Tasawuf Islam: Pada tulisan saya yang lalu telah saya jelaskan tentang pengertian tasawuf, barang kali yang perlu saya jelaskan pada pertemuan kali ini adalah tentang pengertian akhlaq, untuk menemukan singkronisasi antara tasawuf dengan akhlaq, sehingga kita temukan pengertian tentang tasawuf akhlaqi yang dulunya sangat gencar dibicarakan oleh para sufi sehingga sistem tasawuf akhlaqi ini telah sukses melahirkan cendikiawan berpribadi tercerahkan seperti Hasan Bashri, Al-Muhasibi, Al-Qusyairi, Al-Gazali, dll, sungguh menakjubkan membuat kita semakin tertarik mendalaminya untuk kita ambil hikmah yang terkandung di dalamnya sebagai bekal kita merentas jalan menuju cahaya yang sama seperti cahaya yang telah ditemukan Adam dan Hawa sewaktu masih di surga sebelum hijrah ke bumi, atau seperti yang ditemukan Musa di bukit tursina, atau Muhammad di sidratul muntaha dan para sufi dalam tenda-tenda perzikirannya sehingga terbebas dari belenggu kelam hitam kegelapan.
Untuk menemukan pengertian akhlaq, kita perlu melakukan dua pendekatan yang dapat kita gunakan dalam mengartikan tentang akhlaq, yaitu pendekatan lughot (linguistik, bahasa) dan istilahi (terminologis).
Akhlaq merupakan bahasa import yang dikirim dari Saudi Arabia (tempat semua para Nabi dan Rasul diturunkan). Menurut orang Arab, akhlaq merupakan isim mashdar (bentuk infinitif) dari kata akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai dengan wazan (timbangan) tsulasi majid dari af'ala, yuf'ilu, if'alan yang berarti al-sajiyah (perangai), ath-thabi'ah (watak, kelakuan, tabi'at), al'adat (kelaziman, kebiasaan), al-maru'ah (peradaban atau adab yang baik), dan al-din (ajaran, agama).
Kata akhlaq juga bisa kita artikan dari segi isim jamid atau isim ghoirul mustaq yaitu isim yang tidak memiliki akar kata, melainkan kata tersebut memang sudah demikian adanya. Kata akhlaq merupakan jamak dari kata khilqun atau khuluqun yang memiliki arti sama dengan arti akhlaq, kedua kata ini dapat kita temukan pemakaiannya dalam Al-Qur'an, contohnya:
Untuk menemukan pengertian akhlaq, kita perlu melakukan dua pendekatan yang dapat kita gunakan dalam mengartikan tentang akhlaq, yaitu pendekatan lughot (linguistik, bahasa) dan istilahi (terminologis).
Pengertian Akhlaq Dari Sudut Pandang Lughot
Akhlaq merupakan bahasa import yang dikirim dari Saudi Arabia (tempat semua para Nabi dan Rasul diturunkan). Menurut orang Arab, akhlaq merupakan isim mashdar (bentuk infinitif) dari kata akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai dengan wazan (timbangan) tsulasi majid dari af'ala, yuf'ilu, if'alan yang berarti al-sajiyah (perangai), ath-thabi'ah (watak, kelakuan, tabi'at), al'adat (kelaziman, kebiasaan), al-maru'ah (peradaban atau adab yang baik), dan al-din (ajaran, agama).
Kata akhlaq juga bisa kita artikan dari segi isim jamid atau isim ghoirul mustaq yaitu isim yang tidak memiliki akar kata, melainkan kata tersebut memang sudah demikian adanya. Kata akhlaq merupakan jamak dari kata khilqun atau khuluqun yang memiliki arti sama dengan arti akhlaq, kedua kata ini dapat kita temukan pemakaiannya dalam Al-Qur'an, contohnya:
"Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung." (Q.S. 68. Al-Qalam, A. 4). |
Ayat tersebut menggunakan kata khuluq untuk arti berbudi pekerti, kemudian ayat di bawah ini:
"(Agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu." (Q.S. 26. Al-Syu'ara, A. 137). |
menggunakan kata akhlaq untuk arti adat kebiasaan. Dengan demikian kata akhlaq atau khuluq jika ditinjau dari sudut lughot berarti muru'ah, perangai, adat kebiasaan, bidu pekerti atau segala sesuatu yang telah menjadi tabi'at.
Pengertian Akhlaq Dari Sudut Pandang Istilahi
Sebagai pendekatan kita mengetahui pengertian akhlaq dari sudut pandang istilahi, saya ajak kita untuk merujuk kepada pendapat para ulama terkemuka, sebagai berikut:
1. Menurut Imam Al-Gazali:
"Akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan."1
2. Menurut Ibnu Maskawaih:
"Akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan."2
3. Menurut Ibrahim Anis:
"Akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan."3
4. Menurut Abdul Karim Zaidan:
"(Akhlaq) adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dalam sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai perbuatannya baik atau buruk, untuk kemudian memilih melakukan atau meninggalkannya."4
5. Menurut Drs. H. Yunahar Ilyas, Lc., M.A:
".......akhlaq itu haruslah bersifat konstan, spontan, tidak temporer dan tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan serta dorongan dari luar."5
6. Menurut Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A:
"Lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlaq, yaitu:
1. Perbuatan akhlaq adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.
2. Perbuatan akhlaq adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran.
3. Bahwa perbuatan akhlaq adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.
4. Bahwa perbuatan akhlaq adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara.
5. Sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlaq (khusus akhlaq yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau karena ingin mendapatkan sesuatu pujian."6
7. Menurut Prof. Dr. Ahmad Amin
".......Akhlaq ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya bahwa kehendak itu bila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu dinamakan akhlaq."7
8. Menurut Prof. K.H. Farid Ma'ruf
"Kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan, tanpa memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu."8
9. Menurut Dr. M. Abdullah Dirroz
"Akhlaq adalah suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan kehendak mana berkombinasi membawa kecenderungan pada pemilihan pihak yang benar (dalam hal akhlaq yang baik) atau pihak yang jahat (dalam hal akhlaq yang jahat). Perbuatan-perbuatan manusia dapat dianggap sebagai manifestasi dari akhlaqnya, apabila dipenuhi dua syarat, yaitu:
1. Perbuatan-perbuatan itu dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sama, sehingga menjadi kebiasaan.
2. Perbuatan-perbuatan itu dilakukan karena dorongan emosi-emosi jiwanya, bukan karena adanya tekanan-tekanan yang datang dari luar seperti paksaan dari orang lain sehingga menimbulkan ketakutan, atau bujukan dengan harapan-harapan yang indah-indah dan lain sebagainya."9
Namun dari kitab Dairatul Ma'arif, secara singkat kita dapat tambahan pengertian akhlaq, yaitu: "sifat-sifat manusia yang terdidik."
Kesimpulan
Dengan demikian kita menyimpulkan bahwa pengertian akhlaq adalah: "Perbuatan yang telah biasa dilakukan secara berkesinambungan dengan kesadaran sendiri, baik itu bawaan lahir, maupun hasil dari didikan yang diperoleh dari orang lain yang telah menyatu dalam diri dan tertanam dalam jiwa sehingga menjadi sifat kepribadiannya sehari-hari."
Maka yang kita maksudkan dengan tasawuf akhlaqi adalah ajaran tasawuf yang inti pengajarannya mengarah pada penyucian segala sifat yang Allah tidak ridho, sehingga melahirkan komunitas manusia mulia di hadapan Allah dan makhluk-Nya. www.tasawufislam.blogspot.com
Referensi:
1. Imam Al-Gazali, Ihya 'Ulumuddin, Jld. III, Darul Fikri, Beirut, tt, Hal. 56.
2. Ibnu Maskawaih, Tahzib Al-Akhlaq Wa Tathhir Al-A'raq, Al-Mathba'atul Mishriyah, Mesir, Cet. I, 1934, Hal. 40.
3. Ibrahim Anis, Al-Mu'jam Al-Wasith, Darul Ma'arif, Kairo, 1972, Hal. 202.
4. Abdul Karim Zaidan, Ushulud Da'wah, Jam'iyatul Amani, Baghdad, Iraq, 1976, Hal. 75.
5. Drs. H. Yunahar Ilyas, Lc., M.A, Kuliah Akhlaq, LPPI, Yogyakarta, Cet. VI, Februari 2004, Hal. 3.
6. Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A, Akhlak Tasawuf, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, Hal. 4-5.
7. Prof. Dr. Ahmad Amin, Al-Akhlaq, alih bahasa Prof. K.H. Farid Ma'ruf, Bulan Bintang, Jakarta, 1977, Hal. .......
8. Prof. K.H. Farid Ma'ruf, Analisa Akhlaq, Persatuan, Yogyakarta, 1964, Hal. .......
9. Dr. M. Abdullah Dirroz dalam Drs. H. A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, CV. Pustaka Setia, Bandung, Cet. V, November 2008, Hal. 14.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar