STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Rabu, 27 Maret 2013

SPI: DAULAH BANI ABBASIYAH


A.  Asal Mula Daulah Bani Abbasiyah

Daulah Bani Abbasiyah yang didirikan pada tahun 132 H / 750 M oleh Abdullah al-Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas merupakan kelanjutan dari pemerintahan Daulah Umayyah yang telah hancur di Damaskus. Gerakan bani Abbas pada waktu itu yang dipimpin oleh Ibrahim Al Imam melakukan gerakan diam-diam atau rahasia yang berpusat di Khurasan. Dengan pimpinan panglima perang yang bernama Abu Muslim Al Khusrasany, Bani Abbas dapat menguasai daerah Khurasan dan Kufah. Setelah Kufah dapat dikuasai sepenuhnya, diangkatlah Abul Abbas menjadi Khalifah pertama pada tahun 132 H / 750 M. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Daulah Bani Umayyah pada saat itu. Dinamakan kekhalifahan Daulah Abbasiyah, karena para pendiri dan penguasa dinasti ini merupakan keturunan Bani Abbas, paman Nabi Muhammad SAW.[1]

Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial dan budaya. memiliki lima periode yaitu :
1.      Periode pertama 132 H – 232 H sebagai pengaruh Persia pertama.
2.      Periode kedua 232 H – 334 H di sebut masa pengaruh Turki pertama.
3.      Periode ketiga 334  – 447 H masa kekuasaan Dinasti Buwaih.
4.      Periode keempat 447 H – 590 H masa kekuasaan dinasti Saljuk.
5.      Periode kelima 590 H – 656 H masa khilafah bebas dari dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya di sekitar Baqdad.[2]

B. Khalifah-Khalifah Bani Abbas

1.      Abul Abbas Assafah (132 – 136 H / 750 – 754 M)
Abul Abbas Assafah memusatkan siasat pemerintahannya untuk mengukuhkan kekuasaannya dengan jalan melakukan tindakan tangan besi terhadap lawan politiknya, yaitu Bani Umayyah. Keluarga Bani Umayyah beserta pendukungnya ditumpas. Abul Abbas Assafah menetapkan kota Anbar menjadi ibu kota pemerintahan dan diberi nama Hasyimiyah. Ia meninggal pada tahun 136 H / 754 M.

2.      Abu Ja’far Al Manshur   (136 – 158 H / 754 – 775 M)
Usaha Abul Abbas Assafah dalam menegakkan kestabilan dan keamanan dalam negeri dilanjutkan oleh Abu Ja’far Al Manshur dengan cara menumpas pendukung Bani Umayyah serta para pembantunya, seperti Abdullah bin Ali di Siria dan Shalih bin Ali di Mesir, keduanya adalah pamannya sendiri yang ditunjuk sebagai gubernur oleh khalifah sebelumnya.
Setelah keamanan dalam negeri terjamin dengan baik, Abu Ja’far Al Manshur mulai memajukan ilmu pengetahuan dengan jalan menerjemahkan buku-buku dari bahasa Yunani, Persia, Siria, dan India ke dalam Bahasa Arab, terutama di bidang kedokteran, astronomi, dan ilmu pasti. Abu Ja’far mendirikan kota Baghdadkota pemerintahan termasyhur di Timur dan sebagai pusat berkembangnya ilmu pengetahuan. Di samping itu, beliau mendirikan jawatan kehakiman, kepolisian, pajak, dan pos untuk memperlancar jalannya roda pemerintahan di seluruh daerah. Beliau dapat menguasai Afrika Utara, namun tidak dapat menundukkan kekuasaan Bani Umayyah di Spanyol karena terlalu jauh dari pusat pemerintahan. sebagai ibu
Kekuasaan Bani Umayyah pun dibangun kembali oleh Abdurrahman Ad Dakhil di Spanyol pada tahun 138 H / 575 M. Pemerintahan baru itu dengan ibu kota Cordova. Kedua kerajaan ini pun bersaing dalam memajukan ilmu pengetahuan dan peradaban untuk mempercepat tercapainya zaman keemasan bagi umat Islam di kedua kerajaan tersebut.

3.      Al Mahdi (158 – 169 H / 775 – 785 M)
Setelah ayahnya Al-Mansyur meninggal maka Al-Mahdi naik tahta. Baru saja menjabat ia memerintahkan membuka pintu penjara dan melepaskan orang-orang hukuman politik, yang tidak dilepaskan hanya orang-orang penjahat, pembunuh dan perampok. Pada zaman ini pertumbuhan perekonomian meningkat disektor pertanian melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga, besi. Pada masa pemerintahannya ia melakukan pembangunan-pembangunan penting seperti memperluas Masjidil Haram, memberi bantuan tetap kepada fakir miskin, memperbaikki jalan antara Madinah, Mekah, dan Yaman.
4.      Musa Al Hadi  (169 – 170 H / 785 – 786 M)
Masa pemerintahan Al Hadi hanya berjalan tidak lama. Dia banyak menghadapi pemberontakan dari kaum Syiah, Khawarij, dan golongan Zindiq (atheis), tetapi semua dapat diatasi olehnya.

5.      Harun Al Rasyid  (170 – 193 H / 786 – 809 M)
Harun Al Rasyid terkenal dalam sejarah sebagai seorang khalifah yang penuh wibawa, dicintai rakyatnya, dan disegani oleh lawan dan kawan. Beliau sangat mencintai ilmu dan kebudayaan, bijaksana, dan penuh inisiatif untuk memajukan kerajaan yang sangat luas itu sehingga tercapailah suatu kemajuan dan kejayaan yang sangat gemilang.
Kota Baghdad yang disebut kota seribu satu malam mencerminkan kemakmuran dan kemajuan pemerintahan Harun Al Rasyid, di mana-mana terdapat masjid-masjid besar, megah serta penuh ukiran yang indah. Di seluruh pelosok kota terdapat gedung-gedung yang megah, jalan-jalan yang teratur rapi, gedung kesenian, teropong bintang, dan lain sebagainya.
Kemakmuran rakyat tercapai dengan merata. Rakyat hidup dengan aman, makmur, sejahtera. Ilmu pengetahuan dan peradaban tumbuh dengan baik. Di sekeliling Khalifah berkumpul para ahli ilmu sastra, budaya, dan agama. Kemajuan materiil yang tumbuh pesat diimbangi dengan kemajuan bidang spiritual. [3]

6.      Abdullah Al Amin (193 – 198 H = 809 – 813 M)
Al Amin adalah putera mahkota yang diwasiatkan oleh Harun Al Rasyid sebagai penggantinya. Dalam wasiat disebutkan bahwa setelah Al Amin meninggal, ia digantikan oleh adiknya (lain ibu) Al Makmum. Karena ulah seorang wazir (menteri) yang bernama Fadlal bin Rabi, kedua saudara itu dapat dihasutnya untuk saling berperang. Terjadilah perang saudara yang berakhir dengan kemenangan Al Makmum.

7.      Abdullah Al Makmum (198 – 218 H = 813 – 833 M)
Khalifah Al Makmum bersikap lebih dekat dengan golongan Alawiyah sehingga berhasil mengurangi rongrongan dari Syiah . Dia juga terus melanjutkan perhatian khusus terhadap berbagai bidang yang dapat mendorong kemajuan Islam.
8.      Al Mutashim (218 – 227 H / 833 – 842 M)
            Al-Mutashim memberi peluang besar orang Turki untuk masuk dalam pemerintahan. Siasatnya mnimbulkan kebencian dari pihak Arab dan Persia sehingga membuat lemahnya pengaruh khalifah. Praktik orang-orang muslim mengikuti perang sudah terhenti. Tentara dibina secara khusus menjadi prajurit-prajurit professional. Dengan demikian, kekuatan militer dinasti Bani Abbas menjadi sangan kuat.

9.      Harun Al Watsiq (227-232 H / 842-847 M)
            Di zaman ini perpecahan di kalangan kerajaan Islam bertambah parah sebagai akibat politik yang dijalankan oleh Al Mutasim. Banyak provinsi yang memberontak dan tidak lagi mengakui pemerintahan pusat, seperti Hijaz, Siria, Mosul, dan Bagdad sendiri. Kesempatan itu digunakan sebaik mungkin oleh bekas-bekas budak dari Turki yang diangkat menjadi tentara. Mereka melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap penduduk.

C. Peta Daerah Perkembangan Islam Pada Masa Bani Abbasiyah

            Pada masa Daulah Abbasiyah luas kekuasaan Islam semakin bertambah dan Baghdad sebagai pusat pemerintahannya. Perluasan kekuasaan dan pengaruh Islam bergerak ke wilayah Timur Asia Tengah dari perbatasan India hingga ke Cina. Wilayah kekuasaan Islam amat luas yaitu meliputi wilayah yang telah dikuasai oleh Bani Umayah antara lain Hijaz, Yaman Utara dan Selatan, Oman, Kuwait, Irak, Iran, Yordania, Palestina, Libanon, Mesir, Tunisia, Aljazair, Maroko, Spanyol, Afganistan, dan Pakistan. Daerah-daerah tersebut memang belum sepenuhnya berada di wilayah Bani Umayah, namun di masa kekuasaan Bani Abbas perluasan daerah dan penyiaran Islam semakin berkembang, sehingga meliputi daerah Turki, Armenia, dan sekitar Laut Kaspia. [4]
Dinasti Bani Abbas pada periode pertama lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan islam dari pada perluasan wilayah. Inilah perbedaan pokok antara Bani Ummayah dengan Bani Abbasiyah. Di samping itu ada pula cirri-ciri yang menonjol pada dinasti Abbasiyah yang tidak terdapat di zaman Bani Ummayah, yaitu :
1.      Berpindahnya ibu kota ke Baqhdad sehingga pemerintah Bani Abbas tidak terpengaruh dengan Arab. Sedangkan Bani ummayah sangat berorientasi kepada Arab.
2.      Dalam penyelenggara pemerintahan Bani Abbas ada jabatan Wazir, yang membawahi kepala-kepala departemen.
3.      Ketentaraan professional baru terbentuk pada masa Bani Abbas, yang tidak ada di zaman Bani Ummayah. [5]
            Bani Abbasiyah mampu mengembangkan dan memajukan peradaban Islam, sehingga daulah ini mencapai puncak kejayaannya. Karena para penguasanya banyak memberikan dorongan kepada ilmuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dalam segala bidang kehidupan.
            Kemajuan itu antara lain disebabkan sikap dan kebijaksanaan para penguasanya dalam mengatasi berbagai persoalan, kebijaksanaan itu antara lain ialah:
1.      Para khalifah tetap keturunan Arab sedangkan para menteri, gubernur, panglima perang, dan pegawai diangkat dari bangsa Persia.
2.      Kota Baghdad sebagai ibukota, dijadikan kota internasional untuk segala kegiatan seperti ekonomi, politik, social, dan budaya.
3.      Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat mulia dan berharga. Para khalifah membuka kesempatan pengembangan ilmu pengetahuan seluas-luasnya.
4.      Rakyat bebas berpikir serta memperoleh hak asasinya dalam segala bidang, seperti ibadah, filsafat, dan ilmu pengetahuan.
5.      Para menteri keturunan Persiadiberi hak penuh menjalankan pemerintahan, sehingga mereka memegang peranan penting dalam memajukan kebudayaan Islam.
6.      Berkat usaha khalifah yang sungguh-sungguh dalam membangun ekonominya, mereka memiliki pembendaharaan yang cukup berlimpah.
7.      Dalam pengembangan ilmu pengetahuan para khalifah banyak mendukung perkembangan tersebut sehingga banyak buku-buku yang dikarang dalam berbagai ilmu pengetahuan.[6]



D. Bentuk-Bentuk Peradaban Islam Pada Masa Daulah Abbasiyah

1.      Kota-Kota Pusat Peradaban
Di antara kota pusat peradaban pada masa dinasti Abbasiyah adalah Baghdad dan Samarra. Bagdad merupakan ibu kota negara kerajaan Abbasiyah yang didirikan Kholifah Abu Ja’far Al-Mansur (754-775 M) pada tahun 762 M. Sejak awal berdirinya, kota ini sudah menjadi pusat peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan. Di kota inilah para ahli ilmu pengetahuan datang beramai-ramai untuk belajar. Sedangkan kotaSamarra terletak di sebelah timur sungai Tigris, yang berjarak + 60 km dari kota Baghdad. Di dalamnya terdapat 17 istana mungil yang menjadi contoh seni bangunan Islam di kota-kota lain.

2.      Bidang Pemerintahan
Pada masa Abbasiyah I (750-847 M), kekuasaan kholifah sebagai kepala negara sangat terasa sekali dan benar seorang kholifah adalah penguasa tertinggi dan mengatur segala urusan negara. Sedang masa Abbasiyah II 847-946 M) kekuasaan kholifah sedikit menurun, sebab Wazir (perdana mentri) telah mulai memiliki andil dalam urusan negara. Dan pada masa Abbasiyah III (946-1055 M) dan IV (1055-1258 M), kholifah menjadi boneka saja, karena para gubernur di daerah-daerah telah menempatkan diri mereka sebagai penguasa kecil yang berkuasa penuh. Dengan demikian pemerintah pusat tidak ada apa-apanya lagi.
Dalam pembagian wilayah (propinsi), pemerintahan Bani Abbasiyah menamakannya dengan Imaraat, gubernurnya bergelar Amir / Hakim. Imaraat saat itu ada tiga macam, yaitu ; Imaraat Al-Istikhfa, Al-Amaarah Al-Khassah dan Imaarat Al-Istilau. Kepada wilayah / imaraat ini diberi hak-hak otonomi terbatas, sedangkan desa/ al-Qura dengan kepala desanya as-Syaikh al-Qoryah diberi otonomi penuh. [7]
Selain hal tersebut di atas, dinasti Abbasiyah juga telah membentuk angkatan perang yang kuat di bawah panglima, sehingga kholifah tidak turun langsung dalam menangani tentara. Kholifah juga membentuk Baitul Mal / Departemen Keuangan untuk mengatur keuangan negara khususnya. Di samping itu juga kholifah membentuk badan peradilan, guna membantu kholifah dalam urusan hukum.

3.      Bangunan Tempat Pendidikan dan Peribadatan
a.       Madrasah, didirikan pertama kali oleh Nizamul Mulk. Terdapat di kota Bagdad, Balkan, Muro, Tabrisan, Naisabur, Hara, Isfahan, Mausil, Basrah, dan kota-kota lain.
b.      Kuttab, yaitu tempat belajar bagi pelajar tingkat rendah dan menengah.
c.       Masjid Munadharah, tempat pertemuan para pujangga, ahli fakir, dan para sarjana untuk menseminarkan masalah-masalah ilmiah.
d.      Masjid, biasanya digunakan untuk belajar bagi pelajar tingkat tinggi dan takhassus.
e.       Baitul Hikmah, merupakan perpustakaan pusat, dibangun oleh Khalifah Harun Al Rasyid.
f.        Masjid Raya Cordova, dibangun pada tahun 786 M.
g.       Masjid Ibnu Toulon, di Kairo dibangun pada tahun 786 M.
h.       Istana Al Hamra, di Cordova.
i.         Istana Al Cazar, dan lain-lain.

4.      Bidang Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan pada masa Daulah Bani Abbasiyah terdiri dari ilmu naqli dan ilmu ‘aqli. Ilmu naqli terdiri dari Ilmu Tafsir, Ilmu Hadits Ilmu Fiqih, Ilmu Kalam, Ilmu Tasawwuf dan Ilmu Bahasa. Adapaun ilmu ‘aqli seperti : Ilmu Kedokteran, Ilmu Perbintangan, Ilmu Kimia, Ilmu Pasti, Logika, Filsafat dan Geografi. Berikut ini ialah Tokoh-tokohnya:
  1. Ilmu Filsafat
·        Al Kindi (194 – 260 H / 809 – 873 M)
·        Al Farabi (wafat tahun 390 H / 916 M)
·        Ibnu Bajah (wafat tahun 523 H)
·        Ibnu Thufail (wafat tahun 581 H)
·        Ibnu Shina (370 – 428 H / 980  – 1037 M).
·        Al Ghazali (tahun 450 – 505 H / 1058  – 1101 M)[8]
·        Ibnu Rusyd (520 – 595 H / 1126 – 1198 M)

  1. Bidang Kedokteran
·        Jabir bin Hayyan (wafat 161 H / 778 M) dianggap sebagi bapak ilmu Kimia.
·        Hunain bin Ishaq (194 – 264 H / 810 – 878 M) ahli mata yang terkenal.
·        Thabib bin Qurra (221 – 228 H / 836 – 901 M)
·        Ar Razi (251 – 313 H / 809 – 973 M)
  1. Bidang Matematika
·        Umar Al Farukhan, Insinyur arsitek pembangunan kota Bagdad.
·        Al Khwarizmi, pengarang kitab Al Gebra (Al Jabar) ahli matematika terkenal.
·        Banu Nusa, menulis banyak buku dan ilmu ukur.
  1. Bidang Astronomi
·        Al Fazari, seorang pencipta astrobole, yaitu alat pengukur tinggi dan jarak bintang-bintang.
·        Al Battani, terkenal dalam ilmu perbintangan.
·        Al Fargoni, membangun beberapa observatorium di Baghdad.
  1. Farmasi dan Kimia
·        Ibnu Baithar, ahli obat-obatan, makanan atau gizi.
  1. Ilmu Tafsir
·        Ilmu tafsir bil ma’tsur, yaitu Al-Quran yang ditafsirkan dengan hadits-hadits. Tokohnya ialah Ibnu Jarir al Thabari, Ibnu Athiyah al Andalusi, Al Sudai, dan Muqotil Ibnu Sulaiman.
·        Ilmu tafsir bin ro’yi, tafsir Al-Qur’an dengan menggunakan akal pikiran. Tokoh-tokohnya ialah  Abu Bakar Asam, Abu Muslim Muhammad, Ibnu Jaru Al Asadi, Abu Yunus Abdussalam.
  1. Ilmu Hadits
·        Imam Al Bukhari (194 – 256 H), karyanya ialah Shahih Al Bukhari.
·        Imam Muslim (wafat 261 H), karyanya ialah Shahih Muslim.
·        Ibnu Majah, karyanya ialah Sunan Ibnu Majah.
·        Abu Dawud, karyanya ialah Sunan Abu Dawud.
·        An Nasai, hasil karyanya ialah Sunan An Nasai.
  1. Ilmu Kalam
·        Jabariyah, tokohnya ialah Jahm bin Sofyan dan Ya’du bin Dirham.
·        Qodoriyah, tokohnya Ghilan Al Dimasyqy, Ma’bad Al Juhaini.
·        Mu’tazilah, tokohnya Washil bin Atha’.
·        Ahlus Sunnah, tokohnya Abu Hasan Al Asy’ary, Al Ghozali.
  1. Ilmu Bahasa
·        Sibawaih (wafat tahun 183 H)
·        Al Kisai (wafat tahun 198 H)
·        Abu Zakariya Al Farra (wafat tahun 208 H)

E.   Kehancuran Daulah Abbasiyah

Kehancuran Dinasti Abbasiyah ini tidak terjadi dengan cara spontanitas, melainkan melalui proses yang panjang yang diawali oleh berbagai pemeberontakan dari kelompok yang tidak senang terhadap kepemimpinan kholifah Abbasiyah. Disamping itu juga, kelemahan kedudukan kekholifahan dinasti Abbasiyah di Baghdad, disebabkan oleh luasnya wilayah kekuasaan yang kurang terkendali, sehingga menimbulkan disintegrasi wilayah.
Ada dua faktor penyebab runtuhnya Daulah Bani Abbasiyah:
  1. Faktor Internal
·        Kemerosotan ekonomi, mayoritas Kholifah Abbasiyah periode akhir lebih mementingkan urusan pribadinya dan cenderung hidup mewah.
·        Luasnya wilayah kekuasaan Abbasiyah, sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukan.
·        Konflik keagamaan, antara muslim dan zindiq (atheis), Ahlussunnah dengan Syiah, serta antara Mu’tazilah dengan Salaf.
·        Persaingan antar bangsa. Bangsa Arab bersaing dengan Persia, dan Turki yang pada akhirnya menimbulkan perpecahan.
·        Pengaruh dari Mamluk, Bani Buwaih, serta Bani Seljuk.
·        Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata, ketergantungan khalifah kepada mereka sangat tinggi.
·        Keuangan negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan untuk tentara bayaran sangat besar. Pada saat kekuatan militer menurun, khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman pajak ke Baghdad.
  1. Faktor Eksternal
·        Perang Salib yang berlangsung beberapa gelombang dan menelan banyak korban.
·        Penyerbuan tentara Mongol di bawah pimpinan Panglima Hulagu Khan yang menghacur leburkan kota Baghdad. [9]
Perang Salib ini terjadi pada tahun 1095 M, saat Paus Urbanus II berseru kepada umat Kristen di Eropa untuk melakukan perang suci, untuk memperoleh kembali keleluasaan berziarah di Baitul Maqdis yang dikuasai oleh Penguasa Seljuk, serta menghambat pengaruh dan invasi dari tentara Muslim atas wilayah Kristen. Walaupun umat Islam berhasil mempertahankan daerah-daerahnya dari tentara Salib, namun kerugian yang mereka derita banyak sekali, karena peperangan itu terjadi di wilayahnya. Kerugian-kerugian ini mengakibatkan kekuatan politik umat Islam menjadi lemah. Dalam kondisi demikian mereka bukan menjadi bersatu, tetapi malah terpecah belah. Banyak daulah kecil yang memerdekakan diri dari pemerintahan pusat Abbasiyah di Baghdad.
Pada tahun 565 H/1258 M, tentara Mongol yang berkekuatan sekitar 200.000 orang tiba di salah satu pintu Baghdad. Khalifah Al-Musta'shim, penguasa terakhir Bani Abbas di Baghdad (1243 - 1258), betul-betul tidak berdaya dan tidak mampu membendung "topan" tentara Hulagu Khan. Pada saat yang kritis tersebut, wazir khilafah Abbasiyah, Ibn Alqami ingin mengambil kesempatan dengan menipu khalifah. la mengatakan kepada khalifah, "Saya telah menemui mereka untuk perjanjian damai. Hulagu Khan ingin mengawinkan anak perempuannya dengan Abu Bakr Ibn Mu'tashim, putera khalifah. Dengan demikian, Hulagu Khan akan menjamin posisimu. la tidak menginginkan sesuatu kecuali kepatuhan, sebagaimana kakek-kakekmu terhadap sulthan-sulthan Seljuk". [10]
Khalifah menerima usul itu, la keluar bersama beberapa orang pengikut dengan membawa mutiara, permata dan hadiah-hadiah berharga lainnya untuk diserahkan kepada Hulagu Khan. Hadiah-hadiah itu dibagi-bagikan Hulagu kepada para panglimanya. Keberangkatan khalifah disusul oleh para pembesar istana yang terdiri dari ahli fikih dan orang-orang terpandang. Tetapi, sambutan Hulagu Khan sungguh di luar dugaan khalifah. Apa yang dikatakan wazirnya temyata tidak benar. Mereka semua, termasuk wazir sendiri, dibunuh dengan leher dipancung secara bergiliran.
Dengan pembunuhan yang kejam ini berakhirlah kekuasaan Abbasiyah di Baghdad. Kota Baghdad sendiri dihancurkan rata dengan tanah, sebagaimana kota-kota lain yang dilalui tentara Mongol tersebut. Walaupun sudah dihancurkan, Hulagu Khan memantapkan kekuasaannya di Baghdad selama dua tahun, sebelum melanjutkan gerakan ke Syria dan Mesir.
Jatuhnya kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri kekuasaan khilafah Bani Abbasiyah di sana, tetapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik dan peradaban Islam, karena Bagdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam yang sangat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap dibumihanguskan oleh pasukan Mongol yang dipimpin Hulaghu Khan tersebut.



[1] Forum Guru Bina PAI Madrasah Aliyah, Sejarah Kebudayaan Islam, (Sragen, CV. Akik Pusaka), hal 39
[2] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada), hal 50
[3] Soepardjo, Integrasi Budi Pekerti dalam Pendidikan Agama Islam, (Solo, Tiga Serangkai) hal 118
[4] Forum Guru Bina PAI Madrasah Aliyah, Sejarah Kebudayaan Islam, (Sragen, CV. Akik Pusaka), hal 43
[6] Forum Guru Bina PAI Madrasah Aliyah, Sejarah Kebudayaan Islam, (Sragen, CV. Akik Pusaka), hal 40
[7] Forum Guru Bina PAI Madrasah Aliyah, Sejarah Kebudayaan Islam, (Sragen, CV. Akik Pusaka), hal 39
[8] Termasuk ke dalam tokoh yang mengembangkan ilmu tasawuf.
[9] Sejarah Kebudayaan Islam untuk Madrasah Aliyah (Solo, Tiga Serangkai) hal 40

Tidak ada komentar:

Posting Komentar