1.Sejarah Berdirinya Turki Usmani
Sejak zaman dulu disebelah barat gurun Gobi terdapat sebuah suku yang bernama Turki. Suku ini hidup secara nomaden. Pada saat perkembangan periode Islam, mereka dikalahkan oleh bangsa Tartar. Sehingga mereka pindah ke barat hingga di tepi Laut Tengah (kini dikenal dengan sebutan Anatolia). Di sebelah selatan daerah ini terdapat suku bangsa Arab. Mereka bersentuhan dengan masyarakat Arab yang telah beragama Islam. Dengan komunikasi tersebut mereka mulai memeluk agama Islam sekitar abad ke-9. Suku bangsa Turki tersebut ahli perang, pintar berdiplomasi, dan akhirnya dengan waktu yang relatif singkat menjadi sebuah kekuatan politik yang besar.
Bangsa Turki terbagi dalam berbagai suku. Diantara suku-suku tersebut, terdapat sebuah suku yang bernama suku Oghuz. Suku ini terbagi menjadi 24 sub-suku. Dari salah satu sub-suku tersebut lahirlah sultan pertama dinasti Turki Usmani, yakni Usman. Pada saat bangsa Mongol dan Kristen ingin memberantas Islam, bangsa Turki muncul sebagai pelindung Islam, bahkan mereka membawa panji Islam hingga ke tengah-tengah daratan Eropa.
Pada abad ke-13 M saat Jengis Khan mengusir orang-orang Turki dari Khurasan dan sekitarnya, Sulaiman Syah (kakek dari Usman) bersama pengikutnya kemudian bermukim di Asia kecil. Sulaiman mempunyai empat orang putra, yaitu Shunkur, Gundogdur, Al-thugril , dan Dun Dar. Kemudian Sulaiman Syah dan pengikutnya berpindah lagi ke Syam (Asia kecil). Dalam perjalanan menuju Syam tersebut Sulaiman Syah meninggal karena tenggelam di sungai Eufrat. Karena kecelakaan tersebut rombongan itu terpecah menjadi dua, sebagian kembali ke daerah asalnya yang dipimpin oleh dua putra Sulaiman yang pertama. Sementara rombongan yang kedua, yang di dalamnya terdapat dua putra Sulaiman yang terakhir, melanjutkan perjalanan ke Syam. Rombongan yang melanjutkan perjalanan ini dipimpin oleh Al-thugril. Akhirnya mereka berhasil mendekati Sultan Saljuk yang bernama Sultan Alauddin II di Kunia.
Sejak zaman dulu disebelah barat gurun Gobi terdapat sebuah suku yang bernama Turki. Suku ini hidup secara nomaden. Pada saat perkembangan periode Islam, mereka dikalahkan oleh bangsa Tartar. Sehingga mereka pindah ke barat hingga di tepi Laut Tengah (kini dikenal dengan sebutan Anatolia). Di sebelah selatan daerah ini terdapat suku bangsa Arab. Mereka bersentuhan dengan masyarakat Arab yang telah beragama Islam. Dengan komunikasi tersebut mereka mulai memeluk agama Islam sekitar abad ke-9. Suku bangsa Turki tersebut ahli perang, pintar berdiplomasi, dan akhirnya dengan waktu yang relatif singkat menjadi sebuah kekuatan politik yang besar.
Bangsa Turki terbagi dalam berbagai suku. Diantara suku-suku tersebut, terdapat sebuah suku yang bernama suku Oghuz. Suku ini terbagi menjadi 24 sub-suku. Dari salah satu sub-suku tersebut lahirlah sultan pertama dinasti Turki Usmani, yakni Usman. Pada saat bangsa Mongol dan Kristen ingin memberantas Islam, bangsa Turki muncul sebagai pelindung Islam, bahkan mereka membawa panji Islam hingga ke tengah-tengah daratan Eropa.
Pada abad ke-13 M saat Jengis Khan mengusir orang-orang Turki dari Khurasan dan sekitarnya, Sulaiman Syah (kakek dari Usman) bersama pengikutnya kemudian bermukim di Asia kecil. Sulaiman mempunyai empat orang putra, yaitu Shunkur, Gundogdur, Al-thugril , dan Dun Dar. Kemudian Sulaiman Syah dan pengikutnya berpindah lagi ke Syam (Asia kecil). Dalam perjalanan menuju Syam tersebut Sulaiman Syah meninggal karena tenggelam di sungai Eufrat. Karena kecelakaan tersebut rombongan itu terpecah menjadi dua, sebagian kembali ke daerah asalnya yang dipimpin oleh dua putra Sulaiman yang pertama. Sementara rombongan yang kedua, yang di dalamnya terdapat dua putra Sulaiman yang terakhir, melanjutkan perjalanan ke Syam. Rombongan yang melanjutkan perjalanan ini dipimpin oleh Al-thugril. Akhirnya mereka berhasil mendekati Sultan Saljuk yang bernama Sultan Alauddin II di Kunia.
Ketika Saljuk diserang Byzantium, Al-thugril membantu Sultan Alauddin II sehingga berhasil mematahkan serangan Byzantium. Sebagai balas jasa, Sultan Aluuddin memberikan daerah Iski Shahr dan sekitarnya (wilayah yang berbatasan dengan Byzantium) kepada Al-thugril. Mereka terus membina wilayah tersebut dan akhirnya memilih Syukud sebagai ibukota. Disanalah lahir putranya yang pertama yaitu Usman. Pada 1258 M Al-thugril meninggal dunia. Selanjutnya Usman mendeklarasikan dirinya sebagai Sultan, Maka berdirilah dinasti Turki Usmani. Usman memindahkan Ibu kota ke Yeniy. Pada 1300 M Sultan Alaudin meninggal, maka Usman mengumumkan diri sebagai Sultan yang berdaulat penuh, ia mengkampanyekan dirinya dengan mencetak mata uang dan pembacaan khutbah atas nama dirinya. Kekuatan militer yang dimiliki oleh Usman menjadi banteng pertahanan bagi kerajaan-kerajaan kecil dari serangan Mongol. Dengan demikian secara tidak langsung mereka mengakui Usman sebagai penguasa tertinggi.
2. Masa Pemerintahan Turki Usmani
a. Masa Pemerintahan Usman I (1290 – 1326 M)
Al-thugril meninggal dunia tahun 1289 M. Kepemimpinan dilanjutkan oleh puteranya, Usman. Putera Al-thugril inilah yang dianggap sebagai pendiri kerajaan Usmani. Sebagaimana ayahnya, ia banyak berjasa kepada Sultan Alauddin II dengan keberhasilannya menduduki benteng-benteng Bizantium yang berdekatan dengan kota Broessa. Pada tahun 1300 M, bangsa Mongol menyerang kerajaan Saljuk dan Sultan Alauddin terbunuh. Kerajaan Saljuk Rum ini kemudian terpecah-pecah dalam beberapa kerajaan kecil. Usman pun menyatakan kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah kerajaan Usmani dinyatakan berdiri. Penguasa pertamanya adalah Usman yang sering disebut juga Usman I.
Setelah Usman I mengumumkan dirinya sebagai Padisyah Al-Usman (raja besar keluarga Usman) tahun 699 H (1300M) setapak demi setapak wilayah kerajaan dapat diperluasnya. Ia menyerang daerah perbatasan Byzantium dan menaklukkan kota Broessa tahun 1317 M, kemudian pada tahun 1326 M dijadikan sebagai ibu kota kerajaan.
b. Masa Pemerintahan Orkhan (726 H/1326M¬ – 761 H/1359M)
Pada masa pemerintahan Orkhan, Kerajaan Turki Usmani ini dapat menaklukkan Azmir (Smirna) tahun 1327 M, Thawasyanli (1330M), Uskandar (1338M), Ankara (1354M), dan Gallipoli (1356M). Daerah ini adalah bagian benua Eropa yang pertamakali diduduki kerajaan Usmani.
Faktor penting yang mendukung keberhasilan ekspansi adalah keberanian, keterampilan, ketangguhan dan kekuatan militernya yang sanggup bertempur kapan dan di mana saja.
Untuk pertama kali, kekuatan militer kerajaan ini mulai diorganisasi dengan baik dan teratur ketika terjadi kontak senjata dengan Eropa. Ketika itu, pasukan tempur yang besar sudah terorganisasi. Pengorganisasian yang baik, taktik dan strategi tempur militer Usmani berlangsung tanpa halangan berarti. Namun, tidak lama setelah kemenangan tercapai, kekuatan militer yang besar ini dilanda kekisruhan. Kesadaran prajuritnya menurun. Mereka merasa dirinya sebagai pemimpin-pemimpin yang berhak menerima gaji. Akan tetapi keadaan tersebut segera dapat diatasi oleh Orkhan dengan jalan mengadakan perombakan besar-besaran dalam tubuh militer.
Pembaruan dalam tubuh organisasi militer oleh Orkhan, tidak hanya dalam bentuk mutasi personil-personil pimpinan, tetapi juga diadakan perombakan dalam keanggotaan. Bangsa-bangsa non-Turki dimasukkan sebagai anggota, bahkan anak-anak Kristen yang masih kecil diasramakan dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit. Program ini ternyata berhasil dengan terbentuknya kelompok militer baru yang disebut pasukan Jenissari atau Inkisyariah. Pasukan inilah yang dapat mengubah negara Usmani menjadi mesin perang yang paling kuat, dan memberikan dorongan yang amat besar dalam penaklukkan negeri-negeri non muslim.
Di samping Jenissari, ada lagi prajurit dari tentara kaum feodal yang dikirim kepada pemerintah pusat. Pasukan ini disebut tentara atau kelompok militer Thaujiah. Angkatan laut pun dibenahi, karena ia mempunyai peranan yang besar dalam perjalanan ekspansi Turki Usmani.
c. Masa Pemerintahan Murad I (761 H/1359 M –¬ 789 H/1389 M)
Ketika Murad I, pengganti Orkhan, berkuasa, selain memantapkan keamanan dalam negeri, ia melakukan perluasan daerah ke Benua Eropa. Ia dapat menaklukkan Adrianopel (yang kemudian dijadikannya sebagai ibu kota kerajaan yang baru), Macedonia, Sopia, Salonia, dan seluruh wilayah bagian utara Yunani. Merasa cemas terhadap kemajuan ekspansi kerajaan ini ke Eropa, Paus mengobarkan semangat perang. Sejumlah besar pasukan sekutu Eropa disiapkan untuk memukul mundur Turki Usmani. Pasukan ini dipimpin oleh Sijisman, raja Hongaria.
d. Masa Pemerintahan Bayazid I (1389 - 1403 M)
Sultan Bayazid I, pengganti Murad I, dapat menghancurkan pasukan sekutu Kristen Eropa tersebut. Peristiwa ini merupakan catatan sejarah yang amat gemilang bagi umat Islam.
Ekspansi kerajaan Usmani sempat terhenti beberapa lama. Ketika ekspansi diarahkan ke Konstantinopel, tentara Mongol yang dipimpin Timur Lenk melakukan serangan ke Asia Kecil. Pertempuran hebat terjadi di Ankara tahun 1402 M. Tentara Turki Usmani mengalami kekalahan. Bayazid bersama puteranya Musa tertawan dan wafat dalam tawanan tahun 1403 M.
e. Masa Pemerintahan Muhammad I (1403 -1421 M)
Kekalahan Bayazid di Ankara membawa akibat buruk bagi Turki Usmani. Penguasa-penguasa Saljuk di Asia Kecil melepaskan diri dari genggaman Turki Usmani. Wilayah-wilayah Serbia dan Bulgaria juga memproklamasikan kemerdekaan. Dalam pada itu putera-putera Bayazid saling berebut kekuasaan.
Suasana buruk ini baru berakhir setelah Sultan Muhammad I dapat mengatasinya. Sultan Muhammad berusaha keras menyatukan negaranya dan mengembalikan kekuatan dan kekuasaan seperti sediakala.
Setelah Timur Lenk meninggal dunia tahun 1405 M, kesultanan Mongol dipecah dan dibagi-bagi kepada putera-puteranya satu sama lain saling berselisih. Kondisi ini dimanfaatkan oleh penguasa Turki Usmani untuk melepaskan diri dari kekuasaan Mongol. Namun, pada saat seperti itu juga terjadi perselisihan antara putera-putera Bayazid (Muhammad, Isa, dan Sulaiman).
f. Masa Pemerintahan Murad II (1421 – 1451 M)
Setelah sepuluh tahun perebutan kekuasaan tedadi, akhirnya Muhammad berhasil mengalahkan saudara-saudaranya. Usaha Muhammad yang pertama kali ialah mengadakan perbaikan-perbaikan dan meletakkan dasar-dasar keamanan dalam negeri.
Usahanya ini diteruskan oleh Murad II, sehingga Turki Usmani mencapai puncak kemajuannya pada masa Muhammad II atau biasa disebut Muhammad al-Fatih.
g. Masa Pemerintahan Muhammad al-Fatih (1451 – 1484 M)
Sultan Muhammad al-Fatih dapat mengalahkan Byzantium dan menaklukkan Konstantinopel tahun 1453 M. Dengan terbukanya Konstantinopel sebagai benteng pertahanan terkuat Kerajaan Byzantium, lebih mudahlah arus ekspansi Turki Usmani ke Benua Eropa.
h. Masa Pemerintahan Salim I (1512 – 1520 M)
Ketika Sultan Salim I naik tahta, ia mengalihkan perhatian ke arah timur dengan menaklukkan Persia, Syria dan dinasti Mamalik di Mesir.
i. Masa Pemerintahan Sulaiman al-Qanuni (1520 – 1566 M)
Usaha Sultan Salim I ini dikembangkan oleh Sultan Sulaiman al-Qanuni. Ia tidak mengarahkan ekspansinya ke salah satu arah timur atau barat, tetapi seluruh wilayah yang berada di sekitar Turki Usmani merupakan obyek yang menggoda hatinya. Sulaiman berhasil menundukkan Irak, Belgrado, Pulau Rodhes, Tunis, Budapest, dan Yaman. Dengan demikian, luas wilayah Turki usmani pada masa Sultan Sulaiman al-Qanuni mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak, Siria, Hejaz, dan Yaman di Asia; Mesir, Libia, Tunis, dan Aljazair di Afrika; Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Rumania di Eropa.
Pada abad ke-16 angkatan laut Turki Usmani mencapai puncak kejayaannya. Kekuatan militer Turki Usmani yang tangguh itu dengan cepat dapat menguasai wilayah yang amat luas, baik di Asia, Afrika, maupun Eropa. Faktor utama yang mendorong kemajuan di lapangan kemiliteran ini ialah tabiat bangsa Turki itu sendiri yang bersifat militer, berdisiplin,dan patuh terhadap peraturan.Tabiat ini merupakan tabiat alami yang mereka warisi dari nenek moyangnya di Asia Tengah.
Keberhasilan ekspansi tersebut dibarengi pula dengan terciptanya jaringan pemerintahan yang teratur. Dalam mengelola wilayah yang luas, sultan-sultan Turki Usmani senantiasa bertindak tegas. Dalam struktur pemerintahan, sultan sebagai penguasa tertinggi, dibantu oleh shadr al-a’zham (perdana menteri), yang membawahi pasya (gubernur). Gubernur mengepalai daerah tingkat I. Di bawahnya terdapat beberapa orang al-zanaziq atau al-’alawiyah (bupati).
Untuk mengatur urusan pemerintahan negara, di masa Sultan Sulaiman I disusun sebuah kitab undang-undang (qanun). Kitab tersebut diberi nama Multaqa al-Abhur, yang menjadi pegangan hukum bagi kerajaan Turki Usmani sampai datangnya reformasi pada abad ke-19. Karena jasa Sultan Sulaiman I yang amat berharga ini, di ujung namanya ditambah gelar al-Qanuni.
Pada masa Sulaiman ini di kota-kota besar dan kota-kota lainnya banyak dibangun mesjid, sekolah, rumah sakit, gedung, makam, jembatan, saluran air, villa, dan pemandian umum. Disebutkan bahwa buah dari bangunan itu dibangun di bawah koordinator Sinan,seorang arsitek asal Anatolia.
Sebagai bangsa yang berdarah militer, Turki Usmani lebih banyak memfokuskan kegiatan mereka dalam bidang kemiliteran, sementara dalam bidang ilmu pengetahuan, mereka kelihatan tidak begitu menonjol.
Bangsa Turki juga banyak berkiprah dalam pengembangan seni arsitektur Islam berupa bangunan-bangunan mesjid yang indah, seperti Masjid Al-Muhammadi atau Mesjid Jami’ Sultan Muhammad Al-fatih, Mesjid Agung Sulaiman dan Mesjid Abi Ayyub al-Anshari. Mesjid-mesjid tersebut dihiasi pula dengan kaligrafi yang indah. Salah satu mesjid yang terkenal dengan keindahan kaligrafinya adalah mesjid yang asalnya gereja Aya Sopia. Hiasan kaligrafi itu, dijadikan penutup gambar-gambar Kristiani yang ada sebelumnya.
Pada masa Turki Usmani tarekat mengalami kemajuan. Tarekat yang paling berkembang ialah tarekat Bektasyi dan Tarekat Maulawi. Kedua tarekat ini banyak dianut oleh kalangan sipil dan militer
Di pihak lain, kajian-kajian ilmu keagamaan, Asy’ariyah mendapatkan tempatnya. Selain itu para ulama banyak menulis buku dalam bentuk syarah (penjelasan) dan hasyiyah (semacam catatan) terhadap karya-¬karya masa klasik.
j. Masa Pemerintahan Salim II (1566 – 1573 M)
Setelah Sultan Sulaiman al-Qanuni wafat (1566 M), kerajaan Turki Usmani mulai memasuki fase kemundurannya. Akan tetapi, sebagai sebuah kerajaan yang sangat besar dan kuat, kemunduran itu tidak langsung terlihat. Sultan Sulaiman al-Qanuni diganti oleh Salim II. Di masa pemerintahannya terjadi pertempuran antara armada laut Kerajaan Usmani dengan armada laut Kristen yang terdiri dari angkatan laut Spanyol, angkatan laut Bundukia, angkatan laut Sri Paus, dan sebagian kapal para pendeta Malta yang dipimpin Don Juan dari Spanyol. Pertempuran itu terjadi di Selat Liponto (Yunani). Dalam pertempuran ini Turki Usmani mengalami kekalahan yang mengakibatkan Tunisia dapat direbut oleh musuh. Baru pada masa Sultan berikutnya, Sultan Murad III, pada tahun 1575 M Tunisia dapat direbut kembali.
k. Masa Pemerintahan Murad III (1574 – 1595 M)
Sultan Murad III berkepribadian jelek dan suka memperturutkan hawa nafsunya, namun Kerajaan Usmani pada masanya berhasil menyerbu Kaukasus dan menguasai Tiflis di Laut Hitam (1577 M), merampas kembali Tabnz, ibu kota Safawi, menundukkan Georgia, mencampuri urusan dalam negeri Polandia, dan mengalahkan gubernur Bosnia pada tahun 1593 M. Namun kehidupan moral Sultan yang jelek menyebabkan timbulnya kekacauan dalam negeri.
l. Masa Pemerintahan Muhammad III (1595 – 1603 M)
Kekacauan ini makin menjadi-jadi dengan tampilnya Sultan Muhammad III yang membunuh semua saudara laki-lakinya berjumlah 19 orang dan menenggelamkan janda-janda ayahnya sejumlah 10 orang demi kepentingan pribadi. Dalam situasi yang kurang baik itu, Austria berhasil memukul Kerajaan Usmani.
m. Masa Pemerintahan Ahmad I (1603 – 1617 M)
Sultan Ahmad I sempat bangkit untuk memperbaiki situasi dalam negeri, tetapi kejayaan Kerajaan Usmani di mata bangsa-bangsa Eropa sudah mulai memudar.
n. Masa Pemerintahan Mustafa I (1617 – 1623 M) dan Usman II (1618 – 1622 M)
Sesudah Sultan Ahmad I, situasi semakin memburuk dengan naiknya Mustafa I (masa pemerintahannya yang pertama (1617-1618 M) dan kedua, (1622-1623 M). Karena gejolak politik dalam negeri tidak bisa diatasinya, Syaikh al-Islam mengeluarkan fatwa agar ia turun dari tahta dan diganti oleh Usman II. Namun yang tersebut terakhir ini juga tidak mampu memperbaiki keadaan. Dalam situasi demikian bangsa Persia bangkit mengadakan perlawanan merebut wilayahnya kembali. Kerajaan Usmani sendiri tidak mampu berbuat banyak dan terpaksa melepaskan wilayah Persia tersebut.
o. Masa Pemerintahan Murad IV (1623 – 1640 M)
Langkah-langkah perbaikan kerajaan mulai diusahakan oleh Sultan Murad IV. Pertama-tama ia mencoba menyusun dan menertibkan pemerintahan. Pasukan Jenissari’ yang pernah menumbangkan Usman II dapat dikuasainya. Akan tetapi, masa pemerintahannya berakhir sebelum ia berhasil menjernihkan situasi negara secara keseluruhan.
p. Masa Pemerintahan Ibrahim (1640 – 1648 M)
Situasi politik yang sudah mulai membaik itu kembali merosot pada masa pemerintahan Ibrahim, karena ia termasuk orang yang lemah. Pada masanya ini orang-orang Venetia melakukan peperangan laut melawan dan berhasil mengusir orang-orang Turki Usmani dari Cyprus dan Creta tahun 1645 M. Kekalahan itu membawa Muhammad Koprulu (berasal dari Kopru dekat Amasia di Asia Kecil) ke kedudukan sebagai wazir atau shadr al-a’zham (perdana menteri) yang diberi kekuasaan absolut. Ia berhasil mengembalikan peraturan dan mengkonsolidasikan stabilitas keuangan negara. Setelah Koprulu meninggal (1661 M), jabatannya dipegang oleh anaknya, Ibrahim.
Ibrahim menyangka bahwa kekuatan militernya sudah pulih sama sekali. Karena itu, ia menyerbu Hongaria dan mengancam Vienna. Namun, perhitungan Ibrahim meleset, ia kalah dalam pertempuran itu secara berturut-turut. Pada masa-masa selanjutnya wilayah Turki Usmani yang luas itu sedikit demi sedikit terlepas dari kekuasaannya, direbut oleh negara-negara Eropa yang baru mulai bangun.
Pada tahun 1699M terjadi “Perjanjian Karlowith” yang memaksa Sultan untuk menyerahkan seluruh Hongaria, sebagian besar Slovenia dan Croasia kepada Hapsburg; dan Hemenietz, Padolia, Ukraina, Morea, dan sebagian Dalmatia kepada orang-orang Venetia.
q. Masa Pemerintahan Mustafa III (1757 – 1774 M)
Pada tahun 1770M, tentara Rusia mengalahkan armada kerajaan Usmani di sepanjang pantai Asia Kecil. Akan tetapi, tentara Rusia ini dapat dikalahkan kembali oleh Sultan Mustafa III yang segera dapat mengkonsolidasi kekuatannya.
r. Masa Pemerintahan Abd al-Hamid (1774 – 1789 M)
Sultan Mustafa III diganti oleh saudaranya, Sultan Abd al-Hamid, seorang yang lemah. Tidak lama setelah naik tahta, di Kutchuk Kinarja ia mengadakan perjanjian yang dinamakan “Perjanjian Kinarja” dengan Catherine II dari Rusia. Isi perjanjian itu antara lain :
• Kerajaan Usmani harus menyerahkan benteng-benteng yang berada di Laut Hitam kepada Rusia dan memberi izin kepada armada Rusia untuk melintasi selat yang menghubungkan Laut Hitam dengan Laut Putih.
• Kerajaan Usmani mengakui kemerdekaan Kirman (Crimea).
Demikianlah proses kemunduran yang terjadi di Kerajaan Usmani selama dua abad lebih setelah ditinggal Sultan Sulaiman al-Qanuni. Satu persatu negeri-negeri di Eropa yang pernah dikuasai kerajaan ini memerdekakan diri. Bukan hanya negeri-negeri di Eropa yang memang sedang mengalami kemajuan yang memberontak terhadap kekuasaan Kerajaan Usmani, tetapi juga beberapa daerah di Timur Tengah mencoba bangkit memberontak.
Di Mesir, kelemahan-kelemanan Kerajaan Usmani membuat Mamalik bangkit kembali. Di bawah kepemimpinan Ali Bey, pada tahun 1770 M, Mamalik kembali berkuasa di Mesir, sampai datangnya Napoleon Bonaparte dari Perancis tahun 1798 M.
Di Libanon dan Syria, Fakhral-Din, seorang pemimpin Dntze, berhasil menguasai Palestina, dan pada tahun 1610 M merampas Ba’albak dan mengancam Damaskus. Fakhr al-Din baru menyerah tahun 1635 M.
Di Persia, Kerajaan Safawi ketika masih jaya beberapa kali mengadakan perlawanan terhadap Kerajaan Usmani dan beberapa kali pula ia keluar sebagai pemenang.
Sementara itu, di Arabia bangkit kekuatan baru, yaitu aliansi antara pemimpin agama Muhammad ibn Abd al-Wahhab yang dikenal dengan gerakan Wahhabiyah dengan penguasa lokal Ibn Sa’ud. Mereka berhasil menguasai beberapa daerah di jazirah Arab dan sekitarnya di awal paruh kedua abad ke-18 M.
Pemberontakan-pemberontakan banyak terjadi di Kerajaan Usmani ketika sedang mengalami kemunduran. Gerakan-gerakan seperti itu terus berlanjut hingga abad ke-19 dan ke-20 M. Kerajaan Usmani berakhir dengan berdirinya Republik Turki pada tahun 1924M.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar