STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Selasa, 16 Agustus 2011

DAMPAK BURUK INKONSISTENSI BERAGAMA (Tafsir Surat Al-Baqarah [2]: 85-86)

Dr. H. Aam Amiruddin

(85) Setelah itu, kamu (Bani Israil) membunuh sesamamu dan mengusir segolongan dari kamu dari kampung halamannya. Kamu saling membantu dalam kejahatan dan permusuhan. Jika mereka datang kepadamu sebagai tawanan, kamu menebus mereka. Padahal, kamu dilarang mengusir mereka. Apakah kamu beriman pada sebagian Kitab (Taurat) dan ingkar pada sebagian yang lain? Tidak ada balasan yang pantas bagi orang yang berbuat demikian di antara kamu selain kenistaan dalam kehidupan dunia dan pada hari kiamat, mereka disiksa dengan azab yang paling berat. Allah tidak lengah terhadap perbuatanmu.
(86) Merekalah orang-orang yang membeli kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat. Maka, tidak akan diringankan azab mereka dan tidak akan ditolong.

***

(85) Setelah itu, kamu (Bani Israil) membunuh sesamamu dan mengusir segolongan dari kamu dari kampung halamannya. Kamu saling membantu dalam kejahatan dan permusuhan. Jika mereka datang kepadamu sebagai tawanan, kamu menebus mereka. Padahal, kamu dilarang mengusir mereka. Apakah kamu beriman pada sebagian Kitab (Taurat) dan ingkar pada sebagian yang lain? Tidak ada balasan yang pantas bagi orang yang berbuat demikian di antara kamu selain kenistaan dalam kehidupan dunia dan pada hari kiamat, mereka disiksa dengan azab yang paling berat. Allah tidak lengah terhadap perbuatanmu.

***

Pada dua ayat sebelumnya, Allah menegaskan kepada Bani Israil akan adanya ikatan janji mereka dengan Allah yang tertuang dalam kitab suci yang diturunkan kepada mereka. Namun, watak membuat mereka begitu berani menodai janji-janji ilahi tersebut. Penodaan tersebut tecermin dari serangkaian ulah yang tidak berperikemanusiaan berupa pembunuhan, menelantarkan orang tidak berdosa, dan sejumlah pelanggaran lainnya.

Bukti sejarah mengatakan jika ayat ini erat kaitannya dengan perjalanan hidup Yahudi di Madinah pada permulaan Hijrah. Yahudi Bani Quraizhah bersekutu dengan suku Aus dan Yahudi dari Bani Nadhir bersekutu dengan orang-orang Khazraj. Sebelum Islam datang, suku Aus dan suku Khazraj selalu bersengketa dan berperang, sesuatu yang sebelumnya terlarang dalam kitab mereka dan dinyatakan sebagai janji mereka untuk tidak melakukannya. Namun, pada kenyataannya yang terjadi tidaklah demikian sehingga mereka disindir dalam petikan ayat tadi yang berbunyi, “Setelah itu, kamu (Bani Israil) membunuh sesamamu dan mengusir segolongan dari kamu dari kampung halamannya. Kamu saling membantu dalam kejahatan dan permusuhan.”

Keanehan terjadi di tengah-tengah mereka. Ketika ada orang Yahudi yang ditawan oleh suku lain, kedua suku Yahudi yang bersengketa tersebut malah bersepakat untuk sama-sama menebus dengan segala cara meski mereka tengah bermusuhan. Alasan mereka ternyata diambil dari kitab suci Taurat yang melarang untuk saling menawan. Itulah mengapa Allah mempertanyakan mereka dengan ayat tadi, “Jika mereka datang kepadamu sebagai tawanan, kamu menebus mereka. Padahal, kamu dilarang mengusir mereka.”

Pemandangan aneh tersebut sebetulnya lebih menunjukkan inkonsistensi mereka dalam beragama dan memegang pedoman kitab suci. Sudut pandang syahwat duniawi ternyata lebih didahulukan daripada ketaatan kepada kitab suci. Seandainya mereka berpegang teguh pada wahyu Allah yang diturunkan kepada mereka melalui rasul-Nya secara utuh, tentu meraka tidak akan memilah-milah dan memilih-milih isi yang terkandung di dalam kitab suci. Melanggar larangan perang dengan sesama di satu sisi, namun mematuhi larangan menjadikan tawanan di sisi yang lain. Itulah sebabnya Allah menyindir mereka dengan firman-Nya dalam kalimat, “Apakah kamu beriman pada sebagian Kitab (Taurat) dan ingkar pada sebagian yang lain?”

Hal yang sama Allah ungkapkan dalam ayat berikut ini.

“Sesungguhnya orang-orang yang ingkar kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan bermaksud membeda-bedakan antara keimanan kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dengan mengatakan, “Kami beriman kepada sebagian dan kami mengingkari sebagian yang lain,” serta bermaksud mengambil jalan tengah (iman atau kafir).” (Q.S. An-Nisaa [4]: 150)

Akibat terburuk bagi mereka yang melanggar janji-janji ilahiah dan inkonsisten dalam beragama adalah keterpurukan hidup di dunia dan kepedihan abadi di akhirat. Karena Allah sama sekali tidak akan memberi celah sedikit pun untuk mereka bisa melepas perlahan-lahan ikatan janji yang terucap. Hal ini sebagaimana Allah ungkapakan dalam penutup ayat 85, “Tidak ada balasan yang pantas bagi orang yang berbuat demikian di antara kamu selain kenistaan dalam kehidupan dunia dan pada hari kiamat, mereka disiksa dengan azab yang paling berat. Allah tidak lengah terhadap perbuatanmu.”

***

86. Merekalah orang-orang yang membeli kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat. Maka, tidak akan diringankan azab mereka dan tidak akan ditolong.

***

Bukan tanpa sebab tentunya mereka melakukan itu semua. Hawa nafsu dan kemewahan dunia menjadi sumber dari segalanya. Dengan begitu, mereka hanya bersedia melakukan perintah-perintah yang menjamin kepentingan pribadi dan keuntungan materi. Mereka tidak ambil peduli dengan masalah-masalah yang bertautan dengan alam akhirat. Dengan setumpuk dosa dan kesalahan serta segala penyembahan terhadap kepuasan syahwat duniawi, kaum Yahudi telah menutup mata hati mereka.

Sebenarnya, mereka tahu bahwa yang mereka lakukan membawa konsekuensi yang teramat berat. Namun demikian, hawa nafsu yang meliputi diri kaum Yahudi telah membuat mereka berani mempertaruhkan kenikmatan hakiki tiada tara dalam kehidupan akhirat dengan setetes materi duniawi. Janji ilahi yang seharusnya dijunjung tinggi diabaikan begitu saja. Bahkan, dengan sengaja ditukar dalam transaksi jual beli yang tidak seimbang.

Islam tidak melarang, bahkan melegalkan jual beli yang sah dalam konteks menjaga pemenuhan kebutuan materi antara sesama manusia dalam tatanan kehidupan bersosial. Namun, Islam memberikan rambu-rambu khusus ketika transaksi jual beli itu dilakukan. Dalam banyak ayat, Allah telah mewanti-wanti agar jangan sampai hamba-Nya yang beriman tergiur oleh transaksi terlarang, yaitu menukar barang yang sangat berharga dengan harga yang sangat rendah.

Sekadar bukti, fakta sejarah mengatakan bahwa sebagian dari orang Yahudi (terutama dari kalangan pendeta) sudah terbiasa mendapat aliran dana dari pengikutnya. Mereka ingin agar sumbangan itu terus mengalir tanpa ada gangguan. Mereka khawatir kalau loyalitas pengikut berkurang, bahkan hilang karena beralih mengikuti ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Sebenarnya, mereka yang berpindah mengikuti ajaran Nabi Muhammad hanya mengikuti perintah dalam kitab suci mereka. Akan tetapi, para pendeta yang buta mata hatinya tidak menginginkan hal itu terjadi dan berpura-pura tidak tahu kalau yang dilakukan sebagian pengikutnya adalah jalan kebenaran.

Dengan pengaruh hawa nafsu, para pendeta tersebut berusaha sekuat tenaga agar para pengikutnya yang telah mengikuti ajaran Muhammad kembali pada kelompok mereka atau sekurang-kurangnya mencegah pengikutnya yang lainnya agar tidak mengikuti ajaran yang dibawa Nabi Muhammad Saw. Salah satu usahanya adalah dengan mempolitisasi dan merekayasa kitab suci dengan tujuan agar aliran dana tidak tersendat. Meski sekadar menyelamatkan aliran dana, dengan nekat dan menyengaja mereka mengganti ayat-ayat Taurat, terutama yang berkenaan dengan kedatangan Nabi Muhammad Saw. dengan kalimat-kalimat yang dibuat sendiri oleh mereka.

Untuk itu, di ujung ayat ke-86 Surat Al-Baqarah Allah Swt. mengingatkan bahwa apapun yang mereka lakukan di dunia, tidak akan meringankan adzab (siksa) di akhirat. Di akhirat tidak akan ada yang bisa menolong karena perbuatan mereka telah menyimpang dari kebenaran. Ya, meraka telah mengubah-ubah Kitab Suci (Taurat) dan mengingkari janji bahwa mereka akan melaksanakan semua isi Kitab Taurat.

Akhirul kalam, marilah kita bertransaksi dengan baik dan benar selaras dengan petunjuk yang digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya. Ada tiga transaksi jual beli. Petama, transaksi antara sesama manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup di dunia dengan alat transaksi berupa mata uang. Ini adalah transaksi yang lumrah. Kedua, transaksi antara hamba dengan Allah dalam pemenuhan kebutuhan ukhrawi dengan alat transaksi keimanan. Ini merupakan transaksi yang diperintahkan dalam Al-Quran. Ketiga, transaksi antara manusia dengan Allah dalam pemenuhan kebutuhan duniaiwi dengan alat transaksi Kitab Allah. Inilah transaksi yang dilaknat Allah.
Sebagai penutup mari sama-sama kita renungi dua ayat berikut ini.

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu dan itulah kemenangan yang besar.” (Q.S. At-Taubah [9]: 111)

“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa pun dari Kitab yang telah diturunkan Allah dan menjualnya dengan harga murah, mereka hanya menelan api neraka ke dalam perutnya, Allah tidak akan menyapa mereka pada hari kiamat dan tidak akan menyucikan mereka. Mereka akan mendapat azab yang sangat pedih.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 174)

Sebagai umat Islam, kita hendaknya kembali pada standarisasi keimanan yang telah ditetapkan Allah beserta Rasul-Nya. Mari kita renungkan kembali ayat ke-30 surat Fushilat berikut ini.

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, ‘Tuhan Kami ialah Allah’ kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka. Malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan, ‘Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu.’”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar