STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Selasa, 09 Agustus 2011

Kitab Al-`Itiqad fi Al-Iqtishâd

Imam Ghazali nama lengkapnya ialah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Al-Ghazali. Ia dilahirkan pada tahun 450 H, ada pendapat yang mengatakan dilahirkan tahun 451 H di Thâbirân, dan meninggal pada hari Senin 14 Jumadil Akhir 550 H. Selama hidupnya, Al-Ghazali telah mengabdikan dirinya untuk ilmu dan mencari kebenaran. Dan sebagai penghormatan atas sumbangsih pemikiranya dalam ilmu agama umat Islam memberi gelar hujjatul Islam.

Intelektualitas Al-Ghazali dikalangan umat Islam tidak diragukan lagi sehingga bejibun karya telah lahir dari tangannya. Di antaranya ialah, Ihyâ` `Ulûm Ad-Dîn, sebuah buku yang berusaha mempertemukan kekakuan fikih dengan kelembutan tasawuf. Dan dari karya ini Al-Ghazali kemudian menjadi lebih dikenal sebagai seorang tokoh sufi ketimbang seorang ahli hukum fikih.

Padahal masih banyak karya lain yang dikalangan pesantren kurang mendapat perhatian, seperti Al-Mustashfâ, Faishal At-Tafriqah, Mahk An-Nazhar, Al-Qisthash Al-Muastqîm, Mi’yâr Al-‘Ilm,Mukâsyafah Al-Qulûb, Tahâfut Al-Falâsifah, Al-`Iqtishâd fi Al-`Itiqâd, Al-Munqidz min Adh-Dhalâl dan lainnya. Buku yang terakhir disebut adalah karya pamungkas Al-Ghazali sebelum beliau wafat.

Pikiran-pikiran Al-Ghazali dalam bidang akidah jarang disentuh terutama oleh kalangan pesantren meskipun hal itu tertuang dalam kitab Ihyâ-nya. Tetapi lagi-lagi kurang mendapat perhatian maksimal dari mereka. Akibatnya, mereka kurang mengenal pandangan teologinya. Patut untuk dicatat bahwa dalam wilayah akidah Al-Ghazali telah salah satu buku sangat menarik yang mencoba merumuskan keyakinan-keyakinan Ahl As-Sunnah wal Al-Jamâ`ah. Kitab itu diberi nama Al-`Iqtishâd fi Al-`Itiqâd  (Pandangan Moderat dalam Berakidah).

Buku ini lahir sebagai respon teologis, pertama atas. kelompok Hasywiyyah. Dalam kaca mata Al-Ghazali pandangan teologi mereka telah mereduksi peran akal sehingga mereka memahami teks secara literal tanpa mau meggali kandungan makna lebih lanjut. Menurut Al-Ghazali hal ini disebabkan kelemahan akal dan pikiran mereka. Dan kedua, para filsuf dan pengikut Muktazilah, Al-Ghazali melihat bahwa mereka telah sewenang-wenang dalam menggunakan kemampuan akal sehingga berani menabrak ketentuan-ketentuan syara’ yang sudah ditetapkan secara pasti (qath’iy) [H. 8].

Karennya, menutur Al-Ghazali ketentuan-ketentuan akidah harus selalu mengedepankan moderatisme dan tetap berada di jalur yang benar [H. 8]. Artinya, peran syara' dan akal dalam persoalan akidah harus seimbang, tidak berat sebelah. Selanjutnya, Al-Ghazali mengumpamakan orang yang sudah merasa cukup dengan hanya berpegang pada petunjuk Al-Qur`an seperti orang yang memandang sinar matahari dengan mata terpejam. Jadi, dia tak ada bedanya dengan orang buta. Sebab akal dengan syara' ibarat cahaya di atas cahaya (nûr ‘alâ nûr) [H. 9].

Dalam buku ini terdapat empat pengantar dan empat bagian. Pengatar pertama menjelaskan bahwa memepelajari ilmu kalam itu sangat penting, Di dalam pengantar pertama ini, Al-Ghazali menegaskan bahwa tujuan dari ilmu ini ialah menghadirkan argumentasi-demonstratif atas eksistensi Allah, sifat dan perbuatan-Nya serta kebenaran Rasulullah Saw [H. 13].

Selajutnya pengantar kedua menegaskan meski mempelajari ilmu kalam sangat penting tetapi itu hanya untuk sebagian orang saja. [H. 14]. Pengantar ketiga merupakan penegasan dari pengatar kedua. Al-Ghazali menegaskan bahwa mendalami ilmu kalam merupakan kewajiban sosial (fardh kifâyah). Sebab, semua orang hanya wajib untuk membenarkan dan membersihkan hati dari keraguan dalam keberimanan. Sedang menghilangkan keraguan hanya menjadi kewajiban personal (fardh `ain) bagi orang yang tertimpa keraguan [H. 17].   

Terakhir adalah pengantar keempat. Dalam pengantar keempat Al-Ghazali memaparkan metodelogi yang dipakai dalam buku ini. Kata Al-Ghazali, ada tiga metode yang digunakan.

 Pertama, As-Sibr wa At-Taqsîm. Yaitu membatasi suatu persoalan dalam dua bagian kemudian salah satu dari bagian tersebut digugurkan. Misalnya, alam itu bisa temporer (hâdits) dan bisa eternal (qadîm) Tetapi mustahil alam itu eternal  Karenanya dapat dipastikan bahwa alam itu temporer [H. 18-19]

Kedua, menggunakan metode qiyas hamli. Contohnya, setiap sesuatu yang tidak terlepas dari hal-hal baru adalah baru (premis mayor), sedang alam tidak tidak terlepas dari hal-hal baru (premis minor), karenanya, alam itu baru (kesimpulan) [H. 19].

Ketiga, menetapkan kemustahilan klaim atau pendapat lawan dengan menjelaskan bahwa pendapatnya menyebabkan hukum ketidakmungkinan. Contohnya, jika pendapat lawan yang mengatakan bahwa beredarnya galaksi (daurât al-falak) tak mengalami keberakhiran adalah benar, maka benarlah orang yang mengatakan bahwa sesuatu yang tak memiliki keberakhiran itu telah selesai, padahal ini tidak mungkin. Dari sini bisa dikatakan bahwa pendapat lawan itu mustahil. Sebab, sesuatu yang mengakibatkan hukum ketidakmungkinan adalah mustahil. [H. 19-20].

Demikianlah empat pengantar yang telah dipaparkan oleh Al-Ghazali dalam buku ini sebagai pintu masuk ke dalam empat bagian yang ada di dalamnya. Bagian pertama sampai ketiga membahas seputar dzat, sifat dan perbuatan Tuhan [H. 25-145], sedang bagian yang keempat terdiri dari empat bab [H. 145-182].

Bab pertama, penetapan kenabian Muhammad Saw. Pada bab ini, Al-Ghazali merasa perlu untuk menegaskan dan membela kenabian Muhammad Saw. Pembelaan ini diarahakan untuk menolak pandangan tiga sekte yang menurutnya telah menolak untuk mengakui kenabian Muhammad Saw. Pertama, sekte `Aisawiyyah, mereka berpendapat bahwa Muhammad Saw hanyalah utusan yang diperuntukan bagi bangasa Arab saja. Kedua, kelompok Yahudi yang tak sudi mengakui kebenaran Muhammad Saw, bahkan tidak cukup di situ saja mereka juga menolak kenabian Isa as. Sebab, menurut mereka tidak ada nabi setelah nabi Musa as. Jadi, menurut Al-Ghazali, tidak hanya kenabian Muhammad yang perlu dibela tetapi juga kenabian Isa as. Ketiga, kelompok orang-orang memperbolehkan adanya hukum naskh tapi menginkari kemukjizatan Muhammad Saw yang tertera di dalam Al-Qur`an [H. 145, 148].        

Bab kedua, hal-hal yang terkait dengan akhirat yang diwartakan Rasulullah Saw, seperti, hari penggiringn seluruh makhluk di padang mahsyar, hari kebangkitan, siksa kubur, dan shirât, dan hari perhitungan setiap amal. Dalam menjelaskan hal-hal itu Al-Ghazali menggunakan dalil naqli dan aqli. 

Bab ketiga, imamah dan syarat-syaratnya. Di bab ini Al-Ghazali tampak agak sungkan untuk menjelaskan permasalahan imamah. Sebab bagi Al-Ghazali persoalan imamah bukan termasuk hal yang krusial (an-nazhar fi al-imâmah laisa min al-muhimmât), tetapi ia adalah sumber fanatisme. Karenanya, menurut Al-Ghazali persoalan imamah lebih baik dihindari [H. 166-167]. Akibatnya, Al-Ghazali hanya menjelaskan sedikit konsep imamah. Pertama, kewajiban mengangkat seorang kepala negara (imam), kedua, orang yang berhak untuk dijadikan kepala negara, ketiga, bagiamana pandangan (akidah) ahl as-sunnah wa al-jamâ`ah terhadap sahabat dan khulafâ` ar-râsyidûn. 

Bab keempat, menjelaskan batasan takfîr. Dalam bab ini Al-Ghazali menyatakan dengan tegas, bahwa menghalal darah dan harta orang yang masih menjalankan shalat menghadap ke ka’bah dan mengucapkan la ilaha illallah muhammad ar-rasûlullah adalah kesalahan besar. Dan kesalahan membiarkan orang kafir tetap hidup itu kebih ringan dari pada mengalirkan segelas darah orang muslim [H. 187].

Pernyataan Al-Ghazali di atas jelas sebagai peringatan kepada kita untuk tidak dengan mudah memberikan label kafir kepada orang yang kita anggap bersebrangan dengan kita. Sebab, hanya Allahlah yang paling mengetahui siapa yang kafir dan mukmin di antara kita. Sebagaimana yang ditegas dalam Al-Qur`an, Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui tentang orang yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui tentang orang-orang yang mendapat petunjuk [QS. Al-An`âm: 117].      


Tentang Buku     
Judul        : Al-`Iqtishad fi Al-I’tiqâd 
Pengarang    : Imam Al-Ghazali
Penerbit     : Dâr al-Fikr, Bairut-Libanon    
Cet./Tahun   : Pertama, 1997 M
Tebal        : 184 halaman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar