STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Selasa, 05 Juli 2011

IBADAH SHAUM DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN

Kita menjalankan shaum secara penuh di bulan suci Ramadhan selama satu bulan, dan melaksanakannya bukan karena motivasi lain kecuali semata-mata karena iman dan ingin memperoleh ridha Allah swt., maka insya Allah, Allah swt akan mengampuni segala dosa-dosa yang telah dikerjakan pada masa lalu. Rasulullah saw bersabda,”Barangsiapa menjalankan shaum di bulan Ramadhan dan menjalankannya semata-mata karena beriman dan ingin memperoleh imbalan pahala dari Allah swt, maka Allah mengampuni semua dosa-dosa yang telah dilakukannya”. (HR. Imam Al Bukhari dan Muslim, Ahmad ibn Hanbal, Ibnu Majah dari Abu Hurairah ra.). Untuk semua itu, semoga Allah swt menerima amal ibadah shaum kita semua, mengembalikan kita semua ke fithrah asli kejadian kita, dan Dia menjadikan kita semua sebagai orang yang berbahagia baik di dunia maupun di akhirat kelak. Untuk menyempurnakan kebahagiaan ini sudah selayaknya diantara sesama manusia untuk saling memaafkan satu sama lain, baik lahir maupun bathin atas segala kekhilapan dan kesalahan serta kekeliruan yang disengaja maupun tidak disengaja. Shaum merupakan proses penggemblengan diri menuju pribadi yang berjiwa, berpikiran dan bertindak secara Islami yang tidak memisahkan antara agama dengan kehidupan. Orang yang sedang melaksanakan shaum tingkat keikhlasan menjalankan shaumnya sangat tinggi karena kecil kemungkinan seseorang berlapar-lapar shaum hanya ingin dipuji oleh manusia bukan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Untuk itu, shaum adalah penghapus kesalahan, seperti dalam hadits sahih Rasulullah saw. bersabda,”Dari shalat ke shalat, dari Jumat ke Jumat lagi, dari umrah ke umrah yang lain, dari satu Ramadhan ke Ramadhan yang lain adalah kafarat (dapat menghapuskan dosa-dosa) selama bukan termasuk dosa besar.” (HR. Muslim).
Ramadhan adalah Bulan Tarbiyah
Ramadhan adalah bulan tarbiyah, pendidikan, atau latihan bagi jiwa dalam menghadapi berbagai permasalahan sehingga siap melaksanakan berbagai kegiatan. Pada bulan ini biasanya manusia melipat gandakan amal dan ibadatnya. Tarbiyah selama sebulan penuh seharusnya diikuti pada bulan-bulan berikutnya dengan berbagai amal saleh. Ramadhan menjadi training centre untuk berlatih memperbaiki diri agar menjadi insan yang bertakwa. Untuk itu diperlukan persiapan dan latihan selama bulan Ramadhan. Rasulullah saw. memberikan pembelajaran kepada kita agar diberikan kekuatan dan kemampuan agar dapat melakukan berbagai amal saleh. Ramadhan mendidik manusia menjadi Rabbani, bukan hanya menjadi Ramadhani, yaitu manusia yang senantiasa mendekatkan diri kepada Allah swt. selama hidupnya tidak hanya pada bulan Ramadhan saja. Ramadhan memerlukan kesiapan diri untuk berjuang dan bertarung melawan hawa nafsu dan syetan serta menyiapkan diri mendapatkan keridhaan Allah swt.
Sejatinya setelah kita menjalankan shaum sebulan penuh di bulan Ramadhan akan mendapatkan hari kemenangan setelah bertarung melawan hawa nafsu. Shiyam atau shaum yang kita laksanakan selama bulan Ramadhan ini pada hakekatnya bukan hanya sekedar menahan lapar, dahaga dan dorongan pemenuhan kebutuhan seksual di siang hari semata-mata. Perjuangan yang paling berat adalah berperang melawan dorongan hawa nafsu yang selalu cenderung untuk menyuruh kepada hal-hal yang buruk atau jahat. Firman Allah swt. dalam QS Yusuf ayat 53,”Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Dorongan hawa nafsu yang muqoddimahnya adalah tuntutan pemenuhan kebutuhan perut dan syahwat apabila diikuti tanpa kendali akan menjerumuskan manusia ke dalam perilaku yang nista. Diantara contohnya adalah perilaku serakah, mengambil sesuatu yang bukan menjadi haknya, atau perbuatan-perbuatan lain yang dilarang oleh syari’at Islam dan/atau bertentangan dengan norma-norma serta aturan-aturan perundangan yang berlaku. Bila kita perhatikan secara seksama, perbuatan-perbuatan seperti itu pada hakekatnya adalah mengikuti dorongan-dorongan nafsu dan bujukan syetan yang harus diperangi, bukan hanya di bulan suci Ramadhan tetapi harus diperangi setiap saat dalam kehidupan kita. Upaya untuk melatih diri dalam melawan dorongan hawa nafsu ini dilakukan dengan menjalankan shaum selama bulan Ramadhan. Pada bulan Ramadhan umat Islam dilatih untuk mengendalikan diri atau menahan diri dari memenuhi kebutuhan hawa nafsu meskipun hal semacam itu pada waktu-waktu lain halal dilakukan. Contohnya adalah makan, minum, dan bergaul intim suami isteri yang sah menurut syariat Islam pada waktu siang hari. Pengendalian diri ini untuk membebaskan diri dari penghambaan kepada hawa nafsu. Itulah yang disebut dengan jihadunnafs atau jihad melawan hawa nafsu, seperti firman Allah dalam QS. Al Ankabuut ayat 69,”Dan barangsiapa berjihad untuk mencari keridhaan Kami, sungguh akan Kami tunjukan kepadanya jalan-jalan Kami dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat kebaikan.” Shaum merupakan fondasi dasar dalam pembentukan semangat atau mental izzatun nafs (berjiwa besar) yang diperlukan untuk tetap berdirinya dengan tegak Islam di muka bumi ini. Kaum muslimin seharusnya mampu menjawab tantangan jaman yang sedang berkembang pesat ini yang cenderung lebih memperturutkan hawa nafsu materialistis dan kurang memperhatikan nilai-nilai spiritual untuk mendekatkan diri kepada Allah swt.
Alhamdulillah shaum Ramadhan yang pada hakekatnya merupakan latihan dan/atau ikhtiar men-charge kembali (charging) kemampuan melawan hawa nafsu ini sedang/sudah kita laksanakan sebulan penuh. Kita bersyukur karena akan dan telah memenangkan peperangan melawan hawa nafsu ini sehingga kita nantinya dapat kembali kepada fitrah asli yaitu cenderung selalu taat kepada aturan dan hukum-hukum Allah swt. Dengan kemenangan ini diharapkan ketakwaan kita meningkat, sehingga dalam menjalani kehidupan pada hari-hari selanjutnya kita akan mampu menahan dorongan nafsu dan bujuk rayu syetan yang mengarah pada perbuatan-perbuatan yang tidak dibenarkan baik oleh syari’at Islam maupun oleh hukum-hukum positif.
Ibadah shaum pada hakekatnya merupakan suatu proses pendidikan, yakni upaya yang secara sengaja dilakukan untuk mengubah perilaku setiap Muslim, sehingga menjadi orang yang meningkat ketakwaannya. Shaum telah mendidik setiap muslim untuk mengubah perilakunya ke arah yang lebih baik sehingga menjadi manusia yang bertakwa. Melalui ibadah shaum kita sebagai manusia yang memiliki nafsu dan cenderung ingin selalu mengikuti hawa nafsu dilatih untuk berubah menjadi manusia yang selalu berperilaku sesuai dengan fithrah aslinya. Fithrah asli manusia adalah cenderung taat dan mengikuti perintah dan aturan Allah swt. Melalui proses pendidikan yang terkandung dalam ibadah shaum diharapkan setiap muslim menjadi manusia yang kehadirannya di manapun dalam masyarakat yang bersifat plural ini dapat memberi manfaat kepada sesama.
Ketakwaan sebagai tujuan akhir dari menjalankan ibadah shaum mengandung implikasi pada proses pendidikan yaitu menyucikan diri, mengendalikan sikap dan perilaku untuk senantiasa beribadah sehingga membentuk kepribadian muslim. Pribadi muslim yang memiliki fikiran yang bersih dan suci untuk senantiasa mengkaji semua ciptaan Allah swt. sehingga kita mensyukuri nikmat dari Allah swt. yang telah diberikan kepada kita. Dengan fikiran yang bersih dan suci ini dapat mengembangkan kecerdasan kita, cerdas dalam berpikir, bersikap, dan berprilaku sehingga apa yang dilakukannya senantiasa memilki nilai positif dan tidak merugikan atau mengganggu hak-hak orang lain.
Shaum pun memberikan pendidikan agar terbentuknya akhlakul karimah seperti keikhlasan dalam menjalankan semua peribadatan shaum, kejujuran untuk tidak melanggar aturan atau hukum shaum yang telah ditentukan meskipun tidak ada orang yang memperhatikannya, kepedulian kepada orang lain terutama kaum dhuafa atau fakir miskin. Dengan berakhlakul karimah ini akan dapat mengembangkan potensi pengetahuan, sikap, dam keterampilan yang ada pada dirinya sehingga menjadi muslim yang bermanfaat bagi dirinya, keluarga dan masyarakat. Potensi pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dimiliki sebagai hasil dari shaum ini diantara untuk meningkatnya produktifitas hidup. Shaum bulan Ramadhan memberikan pendidikan agar senantiasa menjaga produktiftas hidup sehingga terus berkembang tidak menurun atau melemah karena alasan lapar atau dahaga.  Dalam sejarah banyak peristiwa yang menunjukkan justeru pada bulan Ramadhan itu dengan diraihnya prestasi yang gemilang. Misalnya penaklukan Kota Mekah pada tahun ke 8 Hijriah, Perang Tabuk pada tahun ke 9 Hijriah, Penaklukan Andalusia pada taun ke 92 Hijriah, dan yang fenomenal adalah Perang Badar.
Pada tanggal 17 Ramadhan tahun ke 2 Hijriah Rasulullah saw. bersama para sahabat berhasil memenangkan perjuangan dalam upaya menegakkan Islam di muka bumi ini, yaitu berhasil memenangkan Perang Badar yang sangat berat. Padahal pada saat perang itu Rasulullah saw. hanya bersama 313 orang sahabat dari kaum Muhajirin dan Anshar. Jumlah pasukan yang sedikit dan dengan perlengkapan perang yang minim ini harus berhadapan dengan pasukan bangsa Quraisy yang berjumlah tiga kali lipat sekitar 1000 orang dan dengan peralatan perang yang lengkap. Perbedaan jumlah pasukan dan perlengkapan perang ini ternyata tidak menjadikan halangan bagi Rasulullah saw. dan para sahabat untuk memenangkan perang itu dengan sukses. Kemenangan ini terjadi diantaranya karena perjuangan itu dilakukan penuh dengan semangat dan jiwa jihad serta tidak menurunkan produktivitasnya sebagai prajurit yang saat itu sedang shaum Ramadhan. Rasulullah saw. berhasil menanamkan ruh jihad pada para sahabat pada bulan Ramadhan yang penuh berkah. Kemenangan ini menjadi semangat dakwah bagi kaum muslimin untuk selalu berani, taat, dan bersungguh-sungguh dalam kebaikan dan kebenaran. Pasca perang Badar ini pun Rasulullah saw tetap memperhatikan pendidikan dengan membebaskan tawanan perang Badar tersebut, namun sebelumnya mereka harus mengajarkan baca tulis kepada penduduk Madinah. Perang Badar di dalam Al Quran disebut dengan yaumal furqon (hari pemisah haq dan bathil) yaitu dengan bertemunya dua pasukan di medan perang sebagaimana tercantum dalam QS. Al Anfaal ayat 41,”… Jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqon, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah berkuasa atas segala sesuatu.” Berdasarkan ayat ini pula para ulama sepakat bahwa Al Quran diturunkan pada tanggal 17 Ramadhan. Dari perjuangan dan kemenangan dalam berbagai peperangan termasuk perang Badar ini memberikan pendidikan bahwa shaum tidak menurunkan semangat berjuang atau produktifitas kerja. Malahan sebalikya mampu menjadikan dorongan untuk selalu berjuang atau berjihad memberikan hasil yang terbaik dengan landasan semangat keislaman.
Aktivitas Rasulullah saw. dan para sahabat pada bulan Ramadhan tetap semangat berdakwah ke berbagai tempat menyampaikan risalah Islam, mengajak kepada yang ma’ruf dan mencegah pada yang munkar. Ma’ruf adalah perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah swt. Sedangkan munkar adalah perbuatan yang menjauhkan kita dari Allah swt. Ramadahan adalah bulan untuk lebih mengakrabkan diri dengan Al Quran dengan membaca, mengkaji dan memahami serta mengamalkan isi kandungan yang ada di dalamnya. Untuk itu Sebagai orang yang berkecimpung dalam bidang pendidikan sudah sepatutnya kita renungkan QS. Ali Imran ayat 110,”Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan bagi manusia, kalian menyuruh kemakrufan dan mencegah kemunkaran, serta beriman kepada Allah swt.” Di dalam QS Ali Imran ayat 4,”Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” Ayat ini mengandung arti bahwa hendaknya ada sebagian umat manusia mengajak kepada kebaikan, memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah yang munkar sesuai dengan kemauannya.
Islam mengajarkan kepada kita bukan hanya ajaran-ajaran yang khusus diperuntukan bagi umat Islam saja, tetapi juga mengajarkan berbagai ajaran tentang nilai-nilai yang bersifat universal. Diantara ajaran-ajaran Islam yang mempuyai nilai universal adalah ajaran yang menekankan pentingnya setiap muslim agar dia memberi manfaat kepada orang lain. Dalam ajaran Islam, salah satu indikator keunggulan kualitas seseorang adalah seberapa besar dia mampu memberi manfaat kepada orang lain. Artinya semakin besar seorang mampu memberi manfaat kepada orang lain, maka makin baik atau makin unggul pula kualitas keberagamaannya. Rasulullah saw. bersabda,”Sebaik-baik manusia (muslim) adalah yang paling (banyak) memberi manfaat kepada manusia”. Di dalam Al Quran surat An Nahl ayat 97, Allah swt berfirman,”Barangsiapa berbuat kebaikan dari laki-laki ataupun perempuan dan dia mukmin niscaya Kami akan menghidupkannya dengan kehidupan yang baik dan Kami memberi balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan.”
Shaum dan Kesehatan
Berdasarkan berbagai penelitian ilmiah terhadap organ tubuh manusia ditemukan bahwa puasa adalah aktivitas yang harus dilakukan oleh tubuh manusia sehingga ia bisa terus melakukan aktivitasnya lainnya dengan baik. Puasa benar-benar sangat penting dan dibutuhkan bagi kesehatan tubuh manusia sebagaimana manusia membutuhkan makan, minum, atau bernafas. Jika manusia tidak bisa makan, minum, atau bernafas selama jangka waktu tertentu maka ia akan sakit, maka tubuh manusia pun akan mengalami gangguan jika ia tidak berpuasa. Pentingnya puasa yang rata-rata selama 14 jam dalam sehari bagi tubuh karena bisa membantu badan dalam membuang sel-sel yang sudah lemah dan rusak, hormon atau pun zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh. Sel-sel atau hormon yang rusak dan dibuang itu lalu digantikan dengan membangun kembali sel-sel baru. Rasa lapar dari orang yang berpuasa bisa menggerakkan organ-organ di dalam tubuh untuk mengganti dan memperbaharui sel-sel yang lemah atau rusak itu dengan sel-sel yang baru yang bisa beraktivitas dan berfungsi kembali. puasa pun bermanfaat mengendalikan badan dari kelebihan karbohidrat, kelebihan lemak, kelebihan gula dalam darah dan zat-zat berbahaya lainnya. Keadaan ini menunjukkan bahwa sebenarnya puasa tidak menyebabkan orang menjadi lemah dan lesu. Namun puasa yang bermanfaat untuk kesehatan badan itu syaratnya dilakukan selama satu bulan berturut-turut dalam setahun yaitu pada bulan Ramadhan. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Nasa’i dari sahabat Abu Umamah,”Wahai Rasulullah, perintahkanlah kepadaku satu amalan yang Allah akan memberikan manfaat-Nya kepadaku dengan sebab amalan itu”. Maka Rasulullah saw. bersabda, “Berpuasalah, sebab tidak ada satu amalan pun yang setara dengan puasa”.
Puasa bukan hanya aktivitas biologis atau badan semata namun juga pengalaman ruhani yang sangat luar biasa. Puasa bermanfaat membersihkan badan dan menjernihan fikiran dengan ide-ide baru dan menghilangkan fikiran-fikiran yang buruk, dan menjadikan jiwa yang bersih, suci dan tenang. Puasa dapat menghilangkan emosi negatif seperti iri, dengki, bohong, ghibah, dan emosi negatif lainnya. Emosi negatif ini akan hilang dengan sendirinya ketika berpuasa sehingga badan menjadi nyaman dan mengesankan.
Shaum, Ilmu Pengetahuan atau Sains dan Teknologi
Agar setiap muslim dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada umat manusia dan dia juga dapat berbuat kebaikan, maka setiap muslim harus mempunyai bekal. Bekal itu seharusnya diberikan melalui pendidikan, karena diantara misi utama pendidikan nasional kita adalah meningkatkan kemampuan. Pada taraf yang lebih tinggi kemampuan itu terkait dengan penguasaan ilmu pengetahuan atau sains dan teknologi yang juga menjadi salah satu misi utama pendidikan kita. Atas dasar itu dalam perspektif ajaran Islam pendidikan terjadi dengan upaya menjadikan manusia, khususnya muslim, bukan hanya mampu mandiri atau tidak menjadi beban bagi orang lain bahkan dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi umat manusia. Bukankah dengan kemampuan dalam penguasaan sains dan teknologi seorang muslim berpeluang lebih besar untuk dapat memberi manfaat kepada orang lain? Dengan kemampuan dan/atau penguasaan sains dan teknologi yang dipilih melalui pendidikan selain bermanfaat bagi dirinya sendiri sehingga dia menjadi individu yang mandiri juga dapat memberi manfaat kepada orang lain. Pendidikan pada dasarnya bukan hak saja melainkan merupakan kebutuhan asasi manusia, karena pendidikan itulah yang menjadi jalan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Ilmu ini yang akan menuntun manusia dalam menjalani kehidupannya agar tidak tersesat ke dalam kehidupan yang melanggar hukum-hukum Allah swt. Untuk itulah dalam Islam menuntut ilmu itu diwajibkan sejak manusia dalam buaian ibu hingga meninggal dunia. Menuntut ilmu itu akan mendekatkan diri kepada Allah swt. Ilmu itu untuk menemukan kebenaran yang hakiki dan pemilik ilmu itu menempati tempat yang tinggi dan mulia.
Perkembangan ilmu, sain dan teknologi di dunia saat ini berkembang sangat pesat. Namun perkembangan sains dan teknologi ini cenderung hanya tertuju pada kemajuan materi saja dengan mengikuti hawa nafsunya tanpa memperhatikan nilai-nilai spiritual. Jika ilmu salah dipahami dan diamalkan maka akan mengaburkan batasan antara yang haq dan bathil. Dengan kemampuan akalnya manusia mudah memutar balikan segalanya sehingga tidak jelasnya garis pemisah antara yang haq dan yang bathil, yang haram dan yang halal. Hal ini terjadi bukan karena manusia itu tidak punya akal, malahan sebaliknya mereka mempunyai intelegensi yang tinggi. Namun mereka tidak menggunakan akalnya di jalan yang diridhai oleh Allah swt.
Hadits Rasulullah saw. yang diriwayatkan dari Ath Thabrani mengatakan,”Perumpamaan orang yang belajar ilmu, kemudian tidak menyeberluaskan dan tidak mengajarkannnya bagaikan orang yang menyimpan perbendaharaan harta yang luar biasa, tetapi tidak diinfakan.” Hadits Rasulullah saw. lain masih riwayat Ath Thabrani adalah,”Perumpamaan orang yang mengajar kebaikan kepada orang lain, dan melupakan dirinya bagaikan lampu bersumbu yang memberikan penerangan orang banyak, tetapi membakar dirinya sendiri.” Di dalam perumpamaan dari Rasulullah saw. tersebut terdapat ancaman keras bagi orang-orang yang berilmu, namun tidak mengamalkan ilmunya. Abu Daud berkata,”Celaka sekali orang yang tidak berilmu dan celaka seribu kali orang yang berilmu, tetapi tidak mengamalkan.” Sedangkan At Tusturi berkata,”Manusia seluruhnya celaka kecuali ulama. Ulamanya tetap celaka, kecuali ulama yang mengamalkan ilmunya.” Selanjutnya dia berkata,”Dunia itu kebodohan dan kebathilan belaka, kecuali ilmu. Ilmu menjadi bumerang baginya kecuali ilmu yang diamalkan. Amal itu sirna/sia-sia kecuali dengan ikhlas. Dan ikhlas pun dalam bahaya hingga seseorang menemui kesudahan yang baik dengannya (dengan ikhlas).” Sedangkan, perumpamaan manusia dalam menerima ilmu seperti yang diungkapkan dalam sabda Rasulullah saw., bahwa sesungguhnya perumpamaan sekolah berupa ilmu dan hidayah yang Allah swt. mengutus aku untuk mengemban ini bagaikan hujan yang jatuh dari bumi/tanah. Adakalanya tanah itu subur dan bisa menerima air. Bisa tumbuh dari air tanah itu rumput dan tanaman yang banyak. Adakalanya berupa tanah kering yang dapat menahan air. Air yang tertahan itu kemudian diberikan manfaat oleh Allah swt. yang menjadi mata air. Dari sumber air itu, mereka minum, mengairi, dan menanam. Adakalanya hujan menimpa tanah gersang padang pasir yang tidak bisa menahan air, tidak pula bisa menumbuhkan rerumputan. Itu adalah perumpamaan orang paham akan agama Allah swt. dan mengambil manfaat dari sesuatu. Allah swt. mengutus aku untuk pengembangannya. Dia lalu berilmu dan mengamalkan juga orang yang enggan menyebut risalah sama sekali.
Sains yang dalam kosakata Bahasa Arab dikenal dengan kata ilmu atau al ‘ilm merupakan sesuatu yang sangat didorong untuk dikuasai oleh umat Islam. Demikian juga penguasaan terhadap teknologi yang juga tercakup dalam pengertian tersebut, karena sesungguhnya teknologi itu sendiri adalah aplikasi dari ilmu dan pengembangannya pun didasarkan atas teori dan konsep-konsep sains. Dalam pemahaman kita semua, salah satu ciri yang menonjol yang membedakan antara ajaran agama Islam dan agama-agama lain adalah kepedulian agama Islam terhadap ilmu. Al Quran dan As sunnah sangat mendorong umat Islam untuk mencari ilmu. Kata-kata ‘ilm dan tashrif-nya atau perubahan kata yang diturunan dari kata dasar ‘ilm, baik yang berbentuk kata benda (kalimat isim) maupun kata kerja (kalimat fi’il) tersebut dalam Al Quran sebanyak 780 kali. Sebagai contoh dapat dikutipkan disini, misalnya dalam surat Al‘alaq ayat 4 dan 5, yang merupakan wahyu pertama yang diturunkan oleh Allah swt. kepada Nabi Muhammad saw., terdapat tashrif dari kata ‘ilm, yaitu dalam ayat,”Dia yang mengajarkan manusia dengan pena. Ia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Dalam pendidikan Islam, sains dan teknologi itu sudah terdapat dalam Al Quran tinggal digali, dikaji, dan diterapkan. Bahkan banyak surat dalam Al Quran berisikan ajakan untuk menguasai ilmu pengetahuan seperti QS. Az Zumar, QS. Al Muzadalah, dan sebagainya. Lembaga pendidikan Islam bukan hanya tempat pengembangan sumber daya manusia bidang keagamaan saja tetapi juga harus menjadi tempat pengembangan sains dan teknologi sehingga memiliki daya saing tinggi. Untuk itu peserta didik dan gurunya memerlukan kecerdasan dalam agama, sains dan teknologi.
Dalam surat Az Zumar  ayat 9 Allah swt. bahkan memberi dorongan kepada umat Islam untuk berilmu dan memiliki kemampuan nalar yang tinggi. Ini dinyatakan dalam Al Quran dengan ungkapan kalimat tanya,”Katakanlah, adakah sama orang-orang yang mengetahui (berilmu) dengan orang-orang yang tidak mengetahui (tidak berilmu). Sesungguhnya yang dapat menerima pelajaran hanyalah orang-orang yang berakal.” Demikian pula dalam surat Al Mujadalah ayat 11 dijelaskan,”Allah swt. mengangkat derajat orang-orang yang beriman diantara kamu sekalian dan orang-orang yang berilmu. Dan Allah swt. Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Dalam surat Al Ankabut ayat 43 Allah swt. menggambarkan bahwa perumpamaan-perumpamaan yang dibuat oleh Allah swt. hanya bisa dipahami oleh orang-orang yang berlmu,”Dan perumpamaan-perumpamaan itu kami jadikan untuk manusia dan tidak yang memahaminya melainkan orang-orang yang berilmu.”
Pada surat Al Fathir ayat 28 Allah swt. menjelaskan bahwa hanya orang yang berilmulah yang takut kepada Allah swt.,”Dan demikian (juga) diantara manusia binatang melata dan binatang ternak, beraneka ragam. Hanya sesungguhnya yang takut kepada Allah swt. diantara hamba-hamba-Nya adalah orang-orang yang berilmu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” Pada surat Al Baqarah ayat 269, Allah swt. menerangkan tentang orang yang dianugerahi kebijakan,”Allah swt. memberikan hikmah (kemampuan memahami dan mendalami kebenaran ajaran Allah swt.) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang diberi hikmah, maka sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran melainkan orang-orang yang berakal.”
Di dalam Al Quran itu sendiri bahkan terdapat 750 ayat yang berkaitan dengan fenomena atau gejala-gejala alam yang menuntut untuk disingkap dan dipikirkan. Ini dapat dipandang sebagai tantangan kepada umat Islam untuk mengembangkan sains dan teknologi. Tantangan-tantangan itu juga dinyatakan oleh Allah swt. dalam surat Ar Rahman ayat 33,”Hai  jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus penjuru langit dan bumi maka lintasilah. Kalian tidak akan mampu melakukannya kecuali dengan kekuatan (ilmu).”
Selain ayat-ayat Al Quran sebagaimana dicontohkan di atas, terdapat pula sejumlah hadits yang sangat menekankan pentingnya setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan untuk menggali ilmu yang dalam perspektif dewasa ini substansinya adalah sains dan teknolgi. Kita tentunya mengetahui tentang hadits-hadits tersebut dan diantara sekian banyak hadits itu contoh-contohnya adalah,”Mencari ilmu itu adalah suatu kewajiban bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan.” Demikian pula dalam hadits lain Rasulullah saw. bersabda,”Barangsiapa menyusuri jalan dalam usahanya agar dia menguasai ilmu maka Allah swt. akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” Ada pula perintah yang diberikan oleh Rasulullah saw. kepada umat Islam melalui para sahabat untuk mencari ilmu meskipun mereka harus pergi ke negeri Cina, yang pada masa itu dianggap sangat jauh dan untuk melakukannya hampir dapat dikatakan sebagai suatu misi yang tidak mungkin. Ini hanya untuk menunjukkan betapa pentingnya mencai ilmu bagi setiap Muslim betapapun sulit untuk mendapatkannya. Pertanyaan yang muncul sehubungan dengan pencarian ilmu ini adalah tentang jenis ilmu itu sendiri, yaitu jenis ilmu apa yang sepatutnya dicari oleh umat Islam.
Imam Al Ghazali, sebagai salah seorang pemikir Islam yang membuat taksonomi ilmu pengetahuan, di dalam kitabnya yang sangat terkenal Ihyaa ‘Ulumuddien membuat kategori besar ilmu berdasarkan kadar kewajiban untuk menuntutnya menjadi dua macam yaitu fardhu ‘ain dan fardhu kifayah. Fardhu ‘ain atau kewajiban individual adalah ilmu-ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap orang Islam. Misalnya mempelajari ilmu-ilmu yang berkaitan dengan pelaksanaan kewajiban syariat Islam yang setiap orang wajib melaksanakannya, seperti mempelajari konsep atau hukum Islam, mempelajari Ulumul Quran dan tahfizh Al Quran, Ulumul hadits, mempelajari tata cara peribadatan, seperti wudhu, shalat, dan sebagainya. Fardhu kifayah atau kewajiban kolektif yaitu ilmu-ilmu yang dibutuhkan oleh masyarakat Islam. Jika ada seorang muslim menuntut ilmu yang termasuk fardhu kifayah ini, maka kebutuhan muslim yang lainnya telah dipenuhi dan tidak akan berdosa jika tidak menuntut ilmu tersebut. Artinya, bila tidak ada sama sekali diantara umat Islam yang menguasai berbagi cabang sains dan teknologi maka seluruh umat Islam akan menanggung dosanya. Misalnya kewajiban menuntut ilmu, sains, teknologi atau ilmu-ilmu terapannya seperti kedokteran, pertanian, perdagangan, penerbangan, industry, kimia, dan sebagainya. Dengan dikuasainya ilmu pengetahuan dan teknologi ini diharapkan agar umat Muslim mengalami kemajuan sehingga mampu menjalankan fungsi manusia di muka bumi ini sebagai khalifah. Ilmu-ilmu yang wajib dipelajari oleh orang Islam baik fardlu ‘ain maupun fardlu kifayah termasuk pada kategori ilmu-ilmu terpuji. Karena menurut Imam Al Ghazali ada pula kategori ilmu-ilmu yang tidak terpuji atau tercela, yaitu ilmu-ilmu yang menimbulkan mudarat.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama. (1982). Terjemahan Al Quran. Jakarta: Departemen Agama
Hisham Thalbah et al. (2008). Ensiklopedia Mukjizat Al Quran dan Hadits. (terj. Syarif Hade Masyah dkk). Bekasi: Sapta Pesona.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar