Bagian I
I. PENDAHULUAN
Fenomena pemahaman ke-Islaman umat Islam masih ditandai keadaan yang amat variatif. Timbulnya kevariatifan disebabkan karena umat tersebut keliru memahami Islam.
Islam mempunyai banyak dimensi, mulai dari keimanan, akal, ekonomi, politik, lingkungan, perdamaian sampai kehidupan rumah tangga. Dalam memahami berbagai dimensi ajaran Islam memerlukan berbagai pendekatan yang dikaji dari berbagai ilmu. Misalmya, dijumpai ayat-ayat tentang proses pertumbuhan dan berbagai anatomi tubuh manusia. Untuk menjelaskan masalah tersebut memerlukan dukungan ilmu anatomi tubuh manusia. Seperti itulah hubungan Islam dengan pendekatan berbagai ilmu pengetahuan. Apabila pendekatan pemahaman keislaman kurang komprehensif, terjadi persepsi yang tidak utuh sehingga terjadi kondisi yang variatif.
Metode digunakan untuk menghasilkan pemahaman Islam yang komprehensif dan utuh, guna memandu perjalanan umat Islam dalam menghadapi dan menjawab permasalahan ajaran keislaman yang variatif.
Studi Islam dengan metode yang tepat diharapakan dapat melahirkan suatu komunitas yang mampu melakukan perbaikan secara intern dan ekstern. Secara intern, komunitas itu diharapkan dapat mempertemukan dan mencari jalan keluar dari konflik intra agama Islam.
II. RUMUSAN MASALAH
A. Bagaimana Studi dan Model Penelitian Ulumul Tafsir?
B. Bagaimana Studi dan Model Penelitian Ulumul Hadits?
C. Bagaimana Studi dan Model Penelitian Ilmu Fiqih?
D. Bagaimana Studi dan Model Penelitian Ilmu Tasawuf?
E. Bagaimana Studi dan Model Penelitian Ilmu Filsafat?
III. PEMBAHASAN
A. Studi dan Model Penelitian Ulumul Tafsir
1. Pengertian Tafsir
Tafsir berasal dari bahasa Arab, fassara, yufassiru, tafsiran, yang berarti penjelasan, pemahaman dan perincian.[1]
Adapun secara istilah, menurut Al-Jurjani, tafsir ialah menjelaskan makna-makna ayat al-Qur’an dari berbagai seginya baik konteks historinya maupun sebab al-nuzulnya, dengan menggunakan ungkapan atau keterangan yang dapat menunjukkan kepada makna yang dikehendaki secara terang dan jelas.
Menurut imam al-Zarqani, tafsir adalah ilmu yang membahas kandungan al-Qur’an baik dari segi pemahaman makna atau arti sesuai kehendak Allah, menurut kadar kesanggupan manusia.
Dari definisi diatas, ditemukan tiga ciri utama tafsir yaitu:
a. Objek pembahasannya adalah kitabullah
b. Tujuannya untuk menjelaskan Al-Qur’an
c. Sifat dan kedudukan adalah hasil penalaran, kajian dan ijtihad para musafir.[2]
2. Latar Belakang
Seperti halnya ilmu pengetahuan lain, ilmu tafsir pun mengalami pertumbuhan dan perkembangan, mulai dari masa nabi Muhammad sampai masa sekarang ini. Pada masa nabi pemegang otoritas penafsiran al-Qur’an itu adalah nabi sendiri sehingga segala persoalan yang muncul selalu dikembalikan kepadanya. Namun, setelah beliau wafat, otoritas itu ada pada sahabat, tabi’in dan tabi’it yang telah memenuhi persyaratan.[3]
Berdasarkan adanya upaya penafsiran al-Qur’an sejak zaman Rasulullah SAW hingga dewasa ini, dan adanya sifat dari kandungan al-Qur’an terus menerus memancarkan cahaya kebenaran itulah yang mendorong timbulnya dua kegiatan. Pertama, kegiatan penelitian disekitar produk-produk penafsiran yang dilakukan generasi terdahulu. Kedua, kegiatan penafsiran itu sendiri.[4]
Lahirnya penafsiran itu lebih banyak disebabkan oleh tuntunan perkembangan masyarakat yang selalu dinamis. Pada zaman nabi dan sahabat misalnya, pada umumnya mereka ahli bahasa arab dan mengetahui secara baik latar belakang turunnya ayat serta mengalami secara langsung situasi kondisi ketika ayat-ayat al-qur’an turun. Mereka lebih relatif dapat memahami ayat-ayat al-qur’an itu secara benar, tepat dan akurat.
Jika ditelusuri perkembangan tafsir al-qur’an sejak dahulu sampai sekarang, maka dapat ditemukan bahwa penafsiran al-Qur’an secara garis besar melalui empat cara (metode) yaitu:
a) Metode Ijmali (global)
Dengan metode ini mufasir berupaya menjelaskan makna-makna al-Qur’an dengan uraian singkat dan mudah dipahami.
b) Metode Tahlili (analisis)
Metode ini menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an dengan meneliti aspek dan menyingkap maksudnya, mulai dari uraian kosa kata, makna, kalimat dan riwayat-riwayat yang berasal dari nabi.
c) Metode Muqarrin (komperatif)
Metode ini menafsirkan al-Qur’an dengan membanding-bandingkan ayat al-Qur’an dengan hadits.
d) Metode Maudhu’i (tematik)
Metode ini menjelaskan tentang penafsiran al-Qur’an dengan mengumpulkan ayat yang membicarakan tentang satu topik permasalahan tertentu.[5]
3. Model-Model Penelitian
Model-model penelitian tafsir ditinjau dari sudut perkembangan adalah sebagai berikut:
a. Tafsir Bir-riwayah
Tafsir bir-riwayah adalah penafsiran ayat dengan ayat atau penafsiran ayat dengan hadits nabi.
Tafsir ini dibagi menjadi tiga, yaitu sebagai berikut:
· penafsiran al-Qur’an dengan al-Qur’an
· penafsiran al-qur’an dengan hadits
· tafsir al-qur’an dengan ucapan para sahabat.[6]
b. Tafsir bir-Ra’yi
Tafsir bir-Ra’yi adalah suatu ijtihad yang dibangun atas dasar-dasar yang benar, kaidah yang lurus, yang harus dipergunakan oleh setiap orang yang hendak menafsirkan.
Dalam tafsir ini seorang penafsir al-qur’an berpegang pada ijtihad bukan berpegang sskepada atsar yang diambil dari para sahabat.
c. Tafsir bil-Isyari
Dalam tafsir bil-ra’yi seorang mufasir dapat melihat makna selain makna lahir yang terkandung oleh ayat alqur’an, namun maka lain itu tidak tampak oleh setiap orang kecuali orang-orang yang dibukakan hatinya oleh allah dan diterangkan mata hati.[7]
Model-model penelitian ilmu tafsir yang sudah dilakukan oleh para mufasir dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Model penelitian ilmu tafsir Quraish Shihab
Model penelitian tafsir yang dikembangkan oleh Quraish shihab lebih banyak bersifat eksploratif, deskriptif, analitis, dan perbandingan. Model penelitiannya berupaya menggali sejauh mungkin produk tafsir yang dilakukan ulama-ulama tafsir terdahulu berdasarkan berbagai literatur tafsir baik bersifat primer yakni yang ditulis oleh ulama tafsir yang bersangkutan, maupun ulama lainnya.
2. Model penelitian ilmu tafsir Ahmad Asy-Syarhasbi
Pada tahun 1985 Ahmad Asy-syarhasbi melakukan penelitian tentang tafsir dengan menggunakan metode deskriptif, eksploratif, dan analisis sebagaimana yang dilakukan Quraish Shihab. Sumber yang digunakan adalah bahan-bahan bacaan atau kepustakaan yang ditulis para ulama tafsir seperti seperti Ibnu Jarir Ath-Thabrari, Az-Zamakhsyari, Jalaluddin As-Suyuthi, Ar-Raghib Al-Ashfahani, Asy-SYATIBI, haji kahlifah, dan buku tafsir yang lainnya. Hasil penelitian itu mencakup tiga bidang. Pertama, mengenai sejarah penafsiran al-Qur’an yang dibagi kedalam tafsir pada masa sahabat nabi. Kedua, mengenai corak tafsir, yaitu tafsir ilmiah, tafsir sufi, dan tafsir politik. Ketiga, mengenai gerakan pembaharuan dibidang tafsir.
3. Model penelitian ilmu tafsir Muhammad Al- Ghazali
Syaikh Muhammad Al-Ghazali dikenal sebagai tokoh pemikir Islam abad modern yang produktif. Tentang macam-macam metode memahami al-Quran, Al-Ghazali membaginya kedalam metode klasik dan metode modern dalam memahami al-Qur’an.
4. Model penelitian ilmu tafsir Ibnu Jarir Ath-Thabary
Nama lengkapnya Abu Ja’far Muhammad Ibn Jarir Ath- Tharaby. seorang ahli tarikh yang terkemuka, raja ahli tafsir, seorang imam yang mempunyai mazhab-mazhab sendiri. sekali karangan-karangan yang berharga. Diantaranya kitab tafsirnya Jami’ul bayan yang sangat dikenal, Tempat kembali segala ulama tafsir. Tafsirnya itu menyatakan keluasan ilmunya dan ketinggian penyelidikannya.
5. Model Penelitian ilmu tafsir Abu Muslim Al-Asfahany
Beliau termasuk golongan penulis yang ulung, amat pandai dalam urusan tafsir dalam berbagai ilmu. Diantara kitabnya adalah Jami’utta’wil yang terdiri dari empat belas jilid. Tafsir beliau ini amat baik susunannya dan uraiannya.
B. Studi dan Model Penelitian Ulumul Hadits
1. Pengertian Hadits
Pada garis besarnya pengertian hadits dapat dilihat melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan kebahasaan (linguistik) dan pendekatan istilah (terminologis).
Di lihat dari pendekatan kebahasaan, hadits berasal dari bahasa arab yaitu dari kata hadatsa, yuhaditsu, hadtsan, haditsan dengan pengertian yang bermacam-macam.
Secara istilah (terminologi), para ulama hadits dan ulama ushul fiqih terjadi perbedaan pendapat. Menurut ulama hadits, hadits adalah sesuatu yang disandarkan kepada nabi, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir maupun sifat. Sedangkan ulama ahli ushul fiqih mengatakan hadits adalah segala perkataan, perbuatan dan taqrir nabi yang berkaitan dengan penetapan hukum.[8]
Berdasarkan pengertian di atas, hadits adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi baik ucapan, perbuatan maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum Allah yang disyari’atkan kepada manusia.
2. Model- Model Penelitian Hadits
Model penelitian hadits yang dilakukan oleh ulama hadits antara lain sebagai berikut:
a. Model penelitian Quraish shihab
Hasil penelitian Quraish shihab tentang fungsi hadits terhadap al-qur’an menyatakan bahwa al-qur’an menyuruh Rasulullah SAW untuk menjelaskan maksud firman-firman Allah. Pada prinsipnya menurut Quraish shihab, hadits memperjelas, merinci bahkan membatasi pengertian lahir dari ayat-ayat al-qur’an, yaitu memberikan perincian dan pengertian lahir dari ayat-ayat alqur’an yang masih mujmal.
b. Model penelitian Mushtafa As-Siba’i
Penelitian yang dilakukan Mushtafa As-Siba’i dalam bukunya itu bercorak eksploratif dengan menggunakan pendekatan historis dan disajikan secara deskriptif analisis. Dalam sistem penyajiannya menggunakan pendekatan kronologi urutan waktu dan sejarah.
c. Model penelitian Muhammad al-Ghazali
Penelitian yang dilakukan Muhammad al-Ghazali termasuk penelitian eksploratif yaitu membahas, mengkaji, dan menyelami sedalam-dalamnya hadits dari berbagai aspek.
d. Model penelitian Zain Ad-Din Abd Ar-Rahim bin Al-Husain
Dari hasil penelitian yang dituangkan dalam buku Taqyid wa Al-Idlah Syarh Muqaddimah Ibn Ash-Shalah, ia menjelaskan bahwa hadits pada prinsipnya memperjelas, merinci, bahkan membatasi pengertian lahir dari ayat-ayat al-qur’an. Penelitian yang dilakukan bercorak eksploratif dengan menggunakan pendekatan historis dan disajikan secara deskriptif analisis.[9]
C. Studi dan Model Penelitian Ilmu Fiqih
1. Pengertian Fiqih
Fiqih menurut bahasa berarti tahu atau faham. Menurut istilah berarti syari’at. Para fuqaha mendefisinikan fiqih dengan ilmu yang menerangkan hukum-hukum syara’ yang diperoleh dari dalil-dalil yang tafsir.
Ahli hukum Islam mendefinisikan fiqih dalam dua sisi, yaitu :
a. Fiqih sebagai ilmu[10]
Menurut Muhammad Yusuf Musa, ilmu fiqih adalah ilmu yang membahas hukum-hukum syari’at yang bersifat amaliyah dari dalil-dalil yang terperinci.[11]
b. Fiqih sebagai hasil ilmu atau disebut dengan kumpulan hukum-hukum syara’ yang dihasilkan melalui ijtihad.[12]
Karakteristik ilmu fiqih dapat dibedakan menjadi dua, yaitu syari’ah dan hukum islam. perbedaan tersebut dilihat dari dasar atau dalil yang digunakan. Jika syari’at didasarkan pada nash al-qur’an dan sunnah secara langsung, sementara hukum-hukum islam didasarkan pada dalil-dalil yang dibangun oleh para ulama melalui penalaran atau ijtihad dengan tetap berpegang pada semangat yang terdapat dalam syari’at.
Dengan demikian, jika syari’at bersifat permanent, kekal dan abadi maka ilmu fiqih atau hukum islam bersifat temporer dan dapat berubah.[13]
2. Latar Belakang
Fiqih merupakan salah satu bidang studi islam yang paling dikenal oleh masyarakat, dari sejak lahir sampai dengan meninggal dunia manusia selalu berhubungan dengan fiqih. Keadaan fiqih yang demikian itu tampak menyatu dengan misi agama yang kehadirannya untuk mengatur kehidupan manusia agar mencapai ketertiban ketenteraman dengan Rasulullah SAW sebagai aktor utama yang melaksanakan aturan-aturan hukum tersebut sebagai ilmu al-hal.[14]
3. Model-Model Penelitian Fiqih
Pada uraian berikut ini disajikan beberapa model penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli, antara lain:
a. Model Harun Nasution
Sebagai guru besar dalam bidang teologi dan filsafat, Harun Nasution juga mempunyai perhatian terhadap fiqih. Penelitiannya dalam bidang fiqih ini dituangkan secara ringkas dalam bukunya yang berjudul Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Melalui penelitiannya secara ringkas namun mendalam terhadap berbagai literatur tentang hukum islam dengan menggunakan pendekatan sejarah, Harun Nasution telah berhasil mendiskripsikan struktur fiqih secara komprehensif yaitu mulai dari kajian terhadap ayat-ayat hukum yang ada dalam al-Qur’an.
Latar belakang dan sejarah pertumbuhan dan perkembangan fiqih dari sejak zaman nabi sampai sekarang lengkap dengan beberapa mazhab yang ada didalamnya.
Selanjutnya melalui pendekatan sejarah Harun Nasution membagi perkembangan fiqih dalam empat periode yaitu periode nabi, periode sahabat, periode ijtihad dan periode taklid.[15]
Model penelitian fiqih yang digunakan Harun Nasution adalah penelitian eksploratif, deskriptif dengan menggunakan pendekatan kesejarahan. Interprestasi yang dilakukan atas data-data histories tersebut selalu dikaitkan dengan konteks sejarahnya. Melalui penelitian ini, pembaca akan mengenal secara awal untuk memasuki kajian fiqih lebih lanjut.[16]
b. Model Noel J. Coulson
Noel J. Coulson menyajikan hasil penelitiannya dibidang fiqih dalam karyanya yang berjudul Hukum Ulama dalam Perspektif Sejarah. Penelitiannya bersifat deskriptif analitis ini menggunakan pendekatan sejarah. Seluruh informasi tentang perkembangan hukum pada setiap periode selalu dilihat dari faktor-faktor sosio cultural uang mempengaruhinya, sehingga tidak ada satu pun produk hukum yang dibuat dari ruang yang hampa sejarah.
Hasil penelitian dituangkan kedalam tiga bagian, yaitu:
1. Bagian pertama, menjelaskan tentang terbentuknya hukum syari’at
2. Bagian kedua, berbicara tentang pemikiran dan praktik hukum islam di abad pertengahan.
3. Bagian ketiga, membahas tentang fiqih dimasa modern.[17]
Nampak bahwa dengan menggunakan pendekatan historis, Coulson lebih berhasil menggambarkan perjalanan fiqih sejak berdirinya hingga sekarang secara utuh. Melalui penelitian itu, Coulson telah berhasil menempatkan fiqih sebagai perangkat norma dan perilaku teratur dan merupakan suatu lembaga sosial. Didalam prosesnya, hukum sebagai lembaga soaial memenuhi kebutuhan pokok manusia akan kedamaian dalam masyarakat.[18]
D. Studi dan Model Penelitian Ilmu Tasawuf
1. Pengertian tasawuf
Secara etimologi, kata tasawuf berasal dari kata shufun (bulu domba), Shofa(bersih/jernih), Shuffah(ember masjid), Shufanah(kayu yang bertahan tumbuh di padang pasir).
Secara terminologis, tasawuf adalah pengalaman rohani yang bersifat individual. Namun yang jelas, dapat dikatakan, bahwa intisari tasawuf adalah kesadaran akan adanya komplikasi dan dialog langsung manusia dengan Tuhan.[19]
Dalam tasawuf terdapat tiga sudut pandang yang digunakan para ahli untuk mendefinisikan tasawuf. pertama, sebagai sudut pandang manusia sebagai makhluk terbatas. kedua, sudut pandang manusia sebagai makhluk yang harus berjuang. dan yang ketiga, sudut pandang manusia sebagai makhluk ber-Tuhan.
Tasawuf menggambarkan keadaan yang selalu berorientasi kepada kesucian jiwa, mengutamakan panggilan Allah, berpola hidup sederhana, mengutamakan kebenaran dan rela berkorban demi tujuan-tujuan yang lebih mulia disisi Allah. sikap yang demikian akhirnya akan membawa seseorang berjiwa tangguh, memiliki daya tangkal yang kuat dan efektif terhadap berbagai godaan hidup yang menyesatkan.[20]
2. Latar Belakang dan Sejarah Pertumbuhan Tasawuf.
Pada dasarnya tasawuf merupakan ajaran yang membicarakan kedekatan antara sufi dengan Allah. Pada awalnya tasawuf merupakan ajaran tentang al-zuhd. Namun berkembang dan namanya diubah menjadi tasawuf.
Tasawuf merupakan salah satu bidang studi islam yang memusatkan perhatian pada pembersihan aspek rohani manusia. Tujuan dari ilmu tasawuf adalah untuk mencapai ma’rifatullah dengan sebenar-benarnya dan tersingkapnya dinding yang membatasi diri dengan Allah.
Perkembangan ilmu tasawuf dimulai dari sejak zaman nabi Muhammad saw. adapun tokoh-tokoh sufi yang telah merintis ilmu tasawuf dari zaman nabi hingga para sahabat dan tabi’in antara lain: Zainal Abiddin, Salman Alfarisi, dan Hasan al Bashri.
3. Model- Model Penelitian Tasawuf
a. Model Sayyid Nasr
Dalam bukunya yang berjudul Tasawuf Dulu dan Sekarang disajikan hasil penelitiannya dibidang tasawuf dengan menggunakan pendekatan tematik, yaitu pendekatan yang menyajikan ajaran tasawuf sesuai dengan tema-tema tertentu. Didalamnya dinyatakan bahwa tasawuf merupakan sarana untuk menjalin hubungan yang intens dengan Tuhan dalam upaya mencapai keutuhan manusia. Model penelitiannya adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan tematik yang berdasarkan srudi kritis terhadap ajaran tasawuf yang berkembang dalam sejarah.
b. Model Mustafa Zahri
Peneliannya bersifat eksploratif yang menekankan pada ajaran tasawuf berdasarkan literatur, ditulis para ulama terdahulu serta pencari sandaran al-Qur’an dan al-hadits.
Dalam bukunya disajikan tentang kerohanian yang didalamnya termuat tentang contoh kehidupan nabi Muhammad. selanjutnya dikemukakan tentang membuka tabir yang membatasi diri dengan Tuhan, zikrullah, istigfar, dan bertaubat.[21]
E. Studi dan Model Penelitian Ilmu Filsafat
1. Pengertian Filsafat
Dari segi bahasa kata filsafat berasal dari kata philo yabg berarti cinta dan sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian secara bahasa filsafat berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah. Dan dapat diartikan juga bahwa filsafat berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat. Dan berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.[22]
Berbagai definisi ilmu filsafat yang diberikan oleh para ahli filsafat adalah sebagai berikut:
a. Plato mengatakan filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang segala yang ada (ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli)
b. Al-Farabi mengatakan filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.[23]
2. Model penelitian filsafat
a. Model M. Amin Abdullah
Dalam rangka penelitian disertasinya, M. Amin Abdullah mengambil bidang penelitian pada filsafat islam. Hasil penelitiannya ia tuangkan dalam buku berjudul The Idea of Universality Ethical Norm in Ghazali and Kant dilihat dari judulnya, penelitian ini mengambil metode penelitian keperpustakaan yang bercorak deskriptif. Bahan-bahan tersebut selanjutnya diteliti keautentikannya secara seksama diklasifikasikan menurut variable yang ingin ditelitinya. Dalam hal ini masalah etik, dibandingkan antara satu sumber dengan sumber yang lain, dideskripsikan, dianalisis dan disimpulkan. Selanjutnya dilihat dari segi pendekatan yang digunakan M. Amin Abdullah mengambil pendekatan studi tokoh tersebut (Al-Ghazali dan Immanuael Kant) yang berhubungan dengan bidang etika.
b. Model Harun Nasution
Model penelitian Harun Nasution mencoba menyajikan pemikiran filsafat berdasarkan tokoh yang ditelitinya. Melalui pendekatan historis, beliau mencoba menyajikan tentang sejarah timbulnya pemikiran filsafat islam dimulai dengan kontak permata antara islam dan ilmu pengetahuan serta filsafat Yunani.[24]
IV. KESIMPULAN
v Studi dan Model Penelitian Ulumul Tafsir
Tafsir berasal dari bahasa Arab, fassara, yufassiru, tafsiran, yang berarti penjelasan, pemahaman dan perincian.
Seperti halnya ilmu pengetahuan lain, ilmu tafsir pun mengalami pertumbuhan dan perkembangan, mulai dari masa nabi Muhammad sampai masa sekarang ini. Pada masa nabi pemegang otoritas penafsiran al-Qur’an itu adalah nabi sendiri sehingga segala persoalan yang muncul selalu dikembalikan kepadanya.
Model-model penelitian ilmu tafsir yang sudah dilakukan oleh para mufasir dapat dikemukakan sebagai berikut: model penelitian ilmu tafsir Quraish Shihab, model penelitian ilmu tafsir Ahmad Asy-Syarhasbi, model penelitian ilmu tafsir Muhammad Al- Ghazali, model penelitian ilmu tafsir Ibnu Jarir Ath-Thabary, model Penelitian ilmu tafsir Abu Muslim Al-Asfahany
v Studi dan Model Penelitian Ulumul Hadits
Di lihat dari pendekatan kebahasaan, hadits berasal dari bahasa arab yaitu dari kata hadatsa, yuhaditsu, hadtsan, haditsan dengan pengertian yang bermacam-macam.
Secara istilah (terminologi), para ulama hadits dan ulama ushul fiqih terjadi perbedaan pendapat. Menurut ulama hadits, hadits adalah sesuatu yang disandarkan kepada nabi, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir maupun sifat.
Model penelitian hadits yang dilakukan oleh ulama hadits antara lain sebagai berikut: model penelitian Quraish shihab, model penelitian Mushtafa As-Siba’i.
v Studi dan Model Penelitian Ilmu Fiqih
Fiqih menurut bahasa berarti tahu atau faham. Menurut istilah berarti syari’at. Para fuqaha mendefisinikan fiqih dengan ilmu yang menerangkan hukum-hukum syara’ yang diperoleh dari dalil-dalil yang tafsir.
Fiqih merupakan salah satu bidang studi islam yang paling dikenal oleh masyarakat, dari sejak lahir sampai dengan meninggal dunia manusia selalu berhubungan dengan fiqih.
Model-model penelitian fiqih antara lain: model Harun Nasution, dan model Noel J. Coulson
v Studi dan Model Penelitian Ilmu Tasawuf
Menurut kamus bahasa Indonesia kata tasawuf diambil dari shafa yang berarti bersih, dinamakan sufi kerena hatinya tulus dan bersih dihadapan Tuhannya. Menurut Dr. H. A. Mustafa, tasawuf adalah suatu kehidupan rohani yang merupakan fitrah manusia dengan tujuan untuk mencapai hakikat yang tinggi, berada dekat sedekat mungkin pada Allah dari kungkungan dari jasadnya yang menyadarkannya pada kahidupan kebendaan disamping melepaskan jiwanya noda-noda sifat dan perbuatan tercela.
Model penelitian tasawuf antara lain: model Sayyid Nasrmodel dan model Mustafa Zahri
v Studi dan Model Penelitian Ilmu Filsafat
Dari segi bahasa kata filsafat berasal dari kata philo yabg berarti cinta dan sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian secara bahasa filsafat berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah.
Model penelitian filsafat antara lain: model M. Amin Abdullah dan model Harun Nasution
V. PENUTUP
Demikian makalah ini kami susun dengan harapan semoga makalah ini ermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi para pembaca umumnya. Apabila ada kekurangan dan kesalahan yang terdapat dalam makalah ini, kami mohon kritik dan saran yang bersifat membangun dan memotivasi.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Abdul Hakim, Atang. Metodologi Study Islam. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. 2000.
Ø Abdullah, Yatimin. Study Islam Kontemporer. Jakarta : Amzah. 2006.
Ø Nata , Abudidin. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2000.
Ø Syukur, Amin. Metodologi Studi Islam. Semarang: PT Gunung jati. 2001.
Ø Syukur, Amin. Pengantar Studi Islam. Semarang: PT Duta Grafika. 1993.
[1] Abudidin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000)hlm, 161
[2] Ibid, hlm, 163
[3] Atang Abdul Hakim, Metodologi Study Islam, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2000) hlm , 78
[4] Yatimin Abdullah, Study Islam Kontemporer, (Jakarta : Amzah, 2006) hlm, 260-261
[5] Ibid, hlm, 162-163
[6] Ibid, hlm, 264
[7] Ibid, hlm, 265
[8] Atang Abdul Hakim, Op.Cit., hlm, 83
[9] Yatimin Abdullah, Op.Cit., hlm, 286-287
[10] Ibid. hlm, 271
[11] Amin Syukur, Metodologi Studi Islam, (Semarang: PT Gunung jati, 2001) hlm, 81-82
[12] Yatimin Abdullah, Op.Cit., hlm, 319
[13] Ibid., hlm, 320
[14] Ibid., hlm, 325
[15] Abuddin Nata, Op.Cit., hlm, 252-253
[16] Ibid, hlm, 257
[17] Ibid, hlm: 257-258
[18]Ibid, hlm: 261
[19] HM. Amin Syukur, MA, Pengantar Studi Islam, (Semarang: PT Duta Grafika, 1993), hlm, 142
[20] Abuddinata, Op. Cit., hlm, 241
[21] Yatimin Abdullah, Op.Cit., hlm, 314 -315
[22] Abuddinata, Op. Cit., hlm, 246
[23] Yatimin Abdullah, Op.Cit., hlm, 291
[24] Ibid., hlm, 305-306
Bagian II
I. PENDAHULUAN
Pola pikir dalam memahami agama islam pada setiap orang sangat berbeda-beda. Ada beberapa metode yang ada saat ini, yang digunakan dan dipelajari oleh mahasiswa di berbagai perguruan tinggi negeri. Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin, menimbulkan penafsiran dan pemahaman yang berbeda-beda pada setiap ahli bidang ilmu dan tokoh-tokoh pemikir terkemuka.
Pada makalah ini akan dibahas aneka metode pemikiran dalam studi Islam di Indonesia. Diantaranya metode pemikiran modern, pendidikan Islam, metode tekstual dan kontekstual, serta metode muqaranah madzhab.
II. RUMUSAN MASALAH
1. Metodologi pemikiran modern
2. Metodologi pendidikan Islam
3. Metodologi tekstual dan kontekstual
4. Metodologi muqaranah madzhab
III. PEMBAHASAN
1. Metodologi Pemikiran Modern
Pemikiran modern dapat diartikan arah pemikiran yang maju menuju kepada pembaharuan. Menurut Muhammad Abduh, terdapat 2 macam metodologi pemikiran modern, yaitu:
a. Pemikiran modern yang sekuler, yakni pemikiran yang menjaga aqidah Islam, tetapi juga mengaplikasikan pemikiran barat sebagai hukum positif. Pemikiran ini cenderung kepada sekularisme, yang bertujuan memisahkan agama dan negara dan menjadikan hukum positif barat sebagai pengganti syariat Islam yang masih memerlukan pembenahan. Prinsip-prinsip tersebut telah diterapkan di Turki tahun 1924, dan juga diterapkan di negara-negara lain. Namun, dengan sikap netral terhadap tradisi dan lembaga-lembaga agama Islam.
b. Pemikiran modern yang agamis, yakni pemikiran yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai mobilisasi rohani dan keagamaan. Pemikiran ini menerapkan aqidah dan syari’at Islam sebagai sumber hukum paling utama dalam kehidupan beragama.
2. Metodologi Pendidikan Islam
Menurut UU RI No. 2 tahun 1989 pendidikan Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, danlatihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Sedangkan Ki Hajar Dewantara mendefinisikan pendidikan Islam adalah daya upaya untuk memajukan pertumbuhan budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelect),dan tubuh anak yang antara satu dan yang lainnya saling berhubungan agar dapat memajukan kesempurnaan hidup[1]. Bisa ambil kesimpulan bahwa pendidikan Islam adalah pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam. Metodologi pendidikan Islam merupakan cara atau usaha yang dilakukan untuk kegiatan bimbingan dan pengajaran dalam memahami Islam. Metodologi pendidikan Islam adalah jalan atau proses yang harus dilalui dimana faktor iman dan kemampuan bertakwa dalam perilaku pribadi dan sosial, dijadikan pusat program kurikuler baik di lembaga pendidikan umum maupun keagamaan[2].
Metode yang digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup umat Islam sebaiknya metode yang digali dalam sumber-sumber pokok ajaran Islam sendiri. Metode tersebut juga berdasarkan pada pendekatan ilmu dan teknologi[3]
Ada beberapa metode yang digunakan dalam pendidikan Islam, diantaranya:
a. Ta’lim
Ta’lim diartikan juga sebagai pengajaran. Biasanya ta’lim ini salah satunya adalah ceramah yang biasa digunakan oleh para pendidik dalam mengajar. Ta’lim merupakan metode dasar dalam pendidikan.
b. Tabyiin
Metode ini biasanya pendidik harus menjelaskan materi atau objek dengan benar supaya materi tersebut benar-benar jelas dan dimengerti oleh orang tersebut.
c. Tafshil
Pendidik harus menjelaskan secara detail tentang persoalan yang dibahas. Penjelasan tersebut tidak dikarang atau dibuat-buat serta mempunyai sumber yang jelas yang menyangkut persoalan tersebut.
d. Tafhim
Metode ini digunakan pendidik untuk memberikan kesamaan persepsi mengenai benda, permasalahan, ataupun kasus yang dibicarakan.
3. Metodologi Tekstual dan Kontekstual
Tekstual dapat diartikan mengacu pada teks. Metodologi tekstual menekankan pada signifikansi teks-teks sebagai kajian Islam dengan merujuk pada sumber-sumber suci dalam Islam, terutama Al-Qur’an dan Hadits. Pemahaman hukum mengacu apa adanya yang tertera dalam Al-Qur’an atau Hadits. Tidak memandang latar belakang sosial dan kultur masyarakat dan faktor yang melatarbelakangi permasalahan yang terjadi.
Metodologi kontekstual merupakan metode untuk memahami dalam kerangka konteksnya, baik ruang dan waktu. Pendekatan ini merupakan perangkat komplementer yang menjelaskan motif-motif kesejahteraan dalam ritual Islam, untuk memperkuat asumsi bahwa Islam merupakan entitas yang komprehensif yang melingkupi elemen normatif dan elemen praksis, selain itu menepis pandangan bahwa Islam itu radikal dan keras. Metode ini juga mengacu pada sumber-sumber ajaran Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadist, akan tetapi dipahami secara berbeda dengan metodologi tekstual, dilihat dari waktu, latar belakang sosial, kultur budaya serta faktor penyebab dan akibatnya.
4. Metodologi Muqaranah Madzhab
Secara etimologi muqaranah berarti membandingkan. Membandingkan dua hal atau dua perkara atau lebih. Menurut bahasa madzhab berarti jalan atau tempat yang dilalui. Muqaranah madzhab yaitu bidang yang mengkaji dan membahas tentang hukum yang terdapat dalam berbagai madzhab dengan membandingkan satu sama lain agar dapat melihat tingkat kehujjahan yang dimiliki oleh masing-masing madzhab tersebut, serta mencari segi-segi persamaan dan perbedaannya.
IV. KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas, dapat diambil kesimpulan diantaranya:
1. Pemikiran modern dapat diartikan arah pemikiran yang maju menuju kepada pembaharuan, pemikiran ini ada dua macam yaitu metode pemikiran modern yang sekuler dan agamis.
2. Metodologi pendidikan Islam merupakan cara atau usaha yang dilakukan untuk kegiatan bimbingan dan pengajaran dalam memahami Islam.
3. Metodologi tekstual menekankan pada signifikansi teks-teks Al-Qur’an dan Hadits sebagai kajian Islam dan mengacu apa adanya yang tertera dalam Al-Qur’an atau Hadits. Metodologi kontekstual merupakan metode untuk memahami dalam kerangka konteksnya, baik ruang dan waktu.
4. Metodologi muqaranah madzhab yaitu cara memahami Islam dengan membandingkan hukum yang terdapat dalam berbagai madzhab.
V. PENUTUP
Demikian makalah yang telah kami susun. Dalam penyusunan dan penyampaian materi masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat kami butuhkan demi kesempurnaan pembuatan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hakim, Atang. Metodologi Studi Islam. 2000. Cet. Pertama. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Arifin, Muzayyin. Kapita Selekta Pendidikan Islam. 2003. Jakarta: Bumi Aksara
Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. 2000. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Zuhairini, dkk. Filsafat Pendidikan Islam. 1995. Cet. Kedua. Jakarta: Bumi Aksara.
[1] DR. H. Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta:RajaGrafindo Persada, 2000) hlm. 290
[2] Prof. H. Muzayyin Arifin, Kapita Selakta Pendidikan Islam, (Jakarta:Bumi Aksara, 2003 cet. kedua) hlm. 76-77
Tidak ada komentar:
Posting Komentar