Pengawasan  sekolah itu penting karena merupakan mata rantai terakhir dan kunci  dari proses manajemen. Kunci penting dari proses manajemen sekolah yaitu  nilai fungsi pengawasan sekolah terletak terutama pada hubungannya  terhadap perencanaan dan kegiatan-kegiatan yang didelegasikan (Robbins  1997). Holmes (t. th.) menyatakan bahwa ‘School  Inspection is an extremely useful guide for all teachers facing an  Ofsted inspection. It answers many important questions about preparation  for inspection, the logistics of inspection itself and what is expected  of schools and teachers after the event’.
Pengawasan  dapat diartikan sebagai proses kegiatan monitoring untuk meyakinkan  bahwa semua kegiatan organisasi terlaksana seperti yang direncanakan dan  sekaligus juga merupakan kegiatan untuk mengoreksi dan memperbaiki bila  ditemukan adanya penyimpangan yang akan mengganggu pencapaian tujuan  (Robbins 1997). Pengawasan juga merupakan fungsi manajemen yang  diperlukan untuk mengevaluasi kinerja organisasi atau unit-unit dalam  suatu organisasi guna menetapkan kemajuan sesuai dengan arah yang  dikehendaki (Wagner dan Hollenbeck dalam Mantja 2001). 
Oleh karena itu mudah dipahami bahwa pengawasan pendidikan adalah fungsi  manajemen pendidikan yang harus diaktualisasikan, seperti halnya fungsi  manajemen lainnya (Mantja 2001). Berdasarkan konsep tersebut, maka  proses perencanaan yang mendahului kegiatan pengawasan harus dikerjakan  terlebih dahulu. Perencanaan yang dimaksudkan mencakup perencanaan:  pengorganisasian, wadah, struktur, fungsi dan mekanisme, sehingga  perencanaan dan pengawasan memiliki standard dan tujuan yang jelas.
Dalam  proses pendidikan, pengawasan atau supervisi merupakan bagian tidak  terpisahkan dalam upaya peningkatan prestasi belajar dan mutu sekolah.  Sahertian (2000:19) menegaskan bahwa pengawasan atau supervisi  pendidikan tidak lain dari usaha memberikan layanan kepada stakeholder  pendidikan, terutama kepada guru-guru, baik secara individu maupun  secara kelompok dalam usaha memperbaiki kualitas proses dan hasil  pembelajaran. Burhanuddin (1990:284) memperjelas hakikat pengawasan  pendidikan pada hakikat substansinya. Substansi hakikat pengawasan yang  dimaksud menunjuk pada segenap upaya bantuan supervisor kepada  stakeholder pendidikan terutama guru yang ditujukan pada  perbaikan-perbaikan dan pembinaan aspek pembelajaran. Bantuan yang  diberikan kepada guru harus berdasarkan penelitian atau pengamatan yang  cermat dan penilaian yang objektif serta mendalam dengan acuan  perencanan program pembelajaran yang telah dibuat. Proses bantuan yang  diorientasikan pada upaya peningkatan kualitas proses dan hasil belajar  itu penting, sehingga bantuan yang diberikan benar-benar tepat sasaran.  Jadi bantuan yang diberikan itu harus mampu memperbaiki dan  mengembangkan situasi belajar mengajar. 
Pengawas  satuan pendidikan/sekolah adalah pejabat fungsional yang berkedudukan  sebagai pelaksana teknis untuk melakukan pengawasan pendidikan terhadap  sejumlah sekolah tertentu yang ditunjuk/ditetapkan dalam upaya  meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar/bimbingan untuk mencapai  tujuan pendidikan (Pandong, A. 2003). Dalam satu kabupaten/kota,  pengawas sekolah dikoordinasikan dan dipimpin oleh seorang koordinator  pengawas (Korwas) sekolah/ satuan pendidikan (Muid, 2003). 
Aktivitas  pengawas sekolah selanjutnya adalah menilai dan membina penyelenggaraan  pendidikan pada sejumlah satuan pendidikan/sekolah tertentu baik negeri  maupun swasta yang menjadi tanggung jawabnya. Penilaian itu dilakukan  untuk penentuan derajat kualitas berdasarkan kriteria (tolak ukur) yang  ditetapkan terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Sedangkan  kegiatan pembinaan dilakukan dalam bentuk memberikan arahan, saran dan  bimbingan (Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik  Indonesia Nomor 020/U/1998 tanggal 6 Februari 1998). 
Dengan  menyadari pentingnya upaya peningkatan mutu dan efektifitas sekolah  dapat (dan memang tepat) dilakukan melalui pengawasan. Atas dasar itu  maka kegiatan pengawasan harus difokuskan pada perilaku dan perkembangan  siswa sebagai bagian penting dari: kurikulum/mata pelajaran, organisasi  sekolah, kualitas belajar mengajar, penilaian/evaluasi, sistem  pencatatan, kebutuhan khusus, administrasi dan manajemen, bimbingan dan  konseling, peran dan tanggung jawab orang tua dan masyarakat (Law dan  Glover 2000). Lebih lanjut Ofsted (2005) menyatakan bahwa fokus  pengawasan sekolah meliputi: (1) standard dan prestasi yang diraih  siswa, (2) kualitas layanan siswa di sekolah (efektifitas belajar  mengajar, kualitas program kegiatan sekolah dalam memenuhi kebutuhan dan  minat siswa, kualitas bimbingan siswa), serta (3) kepemimpinan dan  manajemen sekolah.
Dari uraian di atas dapat dimaknai bahwa kepengawasan merupakan kegiatan atau  tindakan pengawasan dari seseorang yang diberi tugas, tanggung jawab  dan wewenang melakukan pembinaan dan penilaian terhadap orang dan atau  lembaga yang dibinanya. Seseorang yang diberi tugas tersebut disebut  pengawas atau supervisor. Dalam bidang kependidikan dinamakan pengawas  sekolah atau pengawas satuan pendidikan. Pengawasan perlu dilakukan  dengan tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan secara  berkesinambungan pada sekolah yang diawasinya. 
Indikator  peningkatan mutu pendidikan di sekolah dilihat pada setiap komponen  pendidikan antara lain: mutu lulusan, kualitas guru, kepala sekolah,  staf sekolah (Tenaga Administrasi, Laboran dan Teknisi, Tenaga  Perpustakaan), proses pembelajaran, sarana dan prasarana, pengelolaan  sekolah, implementasi kurikulum, sistem penilaian dan komponen-lainnya.  Ini berarti melalui pengawasan harus terlihat dampaknya terhadap kinerja  sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikannya. Itulah sebabnya  kehadiran pengawas sekolah harus menjadi bagian integral dalam  peningkatan mutu pendidikan, agar bersama guru, kepala sekolah dan staf  sekolah lainnya berkolaborasi membina dan mengembangkan mutu pendidikan  di sekolah yang bersangkutan seoptimal mungkin sesuai dengan standar  yang telah ditetapkan. 
Kiprah  supervisor menjadi bagian integral dalam peningkatan mutu pendidikan  di sekolah yang dimaksud dapat dijelaskan dalam visualisasi Gambar 1  tentang Hakikat Pengawasan. Dari visualisasi Gambar 1. tersebut tampak  bahwa hakikat pengawasan memiliki empat dimensi: (1) Support, (2) Trust, (3) Challenge, dan (4) Networking and Collaboration. Keempat dimensi hakikat pengawasan itu masing-masing dijelaskan berikut ini.

Gambar 1. Hakikat Pengawasan diadopsi dari Ofsted, 2003
- Dimensi pertama dari hakikat pengawasan yaitu dimensi Support. Dimensi ini menunjuk pada hakikat kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh supervisor itu harus mampu mendukung (support kepada) pihak sekolah untuk mengevaluasi diri kondisi existing-nya. Oleh karena itu, supervisor bersama pihak sekolah dapat melakukan analisis kekuatan, kelemahan dan potensi serta peluang sekolahnya untuk mendukung peningkatan dan pengembangan mutu pendidikan pada sekolah di masa yang akan datang.
 - Dimensi kedua dari hakikat pengawasan yaitu dimensi Trust. Dimensi ini menunjuk pada hakikat kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh supervisor itu harus mampu membina kepercayaan (trust) stakeholder pendidikan dengan penggambaran profil dinamika sekolah masa depan yang lebih baik dan lebih menjanjikan.
 - Dimensi ketiga dari hakikat pengawasan yaitu dimensi Challenge. Dimensi ini menunjuk pada hakikat kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh supervisor itu harus mampu memberikan tantangan (challenge) pengembangan sekolah kepada stakeholder pendidikan di sekolah. Tantangan ini harus dibuat serealistik mungkin agar dapat dan mampu dicapai oleh pihak sekolah, berdasarkan pada situasi dan kondisi sekolah pada sat ini. Dengan demikian stakeholder tertantang untuk bekerjasama secara kolaboratif dalam rangka pengembangan mutu sekolah.
 - Dimensi keempat dari hakikat pengawasan yaitu dimensi Networking and Collaboration. Dimensi ini menunjuk pada hakikat kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh supervisor itu harus mampu mengembangkan jejaring dan berkolaborasi antar stakeholder pendidikan dalam rangka meningkatkan produktivitas, efektivitas dan efisiensi pendidikan di sekolah.
 
Fokus  dari keempat dimensi hakikat pengawasan itu dirumuskan dalam tiga  aktivitas utama pengawasan yaitu: negosiasi, kolaborasi dan networking. Negosiasi dilakukan oleh supervisor terhadap stakeholder  pendidikan dengan fokus pada substansi apa yang dapat dan perlu  dikembangkan atau ditingkatkan serta bagaimana cara meningkatkannya.  Kolaborasi merupakan inti kegiatan supervisi yang harus selalu diadakan  kegiatan bersama dengan pihak stakeholder pendidikan di sekolah  binaannya. Hal ini penting karena muara untuk terjadinya peningkatan  mutu pendidikan ada pada pihak sekolah. Networking  merupakan inti hakikat kegiatan supervisi yang prospektif untuk dikembangkan terutama pada era globalisasi dan cybernet  teknologi seperti sekarang ini. Jejaring kerjasama dapat dilakukan baik  secara horisontal maupun vertikal. Jejaring kerjasama secara horisontal  dilakukan dengan sesama sekolah sejenis untuk saling bertukar informasi  dan sharing pengalaman pengembangan mutu sekolah, misalnya  melalui MKP, MKKS, MGBS, MGMP. Jejaring kerjasama secara vertikal  dilakukan baik dengan sekolah pada aras dibawahnya sebagai pemasok siswa  barunya, maupun dengan sekolah pada jenjang pendidikan di atasnya  sebagai lembaga yang akan menerima para siswa lulusannya. 
Berdasarkan  ketentuan yang berlaku saat ini pengawas sekolah atau pengawas satuan  pendidikan adalah tenaga kependidikan profesional yang diberi tugas,  tanggung jawab, dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwewenang  untuk melakukan pembinaan dan pengawasan pendidikan di sekolah baik  pengawasan dalam bidang akademik (teknis pendidikan) maupun bidang  manajerial (pengelolaan sekolah). Jabatan pengawas adalah jabatan  fungsional bukan jabatan struktural sehingga untuk menyandang predikat  sebagai pengawas harus sudah berstatus tenaga pendidik/guru dan atau  kepala sekolah/wakil kepala sekolah, setidak-tidaknya pernah menjadi  guru. 
Berdasarkan  rumusan di atas maka kepengawasan adalah aktivitas profesional pengawas  dalam rangka membantu sekolah binaannya melalui penilaian dan pembinaan  yang terencana dan berkesinambungan. Pembinaan diawali dengan  mengidentifikasi dan mengenali kelemahan sekolah binaannya, menganalisis  kekuatan/potensi dan prospek pengembangan sekolah sebagai bahan untuk  menyusun program pengembangan mutu dan kinerja sekolah binaannya. Untuk  itu maka pengawas harus mendampingi pelaksanaan dan pengembangan  program-program inovasi sekolah. Ada tiga langkah yang harus ditempuh  pengawas dalam menyusun program kerja pengawas agar dapat membantu  sekolah mengembangkan program inovasi sekolah. Ketiga langkah tersebut  adalah : 
- Menetapkan standar/kriteria pengukuran performansi sekolah (berdasarkan evaluasi diri dari sekolah).
 - Membandingkan hasil tampilan performansi itu dengan ukuran dan kriteria/benchmark yang telah direncanakan, guna menyusun program pengembangan sekolah.
 - Melakukan tindakan pengawasan yang berupa pembinaan/pendampingan untuk memperbaiki implementasi program pengembangan sekolah.
 - Dalam melaksanakan kepengawasan, ada sejumlah prinsip yang dapat dilaksanakan pengawas agar kegiatan kepengawasan berjalan efektif.
 
Prinsip-prinsip tersebut antara lain:
- Trust, artinya kegiatan pengawasan dilaksanakan dalam pola hubungan kepercayaan antara pihak sekolah dengan pihak pengawas sekolah sehingga hasil pengawasannya dapat dipercaya
 - Realistic, artinya kegiatan pengawasan dan pembinaannya dilaksanakan berdasarkan data eksisting sekolah,
 - Utility, artinya proses dan hasil pengawasan harus bermuara pada manfaat bagi sekolah untuk mengembangkan mutu dan kinerja sekolah binaannya,
 - Supporting, Networking dan Collaborating, artinya seluruh aktivitas pengawasan pada hakikatnya merupakan dukungan terhadap upaya sekolah menggalang jejaring kerja sama secara kolaboratif dengan seluruh stakeholder,
 - Testable, artinya hasil pengawasan harus mampu menggambarkan kondisi kebenaran objektif dan siap diuji ulang atau dikonfirmasi pihak manapun.
 
Prinsip-prinsip  di atas digunakan pengawas dalam rangka melaksanakan tugas pokoknya  sebagai seorang pengawas/ supervisor pendidikan pada sekolah yang  dibinanya. Dengan demikian kehadiran pengawas di sekolah bukan untuk  mencari kesalahan sebagai dasar untuk memberi hukuman akan tetapi harus  menjadi mitra sekolah dalam membina dan mengembangkan mutu pendidikan  di sekolah sehingga secara bertahap kinerja sekolah semakin meningkat  menuju tercapainya sekolah yang efektif.
Prinsip-prinsip  kepengawasan itu harus dilaksanakan dengan tetap memperhatikan kode  etik pengawas satuan pendidikan. Kode etik yang dimaksud minimal berisi  sembilan hal berikut ini. 
- Dalam melaksanakan tugasnya, pengawas satuan pendidikan senantiasa berlandaskan Iman dan Taqwa serta mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
 - Pengawas satuan pendidikan senantiasa merasa bangga dalam mengemban tugas sebagai pengawas.
 - Pengawas satuan pendidikan memiliki pengabdian yang tinggi dalam menekuni tugas pokok dan fungsinya sebagai pengawas.
 - Pengawas satuan pendidikan bekerja dengan penuh rasa tanggungjawab dalam melaksanakan tugas profesinya sebagai pengawas.
 - Pengawas satuan pendidikan menjaga citra dan nama baik profesi pengawas.
 - Pengawas satuan pendidikan menjunjung tinggi disiplin dan etos kerja dalam melaksanakan tugas profresional pengawas.
 - Pengawas satuan pendidikan mampu menampilkan keberadaan dirinya sebagai supervisor profesional dan tokoh yang diteladani.
 - Pengawas satuan pendidikan sigap dan terampil dalam menanggapi dan membantu pemecahan masalah-masalah yang dihadapi stakeholder sekolah binaannya
 - Pengawas satuan pendidikan memiliki rasa kesetiakawanan sosial yang tinggi, baik terhadap stakeholder sekolah binaannya maupun terhadap koleganya.
 

Tidak ada komentar:
Posting Komentar