STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Sabtu, 16 Juli 2011

Proses Belajar Mengajar dalam Hadis



A. Pendahuluan
Pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam menentukan corak kehidupan seseorang. Di dalam pandangan Islam, setiap orang lahir dalam keadaan fitrah. Fitrah tersebut bisa tumbuh subur dan berkembang apabila ia mendapat pendidikan yang berkualitas. Sebaliknya, ia akan layu dan mati apabila ia tidak rawat dan dididik dengan semestinya. Oleh karna itu, Islam sangat memperhatikan pendidikan. Di dalam pandangan Islam, pendidikan merupakan kegiatan yang diwajibkan bagi setiap muslim, baik pria maupun wanita.[1] Pendidikan juga berlangsung seumur hidup, tidak mengenal batas usia.
Kedudukan tersebut menempatkan pendidikan sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.
John Dewey menyebut pendidikan salah satu kebutuhan hidup ( a necessity of life) salah satu fungsi social (a social fungction), sebagai bimbingan (as direction), sebagai sarana pertumbuhan ( as means of growth) yang mempersiapkan dan membukakanan serta membentuk disiplin hidup.[2]

Sehubungan dengan pentingnya arti pendidikan bagi kehidupan manusia, sejak dahulu sampai sekarang telah banyak dilakukan kajian tentang proses belajar mengajar (pendidikan) dan faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dan diterapkan dalam mewujudkan keadaan proses belajar mengajar yang efektif dan sesuai dengan falsafah hidup manusia itu sendiri.
Hadis Nabi[3] merupakan sumber ajaran Islam yang kedua setelah Alquran. Hadis Nabi, sebagaimana Alquran menjadi pedoman hidup (way of life) bagi umat Islam. Rasulullah menjamin keselamatan bagi mereka yang konsisten dan konsekwen merujuk segala tindakannya kepada Alquran dan Hadist. Rasulullah bersabda :
و حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك أَنَّهُ بَلَغَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّه[4]
Artinya:
"Telah menceritakan kepadaku Malik, sesungguhnya ia menyampaikan kepadanya bahwa Rasulullah SAW bersabda,: " Aku tinggalkan kepadamu dua perkara (pusaka) tidaklah kamu akan tersesat selama-lamanya, selama kamu masih berpegang kepada keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya" (H.R. Malik)
Abuddin Nata mencatat paling tidak ada empat alasan tentang pentingnya menghubungkan kajian pendidikan dengan Hadits, yaitu: Pertama, Nabi Muhammad SAW dinyatakan dalam Alquran sebagai suri tauladan yang baik bagi ummatnya. Sebagai suri tauladan[5], berarti termasuk pula suri tauladan dalam hal mendidik. Kedua, zaman Rasulullah adalah zaman yang telah berhasil melahirkan generasi yang memiliki keunggulan di bidang moral, sikap keagamaan, kepribadian, intelektual, dan social. Ketiga, Rasulullah diakui sebagai di dalam Alquran sebagai pendidik, misalnya seperti dijelaskan pada ayat berikut :
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولاً مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَاب وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ إِنَّكَ أَنتَ العَزِيزُ الحَكِيمُ
Artinya :

"Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur'an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana (Q.S al-Baqarah, 2 : 129)
.
Keempat, Di dalam hadisnya, beliau menyatakan bahwa kehadirannya di muka bumi ini adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia (bu'itstu liutammima makarim al-akhlaq). Pembemtukan ahklak mulia itu selanjutnaya menjadi tujuan dan jiwa pendidikan Islam.[6]
. Atas dasar itu, makalah ini akan membahas topik yang berjudul ; " Proses Belajar Mengajar (Pendidikan) dalam Hadis". Pembahasan ini akan lebih banyak menyoroti sisi metode karena aspek inilah yang lebih banyak mewarnai corak proses belajar mengajar.
B. Pengertian
Proses belajar mengajar bukanlah proses dalam kehampaan, tetapi harus penuh makna. Abuddin Nata mengartikan proses belajar mengajar bukan hanya proses transformasi pengetahuan, wawasan, pengalaman dan keterampilan kepada peserta didik, melainkan juga menggali, mengarahkan dan membina seluruh potensi yang ada dalam diri peserta didik, sesuai dengan tujuan yang direncanakan.[7] Sejalan dengan itu, S. Nasution, seperti dikutip oleh M. Basyirudin Usman, mendefenisikan mengajar sebagai usaha guru mengatur dan mengorganisir lingkungan sehingga dapat tercipta suatu situasi dan kondisi belajar anak. [8]
Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa untuk mewujudkan tujuan pembelajaran efektif, guru atau pendidik dituntut memahami dan menguasai metode[9] pembelajaran yang tepat sehingga proses belajar mengajar bisa berjalan dengan efektif dan efisien. Rasulullah telah mengajarkan umatnya beberapa metode pembelajaran yang secara faktual telah terbukti dapat membentuk manusia yang memiliki kepribadian yang tangguh sesuai yang dikehendaki oleh Alquran, yaitu sebagai Abdullah dan khalifatullah.
C. Faktor-Faktor yang Perlu Dipertimbangkan dalam Memilih Metode
Tidak ada satu metode yang dapat dipastikan tepat untuk semua proses belajar mengajar. Setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan. Suatu metode dinilai baik bila metode tersebut relevan dengan tujuan pembelajaran, keadaan peserta didik, ketersediaan media, dsb. Oleh sebab itu, sebelum menerapkan suatu metode perlu melakukan pertimbangan-pertimbangan dalam sebelum memutuskan memilih metode pendidikan.
Memilih dan mempertimbangkan metode yang digunakan berarti membicarakan bagaimana mempelajari sesuatu. Dalam menjawab pertanyaan tersebut melibatkan tiga hal pokok, yaitu apa yang harus dipelajari, siapa yang mempelajari, dan siapa yang mengajar. Dengan kata lain, ketiga hal inilah yang disebut proses belajar mengajar (learning process). Berkaitan dengan ini ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan[10]
1. Faktor Tujuan
Tujuan[11] adalah sasaran yang dituju setiap kegiatan pembelajaran. Dalam memilih metode pembelajaran guru harus memperhatikan tujuan yang akan dicapai dari proses pembelajaran tersebut. Perumusan tujuan instruksiopnal adalah gambaran kemampuan yang akan dicapai oleh pesertsa didik setelah proses pembelajaran. Tingakat kemampuan yang akan diisi tersebut sangat mempengaruhi penyeleksian metode yang akan digunakan. Artinya, metode harus tunduk pada tujuan yang telah ditetapkan. Pendidik atau guru dituntut cerdas dalam memilih metedo pembelajaran sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan.
Rasulullullah telah mengajarkan suatu prilaku atau kegiatan harus sesuai dengan tujuannya. Dalam masalah jihad seorang pemuda datang menghadap Rasulullah untuk mendaftarkan diri ikut perang, maka nabi bertanya :
... أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ أَقْبَلَ رَجُلٌ إِلَى نَبِىِّ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ أُبَايِعُكَ عَلَى الْهِجْرَةِ وَالْجِهَادِ أَبْتَغِى الأَجْرَ مِنَ اللَّهِ. قَالَ « فَهَلْ مِنْ وَالِدَيْكَ أَحَدٌ حَىٌّ ». قَالَ نَعَمْ بَلْ كِلاَهُمَا. قَالَ « فَتَبْتَغِى الأَجْرَ مِنَ اللَّهِ ». قَالَ نَعَمْ. قَالَ « فَارْجِعْ إِلَى وَالِدَيْكَ فَأَحْسِنْ صُحْبَتَهُمَا[12]
Artinya :
"Sesungguhnya 'Abdullah bin Umar bin al-'Ash berkata, Seorang laki-laki dating menghadap Nabi Muhammad SAW. Ia berkata : " Saya membaiat engkau untuk hirah dan jihad fisabilillah karena saya ingin pahala dari Allah. Rasul bertanya: "Apakah orang tua masih hidup"? Laki-laki tersebut menjawab: " ia keduanya masih hidup". Tanya Nabi "apakah kamu mengharapkan pahala dari Allah, jawabnya, ya. Sabda Nabi: pulanglah kamu kepada orang tuamu dan berbaktilah pada keduanya sebaik-baiknya". (H.R. Muslim)
Oleh karena Nabi telah mengetahui keadaan pemuda tersebut, di mana ia belum pernah berbakti kepada orang tuanya, maka Nabi mengarahkan pada tujuan berbakti kepada orangnya terlebih dahulu sebelum jihad fi sabilillah. Jawaban Nabi ini jelas menunjukkan akan pentingnya skala prioritas yang menjadi tujuan dari suatu pekerjaan.
2. Faktor Peserta Didik
Jika pada aspek biologis terdapat persamaan dan perbedaan di kalangan peserta didik, maka pada aspek intelektual juga ada perbedaan. Para ahli sepakat bahwa secara intelektual, anak selelu menunjukkan perbedaan. Hal ini terlihat dari cepatnya tanggapan anak didik terhadap rangsangan yang diberikan dalam kegiatan belajar mengajar, dan lamnbatnya tanggapan anak didik terhadap rangsangan yang diberikan.
Dari aspek psikologis ada juga perbedaan di antara anak didik. Di antara mereka ada yang pendiam, ada yang kreatif, ada yang suka berbicara, ada yang tertutup, ada yang terbuka, pemurung, periang, dsb. Perbedaan individual anak didik pada aspek biologis, Oleh karena itu sebaiknya guru perbedaan intelektual, dan psikologis harus menjadi pertimbangan bagi guru dalam memilih dan menetukan metode yang digunakan supaya dapat menciptakujuan suasana pembelajaran yang kondusip untuk tercapainya ujuan pembelajaran.
3. Fasilitas.
Fasilitas merupakan hal yang mempengaruhi pemilihan dan pnetuan metode mengajar. Fasulitas adalah kelerugkapan yang menunjang belajar anak didik di sekolah. Lengkap tidak nya pasilitas belajar mempengaruhi pemilihan metode mengajar. Ketiadaan media bel;ajar dalam praktek tajhiz al-mayit akan mempersulit menerapkan penggunaan metode yang tepat.
4. Faktor Pe ndidik
Setiap guru mempunyai kepribadian dan kemampuan mengajar tersendiri. Guru yang berlatar belakang pendidikan dan keguruan akan berbeda kemampuan mengajarnya dengan guru yang berlatar belakang non kependidikan. Perbedaan kemampuan dan penguasaan ilmu kependidikan akan mempengaruhi pemilihan metode pembelajaran yangi digunakan.


[1] Di dalam satu hadis Nabi bersabda :
عن أبي سعيد الخدري قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : طلب العلم فريضة على كل مسلم
Artinya : Hadis dari Abi Sa'id al-Khudri, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap muslim". Muhammad bin Salamah bin Ja'far Abu Ja'far Abu 'Abdillah, al-Fidha'I, Musnad asy-Syihab, juz I, (Berut, Muassah ar-Risalah, t.th), h. 137
[2] John Dewe, Democracy and Education, (New York : Free Press, 1966), h.1-5
[3]Hadis Nabi terdiri dari tiga bentuk, hadis yaitu perkataan Nabi yang dalam bentuk perkataan Nabi, hadis dalam bentuk perbuatan Nabi, dan hadis yang merupakan persetujuan Nabi terhadap sesuatu hal. Muhammad 'Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadits Ulumuhu wa Musthalahuh, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), h. 17
[4] Malik bin Anas, Muwaththa', cet. I, juz V, ( t.t : Maktabah Zayid bin Sulthan Ali Nabhan, t.th), h. 1323
[5] Pada umumnya manusia memerlukan figur (uswah hasanah) yang dapat membimbingnya ke arah kebenaran. Untuk memenuhi keinginan tersebut, Allah mengutus Muhammad SAW menjadi tauladan bagi manusia. Firman Allah: " Di dalam diri Rasulullah itu kamu bisa menemukan teladan yang baik…" (QS. Al-Ahzab : 21)
[6] Abuddin Nata, Pendidikan dalam Persfektif Hadis, cet. I , ( Jakarta : UIN Jakarta Press, 2005), h. 13-22
[7] Abuddin Nata, Pendidikan dalam Persfektif Al-Quran, (Jakarta : UIN Jakarta Press, 2005), h. 225
[8] M. Basyiruddin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta, Ciputat Press, 2002), hlm. 20. Lebih jauh, Basyiruddin menjelaskan pengertian belajar mengajar dengan menguraikan pengertian kata belajar dan mengajar. Menurutnya , ada tiga pandangan tentang pengertian belajar. Pertama, menurut teori ilmu Daya. Menurut teori ini, belajar adalah usaha melatih daya-daya agar berkembang agar bisa berpikir, mengiangat, dan sebagainya. Menurut teori ini, jiwa manusia terdiri dari berbagai daya seperti berpikir, mengingat, mengenal, dan sebagainya. Daya-daya tersebut dan berfungsi bila dilatih dengan bahan-bahan dan cara-cara tertentu. Kedua, Teori Ilmu jiwa asosiasi belajar berarti membentuk hubungan-hubungan stimuluiri melatih hubungan-hubungan tersebut agar betalian erat Pandangan ini dilator belakangi oleh pendapat bahwa jiwa manusia terds dari assosiasi berbagai tanggapan yang masuk ke dalam jiwa. Asosiasi tersebut dapat terbentuk karena adanya hubungann antara stimulus dan respon respondan. Ketiga, teori ilmu Jiwa Gestalt, belajar adalah mengalami, berbuat, bereaksi, dan berpikir secara kritis. Pandangan ini dilatar belakangi oleh anggapan bahwa jiwa manusia bukan terdiri dari elemen-elemen, tetapi merupakan suatu sistem yang bulat dan berstruktur, jiwa manusia hidup dan di dalamnya terdapat prinsip aktif, di mana individu selalu cenderung untuk beruntuk beraktifitas dan berintraksi dengan lingkungannnya.
[9]Metode adalah Satu dari berbagai komponen penting untuk mencapai tujuan pendidikan adalah ketepatan menentukan metode. Sebab dengan metode yang tepat, materi pendidikan dapat diterima dengan baik. Metode diibaratkan sebagai alat yang dapat digunakan dalam suatu proses pencapaian tujuan. Tanpa metode, suatu materi pelajaran tidak akan dapat berproses secara efektif dan efisien dalam kegiatan pembelajaran menuju tujuan pendidikan. Secara etimologi, kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu meta yang berarti ”yang dilalui” dan hodos yang berarti ”jalan”, yakni jalan yang harus dilalui. Jadi, secara harfiah metode adalah cara yang tepat untuk melakukan sesuatu Nur Uhbiyati, llmu Pendidikan Islam,( Bandung : 1997, h. 99. Ada istilah lain dalam pendidikan yang mengandung makna berdekatan dengan metode, yaitu pendekatan dan teknik/strategi Pendekatan yaitu sekumpulan pemahaman mengenai bahan pelajaran yang mengandung prinsip-prinsip filosofis. Jadi pendekatan merupakan kebenaran umum yang bersifat mutlak. Misalkan asumsi yang berhubungan dengan pembelajaran bahasa, bahwa aspek menyimak dan percakapan harus diajarkan terlebih dahulu sebelum aspek membaca dan menulis atau sebaliknya, sehingga dari asumsi tersebut pendidik dapat menentukan metode yang tepatTeknik/strategi.
Teknik penyajian bahan pelajaran adalah penyajian yang dikuasai pendidik dalam mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada peserta didik di dalam kelas, agar bahan pelajaran dapat dipahami dan digunakan dengan baik. Teknik adalah pelaksanaan pengajaran di dalam kelas, yaitu penggunaan metode yang didasarkan atas pendekatan terhadap materi pelajaran. Jadi teknik harus sejalan dengan metode dan pendekatan. Misalkan dalam mengatasi masalah peserta didik yang tidak dapat menyebutkan bunyi suatu huruf dengan tepat, pendidik memintakan peserta didik untuk menirukan ucapannya. Metode adalah rencana menyeluruh yang berkenaan dengan penyajian bahan/materi pelajaran secara sistematis dan metodologis serta didasarkan atas suatu pendekatan, sehingga perbedaan pendekatan mengakibatkan perbedaan penggunaan metode. Jika metode tersebut dikaitkan dengan pendidikan Islam, dapat membawa arti metode sebagai jalan pembinaan pengetahuan, sikap dan tingkah laku sehingga terlihat dalam pribadi subjek dan obyek pendidikan, yaitu pribadi Islami. Selain itu, metode dapat membawa arti sebagai cara untuk memahami, menggali dan mengembangkan ajaran Islam, sehingga terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran, (Jakarta : Bumi Aksara, 2007), h. 2-3. Metode, merupakan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Alat ini mempunyai dua fungsi ganda, yaitu polipragmatis dan monopragmatis. Polipragmatis, bilamana metode mengandung kegunaan yang serba ganda, misalnya suatu metode tertentu pada suatu situasi kondisi tertentu dapat digunakan membangun dan memperbaiki. Kegunaannya dapat tergantung pada si pemakai atau pada corak, bentuk dan kemampuan dari metode sebagai alat. Sebaliknya monopragmatis, bilamana metode mengandung satu macam kegunaan untuk satu macam tujuan. Penggunaannya mengandung implikasi bersifat konsisten, sistematis dan kebermaknaan menurut kondisi sasarannya. Mengingat sasaran metode adalah manusia, maka pendidik dituntut untuk berhati-hati dalam penerapannya. Metode pendidikan yang tidak tepat guna akan menjadi penghalang kelancaran jalannya proses pembelajaran, sehingga banyak tenaga dan waktu terbuang sia-sia. Oleh karena itu, metode yang diterapkan oleh seorang guru baru berdaya guna dan berhasil guna, jika mampu dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan. Dalam pendidikan Islam, metode yang tepat guna adalah metode yang mengandung nilai nilai instrinsik dan ekstrinsik, sejalan dengan materi pelajaran dan secara fungsional dapat dipakai untuk merealisasikan nilai-nilai ideal yang terkandung dalam tujuan pendidikan Islam. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1996), h. 197
[10] Abuddin Nata menyebut tujuh faktor yang menjadi pertimbangan dalam memilih metode pembelajaran, yaitu factor psikologis, peserta didik, faktor sarana prasarana, faktor tujuan, faktor situasi dan konmdisi, faktor materi, faktor pendidik Abuddin Nata, op.cit., Pendidikan Dalam Persfektif Hadits, h. 353-367 Sementra itu menurut Ramayulis, ada empat yang menjadi prinsip metode pembelajaran, yaitu agamis, biologis, psikologis, dan sosiologis. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 2008), h.185
[11] Menurut Ibn Qayyim tujuan tarbiyah dapat dikelompokkan kepada : ahdaf jismiyah (tujuan yang berkaitan dengan badan), ahdaf akhlaqiyah (tujuan yang berkaitan dengan pembinaan akhlaq), ahdaf fikriyah ( tujuan yang berkaitan dengan pembinaan akal), ahdaf mastakiyah (tujuan yang berkaitan dengan skill), Abuddin Nata, Pendidikan dalam Persfektif Hadits, op.cit. h. 358-359
[12] Abu al-Husain Muislim bin Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Shahih Muslim, juz. 8, (Berut : Dar al-Jil,t.th), h. 3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar