STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Selasa, 09 Agustus 2011

al-Imam asy-Syafii fi Madzhabaihi: al-Qadim wa al-Jadid

Dunia Islam selamanya tak akan mungkin melupakan sosok agung bernama Imam Syafii karena ia adalah sosok fenomenal sekaligus pendiri Madzhab Syafi'i. Bahkan sampai dikatakan, tak ada sejengkal tanah pun di muka bumi ini kecuali di situ ada ilmunya Imam Syafii (lam tujad buq’atun min wajh al-ardhi illa ‘ilmuhu).

Berkat kecerdesan dan kejeliannya, Imam Syafii berhasil menyusun ilmu ushul fiqh, yaitu pengetahuan tentang teori pengambilan hukum dalam Islam. Sehingga wajar jika Imam Syafii sering disebut-sebut sebagai al-mu`assis al-awwal (peletak pertama) ilmu ushul fiqh.
Madzhab Imam Syafi'i tersebar di seantero dunia Islam, dan di Indonesia menjadi Madzhab yang paling banyak diikuti. Bahkan buku-buku kalangan Madzhab Syafii menjadi pelajaran yang wajib di ajarkan di mayoritas pesantren Indonesia mulai dari tingkat dasar sampai tingkat tinggi.

Aura yang dipancarkan Imam Syafi'i yang begitu besar ini tentunya telah menarik banyak cendekiawan Muslim untuk menulis tentang dirinya, madzhab dan pengaruhnnya di dunia Islam. Akibatnya lahirlah seabreg karya yang membicarakan tentang Imam Syafi'i madzhabnya serta pengaruhnya di dunia Islam. Baik yang memuji maupun yang mengkritiknya seperti karya Abu Zahrah dan Nashr Hamid Abu Zaid (keduanya adalah intektual Mesir).

Tetapi sungguh ironis, hanya sedikit karya tentang Imam Syafii' yang ditulis oleh intektual Indonesia. Padahal negeri ini adalah pengikut dan pengagum berat Imam Syafi'i. Dari sedikit karya tersebut adalah ditulis oleh DR. KH. Ahmad Nahrawi Abdussalam dengan titel, al-Imam asy-Syafii fi Madzhabaihi: al-Qadim wa al-Jadid, salah satu intektual Muslim Indonesia lulusan Universitas Al-Azhar. Meskipun karyanya tentang Imam Syafi'i merupakan desertasi yang diajukan untuk memperoleh gelar doktor di Universitas Al-Azhar Kairo, tetapi hal ini cukup membanggakan di tengah-tengah kelesuan dunia intektual umat Islam Indonesia.

Begitu juga karena kajian tentang madzhab fikih bukanlah kajian yang mudah. Sebab, dibutuhkan kesabaran ekstra, waktu yang lama, kejelian dalam penelitian, pengetahuan yang baik tentang masa pertumbuhannya, kondisi yang melingkupinya, kehidupan sang pendiri madzhab, kecendrungan, metode yang digunakan untuk meng-instimbath-kan hukum, terlebih jika yang dikaji adalah madzhab besar yang sudah mapan dan memiliki dasar pemikiran atau kaidahnya sendiri, seperti Madzhab Syafi'i ini. Kesulitan ini benar-benar dirasakan oleh Nahrawi, sebagaimana yang ia uraikan dalam mukadimah-nya. (H. 11-12).  
 
Dalam pandangan saya pribadi, karya Nahrawi ini lebih bagus dan detail dibandingkan dengan buku yang ditulis Abu Zahra tentang Imam Syafi'i. Penilaian ini mungkin akan dipandang subyektif, tetapi jika kita membandingkan kedua buku tersebut kita akan melihat kejelian dan ketelitian Nahrawi dalam membahas Imam Syafi'i. Bahkan Profesor Abdul Ghani Abdul Khalik salah satu pembimbingnya mengakui bahwa karya Nahrawi ini adalah karya yang paling luas dan sempuran pada saat ini (H. 5).

Karya yang ditulis Nahrawi ini dibagi menjadi tiga bagian yang diistilahkan dengan al-bab dan satu penutup. Bagian pertama membahas tentang kehidupan Imam Syafi'i (hayatu asy-syafi'i) dari kelahiran sampai menjadi seorang mujtahid dan wafatnya. Bagian ini terdiri dari lima fashl (bab).

Dalam bagian ini Nahrawi membicarakan tentang pertumbuhan, pendidikan, bagaimana ia memulai kehidupannya sebagai pelajar teladan kemudian menjadi intelektual yang cerdas, ahli fiqh yang cakap, dan mufti yang berpengalaman, ahli debat yang handal, sastrawan pandai, penyair yang hebat, peletak dasar ilmu ushul fiqh, mujtahid terkenal yang banyak pengikutnya. Dengan kata lain, dalam bagian ini Nahrawi ingin menghadirkan Imam Syafii sebagai sosok teladan yang memiliki kepribadian baik dan sosok fenomenal karena pengaruhnya yang begitu kuat dalam dunia Islam.

Bagian kedua membicarakan tentang masa Imam Syafi'i. Bagian ini terdiri dari lima bab. Dalam bagian kedua, Nahrawi berusaha menjelaskan pelbagai kondisi pada saat itu, baik kondisi sosial, politik, kebudayaan, hukum, pandangan-pandangan teologis dan fiqh yang dominan pada saat itu serta sikap Imam Syafi'i terutama terhadap pandangan ahlul ra’yi dan ahlul hadits.

Bagian ketiga membicarakan tentang Madzhab Syafi'i. Bagian ini terdiri dari tiga bab. Dalam bagian ketiga ini yang dibicarakan adalah mengenai sumber-sumber hukum menurut Imam Syafi'i, yaitu al-Kitab, as-Sunnah, al-Ijma`, dan al-Qiyas. Begitu juga disebutkan dalam bagian ini bagaimana pandangan Imam Syafi'i tentang an-Nasikh wa al-Mansukh, al-Maslahah al-Mursalah, al-Istihsan, Qaul ash-Shahabah, Praktek Penduduk Madinah (‘Amalu Ahl al-Madinah). Semua ini didasarkan pada penjelasan Imam Syafi'i yang tertuang dalam kitab ar-Risalah-nya.

Selanjutnyanya membicarakan tentang Fiqh Syafi'i dan menganalisa dengan teliti beberapa pendapat Imam Syafi'i ketika menetap di Irak yang lebih dikenal dengan Qaul al-Qadim atau Madzhab asy-Syafi'i al-Qadîm, dan saat menetap di Mesir yang lebih dikenal dengan Qaul al-Jadid atau Madzhab asy-Syafii al-Jadîd.

Dalam konteks ini, Nahrawi juga menguraikan sikap Imam Syafi'i terhadap Qaul al-Qadim-nya, pandangan para pengikutnya terhadap Qaul tersebut, serta hukum mengamalkannya. Dan menyebutkan para pengikut Imam Syafi'i, mulai dari Imam Ahmad bin Hanbal yang kemudian mendirikan Madzhabnya sendiri sampai dengan Tajuddin as-Subki serta pengaruh mereka dalam menyebarkan mengembangkan dan menyebarkan Madzhab Syafi'i.

Dan untuk menyempurnakan isi bukunya, Nahrawi mejuga membicarakan tentang takhrij, tarjih, dan mujtahid dalam Madzhab Imam Syafi'i. Serta menyebutkan pengaruh Imam Syafi'i dan karya-karyanya, yaitu Musnad asy-Syafii, al-Hujjah, al-Mabsuth, dan al-Umm.

Dan sebagai penutupnya, Nahrawi tidak lupa memanjatkan puji syukur kepada Allah swt atas segala pertolongan, nikmat, dan taufik-Nya yang telah diberikan kepada dirinya. Dan semua yang dipaparkan dalam buku setebal 744 halamanan ini pada dasarnya menyingkap bahwa Imam Syafii adalah sosok fenomenal yang memiliki pengaruh yang luar biasa terhadap dunia Islam dan membeberkan kelebihan-kelebihannya.

Upaya Nahrawi untuk membahas secara detail tentang Imam Syafi'i patut diacungi jempol. Tetapi patut disayangkan dalam buku ini kita tidak menemukan kritik yang tajam. Meskipun demikian, setidaknya ia telah berhasil menyuguhkan sosok agung Imam Syafi'i, madzhab, serta pengaruhnya yang luar biasa terhadap dunia Islam.

Demikianlah, apa yang telah ditulis oleh salah seorang intektual Muslim Indonesia tentang Imam Syafi'i, dan semoga buku ini bisa menjadikan penyemangat intektual-intelektual yang lainnya untuk berkarya demi kemajuan pemikiran dunia Islam. Amin. []


Tentang Buku
Judul    : al-Imam asy-Syafii fi Madzhabaihi: al-Qadim wa al-Jadid
Penulis    : DR. KH. Ahmad Nahrawi Abdussalam
Cet.     : II
Tahun      : 1415 H / 1994
Penerbit: Diterbitkan oleh DR. Ahmad Nahrawi Abdusalam sendiri
Tebal   : 744 halaman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar