STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Rabu, 07 Desember 2011

KARAKTERISTIK UMUM TASAWUF

Meskipun kata tasawuf sudah begitu terkenal, namun bersamaan dengan hal itu pengertian terhadap kata ini kabur dalam beragam makna yang adakalanya malah bertentangan. Hal ini terjadi karena agama, filsafat, dan kebudayaan dalam berbagai kurun-masa. Dalam kenyataannya setiap sufi ataupun mistikus selalu berusaha meng-ungkapkan pengalamannya dalam kerangka ideologi dan pemikiran yang berkembang di tengah masyarakatnya, ini berarti ungkapan-ungkapannya itu tidak dapat bebas dari kemunduran dan kemajuan kebudayaan jamannya sendiri.
Dari sini kita dapat menarik kesimpulan bahwa pada dasarnya pengalaman para sufi ataupun mistikus itu adalah sama. Perbedaan di antara mereka hanyalah karena ketidaksamaan interprestasi atas pengalaman itu sendiri, karena pengaruh kebudayaan di masa sang sufi atau mistikus tersebut berafilisasi.
Ada dua bentuk tasawuf atau mistisisme. Yang satu bercorak religius, yang lain bercorak filosofis. Tasawuf atau mistisisme religius adalah semacam gejala yang sama dalam semua agama, baik di dalam agama-agama langit ataupun agama-agama purba. Begitu juga dengan tasawuf atau mistisisme filosofis, sejak lama telah dikenal di timur sebagai warisan filsafat orang-orang yunani, maupun di Eropa abad pertengahan ataupun modern. Dalam kalangan filosof Eropa modern yang mempunyai kecenderungan mistis ialah Bradley di Inggris, dan Bergson di Prancis.
Tasawuf atau mistisisme religius adakalanya perpadu dengan filsafat. Hal ini dapat kita lihat pada beberapa sufi Muslim atau banyak mistikus Kristen. Karena itu pada diri seorang filosof, terjadinya perpaduan antara kecenderungan intelektual dan kecenderungan mistis terlah merupakan sesuatu yang tidak asing. Bertrand Russell dalam bukunya mysticism and logic, mengatakan bahwa di antara para filosof pun ada yang mampu memadukan kecenderungan mistis dan kecenderungan intelektual ini. Menurutnya pemaduan atau pengkompromian kedua kecenderungan itu merupakan pendakian akal, sehingga orang yang mampu melakukanya pun dipandang sebagai seorang filosof dalam pengertian sebenar-benarnya. “para tokoh besar yang filosof sangat memerlukan baik itu ilmu pengetahuan maupun mistisisme”, sebab “intuisi mistis adalah semacam pemberi ilham bagi berbagai problema besar yang terdapat pada setiap manusia”, yang untuk ini ia menyebut Heraclitus, Plato, dan Parmenides sebagai contohnya.


a.    Menurut Analisa Ilmuan Barat (Orientalis)

Sebagian peneliti telah berusaha mandefinisikan karakteristik umum yang sama di antara berbagai kecenderungan tasawuf atau mistisisme. William James, misalnya, seorang ahli ilmu jiwa Amerika, mengatakan bahwa kondisi-kondisi mistisisme selalu ditandai oleh empat karakteristik sebagai berikut :
  1. Ia merupakan suatu kondisi pemahaman (noetic). Sebab, bagi para penempuhnya ia merupakan kondisi pengetahuan serta dalam kondisi tersebut tersingkaplah hakekat realitas yang baginya merupakan ilham, dan bukan merupakan pengetahuan demonstratif.
  2. Ia merupakan suatu kondisi yang mustahil dapat dideskripsikan atau dijabarkan. Sebab ia semacam kondisi perasaan (states of feeling), yang sulit diterangkan pada orang lain dalam detail kata-kata seteliti apa pun.
  3. Ia merupakan suatu kondisi yang cepat sirna (transiency). Dengan kata lain, dia tidak berlangsung lama tinggal pada sang sufi atau mistikus, tapi ia menimbulkan kesan-kesan sangat kuat dalam ingatan.
  4. Ia merupakan suatu kondisi pasif (passivity).Dengan kata lain, seorang tidak mungkin menumbuhkan kondisi tersebut dengan kehendak sendiri. Sebab, dalam pengalaman mistisnya, justru dia tampak seolah-olah tunduk di bawah suatu kekuatan supernatural yang begitu menguasainya.

Sedangkan menurut R.M.Bucke, terdapat tujuh karakteristik di dalam kondisi mistisisme, yaitu ;
  1. Pancaran diri subyektif (subyective light).
  2. Peningkatan moral (moral elevation).
  3. Kecerlangan intelektual (intelektual illumination).
  4. Perasaan hidup kekal (sence of immotality)
  5. Hilangnya perasaan takut mati (loss of fear of death)
  6. Hilangnya perasaan dosa (loss of sense of sin).
  7. Ketiba-tibaan (suddynness).

Karakteristik umum tasawuf atau mistisisme, sebagaimana yang dikemukakan James dan Bucke, dapat dikatakan terdapat pada sebagian besar aliran tasawuf atau mistisisme. Namun, karakteristik yang dikemukakan di atas itu belum lagi lengkap, sebab masih banyak ciri-ciri lainya yang tidak kalah penting yang tidak tercakup disana. Misalnya perasaan tentram, keiklasan jiwa atau penuh penerimaan, perasaan fana penuh dalam realitas mutlak, perasaan pencapaian yang mengatasi dimensi ruang dan waktu, dan lain-lain.

Sementara itu Bertrand Russell, setelah menganalisa kondisi-kondisi tasawuf atau mistisme, telah berusaha ubtuk membatasi ciri-ciri flosofis tasawuf atau mistisisme kedalam empat karakteristik yang menurutnya akan membedakan tasawuf atau mistisisme dari filsafat-filafat lainya, pada semua kurun-masa dan di seluruh penjuru dunia. Empat karakteristik itu ialah sebagai berikut ;
  1. Keyakinan atas intuisi (intuition) dan pemahaman batin (insight)sebagai metode pengetahuan, sebagai kebalikan dari pengetahuan rasional analitis.
  2. Keyakinan atas ketunggalan (wujud), serta pengingkaran atas kontradiksi dan diferensiasi, bagaimana pun bentuknya.
  3. Pengingkaran atas realitas zaman.
  4. Keyakinan atas kejahatan sebagai sesuatu yang hanya sekedar lahiriah dan ilusi saja, yang dikenakan kontradiksi dan diferensiasi, yang dikendalikan rasio analitis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar