STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Sabtu, 28 Mei 2011

AL-GHAZALI DAN AL-KINDI

BAB I
PENDAHULUAN
A. PENTINGNYA AL-GHAZALI DAN AL-KINDI DI BAHAS DI DALAM ISLAM
Maksud dan tujuan kami membahas 2 tokoh Islam yakni Al-Ghazali dan Al-kindi dalam makalah ini ialah memperkenalkan secara permulaan kepada para pembaca Indonesia, yang kebanyakan adalah orang-orang Muslim. Salah satu kekayaan Islam dibidang pemikiran. Khususnya yang berkenaan dengan filsafat dan teologi, tapi juga sedikit banyak menyangkut hal-hal lain yang dirasa perlu.
Nama-nama pemikir muslim yang makalah atau nukilan dari karya mereka yang lebih panjang dipilih untuk ontologi, sudah sangat luas dikenal kaum muslimin. lebih-lebih akhir ini, ketika dunia Islam dihadapkan kepada berbagai tantangan, dan kaum muslimin berusaha menemukan jawaban yang tangguh. Penegakan kebelakang, sejarah umat, semakin banyak membawa nama-nama sarjana Islam klasik itu muncul kepermukaan. Sekalipun begitu, dapat dipastikan bahwa hanya sedikit dari mereka para pemeluk islam yang benar-benar mengenal jalan fikiran para sarjana klasik tersebut keberhasilan memahami persoalan itu akan sangat menolong para pewaris khazanah agung tersebut untuk menjawab tantangan yang mereka hadapi.

B. BIOGRAFI MASING-MASING TOKOH
1. Biografi Al-Ghazali
Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali[1] lahir pada tahun 1059 M di Ghazaleh (Iran), ia bergelar Hujjahtul Islam. Ayahnya seorang muslim keturunan Persi ahli tasawuf meninggal ketika Al-Ghazali masih kecil.
Al-Ghazali mula-mula belajar pada seorang sufidi negerinya sendiri (Thus), kemudian ia melajutkan di juejan den Naisabur belajar pada seorang ulama besar dalam pengetahuan agama, ialah Inu Al-Huraimin Aliyuddin. DI sekolah inilah Ghazali belajar: Hukum Islam, teologi, Ilmu-ilmu alam, filsafat, logika dan sufisme. Kemudian Al-Ghazali diangkat sebagai guru besar di Madrasah Al-Nizamiyah Baghdad (1091 M/483 H). Beliau banyak menarik ulama’-ulama’ di kota itu. Akhirnya beliau mengembara di Mesir, Mekkah dan Siria dan terakhir ia kembali ke Thus (meninggal disana tanggal: 14 Jumadil Akhir Tahun 54 H / 9 Januari 1111 M).
Sebagai orang ilmuan, Al-Ghazali berhasil menyusun buku-buku
Tahafatul Falasifah, Ih. Munqi Mindal manthik, Fiqih dan ushul Fiqih, Tafsir, Akhlak Adat kesopanan dan Ihya Ulumiddin.[2]
2. Biografi Al-Kindi
Nama lengkap Abu Yusuf – Ya’Kub Ibnu Ishak Al-Sabbah, Ibnu Imron, Ibnu Al-Asha’ath, Ibnu Kays, Al-kindi.[3] Beliau bisa disebut Ya’Kub, lahir pada tahun 185 H (801 M) di Kufah. nama orang tuanya Ishaq As-shihabah, dan ayahnya menjabat Gubernur di Kuffah, pada masa Pemerintahan Al-Mahdi dan Harun Ar-Rasyid dari Bani Abbas.
Nama Al-Kindi merupakan nama yang diambil dan nama sebuah buku:Banu khindah, berlokasi di daerah selatan Jazirah Arab, beliau hidup pada masa pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyidah yang mendukung perkembangan Islam.
Sebagai orang yang dilahirkan dikalangan para intelektual, pendidikan yang pertama diterima adalah membaca Al-Qur’an, menulis, dan berhitung. Disamping itu ia banyak mempelajari tentang sastra dan agama, juga menmerjemahkan beberapa buku Yunani di dalam Bahasa Syiria kuno, dan Bahasa Arab.
Al-Kindi mengarang buku-buku yang menganut keterangan Ibnu Al-Nadim buku yang ditulisnya berjumlah 241 dalam filsafat, logika, arithmatika, astronomi, kedokteran, ilmu jiwa, politik, optika, musik, matematika dan sebagainya. Dari karangan-karangannya, dapat kita ketahui bahwa Al-Kindi termasuk penganut aliran Eklektisisne.[4] Dalam metafisika dan kosmologi mengambil pendapat Aristoteles, dalam psikologi mengambil pendapat Plato dalam hal etika mengambil pendapat Socrates dan Plato.
BAB II
AJARAN AL-GHAZALI DAN AL-KINDI
A. AJARAN AL-GHAZALI
1. Teori Ketuhanan
Al-Ghazali memang Hujjah Al-Islam. Ia membela islam dalam orang-orang Nasroni. Al-Ghazali menganut dan membentangi mezhab Al-Asy’ariyah, walaupun ia mengkritik kajian teoritik yang dilakukan kaum Mukallimin (Teologi Islam) dan sikap mereka berlebih-lebihan dalam berdebat dan bermusuhan.
Al-Ghazali, sebagaimana halnya para penganut aliran Asy-’ariyah menyelaraskan akal dengan naql.[5] Ia bependapat bahwa akal harus dipergunakan sebagai penopang. Karena ia bisa mengetahui dirinya sendiri dan bisa mempersepsi benda lain, jika lepas dari sumbat angan-angan dan khayalan maka ia bisa mempersepsi benda-benda secara hakiki. Namun Al-Ghazali menghentikan akal pada batas-batas tertentu, dan hanya naql-lah yang bisa melewati batas-batas ini.
Mengenai problematika sifat-sifat (Allah), Al-Ghazali memegang pendapat Al-Asy’ari. Menurut Al-Ghazali, Allah adalah satu satunya sebab bagi Alam. Alam ia ciptakan dengan kehendak dan kekuasaan-nya.[6] Karena Allah adalah sebab bagi segala yang ada (Al-Maujudah), sedangkan ilmu-nya meliputi segala sesuatu. Sebab-sebab alami hanyalah korelasi waktu antara benda-bendal. Nampak jelas bahwa Al-Ghazali mengagumi pemecahan masalah melihat Allah yang di kemukakan Asy’ari.
2. Teori Alam Kadim
Tidak mungkin alam sebagai wujud yang baru keluar dari tuhan yang kadim. Itu berarti bahwa yang kadim itu suda ada. Sedang alam belum lagi ada. Mengapa alam itu belum wujud? Hal itu disebabkan pada waktu itu faktor-faktor yang menyebabkan wujudnya belum lagi ada. Kalau dikatakan bahwa tuhan mula-mula tidak berkuasa mengadakan alam, timbul pertanyaan. Mengapa kekuasaan itu baru timbul pada masa tersebut bukan sebelumnya. Kalau dikatakan, tuhan sebelumnya tidak mempunyai maksud bagi wujudnya. Maka lahir pertanyaan yang sama. Kenapa maksud itu timbul, kalau tuhan mula-mula tidak menghendaki adanya alam. Timbul pertanyaan yang sama pula,mengapa kehendak tersebut timbul dan dimana pula timbulnya.
Tuhan lebih dahulu dari pada alam bukan dari segi masanya, melainkan dari segi substansi-nya. Kalau dikatakan terlebih dahulunya tuhan dari pada alam dari segi masa, kkonsekuensinya:
- Tuhan dan alam baru kedua-dunya
- Tuhan dan alam kadim kedua-duanya, mustahil salah satu kadim sedangkan yang lain baru.
Jawaban Al-Ghazali terhdap alasan-alasan itu menjawab:[7]
Ø Terhadap alasan pertama: Apa keberatan untuk mengatakan bahwa iradat tuhan yang kadim menghendaki ujud alam pada waktu di ujudkan?
Al-Ghazali menjawab, arti iaradat ialah yang memungkinkan untuk membedakan sesuatu dengan yang lain. Kehendak tuhanadalah mutlak. yaitu bisa memilih waktu tertentu dan bukan waktu lain tanpa sebabnya, karena sebab tersebut adalah kehendak-nya sendiri.
Ø Terhadap alasan kedua: ”Tuhan lebih dahulu dari pada alam, dan waktu” berarti tuhan sudah ada sendirian, sedangkan alam belum lagi ada, kalau alam itu kadim berarti tuhan ada bersama-sama alam.
Ø Tehadap alasan ketiga: Sifat mungkin adalah kerja fikiran, sesuatu yang diperkirakan pikiran dapat wujud. dan yang tidak mustahil disebut perkara yang mungkin. Kalau tidak dapat diperkirakan tidak adanya. Di sebut perkara yang wajib, yaitu mesti dan selamanya ada.
Ketiga perkara itu adalah kerja pikiran yang tidak memerlukan suatu ujud sendiri diluar pikiran, untuk dapat disipati dengan sifat-sifat tersebut, tentang hal ini Al-Ghazali mengemukakan dua alasan:
1. Kalau sifat mungkin memerlikan ujud untuk menjadi tempatnya, maka, sifat ”tidak mungkin” juga memerlukan suatu perkara, untuk dikatakan bahwa perkara ini tidak mungkin ujud.
2. Pikiran memutuskan tentang warna hitam dan putih sebelum ujudnya. Kedua warna ini adalah mungkin bisa terjadi. Benda ini dapat diputihkan atau dihitamkan; berarti putih atau hitam tidak mempunyai sifat mungkin. sebab yang mungkin adalah bendanya dan sifat mungkin menjadi sifatnya. Jelasnya tentu warna tersebut adalah mungkin. Pikiran kita ketika mengatakan sifat ”mungkin”-nya sesuatu. Tidak memerlukan zat yang ujud yang bisa di tempati sifat tersebut.
Kalau jawaban Al-Ghazali kita terjemahkan dengan esensi dan eksidensi.[8] Bahwa esensi atau pengertian umur yang abstrak, yang hanya ada dalam piliran. Tidak ada kenyataannya di luar pikiran.
Mengenai kadimnya alam Al-Ghazali menegaskan bahwa ”alam ini baru”. Barunya alam ini karena dikehendaki oleh tuhan. Kehendak tuhan dapat membedakan suatu dari yang lainnya. Kehendak tuha adalah mutlak. Maksudnya: Dapat memilih suatu waktu tertentu, tampa ditanyakan sebabnya, karena sebab tersebut adalah kehendak tuhan sendiri. Jika kehendak tuhan masih bersebab maka hal ini berarti bahwa kehendak tuhan itu terbatas.
B. AJARAN AL-KINDI
1. Pembuktian Adanya Tuhan (Filsafat Ketuhanan)[9]
Menurut Al-Kindi: ”Bahwa alam ini ada illatnya (sebab) yang jauh, yang menjadikan yaitu Allah yang mengaturnya dan menciptakan sebagiannya sebagai illat untuk yang linnya”.
Al-Kindi mengemukakan tiga jalan pembuktian ujudnya tuhan.
- Barunya alam: Mungkinkah sesuatu jadi sebab bagi ujudnya ? Hal itu tidak mungkin. Dengan demikian jelaslah bahwa alam itu baru. Karena ia terbatas, maka ada awal waktunya. Dari itu tentu ada yang menyebabkan alam ini terjadi. Tidak mungkin ada benda yang ada dengan sendirinya. Dengan demikian diciptakan oleh penciptanya dari ketiadaan. Pencipta itu tuhan yang azali.[10]
- Keragaman dalam wujud: Dalam alam tidak mungkin ada keragaman tanpa keseragaman bersama-sama bukan karena kebetulan. Tapi karena sebab. Dan sebab itu beukan alam itu sendiri. Sebab tersebut tentu berada di luar alam. Ia lebih mulia, lebih tinggi dan lebih dahulu adanya. Karena sebab harus ada sebelum ajabat atau efeknya. Sebab itulah yang tuhan.
- Kerapian alam: Alam – lahir tidak mungkin rapi dan teratur kecuali karena adanya substansi yang tidak tampak. Substansi itu hanya dapat di ketahui melalui bekas-bekas-nya dan kerapian serta keteraturan yang kita konstatir pada alam. Mungkinkah sesuatu rapi dan teratur tanpa ada yang merapikan dan mengaturnya? Substansi yang merapikan dan mengatur alam nyata ini ialah tuhan. Dialah the first truth.[11]
Ä Epistemologi
Al-Kindi menyebutkan adanya tiga macam pengethuan manusia. Pertama: Pengetahuan Inderawi, Kedua: Pengetahuan yang diperoleh dengan jalan menggunakan akal yang disebut pengetahuan rasional dan Ketiga: Pengetahuan yang di peroleh langsung dari tuhan yang di sebut pengetahuan Isyarat atau aluminatif.
· Pengetahuan Inderawi
Pengetahuan Inderawi terjadi secara langsung ketika orang mengamati terhadap objek-objek material, kemudian dalam proses tenpa tenggang waktu dan tanpa berupaya berpindah ke imajinasi (musyawwirah), di teruskan ke tempat penampungannya yang di sebit hafizhah (pecollection). Pengetahuan yang di peroleh dengam jalan ini tidak tetap: Karena objek yang di amati pun tidak tetap. Selalu dalam keadaan menjadi, berubah setiap saat, bergerak, berlebih-berkurang kualitasnya dan berubah pula kualitasnya.
· Pengetahuan Rasional
Pengetahuan tentang sesuatu yang di peroleh dari jalan mengunakan akal bersifat universal, tidak parsial, dan bersifat immaterial, objeck pengetahuan rasional bukan individu, tetapi Genus dan spesies, orang mengamati manusia sebagai yang berbadan tegak dengan dua kali, pendek, jengkung, semua ini akan menghasilkan pengetahuan inderawi. Tetapi orang yang mengamati manusia, menyelidiki hakekatnya sehingga sampai pada kesimpulanbahwa manusia adalah makhluk berfikir (Rasional Animal). Telah memperoleh pengetahuan rasional yang abstrak universal, mencakup semua individu manusia, manusia yang telah di tajrid (di pisahkan) dari yang inderawi tidak mempunyai gambar yang tertulis dalam perasaan.
Al-Kindi memperingatkan agar orang tidak menggunakan metode yang di tempuh untuk memperoleh pengetahuan, karena setiap ilmu mempunyai metodenya sendiri yang sesuai dengan watakmya. Watak ilmulah yang menentukan metodenya sendiri. Adalah satu kesalahan jika menggunakan metode ilmu alam untuk matematiaka atau metafisika.
· Pengetahuan Isyaraqi
Al-Kindi mengatakan bahwa pengetahuan inderawi saja tidak akan sampai pada pengetahuan rasional terbatas pada pengetahuan tenatng Genus dan Spesies. Banyak filosof yang membatasi jalan memperoleh pengetahuan pada dua macam jalan ini. Al-Kindi sebagaimana halnya banyak filosof Isyaraqi. Mengingatkan adanya jalan lain untuk memperoleh pengetahuan lewat jalan Isyaqi (Iluminasi). Yaitu pengetahuan yang langsung di peroleh dari pancaran nur Ilahi. Puncak dari jalan ini ialah yang di peroleh para Nabi untuk membawakan tentang ajaran-ajaran yang berasal dari wahyu kepada umatnya. Para Nabi memperoleh pengetahuan yang berasal dari wahyu tuhan tanpa upaya, tanpa pengetahuan mereka terjadi atas kehendak tuhan semata-mata, tuhan mensucikan mereka dan di terangkan-nya pula jiwa mereka untuk memperoleh kebenaran memperoleh jalan wahyu. Pengetahuan dari jalan wahyu ini merupakan kekuasaan bagi para Nabi yang membedakan dengan manusia-manusia lainnya. Karena pengetahuan itu memang ada pada saat manusia biasa tidak mampu mengusahakannya. Karena hal itu memang di luar kemampuan manusia. Bagi manusia tidak ada jalan lain kecuali menerima dengan penuh ketaatan dan ketundukan terhadap kehendaknya. Membenarkan semua yang di bawa Nabi.
· Metafisika
Sebagaimana telah di sebutkan di muka, Al-Kindi mengatakan bahwa filsafat yang tertinggi martabat-nya adalah filsafat pertama yang membicarakan tentang Causa Prima. Filsafat metafisika Al-Kindi di tulis dalam beberapa makalahnya. Khususnya dalam dua makalah yaitu tentang filsafat, pertama dan tentang ke esaan tuhan dan berakhirnya alam. Dalam dua makalah ini Al-Kindi membahas dengan panjang lebar tentang hakikat tuhan dan sifat-sifat tuhan.
Tentang hakikat tuhan, Al-Kindi mengatakan bahwa tuhan adalah wujud yang haq (sebenarnya) yang tidak pernah tiada sebelum-nya dan tidak akan pernah tiada selama-lama-nya, tuhan adalah wujud sempurna yang tidak pernah di dahului wujud lain. dan wujudnya tidak akan pernah berakhir serta tidak ada wujud lain melainkan perantaranya.
Sehubunga dengan dalil gerak, Al-Kindi mengajukan pertanyaan sekaligus memberikan jawaban-nya dalam ungkapan berikut:
”ungkinkah sesuatu menjadi sebab adanya adanya sendiri, ataukah hal itu tidak mungkin? Jawaban-nya: Yang demikian itu tidak mungkin, dengan demikian, alam ini adalah baru, ada permulaan dalam waktu, demikian pula alam ini ada akhirnya, oleh karena-nya alam ini harus ada yang menciptakannya. Dari segi filsafat, argument Al-Kindi itu sejalan dengan argument Aristoteles tentang Causa Prima dan penggerak pertama. Penggerak yang tidak bergerak. Dari segi agama, argument Al-Kindi itu sejalan dengan argument ilmu Kalam. Alam berubah-ubah, semua yang berubah-ubah adalah baru. Maka alam adalah ciptaan yang mengharuskan ada penciptaan-nya. Yang menciptakan dari tiada.
Tentang dalil kealam wujud, Al-Kindi mengatakan bahwa tidak mungkin keanekaan alam wujud ini tanpa ada kesatuan. Demikian pula sebaiknya tidak mungkin ada kesatuan tanpa keanekaan alam inderawi atau yang dapat di pandang sebagai inderawi, karena dalam wujud semuanya mempunyai kesamaan keanekaan dan kesatuan. Maka sudah pastilah hal ini terjadi karena ada sebab. Bukan karena kebetulan, dan sebab ini bukan alam wujuad yang mempunyai persamaan dan kebenaran dan keseragaman Itu sendiri. Jika tidak demikian akan terjadi hubungan sebab-akibat yang tidak berkesudahan, dan hal ini tidak mungkin terjadi, oleh karenya, sebab itu adalah di luar wujud itu sendiri. Eksistensinya lebih tinggi, lebih mulia. Dan lebih dulu adanya. Sebab ini tidak lain adalah tuhan. Mengenai dalil keteraturan alam wujud sebagai bukti adanya tuhan. Al-Kindi mengatakan bahwa keteraturan alam inderawi tidak mungkin terjadi kecuali dengan adanya dzat yang tidak terlihat, dan dzat yang tidak terlihat itu tidak mungkin di ketahui adanya kecuali dengan adanya keteraturan dan bekas-bekas yang menunjukkan adanya yang terdapat dalam alam ini. Argument demikian ini di sebut argument teologik yang pernah juga di gunakan Aristoteles, tetapi juga bisa diperoleh dari adanya ayat-ayat Al-Qu’an.
Tentang sifat-sifat tuhan, Al-Kindi berpendirian seperti golongan mu’tazilah, yang menonjolkan ke esaan sebagai satu-satu-nya sifat tuhan.
Ä Etika
Filsafat adalah upaya meneladani perbuatan-perbuatan tuhan sejauh dapat dijangkau oleh kemampuan manusia, Pertanyaan yang dapat di ajukan ialah bagaimana cara untuk memnjadi manusia yang memiliki keutamaan yang sempurna itu bagaimana cara untuk mematikan hawa nafsu agar dapat mencapai keutamaan itu. Jawabanya ialah: ketahuilah keutamaan ada bertingkah lakulah sesuai tuntutan keutamaan itu. Al-Kindi berpendapat bahwa keutamaan manusiawi tidak lain adalah budi pekerti manusiawi yang terpuji, keutamaan ini kemudian di bagi menjadi tiga bagian. Pertama merupakan asas dalam jiwa. tetapi bukan asas yang negatif, yaitu pengetahuan dan perbuatan (ilmu dan amal). Bagian ini di bagi menjadi tiga pula. Yaitu kebijaksanaan (hikmah), keberanian (saja’ah), dan kesucian (iffah). Kebijaksanaan adalah keutamaan daya pikir, yang kebijaksaan teoritis ialah mengetahui segala sesuatu yang bersifat universal secara hakiki dan kebijaksanaan praksis ialah menggunakan kenyataan-kenyataan yang wajib dipergunakan keberanian merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa yang memandang ringan kepada kematian untuk mencapai dan menolak sesuatu yang memang harus di tolak, kesucian adalah memperolah sesuatu yang memang harus di perolah guna mendidik dan memelihara badan serta manahan diri dari yang tidak di perlukan untuk itu.
2. Sifat Tuhan
Kalau ujud tuhan telah di buktikan, timbul masalah sifat-nya. Tuhan itu satu substansi-nya dan satu dalam jumlahsifat yang paling khas baginya, menurut Al-Kindi ialah keesaan. Keesaa itu dibuktikan dengan menegatifan. Tuhan bukan benda (maddah). Bukan bentuk (surah), tidak mempunyai kualitas, tidak mempunyai hubungan dengan yang lain (idhafah).
Keesaan itu mengandung sifat azali[12]. Tuhan tidak pernah tidak ada. Yang ujudnya tidak bergantung pada yang lain. Substansi yang azali itu tidak rusak, tidak musnah. Ia tidak bergerak. Sebab dalam gerak itu ada pertukaran yang tidak sesuai dengan ujud tuhan. Karena ia tidak bergerak, maka waktu tidak berlaku baginya. Karena waktu itu ialah bilangan gerak. Substasi azali itu bekerja ”ibda” yaitu menjadikan dari ketiadaan tanpa mempunyai perasaan atau menerima pengaruh.
BAB III
KOMPARASI MASING-MASING TOKOH
A. KELEBIHAN MASING-NASING TOKOH
Dari beberapa penjelasan sebelumnya, dapat diketahui bahwa perbandingan dari risalah-risalah tokoh filsafat islam tersebut jelaslah sama, yaitu keduanya kami susun dalam hal filsafat ketuhanan. Namun dari dua tokoh filsafat tersebut ada beberapa kelebihan dan kekurangan.
  1. Kelebihan Al-Ghazali
Al-Ghazali adalah seorang hujjah Al-Islam. Ia membela islam dari pada orang-orang Nasrani. Sebagai penganut Asy-‘ariyah mazhab Al-Ghazali bertumpu pada Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Beliau amat teguh memegangi Al-ma’sur. Ajaran beliau mampu menyebar di dunia islam di bagian Timur maupun Barat.
  1. Kelebihan Al-kindi
Dalam risalahnya Al-Kindi mampu mengarang buku-buku yang menganu keterangan Ibnu Al-Nadim berjumlah 241 dalam filsafat, logika, arithmatika, astronomi, kedokteran, ilmu jiwa, politik, optika,musik, matematika dan sebagainya. Beliau juga sangat mendukung dalam perkembangan ilmu pengetahuan di kalangan umat islam.
B. KEKURANGAN ATAU KELEMAHAN MASING-MASING TOKOH
  1. kelemahan Al-Ghazali
Tentang Al-ghazali ada bsebagian ilmuan mengatakan bahwa Al-gazali bukanlah seorang filosof. Karena ia menentang memerangi filsafat dan membuannya. Al-Ghazali juga dikatakan termasuk orang yang menganut pendapat Mu’tazilah yang apabila tidak benar menurut pendapatnya adalah kafir.
  1. Kelemahan Al-Kindi
Karangan-karangan Al-Kindi umumnya berupa makalah-makalah pendek dan dinilai kurang mendalam dibandingkan dengan tulisan-tulisan Al-Farabi.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari beberapa penjelasan dalam bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa risalah Al-Ghazali dan Al-Kindi dalam hal ketuhanan menyatakan:
- Allah adalah sebab sau-satunya bagi alam
- ”Alam ini baru” barunya alam ini karena dikehendaki oleh tuhan
- Menurut Al-Kindi ”bahwa alam ini illaf” yaitu allah yang mengaturnya
- Barunya alam. jelas karena ia terbatas. karena terbalas maka ada waktu. Dari itu tentu ada yang menebabkan alam ini ada. yaitu tuhan
- Dalam alam tidak mungkin ada keragaman tanpa keseragaman atau keseragaman tanpa keragaman
- Al-Ghazali dan Al-Kindi juga menyatakan alam ini lahir tidak mungkin rapi tanpa adanya Allah.
B. RELEFANSINYA BAGI BANGSA INDONESIA
Nama-nama para pemikir islam yang makalah atau nukilan dari karya mereka yang lebih panjang dipilih untuk ontologi sudah sangat luas dikenal oleh kaum muslimin. Lebih-lebih akhir-akhir ini ketika dunia islam khususnya di indonesia dihadapkan kepada berbagai tantangan.
Oleh karena itu bangsa indonesi sebagai Negara islam perlu merenovasi ulang tentang flsafat ketuhanan untuk mencari kbenaran. selain itu agar tidak kalah saing oleh para filsuf Barat,maka harus membenrkan dengan cara berpedoman pada Al-Qur’an dan Al-Sunnah.
DAFTAR PUSTAKA
- Dr. Juhaya. Aliran-aliran filsafat etika suatu pengantar. PT. Yayasan Piara. Bandung: 1997
- Nurcholis Madjid. Khazanah Intelektual Islam. PT. Bulan-bintang. Jakarta: 1994
- Dr. Ibrohim Madkour. Aliran dan Teori filsafat Islam. PT. Bumi Aksara. Jakarta:1995
- Sidi Bazalba. Sistematika Filsafat (buku ketiga). Pengantar kepada Metafisika. PT. Bulan-bintang. Jakarta: 1996
- Drs./ H. A. Mustofa. Filsafat Islam untuk Fakultas Tarbiyah, Syari’ah, Dakwah, Adab, dan Ushuluddin. CV. Pustaka Setia. Bandung: 1993
- Drs. Sudarsono. SH. Ilmu Filsafat suatu Pengantar. PT. Rineka Cipta. Jakarta: 1993.


[1] Lih, Filsafat Ilmu, Drs. H. Mustofa, hlm. 214.
[2] Filsafat Islam, Drs. H. Mustofa. 217.
[3] Ibid, hlm.99.
[4] Drs, Sudarsono, SH, Ilmu filsafat suatu pengantar, hlm. 291.
[5] Dr, Ibrohim Madkour, Aliran dan tori filsafat islam, hlm. 112.
[6] Filasafat Islam, H. Mostofa. hlm. 231.
[7] lih. Buku ketiga, Sistematika Filsafat, Sidi Gazalba.
[8] (I), Lihat, Buku kedua, Pasal 10, Sistematika Filsafat, Sidi Ghazalba.
[9] Sidi Gszalba. hln. 326.
[10] Azali, Mula, Kejadian dalam Takdir Tuhan.
[11] Fisrt Truth: yaitu Al-Naaq Al Awwal. lih; Buku aliran-aliran Filsafat dan etika. Dr. Juhaya S. Praja.
[12] azali, Azali Mula Kejadian dalam Takdir Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar