STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Tampilkan postingan dengan label Bahasa Indonesia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bahasa Indonesia. Tampilkan semua postingan

Kamis, 09 April 2015

RAGAM DAN FUNGSI BAHASA

BAB I
PENDAHULUAN
  1. LATAR BELAKANG
Bahasa Indonesia pada waktu dulu sangat tidak divariasikan dalam pengucapan berbicaranya, dalam penyampaiannya pun kata-katanya hampir baku, tapi tidak semua warga Indonesia pada waktu itu berbicara dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Hanya orang-orang yang berpendidikanlah yang penggunaan bahasa Indonesianya baku, karena kita ketahui pada zaman dulu jarang orang-orang yang dapat bersekolah. Hanya orang yang mempunyai uanglah yang dapat bersekolah. Walaupun begitu, penggunaan bahasa Indonesia di zaman dulu lebih baik dari penggunaan bahasa Indonesia di zaman sekarang.
Bahasa Indonesia di zaman sekarang ini sudah banyak divariasikan dalam pengucapan berbicaranya. Dalam penyampaianpun kata-katanya sudah tidak baku lagi, hal ini disebabkan karena era globaliasi yang berkembang pesat di Indonesia, karena pengaruh-pengaruh budaya luar masuk ke Indonesia termasuk cara gaya berbicaranya, oleh karena itu, sekarang ini bahasa Indonesia yang baku sudah jarang dipakai lagi karena dampak globalisasi itu. Orang-orang berbicara dengan kata-kata yang baku hanya dipakai di kalangan lingkungan sekolah, atau jika sedang berlangsungnya rapat. Kejadian ini sungguh sangat ironi sekali karena seharusnya kita sebagai bangsa Indonesia membanggakan bahasa kita sendiri, tapi malah kita yang tidak berbicara dengan berbahasa Indonesia.
Jika kita tidak melestarikan tata cara berbicara bahasa Indonesia yang baik dan benar, maka bangsa kita ini akan terjajah oleh bangsa asing, karena apa yang dibicarakan dalam kehidupan sehari-haripun kita sudah tidak memakai bahasa Indonesia. Semua itu sama saja kita sudah terjajah oleh bahasa asing. Dampak lain yang tadi dikatakan bahasa Indonesia sudah tidak akan dipakai lagi mungkin akan hilang, dan bisa-bisa dampaknya akan berpengaruh kepada kebudayaan bangsa kita.

Sabtu, 20 April 2013

Teknik Penulisan Daftar Pustaka


Pada bagian akhir sebuah tulisan ilmiah sudah dibakukan tersajinya daftar acuan yang dipakai dalam menyusun naskah karangan. Daftar acuan merupakan daftar yang berisi buku, makalah, artikel, atau bahan lainnya yang dikutip, baik secara langsung maupun tidak langsung. Bahan-bahan yang dibaca, tetapi tidak dikutip tidak dicantumkan dalam daftar acuan, sedangkan  semua sumber yang dikutip secara langsung ataupun tidak langsung dalam teks harus dicantumkan dalam daftar pustaka.

Pada umumnya, unsur yang ditulis dalam daftar acuan secara berturut-turut meliputi (1) nama penulis ditulis dengan urutan: nama akhir, nama awal, dan nama tengah, tanpa gelar akademik, (2) tahun penerbitan, (3) judul, termasuk anak judul (subjudul), (4) kota tempat penerbitan, dan (5) nama penerbit, halaman  (volume dan nomor halaman untuk jurnal). Unsur-unsur tersebut dapat bervariasi bergantung jenis sumber pustakanya.

1.  Acuan dari Buku
a. Buku yang berisi satu karangan dan ditulis oleh  satu atau lebih dari satu orang
Penulisan acuan disusun sebagai berikut: Nama penulis ditulis di depan diikuti dengan tahun penerbitan. Judul buku dicetak miring, dengan huruf besar pada awal setiap kata, kecuali kata hubung. Edisi atau jilid/cetakan dalam kurung (jika ada). Tempat penerbitan dan nama penerbit dipisahkan dengan titik dua (:)

Contoh:
Faizal, S. 1992. Format-Format Penelitian Sosial: Dasar-Dasar dan Aplikasi. Jakarta: Rajawali 
          Press.

Frankle, R. T. & Owen, A. Y. 1978. Nutrition in the Community: The Art of  Delivering Services.
          Saint Louis: The C.V. Mosby Company.

Rifai, M. A. 2001. Pegangan Gaya Penulisan, Penyuntingan, dan Penerbitan Karya Ilmiah 
          Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Strunk, W. Jr. & White, E. B. 1979. The Elementry of  Style (3rd ed.). New York: Macmillan.

Tiro, M. A. 2000. Analisis Regresi dengan Data Kategori. Makassar: Makassar State University
          Press.

Sabtu, 09 Februari 2013

PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) DALAM PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan fakta dalam kehidupan siswa. CTL lebih menekankan pada rencana kegiatan kelas yang dirancang guru. Rencana kegiatan tersebut berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajari. Pembelajaran kontekstual lebih mementingkan strategi belajar bukan hasil belajar. Pembelajaran kontekstual mengharapkan siswa untuk memperoleh materi pelajaran meskipun sedikit tetapi mendalam bukan banyak tetapi dangkal.
Pembelajaran kontekstual mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Komponen dalam pembelajaran kontekstual adalah konstruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian yang sebenarnya. Apabila sebuah kelas menerapkan ketujuh komponen di atas dalam proses pembelajaran, maka kelas tersebut telah menggunakan model pembelajaran kontekstual. Penggunaan CTL dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di kelas dapat menarik perhatian siswa karena CTL memiliki berbagai komponen sehingga pembelajaran tidak membosankan. Menurut Suyanto (2003:1) CTL dapat membuat siswa terlibat dalam kegiatan yang bermakna yang diharapkan dapat membantu mereka mampu menghubungkan pengetahuan yang diperoleh di kelas dengan konteks situasi kehidupan nyata. Pembelajaran dengan peran serta lingkungan secara alami akan memantapkan pengetahuan yang dimiliki siswa. Belajar akan lebih bermanfaat dan bermakna jika seorang siswa mengalami apa yang dipelajarinya bukan hanya sekedar mengetahui. Belajar tidak hanya sekedar menghafal tetapi siswa harus dapat mengonstruksikan pengetahuan yang dimiliki dengan cara mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliki pada realita kehidupan sehari-hari. Dengan demikian pengembangan CTL dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia pada aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis baik dari segi berbahasa maupun bersastra akan membuat pembelajaran lebih bervariasi.

Kamis, 24 Januari 2013

Perkembangan Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi di negara kita, berasal dari Bahasa Melayu. Pada zaman dahulu, Bahasa Melayu telah berfungsi sebagai bahasa kesastraan, bahasa penghubung antar suku di Indonesia, bahasa perdagangan serta bahasa resmi kerajaan-kerajaan di nusantara. Prasasti-prasasti kuno yang menggunakan Bahasa Melayu juga telah banyak ditemukan di Indonesia, seperti Prasasti Kedukan Bukit, di Palembang tahun 683, Prasasti Talang Tuo di Palembang tahun 684, Prasasti Kota Kapur di Bangka Barat tahun 686, dan Prasasti Karang Brahi Bangko di Jambi tahun 688.
Usulan menggunakan Bahasa Melayu sebagai bahasa nasional berasal dari seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah di Indonesia bernama Muhammad Yamin. Dia berpendapat bahwa Bahasa Melayu adalah bahasa pergaulan dan persatuan di Indonesia. Beberapa faktor yang menyebabkan Bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa nasional oleh Bangsa Indonesia, yaitu Bahasa Melayu merupakan bahasa penghubung antar suku bangsa di seluruh Indonesia dan telah diterima dengan baik oleh semua suku bangsa di nusantara, Bahasa Melayu sangat mudah dipelajari, serta Bahasa Melayu mempunyai tutur kata dan bahasa yang halus sesuai dengan ciri khas bangsa kita yang santun dan sopan.
Bangsa Indonesia resmi mengakui Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan nasional Indonesia yaitu pada saat Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928, yaitu sesuai dengan bunyi ikrar sumpah pemuda ketiga yaitu “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa  persatuan, Bahasa Indonesia.”  Namun secara hukum Internasional, Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional Bangsa Indonesia baru diakui pada tanggal 18 Agustus 1945 atau setelah Kemerdekaan Indonesia.

Sabtu, 26 November 2011

Kata Imbuhan: Awalan, Akhiran, Sisipan, Imbuhan Gabung.

BAB I
PENDAHULUAN
Acapkali sebuah kata dasar atau bentuk dasar perlu diberi imbuhan untuk dapat digunakan didalam perturutan. Imbuhan ini dapat mengubah makna, jenis dan fungsi sebuah kata dasar atau bentuk dasar menjadi kata lain, yang fungsinya berbeda dengan kata dasar atau bentuk dasarnya.
Imbuhan mana yang harus digunakan tergantung pada keperluan penggunaannya didalam pertuturan. Untuk keperluan pertuturan itu sering pula sebuah kata dasar atau bentuk dasar yang sudah diberi imbuhan dibubuhi pula dengan imbuhan lain.

Imbuhan yang ada dalam bahasa Indonesia adalah :
1. Akhiran : -kan, -i, –nya, -in, -at, -is, -isme, -man, -wan, -ah, -us,-wi.
2. Awalan : ber-, per-, me-, di-, ter-, ke-, se-, dan pe-
3. Sisipan : -el, -em, dan –er
4. Imbuhan gabung : ber-kan, ber-an, per-kan, per-I, me-kan, me-I, memper-, memper-kan, memper-I, di-kan, di-I, diper-, diper-kan, diper-I, ter-kan, ter-I, ke-an, se-nya, pe-an, per-an
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai bagaimana cara menggunakan imbuhan tersebut.

Minggu, 06 November 2011

LAFAL BAHASA INDONESIA BAKU

Sebagai bahasa yang hidup, bahasa Indonesia telah dan akan terus mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan masyarakat pemakainya. Luasnya wilayah pemakaian bahasa Indonesia dan keanekaragaman penuturnya serta cepatnya perkembangan masyarakat telah mendorong berkembangnya berbagai ragam bahasa Indonesia dewasa ini. Kenyataan bahwa bahasa Indonesia digunakan oleh kelompok-kelompok masyarakat penutur yang berbeda latar belakangnya baik dari segi geografis maupun dari segi sosial menyebabkan munculnya berbagai ragam kedaerahan (ragam regional) dan sejumlah ragam sosial.
Salah satu jenis ragam sosial yang bertalian dengan pokok bahasan makalah ini adalah ragam bahasa Indonesia yang lazim digunakan oleh kelompok yang menganggap dirinya terpelajar. Ragam ini diperoleh melalui pendidikan formal di sekolah. Karena itu, ragam ini lazim juga disebut ragam bahasa (Indonesia) sekolah. Ragam ini juga disebut ragam (bahasa) tinggi. Dalam kaitan ini patut dicatat bahwa bahasa Melayu yang diikrarkan sebagai bahasa Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 tentulah ragam bahasa Melayu Tinggi pada waktu itu. Ragam bahasa kaum terpelajar itu biasanya dianggap sebagai tolok untuk pemakaian bahasa yang benar. Oleh karena itulah maka ragam bahasa sekolah itu disebut juga (ragam) bahasa baku (lihat Alwi et al. 1993). Mengingat ragam bahasa baku itu digunakan untuk keperluan berbagai bidang kehidupan yang penting, seperti penyelenggaraan negara dan pemerintahan, penyusunan undang-undang, persidangan di pengadilan, persidangan di DPR dan MPR, penyiaran berita melalui media elektronik dan media cetak, pidato di depan umum, dan, tentu saja, penyelenggaraan pendidikan, maka ragam bahasa baku cenderung dikaitkan dengan situasi pemakaian yang resmi. Dengan kata lain, penggunaan ragam baku menuntut penggunaan gaya bahasa yang formal.

Selasa, 11 Oktober 2011

Merencanakan Penulisan Karya Ilmiah

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sangat penting Peranan Bahasa Indonesia di dalam dunia Pendidikan dan dunia sehari-hari kita. Mengingat hal yang terjadi pada zaman sekarang banyak bagi mereka yang seolah-olah ingin melupakan bahasa Indonesia bahasa persatuan ataupun gengsi dan lain sebagai nya, karena kebanyakan bagi mereka lebih memilih bahasa internasional yang sedang tren saat ini yaitu English Language (Bahasa Inggris). Dan pula banyak dari mereka bagi mahasiswa yang belum mengetahui bagaimana cara membuat makalah / karya ilmiah yang sebenarnya (yang sempurna).
Sehingga dari latar belakang tersebut kami sebagai penulis untuk mendeskripsikan secara detail. Tentang bagaimana cara merencanakan penulisan karya ilmiah yang di ajarkan kepada mahasiswa STAIN Pamekasan pada khususnya. Mengingat salah satu kendala yang dihadapi oleh mahasiswa pembuatan karya ilmiah sebagai salah satu syarat penyelesaian

KALIMAT EFEKTIF

Pilihan Kata
Kata adalah satuan bebas terkecil sebagai pengungkap dan penerima gagasan. Kata menjadi unsur pembentuk kalimat. Karena itu, kualitas pilihan kata akan sangat menentukan keefektifan kalimat. Dengan kalimat yang efektif itu, gagasan yang diungkapkan penutur atau penulis sama dengan gagasan yang diterima oleh pendengar atau pembaca. Untuk memilih kata, dua kaidah dapat dipakai pegangan, yakni kaidah ketepatan dan kaidah kecocokan. Kaidah ketepatan di ukur dari kemampuan kata sebagai alat pengungkap dan penerima gagasan. Sedangkan kaidah kecocokan diukur dari kesesuaian kata dalam konteks penggunaannya.
Seorang penulis dapat menguasai pilihan kata dan memahiri diri dalam memilih kata dengan membiasakan diri melakukan hal-hal berikut : (1) mencermati dan melatih menggunakan kata-kata yang bersinonim, (2) menggunakan kata-kata secara cermat, dan (3) membiasakan diri menggunakan kata-kata secara konsisten.

Kesalahan Umum Berbahasa Indonesia

Dalam pemakaian bahasa Indonesia, termasuk bahasa Indonesia ragam ilmiah, sering dijumpai  penyimpangan dari kaidah yang berlaku sehingga mempengaruhi kejelasan pesan yang disampaikan.
Penyimpangan / kesalahan umum dalam berbahasa Indonesia dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
1.Hiperkorek
Hiperkorek adalah kesalahan berbahasa karena “membetulkan” bentuk yang sudah benar sehingga menjadi salah.
Contoh:
  • utang (betul) menjadi hutang (hiperkorek)
  • insaf (betul) menjadi insyaf (hiperkorek)
  • pihak (betul) menjadi fihak (hiperkorek)
  • jadwal (betul) menjadi jadual (hiperkorek)
  • asas (betul) menjadi azas (hiperkorek)

BAHASA SEBAGAI PUSAT KEBERADAAN MANUSIA

Berdasarkan kodrat kultural atau humanistisnya, bahasa merupakan pusat keberadaan atau kehadiran manusia. Konfucius percaya bahwa bahasa menjadi titik awal keberadaan dan kehidupan manusia (simak Laksana, 1995:203-206). Letak keberadaan dan kehidupan manusia ada di dalam bahasanya. Pada dasarnya, hal ini menjadi pangkal atau titik tolak pandangan-pandangan antropolinguistik atau sosiolinguistik, filsafat bahasa, fenomenologi, dan pascamodernisme. Antropolinguistik terutama yang dirintis, ditokohi, dan dikembangkan oleh Sapier dan Whorf percaya bahwa bahasa menggambarkan pandangan dunia atau pandangan hidup pemiliknya sebab bahasa dan pikiran manusia saling mele-kat [inklusif] (Dawud dan Sudha, 1993:13). Sosiolingustik, sebagaimana dikemukakan oleh Chaika (1982), berpandangan bahwa bahasa merupakan cermin masyarakat. Filsafat bahasa berpandangan bahwa seluk beluk kehidupan manusia dapat diketahui melalui ba-hasa karena bahasa merepresentasikan hakikat pengetahuan konseptual tentang manusia (Poedjosoedarmo, 1989:1). Sebagaimana tampak pada pandangan Heidegger, Gadamer, dan Ricoeur, secara tegas fenomenologi mempercayai bahwa bahasa menjadi pusat pe-mahaman manusia karena ada manusia di dalam bahasa (Poespoprodjo, 1987; Ricoeur, 1991). Secara lebih tegas dan radikal lagi, sebagaimana tampak pada pandangan Derrida, Foucoult, Lyotard, dan Baudrillard, pascamodenisme bahkan mengembalikan semua per-soalan keberadaan dan kehidupan manusia kepada bahasa sebab bahasa merupakan pusat kegiatan ada dan hidup manusia (simak Sugiharto, 1996:79-100).

FUNGSI BAHASA

1. Pengertian Bahasa
Menurut Gorys Keraf (1997 : 1), Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Mungkin ada yang keberatan dengan mengatakan bahwa bahasa bukan satu-satunya alat untuk mengadakan komunikasi. Mereka menunjukkan bahwa dua orang atau pihak yang mengadakan komunikasi dengan mempergunakan cara-cara tertentu yang telah disepakati bersama.  Lukisan-lukisan, asap api, bunyi gendang atau tong-tong dan sebagainya. Tetapi mereka itu harus mengakui pula bahwa bila dibandingkan dengan bahasa, semua alat komunikasi tadi mengandung banyak segi yang lemah.
 Bahasa memberikan kemungkinan yang jauh lebih luas dan kompleks daripada yang dapat diperoleh dengan mempergunakan media tadi. Bahasa haruslah merupakan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bukannya sembarang bunyi. Dan bunyi itu sendiri haruslah merupakan simbol atau perlambang.

Minggu, 02 Oktober 2011

SPRITE (Speed Reading technic) Sebagai Upaya Meningkatkan Kemapuan Membaca Cepat

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keterampilan berbahasa terdiri dari empat aspek yakni keterampilan mendengar, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis. Keempat aspek tersebut saling berhubungan satu dengan lainnya dan sama-sama penting untuk dikuasai. Pada keterampilan membaca tidak hanya kemampuan untuk mengenal huruf-huruf yang disusun menjadi kalimat atau kemampuan melafalkannya saja tetapi keterampilan membaca juga melatih kemampuan mental yang terarah sehingga sanggup menangkap dan memahami gagasan-gagasan yang tersirat.
Salah satu keterampilan membaca yaitu kemampuan membaca cepat perlu dilatihkan kepada setiap orang sejak dini. Seiring perkembangan zaman dan kemajuan teknologi. Penyebaran informasi semakin cepat baik dari media cetak maupun elektronik. Ada lebih dari 10 buah koran yang terbit setiap hari, seperti Republika, Kompas, Media Indonesia. Ada lebih dari 10 majalah yang terbit  setiap minggu/dua mingguan, seperti: Adil, Forum, Gatra, Tempo dan sebagainya. Ada berapa buku baru dan buku edisi revisi setiap tahun diterbitkan. Ada berapa artikel ilmiah yang berhubungan dari berbagai profesi ditulis setiap tahunnya. Ribuan data sekarang masuk dalam proses dijitasi ke dalam komputer (LMT Trasco:2008). Semua informasi dari berbagai media tersebut dapat diperoleh dengan mudah, tetapi tidak semua informasi juga bisa dibaca. Hal tersebut, terjadi karena keterbatasan waktu yang dimiliki dan kecepatan membaca pun rendah.
Berdasarkan pengamatan penulis di lapangan. Keterampilan membaca cepat jarang dilatihkan kepada anak usia sekolah karena keterbatasan waktu yang dimiliki guru untuk melatihkan keterampilan tersebut. Metode dan teknik membaca yang diterapkan untuk melatihkan keterampilan membaca cepat belum efektif dan terkesan monoton. Akibatnya, kemampuan membaca anak relatif rendah terutama dalam kecepatan membaca dan pemahaman bacaan. Selain itu, rendahnya minat baca juga menjadi faktor pendukung rendahnya tingkat kecepatan membaca. Dengan minat baca yang tinggi, motivasi membaca akan semakin tinggi sehingga dengan sendirinya tumbuh kebiasaan membaca dan kecepatan membaca semakin meningkat.
Menyikapi permasalahan tersebut perlu penerapan teknik baru yang efektif sebagai upaya dalam mengatasi masalah.  Teknik tersebut adalah SPRITE (Speed Reading Technic). Penerapan teknik tersebut cukup sederhana, mudah, dan praktis untuk melatih kecepatan membaca. Langkah-langkah SPRITE ada lima yaitu adanya motivasi membaca, latihan periferal (perluasan pandangan mata), latihan kecepatan gerakan mata, survei jenis bacaan, konsentrasi. SPRITE dapat diterapkan untuk anak usia sekolah menengah tetapi, tidak tertutup kemungkinan orang dewasa juga dapat menerapkan teknik tersebut.
Berdasarkan fenomena tersebut, penulis merasa tertarik mencari solusi upaya untuk meningkatkan kecepatan membaca dengan judul SPRITE Sebagai Upaya Meningkatkan Kemapuan Membaca Cepat”.

Kamis, 28 Juli 2011

Resume Bahasa Indonesia

Bab I
Penalaran

Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Penalaran merupakan proses berpikir yang sistematik untuk memperolch kesimpulan berupa pengetahuan. Penalaran sangat erat kaitannya dengan berpikir dan logika. Sadar atau tidak,dalam hidup ini kita selalu berpikir. Kegiatan berpikir yang dilakukan secara sadar, tersusun dalam hubungan yang saling berhubungan, dan bertujuan untuk menghasilkan suatu kesimpulan ini lah yang kita katakan sebagai proses bernalar. Penalaran dapat dibedakan sebagai penalaran induktif dan deduktif. Pada kesempatan kali ini, saya akan menjelaskan tentang penalaran induktif terlebih dulu.

Rabu, 20 Juli 2011

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN SISWA KELAS I SD DENGAN METODE MUELLER

Abstrak
Salah satu aspek pengajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar yang memegang peran penting adalah membaca, khususnya membaca permulaan. Pada sisi lain, pentingnya pengajaran membaca permulaan pada anak diberikan sejak usia dini ini juga bertolak dari kenyataan bahwa masih terdapat sebelas juta anak Indonesia dengan usia 7 – 8 tahun tercatat masih buta huruf (Infokito, 2007). Selain itu, menurut laporan program pembangunan 2005 PBB tentang daftar negara berdasarkan tingkat melek huruf, Indonesia masih berada pada peringkat 95 dari 175 negara. Pada sisi lain, berdasarkan hasil observasi awal diketahui bahwa kemampuan membaca permulaan siswa kelas I SDN Leminggir I rendah yang disebabkan oleh metode pembelajarannya yang kurang menarik bagi siswa. Berdasarkan kenyataan tersebut peneliti melakukan upaya perbaikan pembelajaran dengan menerapkan metode Mueller, yaitu metode pembelajaran membaca permulaan yang memanfaatkan benda-benda konkret yang berada di sekitar anak yang diwujudkan ke dalam kegiatan bermain. Dengan penerapan metode tersebut diharapkan dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan siswa kelas I SDN Leminggir I. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif berjenis penelitian tindakan kelas, hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan kemampuan membaca permulaan rata-rata sebesar 12,5%. Bahkan, kalau dikaitkan dengan SKM yang dipatok sekolah (85%), hasil evaluasi Silklus II menunjukan pencapaian ketuntasan belajar sampai 90%. Hal ini membuktikan bahwa metode Mueller cocok diterapkan dalam pembelajaran membaca permulaan pada siswa kelas I SDN Leminggir I

BAHASA INDONESIA DAN ERA GLOBALISASI

Sejarah mencatat bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu-Riau, salah satu bahasa daerah yang berada di wilayah Sumatera. Bahasa Melayu-Riau inilah yang diangkat oleh para pemuda pada “Konggres Pemoeda”, 28 Oktober 1928, di Solo, menjadi bahasa Indonesia. Pengangkatan dan penamaan bahasaMelayu-Riau menjadi bahasa Indonesia oleh para pemuda pada saat itu lebih “bersifat politis” daripada “bersifat linguistis”. Tujuannya ialah ingin mempersatukan para pemuda Indonesia, alih-alih disebut bangsa Indonesia. Ketika itu, yang mengikuti “Kongres Pemoeda” adalah wakil-wakil pemuda Indonesia dari Jong Jawa, Jong Sunda, Jong Batak, Jong Ambon, dan Jong Selebes. Jadi, secara linguistis, yang dinamakan bahasa Indonesia saat itu sebenarnya adalah bahasaMelayu. Ciri-ciri kebahasaannya tidak brbeda dengan bahasa Melayu. Namun, untuk mewujudkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, parapemuda Indonesia pada saat itu “secara politis” menyebutkan bahasa Melayu-iau menjadi bahasa Indonesia. Nama bahasa Indonesialah yang dianggap bisa memancarkan inspirasi dan semangat nasionalisme, bukan nama bahasa Melayu yang berbau kedaerahan.

Rabu, 08 Juni 2011

Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia

1. Sejarah Bahasa Indonesia
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang beruntung karena telah memiliki bahasa nasional, yaitu bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang mempunyai peranan sangat penting bagi bangsa Indonesia. Peranan itu dapat kita lihat dalam sejarah masa perjuangan dapat dilihat dalam Sumpah Pemuda (1928)dan undang-undang Dasar 1945 maupun pembanguan pada saat ini.
Bahasa Indonesia di gunakan sebagai bahasa persatuan,dan bahasa negara adalah berasal dari bahasa melayu. Bahasa melayu merupakan bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi antar suku dan antar daerah di seluruh wilayah nusantara. Selain itu bahasa melayu juga dikembangkan pemakaiannya oleh para pedagang dan para pelaut sebagai bahasa perhubungan dan komunikasi antar suku,pulau,budaya dan daerah. Oleh karena itu bahasa melayu telah menjadi lingua franca.

PEMAKAIAN TANDA BACA DALAM EYD

1. Tanda Titik (.)
  1. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya:
Ayahku tinggal di Solo.
Biarlah mereka duduk di sana.
Dia menanyakan siapa yang akan datang.
  1. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
Misalnya:
    1. III. Departemen Dalam Negeri
A. Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa
B. Direktorat Jenderal Agraria
1. ...
    1. 1. Patokan Umum
1.1 Isi Karangan
1.2 Ilustrasi
1.2.1 Gambar Tangan
1.2.2 Tabel
1.2.3 Grafik
Catatan:
Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau huruf.

Senin, 06 Juni 2011

PENULISAN KUTIPAN

1. Kutipan /Rujukan
Kutipan adalah Pinjaman kalimat atau pendapat dari seseorang, pengarang, atau ucapan seseorang yang terkenal, baik yang terdapat dalam buku-buku maupun majalah-majalah (Cipta pustaka, 2006 : 21).
Menurut Oksiana Jatiningsih, ada beberapa cara penulisan rujukan yaitu, footnote, backnote/innote/sidenote, dan endnote.
Footnote yaitu Tata cara penulisan rujukan yang kita posisikan dibagian bawah lembar yang mengandung kutipan. Footnote juga dapat berisi pendapat atau komentar penulis tentang sesuatu yang telah ditulisnya.
Cara footnote saat ini jarang digunakan karena dianggap kurang praktis. Cara yang saat ini yang lebih serina digunakan ialah backnote/innote/sidenote.Cara ini dilakukan dengan cara menuliskan nama penulis (nama belakang penulis, tahun, dan halaman) disamping bagian yang dikutip. Seperti halnya footnote dan endnote, jika nama pengarang tiga orang atau lebih (ada yang berpendapat empat), ditulis nama penulis pertama ditambah dengan kata dkk. Atau et al. Jika seorang penulis pada tahun yang sama menulis dua buah buku atau lebih dan kita kutip semuanya, maka dibelakang tahun ditulis abjad a, b dan seterusnya.

PENULISAN DAN PENGEMBANGAN PARAGRAF DALAM KARYA ILMIAH

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Pada umumnya para mahasiswa kurang memahami pengetahuan dalam menulis paragraf. Kelemahan seperti ini sering dijumpai pada karangan yang terdiri dari rangkaian paragraf baik dalam penulisan makalah, skripsi, ataupun tesis. Oleh karena itu, kami menyajikan makalah ini, agar para mahasiswa mampu mengembangkan penulisan paragraf secara baik dan benar dengan penggunaan kalimat efektif. Dan tidak terjadi kesalahan dalam penulisan karya ilmiah. Semoga makalah yang disajikan penyusun dapat membantu para pembaca.

Sabtu, 28 Mei 2011

P R O S A F I K S I Tentang Dasar-Dasar Prosa Fiksi


B A B I
PENGERTIAN DAN UNSUR

 PENGERTIAN

Prosa dalam pengertian kesastraan juga disebut Fiksi (fiction), teks naratif (narrative text) atau wacana naratif (narrative discource). Istilah fiksi dalam pengertian ini berarti cerita rekaan atau cerita khayalan.
Fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan dan sesama interaksinya dengan diri sendiri, serta interaksinya dengan Tuhan. Fiksi tidak sepenuhnya berupa khayalan. Membaca sebuah karya fiksi berarti menikmati cerita, menghibur diri untuk memperoleh kepuasan batin. Kebenaran dalam karya fiksi tidak harus sama dan memang tak perlu disamakan dengan kebenaran yang berlaku didunia nyata. Hal itu disebabkan dunia fiksi yang imajinatif dengan dunia nyata masing-masing memiliki sistem hukumnya sendiri. Dunia kesastraan terdapat suatu bentuk karya sastra yang mendasarkan diri pada fakta. Karya fiksi tersebut dikenal dengan sebutan fiksi nonfiksi (nonfiction fiction).