STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Minggu, 14 Agustus 2011

SIMPUL-SIMPUL KEIMANAN TERHADAP AL-QURAN (Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 44-46)

Dr. Aam Amiruddin

"Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca al-kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu,
(yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya."

***

"Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, Padahal kamu membaca Al kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?"

Ketiga ayat yang akan di bahas ini merupakan rangkaian dari sebagian ayat-ayat Allah yang menjelaskan perilaku Bani Israil atau kaum Yahudi yang semestinya menjadi cerminan bagi umat Islam agar tidak memiliki, meniru, atau mencontoh perbuatan mereka yang teramat keterlaluan dan sangat dibenci oleh Allah Swt. Ya, kita harus menjauhi perilaku orang-orang Yahudi yang mengabaikan arti keimanan terhadap kitab Allah. Orang-orang Yahudi juga enggan mengamalkan, menjaga, membaca, terlebih mengkaji kitab Allah.


Kelakuan buruk kaum Yahudi tersebut ditambah dengan perilaku tidak bertanggung jawab yang justru dimulai dari kalangan pendeta. Dengan alasan yang tidak masuk akal, mereka mengubah dan mengganti ayat-ayat Allah dalam kitabnya dengan ukuran kemauan rasio dan syahwat masing-masing. Dengan berbagai alasan, mereka menentang segala tata aturan hukum yang tidak selaras dengan hawa nafsunya.

Allah pun kemudian mempertanyakan sikap mereka yang pandai beretorika dalam menyampaikan pesan-pesan kebajikan dengan kutipan ayat-ayat Allah yang membuat pendengarnya terkagum-kagum. Di balik layar, mereka melupakan diri sendiri dan tidak menyelaraskan yang telah diucapkan dengan perbuatannya. Bacaan Al-Quran semata mereka jadikan bahan pengikat untuk menarik perhatian banyak orang demi kepentingan diri. Bacaan terhadap Al-Kitab hanya dipakai sebagai alat memperkaya diri, sebagaimana disebutkan dalam ayat berikut. “Orang-orang yang telah Kami berikan Al-Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. Dan barang siapa yang ingkar kepadanya, Maka mereka itulah orang-orang yang rugi. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 121)

Bacaan yang sebenarnya (haqqa tilawatih) terhadap ayat-ayat Allah yang disebutkan dalam ayat di atas bermakna keimanan yang tumbuh dari ayat-ayat yang dibaca kemudian diimplementasikan dalam langkah-langkah yang diridoi Allah Swt. Bacaan Al-Kitab (Al-Quran), dalam kerangka mengkaji dan menelitinya, bukan media sosialisasi diri demi meraup keuntungan materi dan popularitas tapi sejauh mana ia menerangi diri, keluarga, dan masyarakat demi menemukan petunjuk jalan yang lurus.

Ayat ke-44 surat Al-Baqarah juga erat kaitannya dengan pilar-pilar dakwah yang menjadi kewajiban setiap muslim. Dakwah dalam pengertian sederhana adalah mengajak orang pada kebaikan. Termasuk dalam ruang lingkup dakwah adalah menyampaikan pesan-pesan kebajikan atas dasar perintah yang dimuat dalam ayat-ayat Al-Quran. Membaca dan mempelajari terlebih dahulu ayat-ayat tersebut, tentu menjadi sebuah keniscayan. Setelah ayat tersebut dipahami, sampaikanlah pada orang di sekitar kita sesuai dengan kemampuan masing-masing. Jangan lupa untuk menginstropeksi diri terlebih dahulu agar tidak terkena peringatan Allah sebagaimana diungkapkan dalam ayat berikut. “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.” (Q.S. As-Shaf: 2-3)

Ibnu Abbas mengatakan, bahwasannya ayat di atas turun sehubungan dengan pendeta-pendeta Yahudi Madinah yang menyuruh kaumnya agar beriman pada kerasulan Nabi Muhammad Saw. akan tetapi mereka sendiri tidak mau beriman. Sementara As-Suda mengatakan bahwasannya ayat ini berkaitan dengan kebiasaan pendeta Yahudi yang menyuruh berbuat kebajikan dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya namun mereka sendiri yang ada di garis depan dalam melanggar larangan Allah. Di akhir, ayat Allah merendahkan mereka dengan pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban, “Maka tidakkah kamu berpikir?” Pertanyaan untuk menyudutkan mereka yang tidak mampu menggunakan akal pikiran sehingga tersadar akan kekeliruannya.

Setelah Allah menjelaskan perilaku yang sangat keliru dan kesalahan yang sangat fatal dari para pendeta Yahudi, maka di ayat ke-45 surat Al-Baqarah, Dia memberikan solusi sebagai penawar perilaku buruk para pendeta Yahudi tersebut.


"Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu,"

Di dalam diri manusia terdapat selaksa syahwat yang membuatnya memiliki banyak keinginan, yang baik dan yang buruk. Namun demikian, semua keinginan tersebut tidak selalu dapat diraih karena kelemahan yang melekat dalam diri setiap manusia. Dikarenakan keinginan yang tidak tercapai, banyak manusia menjadi sangat lemah dan kemudian frustasi Karenanya, manusia sangat membutuhkan kehadiran Yang Mahakuasa sebagai tempatnya berlindung dan memohon pertolongan.

“Hanya kepada-Mu hamba menyembah dan hanya kepada-Mu hamba memohon pertolongan.” Begitulah statement kita dalam setiap rakaat shalat. Statement yang seharusnya bukan omdo (omong doang) dan bukan pula asbun (asal bunyi) tapi siap dipertanggungjawabkan dalam perilaku sehari-hari. Tidak ada keinginan tanpa Allah tempat memohon petunjuk, tiada harapan kecuali Allah tempat bergantung. Karena itu, marilah kita selalu memohon pertolongan Allah dengan sabar dan shalat agar terhindar dari kebiasaan buruk orang Yahudi. Memohon dengan sabar artinya memohon dengan tadzakkur dan tafakkur. Memohon dengan tadzakkur artinya percaya terhadap janji-janji Allah yang akan memberikan balasan berlipat terhadap kesabaran menahan diri dari perkara-perkara yang diharamkan. Memohon dengan tafakkur artinya menerima apapun yang menimpa karena semua itu merupakan ketetapan Allah Swt. Dengan begitu, tumbuhlah sikap tunduk dan pasrah atas segala ketentuan-Nya. Meminta tolong dengan sabar juga berarti memohon dengan diiringi ketaatan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. (Al-Maraghy)

Beberapa ahli tafsir memberi penjabaran kata sabar dalam ayat ini secara bervariasi. Imam Mujahid mengartikannya dengan shaum. Ini merujuk pada sabda nabi bahwa setengah dari sabar itu adalah shaum. Sementara ulama lain (Ibnu Katsir) mengartikannya dengan “menahan atau menjauhi kemaksiatan”.

Memohonlah dengan shalat karena dalam shalat terdapat kekuatan untuk mencegah dari pebuatan fahsya dan munkar. Dengan shalat, kesempatan menyampaikan keluh dan asa sangat terbuka. Imam Ahmad meriwayatkan salah satu hadits yang menyebutkan bahwasannya Nabi Muhammad Saw. senantiasa menjadikan shalat sebagai bagian penting dalam mencari solusi atas problem yang dihadapinya.

Namun demikian, kedua media permohonan pertolongan (sabar dan shalat) tersebut amatlah berat. Setiap orang dengan sangat mudah mampu mengucapkan dan menyampaikan nasehat tentang sabar tapi tidak dengan mempraktekannya. Menjadikan shalat sebagai media memohon pertolongan, jauh lebih berat lagi. Secara spesifik, ayat ini menunjukkan hal itu. Satu-satunya syarat agar shalat dikatakan sukses adalah dengan kekhusuan. Dengan kekhusuan, berbagai perkara penyebab ketidaksuksesan shalat dapat disingkirkan. Pertanda kekhusuan adalah tenggelamnya jiwa di kedalaman munajat terhadap Rabbnya sehingga tidak lagi merasakan keletihan dan kesulitan menjalankannya. Karena itu, Rasulullah mengatakan dalam haditsnya, “Sejuknya mataku ada dalam shalatku” dan “Kuistirahatkan jiwaku dengan shalat”.

Khusu adalah perbuatan hati yang sulit distandarisasi dan diilmiahkan. Khusu adalah rasa yang tidak bisa didefinisikan dengan kata-kata. Shalatlah dengan khusu dimulai dengan mendirikan shalat sesuai dengan yang dicontohkan Nabi serta menghindarkan diri dari perkara-perkara yang dapat mengganggu kekhusuan. Jadikanlah shalat sebagai sebuah kebutuhan, bukan beban. Sediakan waktu seluas-luasnya untuk shalat, bukannya menjadikan shalat sebagai pengisi waktu luang. Lakukan dan dirikanlah shalat dengan usaha keras untuk selalu meningkatkan kualitas. Dirikanlah shalat demi lebih mendekatkan diri kepada Allah. “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (Q.S. Thaha: 14)


"(yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya."

Ditinjau dari subjeknya, kekhusuan diidentifikasi sebagai keyakinan penuh akan pertemuan dengan Allah kelak di yaumul akhir. Namun demikian, pertemuan dengan Allah tersebut bukanlah pemberian cuma-cuma atau peristiwa kebetulan semata. Pertemuan dengan Allah adalah hasil dari sebuah proses panjang berliku yang penuh dengan perjuangan. Kesuksesan menggapainya adalah keistimewaan tertinggi dan puncak dari segala nikmat serta keindahan dan kenikmatan tiada hingga.

Semoga kita termasuk dalam golongan orang yang dapat merasakan nikmat tersebut kelak di akhirat. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar