STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Senin, 01 Oktober 2012

MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

1.     Motivasi Belajar
Motivasi merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia yang erat kaitannya dengan perilaku manusia, oleh karena itu dalam melaksanakan aktivitas perlu disertai dengan motivasi.
a.       Pengertian Motivasi Belajar
Kata motivasi berasal dari bahasa Inggris “motivation” dan merupakan bentuk dari kata “motive” yang berarti “alasan atau yang menggerakkan”.[1]
Adapun secara terminologi, motivasi merupakan suatu tenaga, dorongan, alasan, kemauan dari dalam yang menyebabkan kita bertindak, di mana tindakan itu diarahkan kepada tujuan tertentu yang hendak dicapai.[2]
Clifford T. Morgan dalam buku Introduction to Psychology dikatakan, “Motivation is a general term, it refers to states within the organism, to behavior and to the goals toward which behavior is directed”.[3] Motivasi adalah istilah umum yang menunjukkan pada suatu keadaan, dalam suatu organisme untuk berbuat dan menuju suatu tujuan dimana suatu tingkah laku itu diarahkan.
Menurut Mc. Donald sebagaimana dikutip oleh Wasty Soemanto, bahwa motivasi adalah suatu perubahan tenaga dalam pribadi seseorang yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi dalam usaha mencapai tujuan.[4]
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat dirumuskan bahwa motivasi adalah sesuatu daya yang menjadi pendorong seseorang bertindak, di mana rumusan motivasi menjadi sebuah kebutuhan nyata dan merupakan muara dari sebuah tindakan.[5]
Sedangkan pengertian belajar menurut para ahli, di antaranya adalah:
Oemar Hamalik mendefinisikan belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perolehan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan.[6]
Arno F. Wittig dalam buku Psychology of Learning dikatakan, “Learning can be defined as any relatively permanent change in a organism behavioral repertoire that occurs as a result of experience”.[7] Belajar menurut Arno dapat didefinisikan sebagai suatu perbuatan yang relatif permanen dalam suatu tingkah laku manusia yang muncul sebagai hasil pengalaman.
Menurut Shaleh Abdul Aziz dan Abdul Aziz Abdul Majid dalam kitab at-Tarbiyah wa Thuruqut Tadris, mendefinisikan belajar adalah:
اِنَّ التَّعَلَّمُ هُوَ تَغْيِيْرُ فِى ذِهْنِ الْمُتَعَلَّمِ يَطْرَأُ عَلَى خَيْرَةٍ سَابِقَةٍ فَيُحْدِثُ فِيْهَا تَغْيِيْرًا جَدِيْدًا. [8]
Belajar adalah perubahan tingkah laku pada hati (jiwa) si pelajar berdasarkan pengetahuan yang sudah dimiliki menuju perubahan baru.

Jadi, secara psikologis bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku seseorang sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.[9]
Dari beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang dapat menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan yang menimbulkan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh siswa dapat tercapai.
b.      Aspek-aspek Motivasi
Menurut pendapat Clifford T. Morgan, yang dikutip oleh Wasty Soemanto, menjelaskan motivasi bertalian dengan tiga hal yang sekaligus merupakan aspek-aspek dari motivasi. Ketiga hal tersebut adalah:
1)     Keadaan yang mendorong tingkah laku (motivating states);
2)     Tingkah laku yang didorong oleh keadaan tersebut (motivated behavior);
3)     Dan tujuan dari pada tingkah laku tersebut (goals or ends of such behavior).[10]
Menurut Mc. Donald sebagaimana dikutip oleh Akyas Azhari, merumuskan dalam definisi motivasi terdapat tiga unsur yang saling berkaitan, yaitu:
1)     Bahwa motivasi itu dimulai dengan suatu perubahan tenaga dalam diri seseorang, keadaan ini biasa disebut dengan kebutuhan. Kebutuhan yang merupakan unsur pertama dari motivasi, timbul dari dalam diri siswa akibat merasakan adanya kekurangan dalam dirinya. Dengan kata lain, kekurangan biasanya timbul apabila merasa ada ketidakseimbangan antara apa yang dirasakan dengan apa yang dimiliki.
2)     Motivasi ditandai oleh dorongan afektif. Mula-mula merupakan ketegangan psikologis, lalu merupakan suasana emosi yang ditimbulkan adanya ketidakseimbangan dalam diri. Suasana emosi ini menimbulkan kelakuan yang berupa motif (dorongan), sehingga upaya untuk mengatasi dan menghilangkan ketidakseimbangan tersebut, atau timbul usaha untuk memenuhi kebutuhan. Dengan demikian, afeksi atau dorongan itu merupakan unsur kedua dari motivasi menunjuk pada tindakan/usaha secara terarah.
3)     Motivasi ditandai oleh reaksi-reaksi mencapai tujuan pribadi yang termotivasi mengadakan respon-respon yang tertuju ke arah suatu tujuan. Tujuan adalah segala sesuatu yang menghilangkan kebutuhan dan mengurangi dorongan. Artinya tercapai tujuan dapat menghilangkan ketidakseimbangan dan menghentikan atau mengurangi tindakan yang dilakukan karena tercapainya tujuan, berarti pula telah terpenuhinya kebutuhan.[11]
Dari ketiga unsur di atas, motivasi mengandung dua komponen, yaitu komponen dalam (inner component), dan komponen luar (outer component). Komponen dalam ialah perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang, berupa keadaan tidak puas, atau ketegangan psikologis. Komponen luar ialah apa yang diinginkan seseorang, tujuan yang ingin dicapai oleh seseorang. Jadi, komponen dalam ialah kebutuhan-kebutuhan yang ingin dipuaskan, sedangkan komponen luar ialah tujuan yang hendak dicapai untuk memenuhi kebutuhan tersebut.[12]
Dari penjelasan tersebut dapat dimengerti, bahwa motivasi seseorang (siswa) dalam melakukan sesuatu (belajar) karena adanya tiga unsur, yaitu kebutuhan, dorongan dan tujuan yang pasti ada dalam motivasi siswa dalam belajar.
c.       Macam-macam Motivasi Belajar
Berbicara masalah macam-macam motivasi dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Namun pada prinsipnya dilihat dari segi muncul atau timbul dan berkembangnya motivasi dalam diri seseorang terdapat dua macam, yaitu:
1)     Motivasi intrinsik
Pada intinya, motivasi intrinsik merupakan kondisi dari dalam diri seseorang (siswa) yang mendorong, menggerakkan atau membangkitkan siswa untuk melakukan sesuatu, yaitu belajar.
Para ahli mendefinisikan motivasi intrinsik, sebagai berikut:
a)     Menurut Ivor K. Davies, motivasi intrinsik mengacu pada faktor-faktor dari dalam, tersirat baik dalam tugas itu sendiri maupun pada diri siswa.[13]
b)     Menurut Sumadi Suryabrata, motivasi intrinsik yaitu motivasi yang aktif atau berfungsi tidak perlu ada rangsangan dari luar.[14]
c)      Menurut Soetomo, motivasi intrinsik ialah dorongan untuk melakukan suatu tindakan yang mana tujuan yang akan dicapai berada dalam dirinya sendiri.[15]
d)     Menurut Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, motivasi intrinsik yaitu motivasi yang timbul dalam diri seseorang. Maksudnya siswa belajar, karena belajar itu sendiri dipandang bermakna (dapat bermanfaat) bagi dirinya.[16]
Selanjutnya Sardiman AM memandang ada dua hal yang terkandung dalam motivasi intrinsik, seperti:
a)     Mengetahui apa saja yang akan dipelajari, dan
b)     Memahami mengapa hal tersebut patut dipelajari.
Seseorang siswa yang sedang belajar tanpa memahami kedua hal tersebut kegiatan belajarnya akan sulit berhasil. Artinya, tidak akan memperoleh manfaat dari kegiatan belajar yang mereka ikuti dari guru. Secara lebih lanjut memahami kedua hal tersebut berarti pula memahami tujuan belajar. Jadi, motivasi intrinsik adalah keadaan dalam diri siswa yang mendorong, menggerakkan, dan membangkitkan siswa untuk belajar.
2)     Motivasi ekstrinsik
Motivasi belajar seorang siswa tidaklah mesti datang dari dalam dirinya bersifat intrinsik, tetapi ada kalanya semangat belajar siswa ditimbulkan oleh dorongan yang muncul dari luar dirinya yang biasa disebut dengan motivasi ekstrinsik.
Di antara definisi motivasi ekstrinsik yang sudah lazim adalah:
a)     Menurut Nasution, mengemukakan pendapatnya tentang motivasi ekstrinsik bahwa tujuan-tujuan itu terletak di luar perbuatan itu, yakni tidak terkandung di dalam perbuatan itu sendiri.[17]
b)     Menurut Ivor K. Davies, berpendapat bahwa motivasi ekstrinsik itu mengacu pada faktor-faktor dari luar.[18]
c)      Menurut Soetomo, motivasi ekstrinsik ialah dorongan yang datang dari luar diri individu.[19]
Berdasarkan dari ketiga pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa motivasi ekstrinsik dapat didefinisikan sebagai segala hal dan keadaan yang datang dari luar diri seseorang (siswa) yang dapat menggerakkan dan mendorong semangat dan keinginannya untuk selalu rajin mengikuti pelajaran. Dalam interaksi belajar mengajar, diharapkan guru selalu mengusahakan timbulnya motivasi pada diri anak, dengan berbagai cara antara lain:
a)     Menciptakan suasana belajar yang positif
b)     Menciptakan keberhasilan belajar
c)      Memberi contoh yang baik dan sesuai dengan perkembangan anak
d)     Memberikan hasil-hasil yang dicapai siswa
e)     Memberi penghargaan atas prestasi yang dicapai siswa.[20]
d.      Fungsi Motivasi Belajar
Secara umum dapat dikatakan bahwa fungsi motivasi adalah mendorong, menggerakkan/menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauan untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau mencapai tujuan tertentu yang ingin dicapai.[21] Setiap kegiatan belajar mengajar sangat diperlukan adanya motivasi. Hasil belajar akan menjadi optimal, jika ada motivasi. Makin tepat motivasi yang diberikan, akan berhasil pula pelajaran yang diberikan. Jadi, motivasi akan senantiasa menentukan intensitas belajar bagi para siswa.[22]
Perlu ditegaskan, bahwa setiap tindakan motivasi mempunyai tujuan atau bertalian dengan tujuan, makin jelas tujuan yang ingin dicapai, semakin jelas pula bagaimana tindakan memotivasi (tindakan mencapai tujuan dilakukan). Dengan demikian, motivasi itu mempengaruhi adanya kegiatan atau tindakan.[23]
Keberhasilan suatu usaha dalam mencapai tujuan, sangatlah ditentukan oleh kuat atau lemahnya motivasi. Prestasi yang baik akan sulit di dapat tanpa adanya usaha untuk mengatasi permasalahan atau kesulitan. Proses usaha dalam menyelesaikan kesulitan tersebut memberikan dorongan yang sungguh kuat. Dalam Islam secara jelas menerangkan bahwa motivasi dalam usaha untuk mengatasi kesulitan sangatlah berhubungan erat dengan keberhasilan seseorang. Sebagaimana firman Allah dalam surat ar-Ra’d : 11
... إِنَّ اللهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ .... (الرعد: 11)
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. (QS. Ar-Ra’d : 11)[24]

Dari ayat di atas, bisa diketahui bahwa motivasi memiliki fungsi yang sangat besar dalam mencapai tujuan, yaitu mencapai cita-cita, keberhasilan atau adanya perubahan dalam diri seseorang.
Sehubungan dengan hal tersebut ada tiga fungsi motivasi:
1)     Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai motor atau penggerak yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
2)     Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.
3)     Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa saja yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Seorang siswa yang ingin pandai, tentu akan melakukan kegiatan belajar dan tidak akan menghabiskan waktunya untuk bermain atau membaca komik, sebab tidak serasi dengan tujuan.[25]
Di samping itu ada juga fungsi-fungsi lain. Motivasi dapat berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Seseorang (siswa) melakukan usaha (belajar) karena adanya motivasi, adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik pula.
Dengan kata lain bahwa, jika proses interaksi belajar mengajar tercipta dengan baik, maka siswa juga akan terdorong untuk melakukan kegiatan belajarnya.
2.     Konsep Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup (way of life).[26]
Sedangkan Pendidikan Agama Islam berdasarkan Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional adalah salah satu bidang studi pendidikan yang bersama-sama dengan pendidikan kewarganegaraan dan bahasa yang menjadi kurikulum wajib di setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan (Pasal 37 ayat 1).[27]
Jadi Pendidikan Agama Islam merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidikan dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk menyakini, memahami dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, atau pelatihan yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Di sekolah umum, Pendidikan Agama Islam merupakan satu bidang studi atau unsur pokok keimanan, ibadah, al-Qur’an, akhlak, muamalah, syari’ah dan tarikh dengan satu silabi. Sedangkan di sekolah berciri khas agama Islam, Pendidikan Agama Islam merupakan satu kelompok bidang studi terdiri dari al-Qur’an Hadits, Fiqih, Akidah Akhlak, Sejarah Kebudayaan Islam, dan Bahasa Arab yang masing-masing bidang studi memiliki silabi tersendiri.
Sedangkan tujuan umum Pendidikan Agama Islam adalah meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah, berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.[28]
Tujuan Pendidikan Agama Islam harus sesuai dengan tujuan hidup manusia, seperti yang disebutkan dalam al-Qur’an sebagai berikut:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ (الذاريات: 56)
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (QS. Adz-Dzariyat: 56)[29]

Jadi, tujuan Pendidikan Agama Islam harus mengacu pada penanaman nilai-nilai Islam. Hal ini dilakukan dalam rangka menuai keberhasilan hidup di dunia bagi peserta yang kemudian akan membuahkan kebaikan di akhirat.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan motivasi belajar Pendidikan Agama Islam adalah gejala psikologis dari dalam jiwa dalam bentuk dorongan pertumbuhan dan perubahan diri seseorang dalam tingkah laku baru berkat pengalaman dan latihan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki serta mendapat kepuasan pada pelajaran Pendidikan Agama Islam.



[1] John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000), cet. XXIV, hlm. 386.
[2] Sumadi Suryobroto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), cet. XII, hlm. 70.
[3] Clifford T. Morgan, Introduction to Psychology, (New York: Mc. Grow Hill Company, 1961), hlm. 187
[4] Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan,  (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hlm. 191.
[5] Akyas Azhari, Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Teraju, 2004), cet. 1, hlm. 65.
[6] Oemar Hamalik, Metode Belajar dan  Kesulitan-kesulitan Belajar, (Bandung: Tarsito,  1990), hlm. 21
[7] Arno F. Witting, Psychology of Learning, (New York: Mc. Hill Book Company, 1981), hlm. 2
[8] Shaleh Abdul Aziz dan Abdul Aziz Abdul Majid, At-Tarbiyah wa Thuruqut Tadris,  Juz I, (Mesir: Darul Ma’arif, t.th.), hlm. 169.
[9] Slameto, Proses Belajar Mengajar dalam Sistem Kredit Semester (SKS), (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), cet. 1, hlm. 78.
[10] Wasty Soemanto, op. cit., hlm. 194.
[11] Akyas Azhari, op. cit., hlm. 66-67.
[12] Wasty Soemanto, op. cit., hlm. 195.
[13] Ivor K. Davies, Pengelolaan Belajar, (Jakarta: Rajawali, 1991), cet. 11, hlm. 216.
[14] Sumadi Suryobroto, op. cit., hlm. 99.
[15] Soetomo, Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar, (Surabaya: Usaha Nasional, 1993), cet. 1, hlm. 34.
[16] Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, Pengelolaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), cet. 1, hlm. 12-13.
[17] S. Nasution, Didaktik Asas-asas Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), eds. 2, hlm. 80.
[18] Ivor K. Davies, loc. cit.
[19] Soetomo, loc. cit.
[20] Ibid., hlm. 34.
[21] M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), hlm. 73.
[22] Sardiman A.M., op. cit., hlm. 82-83.
[23] M. Ngalim Purwanto, op. cit., hlm. 73-74.
[24] Departemen Agama RI, op. cit., hlm. 370.
[25] Sardiman A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), cet. IX, hlm. 83.
[26] Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 86.
[27] UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung: Citra Umbara, 2003), hlm. 25.
[28] Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan PAI di Sekolah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 77.
[29] Departemen Agama RI, op. cit., hlm. 862.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar