STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Senin, 18 Juli 2011

Mengenal Dinul (Agama) Islam

I.      PENDAHULUAN
Sebelum kita membahas Al-Islam secara keseluruhan alangkah baiknya kita mengetahui pengertian Ad-Dien itu sendiri. Ad-Dien adalah keyakinan ( keimanan ) tentang suatu dzat ketuhanan (Ilahiyah) yang pantas untuk menerima ketaatan dan ibadah (penyembahan).
Pengertian ini adalah berdasarkan pengamatan. Jika kita melihat Ad-Dien dari sisi kondisi kejiwaan (psikilogis) yang berarti keyakinan keagamaan. Adapun jika kita melihat dari sisi dimana ia merupakan hakekat eksternal, maka kita katakan Ad-Dien merupakan kumpulan hukum atau ketentuan idealis yang mendiskripsikan sifat-sifat dari kekuatan Ilahiyah itu, kumpulan kaidah-kaidah praktis yang menggariskan cara beribadah kepada-Nya. Definisi ini mencakup agama secara apa adanya, meskipun agama itu berdiri atas kemusyrikan dan keberhalaan. Hal itu karena Al-Quran telah menamakannnya dien, yaitu :
“Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku.” (109: 6).
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima agama itu daripadanya.” (3: 85).

Para ulama mendefinisikan Ad-Dien dengan mengatakan : “Ad-Dien adalah peraturan Ilahi yang mengendalikan orang-orang yang memiliki akal sehat secara sukarela kepada kebaikan hidup di dunia dan keberuntungan di akherat.”
Dienul Malik dalam (12:76) mempunyai pengertian peraturan dan syariat Malik (Raja), maka barang siapa yang berada pada peraturan dan syariat Allah berarti ia berada dalam Dienullah.
Sebaliknya barangsiapa yang berada pada peraturan seseorang dan undang-undang seorang raja jadi ia berada dalam dien raja tersebut.
II.   PENGERTIAN AL ISLAM
Setiap agama di dunia mengambil nama dari penemunya atau tempat dimana agama itu dilahirkan dan dikembangkan, sebagaimana agama Nasrani yang mengambil nama dari tempat Nazareth , agama Budha berasal dari nama pendirinya, Budha Gautama.
Tapi tidak demikian halnya dengan agama Islam. Agama ini tidak mempunyai hubungan dengan orang atau masyarakat tertentu atau tempat dari mulai disiarkannya. Al-Islam berasal dari kata sa-la-ma (                  ) yang berarti selamat atau damai. Di dalam Al-Qur’an, kata tersebut kemudian digunakan dengan beberapa tambahan atau perubahan misalnya:
a. Aslama  (                             ) : menyerah (3:83 / 4:125)
b. Istaslama – tasliim – mustaslimun (                                                                  ) : penyerahan     total ( kepada Allah ) (4:65 / 37:26).
c. Saliim  (                       ) : bersih, suci (26:89 / 37:83-84)
d. Salaam (                      ) : kesejahteraan (39:73)
e. Salm            (                       ) : damai (47:35 / 8:61)
Sebagai agama, Islam berarti kepasrahan dan penyerahan diri secara total kepada Allah SWT. Ajaran Islam memerintahkan taat kepada perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Setiap orang menyaksikan keteraturan jagad raya, tempat dimana manusia hidup ada hukum dan peraturan yang berlaku atas semua yang ada di alam semesta. Semua bertugas menurut posisi masing-masing dan bekerja dalam kerangka besar dengan cara yang menakjubkan. Ini menunjukkan kepasrahan alam kepada kehendak Allah.
Islam berarti tunduk dan menyerahkan diri karena setiap muslim wajib tunduk dan patuh menyerahkan diri sepenuhnya kepada ketentuan Allah SWT (4:65) dan berarti keselamatan dan damai. Sebab, orang yang telah memeluk Dien Islam dan mengerjakan tuntutannya akan selamat di dunia dan akherat dan akan mendapatkan keselamatan/kedamaian sejati.
Dari beberapa uraian serta hadits-hadits dapat disimpulkan bahwa Islam adalah :
a. Aqidah, yang tercermin dengan syahadatain dan rukun iman.
b. Ibadah, yang tercermin dalam dengan shalat, zakat, puasa, haji, yang disebut dengan rukun Islam.
c. Bangunan (sistem) yang tegak di atas rukun – rukun tersebut yang tercermin dengan seluruh sistem hidup Islam yang mencakup sistem politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, kemiliteran, akhlaq dan lain – lainnya.
d. Tiang-tiang penegak sebagai cara menegakkan Islam yang tercermin dengan jihad, amar ma’ruf nahi mungkar, dan hukum serta sangsi-sangsinya.
III. KARAKTERISTIK AJARAN ISLAM
1. Rabbaniyah
Karakter pertama dari karakteristik umum Islam adalah Rabbaniyah. Rabbaniyah sebagaimana yang dikatakan oleh para pakar bahasa Arab merupakan bentuk infinitif (mashdar ) artifisial yang dikembalikan kepada kata “Rabb”, ditambahkan padanya huruf “alif” dan “nun” secara irreguler, dan artinya adalah berhubungan dengan Rabb (Tuhan) yaitu Allah SWT, dan dipredikatkan kepada manusia yaitu; manusia yang “Rabbani” apabila ia erat hubungannya dengan Allah yaitu dengan mengetahui agama-Nya, kitab-Nya dan mengajarkannya, sebagaimana firman Allah SWT :
“Akan tetapi (dia berkata) :”Hendaklah kamu menjadi orang-orang yang Rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al-Qur’an dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya’.” (Ali Imron: 79).
Yang dimaksud dengan Rabbaniyyah di sini adalah  dua hal yaitu :
a. Rabbaniyyah dalam Tujuan dan Orientasi (Al-Ghoyah wal-Wijhah)
Rabbaniyyah dalam ghoyah dan wijhah, yang kami maksudkan adalah bahwa Islam menjadikan tujuan akhirnya dan sasaran jauhnya adalah hubungan yang baik dengan Allah Tabaraka wa Ta’ala dan mendapatkan ridha-Nya. Inilah tujuan Islam dan selanjutnya ia merupakan tujuan manusia, orientasi manusia, cita-cita dan kebahagiaannya yang akhir serta usahanya dalam kehidupan dunia.(84:6 / 53:42).
Tidak ada perbedaan bahwa Islam memiliki tujuan dan sasaran kemanusiaan dan sosial, tetapi pada pengamatan lebih lanjut kita dapati tujuan ini pada hakekatnya melayani kepentingan sebuah tujuan akbar yaitu ridha Allah SWT dan pahala-Nya yang baik. Ini merupakan suatu tujuan terbesar dari segala tujuan, atau terakhir dari segala tujuan yang akhir.
Di dalam Islam terdapat hukum undang-undang  dan peraturan hubungan sosial, akan tetapi tujuan dari padanya adalah pengaturan kehidupan manusia supaya mereka merasa tentram, terlepas dari persengketaan mengenai harta duniawi yang rendah dan mereka dapat berkonsentrasi untuk mengenal Allah SWT, beribadah kepada-Nya dan mencari keridhaan-Nya.
Dan segala yang ada dalam Islam dari hukum, pengarahan dan petunjuk, sesungguhnya bertujuan untuk mempersiapkan manusia agar supaya menjadi seorang hamba yang berserah diri secara ikhlash kepada Allah dan tidak berserah kepada siapapun selain-Nya. Oleh karena itu jiwa Islam dan substansinya adalah Tauhid.
Pengaruh Robbaniyyah dalam ghoyah dan wijhah dalam jiwa dan kehidupan manusia antara lain :
a. Mengetahui tujuan keberadaan (eksistensi ) manusia
b. Mengikuti fitrahnya.
c. Keselamatan jiwa dari keterpecahan dan konflik batin.
d. Terbebas dari penghambaan kepada egoisme dan nafsu syahwat.
b. Rabbaniyyah dalam Sumber Acuan dan Konsep (Al-Mashdar wal Manhaj)
Yang dimaksud Rabbaniyyah disini yaitu bahwa manhaj yang digambarkan Islam untuk mencapai tujuan dan sasaran merupakan manhaj rabbani yang murni, karena sumbernya adalah wahyu Allah Ta’ala yang diturunkan kepada penutup para Rasul-Nya Muhammad SAW. Manhaj ini tidaklah datang sebagai hasil dari rekayasa ambisi individu seseorang, ambisi sebuah keluarga, ambisi sebuah kelas sosial, ambisi sebuah partai ataupun ambisi sebuah bangsa, melainkan ia datang karena kehendak Allah yang menginginkannya untuk menjadi petunjuk dan cahaya, keterangan dan kabar gembira, obat dan rahmat serta peringatan-peringatan dan larangan bagi hamba-hamba-Nya. (4:174 / 10:57)
Allah SWT adalah pemilik manhaj ini, maka menurut ungkapan Al-Qur’an Al-Karim dihubungkan dengan nama-Nya, maka sebutannya “manhaj Allah”, atau “jalan Allah” (shiroth Allah), dan penisbatannya kepada Allah berarti bahwa Allah SWT adalah pembuat dan perancangnya, sebagaimana Dia juga merupakan tujuan dan cita-cita akhirnya. Adapun Rasulullah SAW, maka ia adalah seorang da’i (penyeru) kepada manhaj atau jalan ini, seorang pemberi keterangan bagi manusia tentang apa yang tidak jelas bagi mereka dari masalahnya. (42:52-53)
Sesungguhnya Islam merupakan sebuah manhaj atau sistem yang unik di dunia yang sumbernya adalah wahyu Allah, tidak terselewengkan, tidak terkonversi dan tidak akomodatif dengan persepsi keliru manusia, kesalahan manusia dan penyimpangan manusia. Manhaj atau sistem hidup dunia selain Islam yang selama ini kita lihat sampai hari ini ada tiga macam :
a) Manhaj/sistem sipil manusia yang tulen, yang sumbernya adalah pemikiran rasional atau filsafat manusia individu atau kelompok, seperti : komunisme, sosialisme, kapitalisme dan lain sebagainya.
b) Manhaj/sisten religius manusia yang tulen seperti agama Budha yang tidak diketahui sumber Ilahi aslinya, atau kitab samawi yang sumbernya adalah asumsi pemikiran filosofis manusia.
c) Manhaj agama yang menyimpang karena adanya campur tangan manusia yang mengakibatkan distorsi dan konversi, ia memasukkan padanya apa yang bukan darinya, menghapuskan darinya apa yang seharusnya ada  padanya, dan bercampur padanya kalam Allah dan kalam manusia, seperti agama Yahudi dan Nasrani setelah terbukti adanya penyelewengan dalam kitab taurat dan injil itu sendiri, belum lagi yang ditambahkan padanya dari komentar, penafsiran dan informasi manusia yang dapat menggeser maksud  dari kalam Allah. Adapun Islam merupakan manhaj yang sumbernya selamat dari campur tangan manusia dan penyelewengan manusia, hal ini karena Allah SWT telah  menjamin sendiri untuk memelihara kitab-Nya dan undang-undang dasar-Nya. (15:9).
2. Insaniyah (Manusiawi)
Islam menjadi istimewa dengan kecenderungan insaniyyah yang jelas, konstan dan murni, baik dalam aqidah dan ibadahnya maupun dalam hukum syariat dan pengarahannya, ia merupakan agama untuk ummat manusia. Sesungguhnya setiap orang yang mengkaji Islam melalui kitab sucinya dan sunnah Rasul-Nya akan jelas dengan gamblang baginya bahwa ia telah mengarahkan perhatiannya yang optimal kepada sisi manusiawi dan memberikan kepadanya ruang yang sangat luas dari papan ajarannya, pengarahannya dan hukum syari’atnya. Jika anda menganalisa dalam fiqh Islam, maka anda akan mendapatkan bab ibadah tidak mengambil tempat kecuali sekitar seperempat atau sepertiga dari akumulasi jumlah keseluruhannya, sedangkan sisanya adalah berhubungan dengan dari masalah sipil, perdata, kriminal, sangsi pidana dan lainnya.
Padahal jika anda memperhatikan ibadah-ibadah yang besar itu sendiri, maka anda akan mendapatkan salah satunya adalah bersifat insaniyyah (manusiawi) dalam substansinya. Ibadah zakat dipungut dari manusia yang kaya untuk diserahkan kepada manusia yang fakir, ia untuk awalnya adalah sebagai pensucian dan pembersihan dan untuk keduanya adalah sebagai pemenuhan kebutuhan (orang fakir) dan membebaskan kemiskinan.
Ibadah-ibadah yang lain juga tidak terlepas dari aspek (sisi) kemanusiaan yang diselipkan secara implisit di sela-selanya.
Shalat merupakan pertolongan bagi manusia dalam menghadapi pertarungan hidup : “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu.” (2:153)
Puasa merupakan pendidikan bagi kemauan manusia melalui kesabaran dalam menghadapi kesulitan, dan pendidikan perasaannya untuk merasakan penderitaan orang lain, maka ia akan berusaha melipurnya. Oleh karena itu Nabi SAW menamakan bulan Ramadhan dengan “bulan kesabaran” dan “bulan pelipuran”. Dan haji merupakan muktamar (konferensi) Rabbani dan insani dimana Allah menyeru hamba-hambaNya yang mukmin :
“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan.” (22: 28).
Menyaksikan berbagai manfaat di sini adalah mewakili sisi manusiawi (insani) dalam tujuan haji. Lebih dari itu kita mendapati Rasulullah SAW mengangkat setiap amal perbuatan yang dilaksanakan seorang Muslim yang berdampak kepada manfaat materi bagi orang lain atau kebahagiaan hati bagi orang kepada tingkat ibadah.
3. Kesempurnaan Islam
Sesungguhnya Islam itu  syumul (universal) yang meliputi semua zaman, kehidupan dan eksistensi manusia. As-Syahid Hasan Al-Bana mengungkapkan dengan kalimat :
Adalah risalah yang panjang terbentang sehingga meliputi semua abad sepanjang zaman, dan terhampar luas sehingga meliputi seluruh cakrawala ummat, dan begitu mendalam sehingga memuat urusan-urusan dunia dan akhirat”.
Beberapa hal yang menunjukkan Islam itu sempurna antara lain :
a.  Risalah Semua Zaman
Islam adalah risalah untuk semua zaman dan generasi, bukan risalah yang terbatas oleh masa yang berakhir bersama masa tersebut. Setiap Nabi sebelum Muhammad saw diutus untuk marhalah tertentu yang terbatas, setelah itu Allah mengutus Nabi lain.
Adapun Muhammad saw adalah Khatamun Nabiyyin, risalahnya abadi yang Allah tetapkan akan bertahan sampai hari kiamat. Risalah Nabi Muhammad mengandung hidayat Allah yang paling akhir bagi manusia. Tidak ada syariat lain setelah Islam, tidak ada kitab lagi setelah Al-Qur’an, tidak ada nabi lagi setelah Nabi Muhammad saw.
Islam adalah satu-satunya risalah masa depan, sekaligus risalah masa yang lalu. Secara substansial (aqidah dan moral) Islam adalah risalah setiap nabi, karena setiap nabi menyeru kepada tauhid dan menjahui thaghut.
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap ummat (untuk) menyeru, “Sembahlah Allah saja dan jauhilah thaghut”. (16: 36).
Semua Nabi adalah muslim; Nabi Nuh (10:72), Nabi Ibrahim dan Ismail (2:128), Nabi Ya’kub (2:132), Nabi Yusuf (12:101), Nabi Musa (10:84), Nabi Sulaiman (27:31), Nabi Isa (3:52).
b.  Risalah bagi Seluruh Alam
Islam adalah risalah yang syumul (universal), yang berbicara kepada seluruh ummat, suku bangsa dan status sosial. Islam bukanlah risalah bagi bangsa tertentu, wilayah tertentu ataupun kelas tertentu.
Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan menjadi rahmad bagi semesta Alam.” (21:107).
“Katakanlah ,” Hai manusia  sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua….” (7:158).
c.  Risalah bagi Semua Manusia
Islam adalah risalah bagi manusia dalam kapasitasnya sebagai sempurna (insan mutakamil), meliputi: ruh, akal, fisik, dhamir, kemauan, insting (karakter insaniah). Islam tidak mengenal pembagian manusia menjadi dua bagian; ruhani untuk agama dan ibadat, agama tidak punya wewenang  untuk politik, masyarakat dan negara.
d.  Risalah Manusia untuk semua fase kehidupan
Risalah Islam adalah hidayat Allah yang senantiasa menyertai manusia kemanapun menghadap dan berjalan dalam perkembangan kehidupannya. Islam menyertai manusia sejak masih bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, sampai masa tua. Dalam setiap periode ini Allah menetapkan manhaj terbaik yang diridhai Allah.
Kita lihat saat masih bayi dikumandangkan adzan di telinga, memilih nama yang baik, menyembelih aqiqah sebagai ungkapan rasa syukur. Islam mengatur masalah menyusui dan lamanya (2:233). Islam juga mengharamkan Aborsi.
e.  Risalah Islam untuk Segala Sektor kehidupan
Islam tidak pernah meninggalkan satu aspekpun dari aspek-aspek kehidupan manusia kecuali ia punya sikap didalamnya. Islam tidak akan membiarkan manusia berjalan sendiri tanpa hidayah Allah. Kemanapun ia melangkah  dan dalam aktivitas apapun ia berada: Apakah itu bersifat material maupun spiritual, individu atau sosial, gagasan atau operasional, keagamaan atau politis, ekonomi atau moral (akhlak).
f.  Syumuliyatul Aqidah Islamiyah
Aqidah Islam adalah sempurna, terlihat dari:
§ §Mampu mengintrepretasikan semua permasalahan besar dengan dasar (dalil) yang meyakinkan, misal masalah ketuhanan (uluhiyah Allah), masalah akherat, masalah alam semesta, hakekat manusia, kenabian.
§ §Tidak membagi manusia menjadi dua ilah (Tuhan), seperti: dewa kebaikan dan dewa keburukan.
§ §Aqidah Islam tidak bersandar pada rasio (akal) semata, tetapi saling melengkapi dengan tuntunan yang jelas. Tidak ada dogma yang dipaksakan (tuhan tiga menjadi satu; keyakinan dengan membabi buta).
§ §Aqidah dengan keyakinan penuh, syumuliyah tidak Juz’iyah. Tidak ada ungkapan: “Saya mengambil sistem ibadah dan akhlaq dari Al-Qur’an, namun masalah peraturan dan perundang undangan saya tidak sepakat.”
g.  Syumuliyah dalam Ibadah
Seluruh dimensi kehidupan manusia bisa merupakan suatu ibadat (51:56), yang terbagi menjadi ibadah maghdha’ (yang tersyareatkan) dan ghoiru maghdha’ (tidak tersyareatkan), sebagaimana pernyataan Nabi saw kepada para sahabat bahwa perbuatan jima’ suami isteri adalah ibadah. Para sahabat heran, maka Nabi menegaskan,”Bukankah orang yang menempatkan syahwatnya pada hal-hal haram itu berdosa?” Sahabat menjawab,”Benar ya Rasulullah..” Beliau bersabda,” Begitu pula orang yang meletakkan pada hal-hal halal, maka ada balasan (pahala) baginya! Adakah kalian hanya memperhitungkan kejahatan, tidak memperhitungkan kebaikan?”
h.  Syumuliyatul Akhlaq dalam Islam
a. Akhlak Individu
§  § Jasmani
“….makan dan minumlah, dan jangan berlebihan.” (7:31)
” Sesungguhnya badan kalian mempunyai hak atas diri kalian.” (Bukhari)
§  §Akal
” Katakanlah, ” Perhatikan apa yang ada di langit dan di bumi.” (10:101)
§  §Jiwa
“….Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa, dan sesungguhnya merugilah orang  yang mengotorinya.” (91: 9-10)
b. Dalam hubungan keluarga
§  §Suami-Isteri (4:19)
§  §Orang tua dan anak (46:15)
§  Kerabat dan famili   (17:31)
c.  Akhlaq dalam bermasyarakat
§  §Tatakrama bertamu (24:27)
§  §Ekonomi dan mu’amalat (83:1-3)
§  Politik dan pemerintahan (QS 2:282)
d. Akhlaq terhadap binatang
§  §Menyembelih dengan perlakuan baik (pisau tajam)
§  §Memberikan makan dengan baik
e. Akhlaq terhadap alam makro
§  §Alam adalah tempat merenung, merefleksi, mengambil i’tibar (pelajaran), melihat dan bertafakkur (3: 190)
§  §Dari alam kita mengambil manfaat, mencari karunia Allah dengan penuh kebaikan dan segenap potensi yang telah Allah anugerahkan kepada kita (31:20 / 2:172)
f.  Akhlaq terhadap sang Khaliq
Sebelum itu semua, diatas semua etika yang ada dimana semua nikmat bersumber daripada-Nya, maka segala puji adalah baginya. Jadi Allah-lah satu-satunya yang berhak mendapat segala pujian, dimohon rahmat-Nya yang luas, ditakuti hukumnya yang adil pada hari pembalasan. (1: 2-6)
i.     Syumuliyah dalam Syareat
a. Masalah individu dan ibadat; fiqh ibadat, halal, haram, sunnah, mubah
b. Masalah keluarga : pernikahan, talak, waris, penyusuan, dll.
c. Masalah kriminal  : hudud, qishas, isolasi
d. Masalah ekonomi  : jual-beli, persewaan, hutang-piutang, gadai, asuransi dll.
e. Masalah pemerintahan: pajak, hak rakyat, kewajiban penguasa, administrasi dll.
f.  Masalah internasional; perdamaian, peperangan, diplomasi, dagang dll.
Terlihat tidak ada satu aspekpun yang terlepas dari hukum Islam, Al-islamu ya’lu wala yu’la alaihi.
j.     Syumuliyah Iltizam (komitmen) Totalitas Islam
Karakteristik syumuliyah (universalitas) Islam harus diimbangi dengan sikap totalitas dari sisi iltizam (komitmen) kaum muslimin. Yakni iltizam dengan Islam secara total dalam keutuhan, integritas, dan keluasannya. Maka setiap muslim tidak boleh hanya mengambil sebagian ajaran dan hukum Islam dan mencampakkan bagian yang lain. Bani Israil, dicela Allah karena memilah-milah hukum agama menurut hawa nafsunya (2:85-86). Karena sesungguhnya aktivitas (amal shaleh) adalah penyempurna iman seseorang (8:2-4).
4. Wasathiyyah (Pertengahan)
Ini merupakan karakter lain dari karakteristik Islam yang menonjol, atau diungkapkan dengan istilah tawazun, yaitu sikap pertengahan dan sikap seimbang antara dua kutub yang berlawanan dan bertentangan, dimana salah satunya tidak berpengaruh sendirian, sementara kutub lawannya dibuang, dan yang salah satu dari kedua kutub itu tidak diambil lebih dari yang semestinya (haknya) dan melanggar dan mendzolimi kutub lawannya. Antara: rabbaniyyah dan insaniyyah, spiritualisme dan materalisme, wahyu dan akal, proyeksi ke masa lampau dan proyeksi ke masa depan, keteguhan pada prinsip dan fleksibilitas, dan sebagainya.
Arti bertawazun antara kedua kutub tersebut adalah memberikan kepada setiap kutub itu tempanya( porsinya ), dan memberikan haknya secara adil dan timbangan yang lurus, tanpa kurang dan lebih, tanpa melampaui batas dan tanpa pengurangan. (55:7-9).
5. Perpaduan antara Keteguhan Prinsip (Tsabat) dan Fleksibilitas (Murunah)
Diantara fenomena wasathiyyah yang menjadi keistimewaan risalah Islam yang paling tampak jelas adalah kesimbangan keteguhan prinsip (tsabat) dan fleksibilitas (murunah) dan selanjutnya masyarakat Islam tampil beda dari yang lainnya dengan karakter keseimbangan antara keteguhan pada prinsip (tsabat) dan perkembangan (tathowur).
Ia memadukan antara keduannya dalam keharmonisan yang indah, dengan meletakkan masing-maisng keduanya pada tempat yang benar,  keteguhan pada yang harus kekal dan lestari, fleksibilitas pada yang seyogyanya berubah dan berkembang aktual.
IV. KANDUNGAN AJARAN ISLAM
Secara global kandungan Islam dapat kita bagi menjadi tiga bagian :
1. Pokok dan Pondasi ( Azas ), terdiri atas :
a. Aqidah
Aqidah merupakan hakekat abadi yang tidak mengalami proses evolusi dan tidak pernah berubah yakni aqidah tentang Allah dan hubungan-Nya dengan alam ini, tentang alam nyata yang diperlihatkan kepada manusia dan tentang alam ghaib yang tidak diperlihatkan padanya, tentang hakekat kehidupan ini dan peran manusia di dalamnya serta nasib manusia setelah kehidupan dunia. Aqidah ini mencakup dua kalimat syahadat dan rukun iman yang enam (2:177).
b. Ibadah
Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, ibadah adalah sebuah kata yang mencakup segala sesuatu yang dicintai Allah dan diridhai-Nya dari perkataan dan perbuatan, yang lahir dan batin. Maka shalat, zakat, puasa, haji, jujur dalam perkataan, melaksanakan amanat, berbakti kepada orang tua, menyanbung tali silaturrahmi, menepati janji, amar ma’ruf nahi mungkar, berjihad melawan kaum kuffar dan munafik, berbuat baik kepada tetangga, anak yatim, orang miskin, musafir ( yang memerlukan pertolongan ), hamba sahaya, binatang, doa dan dzikir, membaca dan sebagainya termasuk dari ibadah. Demikian pula mencintai Allah dan RasulNya SAW, takut kepada Allah, tauat kepada-Nya dan mengikhlashkan agama untuk-Nya, bersabar terhadap keputusan-Nya, bersyukur atas nikmat-Nya, ridha (rela) dengan takdir-Nya, bertawakkal kepada-Nya, mengharapkan Rahmat-Nya, takut kepada siksa-Nya dan sebagainya termasuk daripada ibadah.”
2. Bangunan ( Bina’ )
Hal ini terlihat pada sistem hidup, seperti pada :
a. Sistem perekonomian
Walaupun kesenjangan masih dirasakan, namun pertumbuhan ekonomi telah menambah besar tetesan dan pembagian kue pembangunan kepada masyarakat luas. Sejalan dengan itu, kesejahteraan meningkat dan orang kaya pun semakin bertambah, baik jumlah orang maupun kekayaannya. Namun apakah pendidikan kesadaran mendayagunakan kekayaan secara benar telah sejalan dengan pertumbuhan itu?
Lembaga pendidikan kita masih terlalu memfokuskan perhatian pada bagaimana mengisi otak agar bisa melakukan usaha yang menguntungkan secara ekonomis. Masih jauh dari upaya bagaimana membersihkan jiwa agar menjadi orang yang tahu benar bagaimana memahami, memproporsionalkan, dan mendayagunakan kekayaan, bukan hanya menggunakannya.
Menurut Rasulullah SAW lewat riwayat yang disampaikan oleh Abul Laits, setan itu selalu berusaha untuk menghiasi visi orang kaya agar enggan menjalankan kewajiban-kewajibannya. Kalau tidak, setan akan memotivasinya untuk membelanjakan dan menggunakan kekayaannya tidak pada hal yang semestinya. Atau mencintakan hati si kaya pada kegigihan usaha memperbesar keuntungan dan kekayaan dengan cara-cara tidak halal. Kalau sabda Rasulullah itu diterjemahkan ke dalam bahasa psikologi, jiwa orang kaya sangat mudah dan peka untuk dijangkiti tiga jenis penyakit kejiwaan. Pertama, mispersepsi (salah pandang) tentang kekayaan dan kemiskinan, sehingga mudah lupa kewajiban. Banyak orang memandang kekayaan hanya sekedar sebagai hasil jerih payahnya sendiri. Mereka lupa bahwa kekayaan itu juga berfungsi sebagai fitnah atau cobaan untuk mengukur kesetiaan dan ketaatannya kepada Allah (8:28). Di antara orang kaya bahkan tak jarang memandang orang miskin sebagai yang dibenci Allah. Sikap ini sama dengan sikap kafir. Kata mereka,”Apakah kami akan memberi makan kepada orang-orang yang bila Allah menghendaki tentu Allah akan memberinya makan”.(36:47).
Penyakit kedua, disfungsi, salah dalam memfungsikan dan memanfaatkan kekayaan. Kekayaannya memberi peluang untuk berbuat apa saja. Dapat melemahkan dan bahkan menghilangkan kemampuan pengendalian dirinya, sehingga menjadi orang yang konsumtif. Padahal kemampuan pengendalian itu sangat penting. Saking pentingnya, Rasulullah sampai berkata, “Siapa masuk pasar, lalu melihat barang yang diinginkan, tetapi ia menahan diri (bersabar) sambil mengharap pahala dari Allah, maka yang demikian lebih baik dari sedekah seratus ribu dinar dijalan Allah.”
Penyakit ketiga takatsur, lomba adu kekayaan. Dan untuk memenangkannya, orang-orang kaya berusaha dengan semua kiat bisnis, termasuk kiat yang tidak halal. Diantara sistem ekonomi yang dapat kita jadikan sebagai pedoman dalam menjalankan roda perekonomian yaitu :
* Utang piutang (2:282)
* Pegadaian (2:283)
* Pengharaman riba dan penghalalan jual beli (2:275).
b. Sistem Akhlak
Rasulullah saw diutus dengan tugas menyempurnakan budi pekerti dan membina akhlak, seperti dinyatakan dalam hadist, ” Bahwasanya aku diutus untuk menyrmpurnakan akhlak.” (HR Bukhori dalam adab Al Mufrad). Perilaku Rasulullah saw sendiri berpola pada wahyu Allah yaitu Al Qur’an. Aisyah ditanya mengenai akhlak Rasulullah, “ Sesungguhnya akhlak Rasulullah itu adalah Al Qur’an “ (HR Muslim). Hadist tersebut menunjukkan bahwa Al Qur’an merupakan sumber utama dan pertama bagi akhlak. (68:4). Mempelajari ilmu akhlak itu tidaklah hanya sekedar mengetahui ma’na akhlak yang baik dan akhlak yang buruk tetapi yang penting adalah mengamalkan dan memprakekkan yang luhur, yang sesuai dengan tuntutan Islam. Mempelajari akhlak tidak cukup dengan ilmu melainkan hasi pembinaan dan latihan yang terus menerus (istimroriyyah). Membentuk akhlak yang baik tidaklah cukup karena bisa atau mampu tetapi mesti karena biasa. Akhlak yang baik bukan hanya kata-kata yang indah, menarik dan menyenangkan orang yang dikemas dengan gaya retorika yang memukau, melainkan harus disertai keikhlasan. Jika tidak demikian, akhlak tersebut akan menjadi tipuan dan rayuan yang berbahaya.
Misalnya seperti dibawah ini :
-   Berbuat kebaikan (2:44)
-   Berkata benar / jujur (2:177 )
-   Memaafkan (2:237)
Dan juga terlihat pada sistem-sistem yang lain yang secara ringkas terlihat seperti dibawah ini, yaitu :
a). Sistem sosial-kemasyarakatan
-   Zakat (2:43)
-   Adil dalam menegakkan hukum (4:58 )
-   Persaudaraan (49:10,13)
b). Sistem Pengajaran
-   Mengajar harus dengan lemah lembut (3:159)
-   Memberi nasihat (31:12-19)
c). Sistem keprajuritan / kemiliteran dengan mempersiapkan tentara (8:60)
d). Sistem Politik dengan musyawarah dan perdamaian.
3. Pendukung dan Penopang
Islam tidak bisa berdiri kecuali bila terdapat pondasi. Pendukung dan penopangnya adalah jihad (22:39-40) dan amar ma’ruf nahi munkar (3:104). Dan Islam belum berdiri sempurna bila bangunannya belum berdiri. Dan bangunan tidak akan berdiri tegak bila tidak ada penopangnya.
Referensi :
1. DR.Yusuf Qordhowi, Pengantar Kajian Islam, Pustaka Al Kautsar, April 1997,Jakarta.
2. DR.Yusuf Qordhowi, Karakteristik Islam, Risalah Gusti, 1996, Surabaya
3. Kelompok Study Al Ummah, Aqidah Muslim,Jakarta
4. Harian Umum Republika, Hikmah, 12 Juli 1997, Jakarta
5. FS PAI-JS UGM, Meniti Jalan Islam,1993, Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar