STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Selasa, 19 Juli 2011

BAHASA ARAB DAN PENDIDIKAN ISLAM

Bahasa Arab merupakan bahasa yang dipakai dalam Al-Qur’an dan Hadits. Banyak pula buku-buku agama dan penjelasannya menggunakan Bahasa Arab, sehingga dapat dikatakan bahasa tersebut merupakan bahasa umat Islam. Mendalami Bahasa Arab merupakan bagian dalam penguasaan ilmu agama, dan membiasakan memakai bahasa ini akan memperlancar kerja para pendakwah untuk menyampaikan ajaran-ajaran Alloh SWT. Bahasa Arab merupakan alat bedah yang paling utama dalam memahami ajaran Islam.

Menurut Ibnu Taimiyah pada edisi Indonesia (1993:69) menyebutkan bahwa dari segi agama, penguasaan Bahasa Arab termasuk wajib, sebab memahami arti Al-Qur’an dan hadits adalah wajib. Sesuatu yang tidak akan sempurna kecuali dengan memenuhi syarat terselenggaranya sesuatu tersebut, maka syarat itu menjadi wajib hukumnya, demikian hukum menetapkan.

Jadi menurutnya berdasarkan kaidah hukum Islam penguasaan terhadap Bahasa Arab adalah wajib. Artinya penguasaan terhadap Bahasa Arab adalah syarat mutlak dalam memahami Al-Qur’an, hadits, serta ilmu-ilmu agama Islam.

Jika kita kaitkan pentingnya penguasaan terhadap Bahasa Arab bagi anak didik dalam ruang lingkup Pendidikan Islam, maka pendidikan Bahasa Arab adalah sesuatu yang sangat urgent dalam mewujudkan manusia-manusia yang seutuhnya, dalam arti memiliki SDM, beriman dan bertakwa kepada Alloh SWT dan melakukan peran hidupnya untuk beribadah dan menjadi khalifah di muka bumi yang merupakan tujuan umum Pendidikan Islam.Sebagai sebuah proses yang berlangsung secara dinamis pendidikan Islam di Indonesia termasuk yang paling banyak menghadapi problematika.

Sebagaimana sistem pendidikan secara umum, sistem pendidikan Islam pun mengandung berbagai komponen yang satu sama lain berkaitan. Komponen pendidikan tersebut meliputi landasan, tujuan, kurikulum, kompetensi guru, metodologi pembelajaran, sarana dan prasarana, evaluasi, dan sebagainya. Jika berbagai komponen tersebut berjalan tanpa konsep yang matang, maka mutu pendidikan Islam akan kurang menggembirakan.

Selain demikian, diantara problematikanya adalah fakta tentang rendahnya mutu kemampuan BTQ (Baca Tulis Al-Qur'an) dan bahasa Arab pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Terutama dalam aspek pembelajaran yang merupakan kunci pertama dalam mewujudkan tujuan pendidikan tersebut. Dan hal ini berarti berkaitan erat dengan proses belajar mengajar. Masalah pendidikan Islam di negeri kita memerlukan solusi yang sangat jitu dalam penanggulangannya yang dilakukan secara efektif dan efisien ditengah-tengah kemajuan iptek dan globalisasi.

Landasan pendidikan Islam adalah Al-Qur’an dan as-Sunnah, karena keduanya adalah sumber dari segala sumber hukum dalam kehidupan manusia. Akan tetapi dalam kenyataan proses pendidikan Islam belumlah benar-benar berdiri di atas landasannya. Menurut Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA. (2007:2) bahwa hal ini sebagai akibat belum adanya pakar dan sarjana yang secara khusus mendalami pemahaman Al-Qur’an dan Al-Sunnah dalam perspektif pendidikan Islam.

Tentunya jika kembali kepada pendapat Ibnu Taimiyah, maka kemampuan khusus dalam memahami Al-Qur’an dan Al-Sunnah dalam perspektif apapun termasuk Pendidikan Islam harus ditunjang oleh generasi yang menguasai Bahasa Arab. Akan tetapi sejauh manakah para anak didik menguasai Bahasa Arab? Kenyataan yang terjadi adalah memprihatinkan.

Sekali lagi, di antara yang paling memprihatinkan dan menjadi sorotan keseharian adalah kemampuan baca-tulis Al-Qur’an yang terasa sangat lemah di kalangan anak didik, juga pemahaman atas Bahasa Arab yang merupakan bahasa Al-Qur’an, Al-Hadits, dan kutub al-Islaamiyyah yang lain, terutama karya-karya klasik para ulama di segala bidang meski cukup banyak yang telah diterjemahkan.

Pada kenyataannya banyak anak didik banyak yang berbicara tentang Islam tetapi dalam hal tulis baca dan pemahaman terhadap Al-Qur’an, hadits dan dasar-dasar Bahasa Arab sangat lemah. Dasar-dasar Bahasa Arab yang cukup berorientasi pada kemampuan berbahasa baik dalam sisi mendengar, menulis, membaca, dan bercakap-cakap sangatlah lemah, justru kalaupun ada kemauan yang lebih terlihat adalah keinginan mempelajari bahasa ‘aamiyyah karena ada orientasi pekerjaan atau bisnis sedangkan bahasa Fush-ha’ yang merupakan bahasa Al-Qur’an dan Hadits seolah dikesampingkan.

Karena sedemikian penting Bahasa Arab dalam mendukung tercapainya tujuan pendidikan Islam, maka dibutuhkan langkah yang tepat dari pendidik/guru Bahasa Arab untuk menanamkan kemampuan Bahasa Arab yang optimal dalam kegiatan belajar siswa dalam proses belajar mengajar di dalam kelas, sehingga mereka memiliki prestasi yang memuaskan.

Proses belajar mengajar adalah fenomena yang kompleks. Guru harus dapat menyertakan segala kaitan, interaksi, dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar. Juga seorang guru harus memiliki keterampilan penyampaian materi ajar, di samping strategi yang dibutuhkan siswa untuk dapat bertanggung jawab atas apa yang mereka pelajari.

Hal yang masih diteliti lebih lanjut adalah metode dan pendekatan apa yang paling tepat diterapkan di era globalisasi sekarang ini mengingat tantangan yang dihadapi siswa dalam belajar semakin kompleks. Berdasarkan Undang- undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, kunci utama dalam memajukan pendidikan adalah peran guru. Dalam melaksanakan proses pembelajaran, guru dituntut untuk memiliki berbagai keterampilan pengajaran. Menurut Ruseffendi (1991 : 40) bahwa : "Salah satu kemampuan yang harus dimiliki guru adalah mampu mendemonstrasikan dan menerapkan macam- macam metode dan teknik mengajar dalam bidang studi yang diajarkan". Metode dan teknik pembelajaran yang harus diterapkan adalah metode dan teknik yang benar- benar memerhatikan aspek- aspek internal dan aspek- aspek eksternal yang menunjukkan prestasi belajar siswa.

Berkaitan dengan aspek internal siswa, maka metode dan teknik pembelajaran yang perlu diterapkan adalah pembelajaran yang memanfaatkan indera sebanyak mungkin dan membuat seluruh tubuh/ pikiran terlibat dalam proses pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari kenyataan yang ada, bahwa pembelajaran di sekolah-sekolah umumnya masih bersifat monoton. Keahlian otak yang biasanya berkaitan dengan hal- hal yang bersifat monoton harus diseimbangkan dengan gerakan fisik yang biasanya berkaitan dengan aktivitas dan keterampilan, karena hal ini dapat menghindarkan siswa dari rasa kejenuhan dalam belajar.
Seorang guru sebagai aspek eksternal harus mampu memerhatikan aspek-aspek internal yang memengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar. Berkenaan dengan hal ini, Ruseffendi (1991 : 17-18) menyatakan "guru yang modern adalah orang yang mengayomi proses belajar anak. la menempatkan anak-anak pada pusat kegiatan belajar, membantu mendorong anak- anak untuk belajar".

Pembelajaran  Bahasa Arab di lapangan pada umumnya masih bersifat monoton. Kebanyakan, guru memberikan pelajaran berupa konsep-konsep atau hapalan saja tanpa melibatkan secara fisik, sehingga kebanyakan siswa merasa jenuh dalam belajar. Meier (2003 : 92) mengatakan bahwa pendekatan "duduk manis, jangan bergerak, dan tutup mulut" dalam pembelajaran saat ini masih dijadikan pendekatan baku di banyak sekolah.Guru memberikan materi pembelajaran berupa konsep/ hapalan saja tanpa memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengontruksi pengetahuannya dan melakukan aktivitas secara fisik sesuai dengan kebutuhan dan situasi yang kongkret, sehingga menyebabkan aktivitas intelektual dan penggunaan semua indera dalam kegiatan pembelajaran saat ini menjadi terhambat. Suatu pembelajaran akan berlangsung optimal apabila aktivitas intelektual dan semua alat indera digabungkan dalam suatu peristiwa pembelajaran.

Salah satu interaksi yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran adalah perbedaan modalitas
yang dimiliki oleh siswa, karena pada dasarnya manusia dianugerahi tiga modalitas, yaitu modalitas visual, auditorial, dan kinestetik. "Guru harus bisa menyentuh ketiga modalitas tersebut, karena setiap siswa hanya memiliki satu kecenderungan dari modalitas belajar tersebut" (DePorter, et.al, 2001: 85) yang berperan sebagai saringan untuk pembelajaran, pemrosesan, dan komunikasi. Sebagaimana   halnya   seorang   guru   memunyai kecenderungan modalitas, guru juga memiliki kecenderungan modalitas mengajar yang biasanya sama dengan  gaya  belajarnya.

Jika  seorang  guru  merupakan seorang yang cenderung visual, maka guru tersebut cenderung menjadi pengajar yang visual pula. Hal tersebut terjadi secara otomatis dan alamiah.
Akan tetapi, tidak demikian dengan siswa. Sebagian siswa mungkin memiliki modalitas belajar yang sama dengan guru tersebut, tetapi mungkin banyak yang tidak. Bagi mereka yang modalitasnya tidak sama dengan guru tersebut, kemungkinan tidak akan dapat menangkap semua bahan yang diajarkan atau mendapatkan tantangan lebih besar dalam memelajari bahan pelajaran. Meskipun cara belajar dan mengajar seorang guru  mencerminkan   kecenderungan   modalitasnya,   namun   semakin   banyak modalitas yang dilibatkan secara bersamaan, maka proses pembelajaran akan semakin hidup, berarti, dan melekat.

Melalui forum ini mudah-mudahan muncul ide segar, khususnya bagi penulis.. Terimakasih.

DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata, MA. (2007). Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta : Kencana
DePorter, Reardon, Nourie. (2001). Quantum Teaching Mempraktikan Quantum
Learning Di Ruang-Ruang Kelas. Bandung : Kaifa.
Ibnu Taimiyah. (1993). Edisi Indonesia: Tidak Meniru Golongan Kafir.
Solo : CV. Pustaka Mantiq
Meier, D. (2003). The Accelerated Learning Hand Book Panduan Kreatif dan Efektif
Merancang Program Pendidikan dan Pelatihan. Bandung : Kaifa.
Ruseffendi,    E. T. (1991). Pengantar Membantu Guru Mengembangkan Kompetensi
dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar