Kapan anak diberi nama
Diriwayatkan oleh Ashabussunah dari Samrah yang berkata bahwa :
قال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم كلّ غلام رهين بعقيقته, تد بح عنه يوم سا بعه ويسمّى فيه ويحلق رأسه. (رواه ابو داود واترمذى والنسائي) [16]
Setiap anak terikat dengan aqiqah-nya yang disembelih pada hari ketujuh, diberi nama dan dicukur rambutnya pada saat itu. (H.R. Abu Daud, at-Turmudzi dan an-Nasai)
Hadits ini menghendaki agar anak diberi nama pada hari ke tujuh, tetapi ada juga hadits-hadits yang shahih lainnya yang menegaskan agar penamaan itu pada hari ke tujuh, boleh juga sebelum itu dan sesudahnya.
2) Nama yang disenangi dan dibenci
Yang harus diperhatikan oleh pendidik pada saat menamai anak adalah memilih nama-nama yang bagus dan indah sebagai perwujudan petunjuk dan perintah Nabi Muhammad SAW. Rasulullah SAW selalu menganjurkan umat Islam untuk memberi nama-nama para Nabi, Abdullah, Abdurrahman dan nama-nama yang mencerminkan penghambaan kepada Allah, sehingga untuk Muhammad berbeda dari umat lainnya dalam setiap fenomena kehidupannya, agar mereka menjadi umat terbaik, dapat menunjukkan manusia menuju cahaya kebenaran dan prinsip-prinsip Islam.
3) Disunatkan menyandarkan nama anak kepada nama ayahnya
Penyandaran ini mempunyai efek psikologis yang luhur dan manfaat-manfaat besar pendidikan. Demi manfaat yang jelas dan ungkapan yang besar ini,maka Rasulullah SAW menyandarkan nama anak-anak dan memanggil mereka dengan menyandarkan tersebut sebagai pendidikan dan petunjuk bagi para pendidik agar mereka mempraktekkan cara dan metode beliau dalam menyandarkan dan memanggil anak-anak mereka.
f. Aqiqah
Menurut bahasa (etimologi), العقيقة aqiqah berarti القطع yaitu memutus. Adapun menurut istilah (terminologi) syar’i, adalah menyembelih seekor domba untuk anak pada hari ke tujuh kelahirannya.[17]
Aqiqah menurut pandangan hukum (fiqh) dikategorikan ke dalam sunnat muakkad, anjuran yang ditekankan. Maksudnya, meskipun Rasulullah SAW tidak menggolongkannya ke perintah yang diwajibkan, namun beliau senantiasa melaksanakannya.
Aqiqah juga diartikan dengan menyembelih kambing untuk menyelamati bayi yangbari lahir dan sekaligus memberikannya sebagai sedekah (rizki) kepada kaum fakir miskin. Jadi, pengertian mengalirkan darah hewan sembelihan disini adalah sebagai amal taqarrub kepada Allah SWT.demikian itu dilakukan sesudah sang bayidicukupr rambutnya, yaitu pada hari ke tujuh sesudah kelahirannya. Sebagaimana disunnahkan pula melakukan sedekah sebanyak berat rambut yang telah dicukur, dalam bentuk perak atau yang seharga dengannya.[18]
Aqiqah kadang-kadang diartikan sebagai kambing/ domba yang disembelih dan terkadang diartikan rambut yang tercukurdari sang bayi yang baru lahir. Kedua istilah ini sekalipun berbeda makna lahiriyahnya, akan tetapi keduanya mempunyai makna yang sama, sebab keduanya kembali kepada satu obyek, yaitu dua pekerjaan yang dilakukan secara bersamaan. Dalam penyelenggaraan aqiqah untuk anaklaki-laki dengan menyembelih dua domba dan untuk anak perempuan dengan satu domba.
Adapun hadits yang menguatkan disyariatkan aqiqah dan yang menjelaskan kedudukannya sinhnya aqiqah adalah dalam shahih Bukhari meriwayatkan dari Salman bin Amuar al-Dhobbi. Ia berkata bahwa Nabi telah bersabda :
قال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم : مع الغلام عقيقة فأهريقوا عنه دما, وأميطوا عنه الأذى. (رواه البخارى ومسلم) [19]
Anak itu aqiqah-i, karena itu tumpahkanlah olehmu baginya darah dan jauhkanlah olehmu sekalian penyakit dari dirinya (dengan mencukur rambut kepalanya). (H.R. Bukhari dan Muslim)
Berdasarkan hadits di atas dapat dipahami bahwasannya setiap anak itu diaqiqahi dan penyembelihan untuk aqiqah ini dilakukan pada hari ke tujuh dari kelahiran bayi atau hari ke-21 atau kapan saja.
Hikmah disyariatkannya aqiqah di antaranya :
a) Sebagai pengorbanan untuk mendekatkan anak kepada Tuhan sedini mungkin sejak awal mengarungi kehidupan
b) Sebagai tebusan si anak dari berbagai musibah dan bencana, sama dengan Allah SWT menebus Ismail a.s., dengan sembelihan yang agung
c) Sebagai pembuka penggadai anak pada kesempatan syafa’at bagi kedua orang tuanya.[20]
g. Khitan
Menurut bahasa (etimologi) khitan berarti memotong kuluf (kulit) di atas kepala zakar. Menurut istilah (terminologi), khitan adalah memotong kulit yang ada di sekitar ujung zakar atau batas pergelangan zakar yang sudah ditentukan oleh hukum syara’. Sedangkan pada bayi perempuan, berkhitan adalah memotong sebagian kecil dari semacam lapisan kulit yang menutup bagian atau clitoris.[21]
Ada beberapa dasar yang dijadikan pedoman dalam pelaksanaan khitan. Khitan pada laki-laki ada yang dikaitkan dengan perintah Allah SWT kepada Nabi Ibrahim a.s., untuk berkhitan. Dalam musnadnya, Imam Ahmad meriwayatkan dari Amran bin Yasir. Ia berkata bahwa Nabi SAW telah bersabda :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من الفطرة : المضمضة والإ ستنشاق, وقص الشارب, وتقليم ألا ظفار ونتف الإبط والإ ستحدار, والإختنان. (رواه امام احمد) [22]
Di antara yang mensucikan adalah : berkumur, memasukkan air ke hidung, mencukur kumis, bersiwak, memotong kuku, membersihkan ketiak dan beristihdad. (H.R. Imam Ahmad)
Khitan merupakan sunnah nabawiah yang diwarisnya dari nabi-nabi sebelumnya. Ulama ber-ikhtilaf dalam menentukan hukumnya antara wajib dan sunnah. Menurut Jumhur ulama, khitan itu wajib bagi laki-laki dan sunnah bagi wanita. Dan telah dibuktikan oleh penelitian kedokteran bahwa khitan itu bernilai positif terhadap kesehatan. Adapun hikmah khitan, di antaranya adalah :
1) Khitan merupakan dasar fitrah (kesucian) syiar Islam dan ciri syariat
2) Khitan merupakan puncak kesempurnaan yang disyariatkan Allah melalui lisan Nabi Ibrahim a.s., syariat yang mengajak hati untuk bertauhid dan beriman. Syariat yang membersihkan badan dengan berkhitan, mencabut jenggot, memotong kuku serta mencabuti bulu ketiak.
3) Khitan dapat membedakan seorang muslim dari pemeluk agama-agama lain di luar Islam
4) Khitan merupakan sebuah pengakuan penghambaan diri kepada Allah.[23]
3. Pendidikan Anak Usia Dini (Anak Usia Sekolah)
Pendidikan akhlak pada anak memang harus ditanamkan pada masa kanak-kanak.agar akhlak tersebut melekat sampai anak menjadi dewasa. Di samping pendidikan akhlak yang diberikan pada masa anak prenatal (anak dalam kandungan). Pendidikan akhlak pada anak sejak lahir dan ada juga pendidikan akhlak yang diberikan pada anak usia dini (usia sekolah).
a. Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini (Anak Usia Sekolah)
Adapun yang dimaksud dengan usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan (koordinasi motorik halus dan kasar), intelegensi (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, dan kecerdasan spiritual), sosial emosional (sikap dan perilaku serta agama), bahasa dan komunikasi yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak.
Berdasarkan Undang-Undang No.20 Tahun 2003, yang dimaksud dengan anak usia dini adalah kelompok manusia yang berusia 0-6 tahun. Dan berdasarkan para pakar pendidikan anak, yaitu kelompok manusia yang berusia 8-9 tahun.[24]
Setelah diketahui anak usia dini (AUD), berikut dijelaskan tentang pendidikan anak usia dini (PAUD). PAUD adalah suatu proses pembinaan tumbuh kembang anak usia lahir hingga enam tahun secara menyeluruh, yang mencakup aspek fisik dan non fisik dengan memberikan rangsangan bagi perkembangan jasmani, rohani (moral dan spiritual), motorik, akal pikir, emosional dan sosial yang tepat agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.[25]
Adapun upaya yang dilakukan mencakup stimulasi intelektual, pemeliharaan kesehatan, pemberian nutrisi dan penyediaan kesempatan yang luas untuk mengeksploitasi dan belajar secara aktif. Pendidikan anak usia dini dimulai tiga tahun sampai dengan enam tahun yang sering dikatakan sebagai pendidikan pra sekolah dan pada masa ini anak mengalami perkembangan yang sangat pesat, baik fisik, maupun psikis atau kejiwaan.
Tujuan dari pendidik anak usia dini salah satunya adalah memberikan pengalaman dan kesempatan yang akan membantu penguasaan kemampuan pada semua bidang perkembangan untuk meningkatkan kesempatan berhasil ketika anak memasuki jenjang pendidikan formal selanjutnya. Dengan demikian, jelas bahwa pendidikan anak usia dini adalah membekali dan menyiapkan anak sejak dini untuk memperoleh kesempatan dan pengalaman yang dapat membantu perkembangan kehidupan selanjutnya.[26]
Pendidikan akhlak pada anak usia dini atau anak suai sekolah dilaksanakan dalam suatu lembaga pendidikan yang melaksanakan pembinaan pendidikan dan pengajaran dengan sengaja, teratur dan terencana, yaitu di sekolah. Dan guru sebagai pelaksana dalam tugas pembinaan, pendidikan dan pengajaran adalah orang yang telah dibekali dengan pengetahuan tentang anakdidik dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas kependidikan.
Guru agama yang jeli memperhatikan anak-anak didiknya, anak menemukan masalah-masalah yang kurang serasi atau kurang menunjang pertumbuhan kesehatan mental mereka yang diakibatkan berbagai keadaan yang telah mempengaruhinya sebelum ia masuk sekolah dasar. Maka guru agama tersebut perlu memperbaiki pengajaran agama yang kurang tepat di rumah atau di taman kanak-kanak dahulu, agar si anak dapat bertumbuh menjadi anak yang beriman dan berakhlak terpuji.
Oleh karena itu, pendidikan agama dan pendidikan akhlak yang terbaik dan mudah dilaksanakan adalah melalui semua guru dan semua bidang studi. Artinya, setiap guru yang mengajar di sekolah dasar itu hendaknya dapat menjadi contoh teladan bagi anak didiknya, terutama dalam keimanan, amal shaleh, akhlak dan sikap hidup serta caranya berpikir.[27]
Di sinilah letak keistimewaan dan keungulan lembaga-lembaga pendidikan yang diasuh oleh suatu yayasan keagamaan, seperti sekolah dasar Islam. Guru agama (bidang studi agama) yang berkewajiban memberikan pengajaran agama,dapat melaksanakan tugas pengajarannya sendirian. Adapun dalam pembinaan agama dan akhlak pada anak didik, dia ditunjang oleh guru bidang studi yang ada dan oleh guru kelas. Pendidikan agama yang dilakukan oleh semua guru secara terpadu itu akan memberikan hasil yang baik dan memantul dalam kehidupannya sehari-hari.
b. Materi Pendidikan Akhlak Anak Usia Dini (Anak Usia Sekolah)
Adapun materi pendidikan akhlak yang harus diajarkan kepada anak usia dini (anak usia sekolah) sebagaimana akhlak-akhlak mulia yang diperintahkan oleh Rasulullah dan dicontohkan oleh beliau dalam kehidupan sehari-hari, di antaranya :
1) Jujur
Sifat jujur termasuk salah satu akhlak mulia yang menunjukkan iman seseorang.lawan dari jujur adalah dusta. Sesungguhnya mendidik masyarakat terutama dalam keluarga (mendidik akhlak pada anak) menuntut adanya latihan bagi masing-masing untuk jujur dalam setiap ucapan dan perbuatan. Maka wajib bagi orang tua untuk memberi contoh tentang jujur ini dan mengajarkannya sejak kecil.
2) Amanah
Sifat amanah merupakan perkara penting, sifat ini dijadikan tanda adanya iman di dalam diri seseorang dan sebaliknya tanda orang munafiq tidak adanya sifat amanah, wajib melatih diri dan anak-anak untuk bersifat amanh dan menghindari sifat khianat beserta akibat yang akan ditimbulkannya, sehingga terjagalah hak-hak manusia dan harta bendanya.
3) Sabar
Sabar artinya tahan menderita, tabah, sikap menerima dan tenang. Sabar merupakan akhlak mahmudah baik di saat mengalami bahagia maupun menderita, sehingga manusia akan terhindar dari hawa nafsunya.
4) Malu
Seseorang muslim seyogyanya menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baikdan mempunyai sifat malu, karena malu itu sebagian dari iman. Sifat malu merupakan salah satu unsur pendorong yang kuat bagi seseorang untuk berkelakuan baik dan menjauhi yang buruk. Begitulah di antara point-point penting yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan generasi Islami yang senantiasa mendapat bimbingan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Bahwa sifat di atas merupakan materi yang harus diajarkan kepada anak-anak dalam pendidikan akhlak agar menjadi anak-anak yang shaleh, sehingga sasaran pendidikan agama Islam dapat tercapai.
c. Metode Pendidikan Akhlak Anak Usia Dini (Anak Usia Sekolah)
Metode yang dipakai disesuaikan dengan perkembangan kecerdasan dan kejiwaan anak pada umumnya, yaitu mulai dengan contoh, teladan, pembiasaan dan latihan, kemudian berangsur-angsur memberikan penjelasan secara logis dan maknawi.[28]
Pendidikan agama dan akhlak bagi anak di dalam keluarga pada umur taman kanak-kanak dan sekolah dasar masih diperlukan, kendatipun disekolah telah diberikan oleh guru agama dan guru kelas serta situasi sekolah yang menunjang, sikap orang tua terhadap pelaksanaan agama juga turut mempengaruhi sikap anak didik yang telah dibina oleh guru dan sekolah pada umumnya.[29]
Pendidikan agama yang diperoleh anak dari guru di sekolah merupakan bimbingan, latihan dan pelajaran yang dilaksanakan sesuai dengan perkembangan jiwanya, akan menjadi bekal yang amat penting bagi kehidupannya di masa yang akan datang. Pendidikan agama dan pendidikan akhlak pada umur sekolah ini perlu dikaitkan, karena akhlak adalah refleksi dari keimanan dalam kehidupan nyata. Jika bekal keimanan dan pengetahuan agama yang sesuai dengan perkembangan jiwanya cukup mantap, maka agama akan sangat menolongnya dalam bergaul, bermain, berperangai, bersikap, terutama dalam belajar dan bekerja.


[1] Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya,(Semarang : PT. Kumudasmoro Grafindo, 1994), hlm. 654.
[2] Ibid.,hlm. 655.
[3] Ibid., hlm.654.
[4] Ibid.
[5] Ibid.,hlm. 655.
[6] Ibid., hlm. 951.
[7] Baihaqi,A.K., Mendidik Anak dalam Kandungan Menurut Ajaran Paedagogis Islami, (Jakarta : Darul Ulum Press, 2001), hlm. 12-13.
[8] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya,(Semarang : PT. Kumudasmoro Grafindo, 1994), hlm. 250.
[9] Baihaqi, A.K., Pendidikan Anak dalam Keluarga Bagi Anak Prenatal, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 29-50.
[10] Ibid., hlm. 51-60.
[11] Shodiq Ihsan, Keluarga Muslim Dalam Masyarakat Modern, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1993), hlm. 124-125.
[12] Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Menurut Islam (Pemeliharaan Kesehatan Jiwa Anak, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 1992), hlm. 53.
[13] Ibid., hlm. 56.
[14] Ibid., hlm. 57.
[15] Shodiq Ihsan, Op.Cit., hlm. 125.
[16] Abdullah Nashih Ulwan, Op.Cit., hlm. 59.
[17] Ibid., hlm. 70-71.
[18] Jalaluddin,Mempersiapkan Anak Shaleh (Telaah Pendidikan Terhadap Sunnah Rasul Allah SWT.), (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 80.
[19] Muhammad Ali Qutb, Sang Anak Dalam Naungan Pendidikan Islam, (Bandung : Diponegoro, t.th), hlm. 41.
[20] Abdullah Nashih Ulwan,Op.Cit., hlm. 84.
[21] Ibid., hlm. 85.
[22] Ibid., hlm. 86
[23] Ibid., hlm. 94-95.
[24] Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 88.
[25] Ibid., hlm. 88-89.
[26] Ibid., hlm. 93.
[27] Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam DalamKEluarga dan Sekolah, (Jakarta : CV. Ruhama, 1995), hlm. 82.
[28] Ibid., hlm.83.
[29] Asnelly Ilyas, Mendambakan Anak Sholeh, (Bandung : Mizan, 1998), hlm. 23.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar