Kita diciptakan didunia ini untuk satu hikmah  yang agung dan bukan hanya untuk bersenang-senang dan bermain-main.  Tujuan dan himah penciptaan ini telah dijelaskan dalam firman Allah:
وَمَا  خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ مَآأُرِيدُ مِنْهُم  مِّن رِّزْقٍ وَمَآ أُرِيدُ أَن يُطْعِمُونِ إِنَّ اللهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia  melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezki  sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya memberi Aku  makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai  Kekuatan lagi Sangat Kokoh. (QS. 51:56-58)
Allah telah menjelaskan dalam ayat-ayat ini bahwa  tujuan asasi dari penciptaan manusia adalah ibadah kepadaNya saja tanpa  berbuat syirik.
Sehingga  Allah pun menjelaskan salahnya dugaan dan keyakinan sekelompok manusia  yang belum mengetahui hikmah tersebut dengan menyakini mereka diciptakan  tanpa satu tujuan tertentu dalam firmanNya :
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لاَ تُرْجَعُونَ
Maka  apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara  main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami. (QS. 23:115)
Ayat yang mulia ini menjelaskan bahwa manusia  tidak diciptakan secara main-main saja, namun diciptakan untuk satu  hikmah. Allah tidak menjadikan manusia hanya untuk makan, minum dan  bersenang-senang dengan perhiasan dunia, serta tidak dimintai pertanggung  jawaban atas semua prilakunya didunia ini. Tentu saja jawabannya adalah  kita semua diciptakan untuk satu himah dan tujuan yang agung dan  dibebani perintah dan larangan, kewajiban dan pengharaman, untuk  kemudian dibalas dengan pahala atas kebaikan dan disiksa atas keburukan  (yang dia amalkan) serta (mendapatkan) syurga atau neraka.
Demikianlah  seorang manusia yang ingin sukses harus dapat bersikap profesional dan  proforsonal dalam mencapai tujuan tersebut, sebab sesungguhnya tujuan  akhir seorang manusia adalah mewujudkan peribadatan kepada Allah dengan  iman dan taqwa. Oleh karena itu orang yang paling sukses dan paling  mulia disisi Allah adalah yang paling taqwa, sebagaimana dijelaskan  dalam firman Allah:
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Sesungguhnya  orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang  paling bertaqwa di antara kamu.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi  Maha Mengenal (QS. 49:13)
Namun untuk mencapai kemulian tersebut membutuhkan dua hal:
1,  I’tishom bihablillah. Hal ini dengan komitmen terhadap syariat Allah dan  berusaha merealisasikannya dalam semua sisi kehidupan kita. Sehingga  dengan ini kita selamat dari kesesatan. Namun hal inipun tidak cukup  tanpa perkara yang berikutnya, yaitu;
2,  I’tishom billah. Hal ini diwujudkan dalam tawakkal dan berserah diri  serta memohon pertolongan kepada Allah dari seluruh rintangan dan  halangan mewujudkan yang pertama tersebut. Sehingga dengannya kita  selamat dari rintangan mengamalkannya.
Sebab  seorang bila ingin mencapai satu tujuan tertentu, pasti membutuhkan dua  hal, pertama, pengetahuan tentang tujuan tersebut dan bagaimana cara  mencapainya dan kedua, selamat dari rintangan yang menghalangi  terwujudnya tujuan tersebut.
Imam  Ibnu Al Qayyim menyatakan: Poros kebahagian duniawi dan ukhrowi ada  pada I’tishom billahi dan I’tishom bihablillah dan tidak ada kesuksesan  kecuali bagi orang yang komitmen dengan dua hal ini. Sedangkan I’tishom  bi hablillah melindungi seseorang dari kesesatan dan I’tishom billahi  melindungi seseorang dari kehancuran. Sebab orang yang berjalan mencapai  (keridhoan) Allah seperti seorang yang berjalan diatas satu jalanan  menuju tujuannya. Ia pasti membutuhkan petunjuk jalan dan selamat dalam  perjalanan, sehingga tidak mencapai tujuan tersebut kecuali setelah  memiliki dua hal ini. Dalil (petunjuk) menjadi penjamin perlindungan  dari kesesatan dan menunjukinya kejalan (yang benar) dan persiapan,  kekuatan dan senjata menjadi alat keselamatan dari para perampok dan  halangan perjalanan. I’tishom bi hablillah memberikan  hidayah petunjuk dan mengikuti dalil sedang I’tishom billah memberikan  kesiapan, kekuatan dan senjata yang menjadi penyebab keselamatannya di  perjalanan.[1]
Oleh  karena itu hendaknya kita menekuni bidang kita masing-masing sehingga  menjadi ahlinya tanpa meninggalkan upaya mengenal, mengetahui dan  mengamalkan ajaran islam yang merupakan satu kewajiban pokok setiap  muslim. Agar dapat mencapai tujuan penciptaan tersebut dengan menjadikan  keahlian dan kemampuan kita sebagai sarana ibadah dan peningkatan iman dan takwa kita semua.
Tentu saja hal ini menuntut kita untuk  dapat mengambil faedah dan pengetahuan tantang syariat sebagai wujud  syukur kita atas nikmat yang Allah anugerahkan. Semua itu agar mereka  mengakui bahwa mereka adalah makhluk yang tunduk dan diatur dan mereka  memiliki Rabb yang maha pencipta dan maha mengatur mereka.

 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar