BAB I 
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
kita semua mengetahui bahwa zakat adalah salah satu rukun  islam  yang wajib dipenuhi oleh setiap muslim. Dan zakat ini sendiri memilki  hikmah yang sangat besar bagi orang yang melaksanakannnya dengan ikhlas.  Dimana dengan zakat kita telah banyak membantu orang-orang yang fakir,  niskin, dan lain sebagainya. Dengan  kita berzakat berarti  kita telah membantu mengurangi beban mereka. Disamping itu zakat juga  menyucikan harta yang kita miliki, dan menjauhkan kita dari sifat kikir,  pelit, serakah, mementingkan diri sendiri dan sifat buruk lainnya.
Zakat  tidak hanya sebagai perwujudan kita terhadap manusia saja, namun juga  terhadap Allah SWT. Zakat merupakan salah satu perwujudan ibadah  seseorang kepada Allah. Apabila seseorang telah menjalankan ibadahnya  kepada Allah, maka Allah akan membalasnya dengan ganjaran yang setimpal  atas perbuatannya. Jadi zakat tidak hanya hubungan seseorang dengan  manusia saja namun juga hubungannnya dengan Allah.
Disamping  itu zakat merupakan sarana pendidikan bagi jiwa manusia untuk bersyukur  kepada Allah dan melatih manusia agar dapat merasakan apa yang  diarasakan oleh orang-orang fakir dan miskin. Zakat merupakan sarana  penanaman sikap jujur, terpercaya, berkorban, ikhlas, mencintai sesama,  dan persaudaraan pada diri manusia.
Pembagian  zakat dewasa ini umumnya dilakukan oleh lembaga zakat adalah dengan  cara konsumtif. Padahal metode ini kurang menyentuh pada persolan yang  dihadapi oleh para mustahiq. Karena hanya membantu kesulitan  mereka sesaat saja. Itu berarti bahwa harta zakat itu hanya bermanfaat  saja, namun tidak ada daya gunanya.namun, ada sebuah metode yang untuk  memberdayagunakan harta zakat, yang bukan memberikan harta zakat dengan  cara yang konsumtif yang hanya membantu kesulitan para mustahiq sesaat  saja, namun metode pengelolaan zakat ini bisa berdaya guna secara  produktif. Metode ini tidak hanya berguna saja, namun juga berdaya guna.
Dengan  memdayagunakan harta zakat secara produktif, berarti zakat harta tidak  hanya membantu mengurangi beban para orang-orang miskin saja, namun juga  membantu mengurangi angka pengangguran ynag ada di indonesia. Dengan  adanya modal dari zakat harta yang didayagunakan tersebut, maka para  penerima zakat bisa mengembangkannya untuk memenuhi kebutuhan hidup  mereka sehari-hari.
Sedangkan  pemberian harta zakat dengan cara konsumtif, itu akan membuat  orang-orang yang menerima zakat menjadi malas dan selalu berharap  kemurahan hati si kaya, membiasakan mereka dibawah tangan, dan meminta  serta menunggu belas kasih. Padahal islam mengajarkan kita supaya kita  selalu bekerja keras dan tidak mudah putus asa.
Namun  realita sekarang ini, kebanyakan lembaga zakat masih meggunakan metode  penyaluran zakat denga cara konsumtif, sehingga membuat masyarakat yang  menerima zakat menjadi malas untuk bekerja karena selalu mengharapkan  belas kasih dari si kaya, dan hal ini membawa dampak yang negatif  terhadap indonesia yaitu meningkatkan angka pengagguran, sehingga rakyat  indonesia akan semakin menderita, yang miskin akan bertambah miskin,  dan yang kaya semakin kaya.
Oleh  karena itu, supaya rakyat kita hidupnya menjadi makmur dan sejahtera,  ada baiknya jika pemberian zakat terhadap mereka yang miskin, tidak  hanya diberikan dengan cara konsumtif saja, tetapi juga dengan cara  produktif yang tidak hanya bisa mengurangi beban mereka ynag kesulitan  namun juga bisa membantu mengurangi angka kemiskinan yang ada di  indonesia khususnya.
B.     Rumusan Masalah
a.       Apa pengertian harta Zakat Produktif?
b.      Bagaimana pendayagunaan harta zakat secara produktif ?
c.       Peran Negara terhadap  lembaga zakat?
d.      Hukum zakat produkti?
BAB II
PEMBAHSAN
A.    Pengertian zakat produktif
kata produktif berasal dari bahasa inggris “produktive”  yang berarti banyak menghasilkan, memberikan banyak hasil, banyak  menghasilkan barang-barang berharga, yang mempunyai hasil baik.”productivity” yang beraati daya produksi.[1]
Secara umum produktif “productive” berarti “ banyak menghasilkan karya atau barang.” Produktif juga berarti “banyak menghasilkan, memberikan banyak hasil”.[2]
Pengertian  produktif dalam hal ini adalah kata yang disifati yaitu kata zakat.  Sehingga zakat produktif yang artinya zakat dimana dalam  pendistribusiannya bersifat produktif yang merupakan lawan dari  konsumtif.  lebih jelasnya zakat produktif adalah  pendayagunaan zakat secara produktif, yang pemahamnnya lebih kepada  bagaimana cara atau metode menyampaikan dana zakat kepada sasaran dalam  pengertian lebih luas, sesuai dengan ruh dan tujuan syara’. Cara  pemberian yang tepart guna, efektif manfaatnya dengan sistem yang serba  guna dan prosuktif, sesuai dengan pesan syari’at dan peran serta fungsi  sosial ekonomis dari zakat.
Zakat  produktif dengan demikian adalah pemberian zakat yang dapat membuat  para penerimanya menghasilkan sesuatu secara terus menerus, dengan harta  zakat yang telah diterimanya. Zakat produktif dengan demikian adalah  zakat diamana harta atau dana zakat yang diberikan kepada para mustahik  tidak dihabiskan, akan tetapi dikembangkan dan digunakan untuk membantu  usaha mereka, sehingga dengan usaha tersebut mereka dapat memenuhi  kebutuhan hidup secara terus menerus.[3]
Sehingga  dapat disimpulkan bahwa zakat produktif adalah zakat yang dikelola  dengan cara produktif, yang dilakukan dengan cara pemberian modal kepada  para penerima zakat dan kemudian dikembangkan, untuk memenuhi kebutuhan  hidup mereka untuk masa yang akan datang.
B.  Pendayagunaan harta zakat secara produktif 
1.     Pengertian Pendayagunaan
Pendayagunaan  berasal dari kata “Guna” yang berarti manfaat, adapun pengertian  pendayagunaan sendiri menurut kamus besar bahasa Indonesia :
a.       Pengusaha agar mampu mendatangkan hasil dan manfaat.
b.       Pengusaha (tenaga dan sebagainya) agar mampu menjalankan tugas dengan baik
Maka  dapat disimpulkan bahwa pendayagunaan adalah bagaiman cara atau usaha  dalam mendatangkan hasil dan manfaat yang lebih besar serta lebih baik.[4]
Ada dua bentuk pendayaan dana zakat antara lain :
1.     Bentuk  sesaat, dalam hal ini berarti bahwa zakat hanya diberikan kepada  seseorang satu kali atau sesaat saja. Dalam hal ini juga berarti bahwa  penyaluran kepada mustahiq tidak disertai target terjadinya kemandirian  ekonomi dalam diri mustahiq. Hal ini di karenakan mustahiq yang  bersangkutan tidak mungkin lagi mandiri, seperti pada diri orang tua  yang sudah jompo, orang cacat. Sifat bantuab sesaat ini idealnya adalah  hibah.
2.     Bentuk  Pemberdayaan, merupakan penyaluran zakat yang disertai target merubah  keadaan penerima dari kondisi kategori mustahiq menjadi kategoro  muzakki. Target ini adalah target besar yang tidak dapat dengan mudah  dan dalam waktu yang singkat. Untuk itu, penyaluran zakat harus disertai  dengan pemahaman yang utuh terhadap permasalahan yang ada pada  penerima. Apabila permasalahannya adalah permasalahan kemiskinan, harys  diketahui penyebab kemiskinan tersebut sehingga tidak dapat mencari  solusi yang tepat demi tercapainya target yang telah dicanangkan .
Menurut  Widodo yang dikutip dari buku Lili Bariadi dan kawak-kawan, bahwa sifat  dan bantuan pemberdayaan terdiri dari tiga yaitu :
1.    Hibah,  Zakat pada asalnya harus diberikan berupa hibah artinya tidak ada  ikatan antara pengelola dengan mustahiq setelah penyerahan zakat.
2.    Dana  bergulir, zakat dapat diberikan berupa dana bergulir oleh pengelola  kepada mustahiq dengan catatan harus qardhul hasan, artinya tidak boleh  ada kelebihan yang harus diberikan oleh mustahiq kepada pengelola ketika  pengembalian pinjaman tersebut. Jumlah pengembalian sama dengan jumlah  yang dipinjamkan.
3.    Pembiayaan,  Penyaluran zakat oleh pengelola kepada mustahiq tidak boleh dilakukan  berupa pembiayaan, artinya tidak boleh ada ikatan seperti shahibul ma'al  dengan mudharib dalam penyaluran zaka Disinilah letak masalalah pendayagunaan zakat. 
Pendayagunaan atau pemanfaatan zakat  menurut M.Daud Ali dikatagorikan sebagai berikut:
a.       Pendayagunaan zakat yang konsumtif tradisional sifatnya
Dalam  kategori ini zakat dibagikan kepada orang yang berhak menerimanya untuk  dimanfaatkan langsung oleh yang bersangkutan, seperti zakat fitrah yang  diberikan kepada fakir miskin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau  zakat hartayangdiberikan kepada korban bencana alam.
b.      Pendayagunaan zakat konsumtif kreatif
Yang  dimaksud dengan zakat konsumtif kreatif adalah dana zakat yang  diwujudkan dalam bentuk alat-alat sekolah, beasiswa,dan lain-lain.
c.       Pendayagunaan zakat tradisional
Yang  dimaksud dalam kategori ketiga ini adalah dana zakat yang diberikan  dalam bentuk barang-barng produktif, misalnya kambing, sapi, mesin  jahit, alat-alat pertukangan dan sebagainya, pemberian zakat dalam  bentuk ini akan dapat mendorong orang menciptakan suatu usaha atau  memberikan suatu lapangan kerja baru bagi fakir miskin.
d.      Pendayagunaan zakat produktif kreatif
Dalam  bentuk pendayagunaan ini dimasukkan semua pendayagunaan zakat yang  diwujudkan dalam bentuk modal yang dapat dipergunakan, baik untuk  membangun suatu proyek sosial maupun untuk membantu atau menambah modal  seseorang pedagang atau pengusaha kecil.
Pendayagunaan  zakat dalam kategori ketiga dan keempat ini perlu dikembangkn karena  pendayagunaan zakat yang demikian mendekati hakikat zakat, baik yang  terkandung dalam fungsinya sebagai ibadah maupun dalam kedudukannya  sebagai dana masyarakat.
Di  masa-masa yang lalu, biasanya orang islam memberikan zakatnya langsung  kepada mustahik. Hal ini tampak terutama pada pengeluaran zakat fitrah.  Namun demikian pada masa akhir-akhir ini kebiasaan tersebut telah mulai  berubah. Sekarang dikota-kota besar seperti jakarta, misalnya,  pengumpulan zakat fitrah telah dilakukan oleh panitia, lembaga atau  organisasi islam, yang kemudian menyalurkannya kepada yang berhak.  panitia lembaga atau organisasi pengumpulan zakat itu terdapat juga di  perusahaan-perusahaan, kantor-kantor, baik kantor pemerintahan maupun  kantor swasta.
Pemanfaatan  zakat harta sangat targantung pada pengelolaannya. Apabila  pengelolaannya baik , pemanfaatannya akan dirasakan oleh masyarakat.  Pemanfaatan zakat ini, biasanya berbeda dari satu daerah ke daerah lain.  Dari penelitian lapangan yang dilakukan dibeberapa daerah oleh IAIN  Walisongo Semarang diketahui bahwa pada umumnya bahwa penggunaan zakat  harta diantaranya untuk pemberdayaan ekonomi mayarakat seperti;  dipergunakan untuk usaha pertanian, peternakan dan koperasi. Panti  asuhan muhammadiyah semarang, misalnya menerima dana zakat dipergunakan  untuk usaha pertanian,. Panti asuhan yatim piatu Surakarta membeli  kambing dari dana zakat untuk diternakan. Pondok pesantren pabelan  mempergunakan zakat yang diterimanya untuk mengembangkan koperasi.
C.      Peran Negara Terhadap Lembaga Zakat
Dalam  sejarah islam Lembaga Zakat dikenal dengan nama Baitul Maal. Lembaga  ini telah ada sejak khalifah Umar bin Khattab, sebagai institusi yang  memobilisir dana dan daya dari umat yang digunakan untuk upaya  pembangunan meningkatkan harkat, derajat dan martabat atau perbaikan  kualitas hidup kauim dhu’afa fuqara masajin, dan umat pada umumnya berdasarkan syariah.
Lembaga  zakat di Indonesia telah ada dan tumbuh begitu lama, namun belum  dikembangkan secara professional. Wajar, lembaga ini dalam perjalanannya  mengalalmi beberapa permasalahan, yang tidak dapat dipisahkan dari  kehidupan sehari-hari. Permasalahan tersebut antara lain[5]:
1.    Adanya  krisis kepercayaan umat terhadap segala macam atau bentuk usaha yang  menghimpun dana umat karena terjadi penyelewengan / penyalahgunaan  akibat sistem kontrol dan peloporan yang lemah. Dampaknya orang lebih  memilih membayar zakat langsung kepada mustahiq daripada melalui lembaga  zakat.
2.    Adanya pola pandangan terhadap pelaksanaan zakat yang umumnya lebih antusias pada zakat fitrah saja yakni menjelang Idul Fitri.
3.    Tidak  seimbangnya jumlah dana yang terhimpun dibandingkan dengan kebutuhan  umat, sehingga dana yang terkumpul cenderung digunakan hanya untuk  kegiatan konsumtif dan tak ada bagian untuk produktif. Hal ini juga  dikarenakan tidak semua muzakki berzakat melalui lembaga.
4.    Terdapat semacam kemajemukan di kalangan muzakki, dimana dalam periode waktu yang relatif pendek harus dihadapkan dengan berbagai lembaga penghimpun dana.
5.    Adanya kekhawatiran politis sebagai akibat adanya kasusu penggunaan dana umat tersebut untuk tujuan-tujuan politik kritis.
            Diantara  dalil-dalil yang dapat dijadikan dasar hukum bahwa negara / pemerintah  bertanggung jawab dan berkewajiban dalam mengelola zakat adalah:
خذ من اموالهم مصدقه تطهرهم وتزكيهم بهاهوصل عليهم ان صلواتك سكن لهم ،والله سميع عليم
            Artinya : “Ambillah  (Himpunlah, kelola) dari sebagian harta mereka sedekah / zakat, dengan  sedekah itu kamu membersihkan mereka dan mensucikan mereka , dan  berdoalah untuk mereka, karena sesungghnya doa kamu itu menjadi  ketentraman jiwa bagi mereka, dan Allah Maha Mendengar lagi Maha  Mengetahui.” (QS.at-Taubah (9):103)
            Dalam  ayat ini, Allah SWT memerintahkan kepada Rasulullah untuk mengambil  harta dari pemiliknya sebagai sedekah ataupun zakat. Walaupun perintah  memungut zakat dalam ayat ini , pada awalnya ditujukan kepada  Rasulullah, namun ia juga berlaku terhadap semua pemimpin atau pengusaha  dalam setiap masyarakat kaum muslimin, agar zakat dapat memenuhi  fungsinya sebagai sarana yang efektif untuk membina kesejahteraan  masyarakat.
                        Beberapa  ahli hukum islam menjelaskan bahwa negara berkewajiban dan bertanggung  jawab dalam mengelola zakat. Yusuf Qardhawi menjelaskan lima alsan  mengapa islam menyerahkan wewenang kepada negara untuk mengelola zakat,  atu pentingnya pihak ketiga dalam pengelolaan zakat (memungut zakat dan  membagikannya kepada yang berhak):
1.    Banyak  orang yang telah mati jiwanya, buta mata hatinya, tidak sadar akan  tanggung jawabnya terhadap orang kafir yang mempunyai hak milik yang  tersimpan dalam harta benda mereka.
2.    Untuk memelihara hubungan baik antara muzakki  dan mustahiq.  Menjaga kehormatan dan martabat para mustahiq. Dengan mengmbil haknya dari pemerintah mereka terhindar dari perkataan menyakitkan dari pihak pemberi.
3.    Agar pendistribusiannya tidak kacau, semraut dan salah atur.
4.    Agar  ada pemerataan dalam pendistribusiannya, bukan hanya terbatas pada  orang-orang miskin dan mereka yang sedang dalam perjalanan, namun pada  pihak lain yang berkaitan erat dengna kemaslahatan umum.
5.    Zakat  merupakan sumber dana terpenting dan permanen yang dapat membantu  pemerintah dalam menjalankan fungsi-fungsinya dalam mengayomi dan  membawa rakyatnya dalam kemakmuran dan keadilan yang beradab.
            Apalagi  zakat dan berbagai bentuk ibadah sedekah lainnya memiliki posisi  potensial sebagai sumber pembelanjaan dalam masyarakat muslim dan sumber  daya untuk mengatasi berbagai macam social cost yang diakibatkan dari hubungan antar manusia dan mampu membangun pertumbuhan dan pemerataan ekonomi.
            Menurut  Syaltut “dengan zakat, masyarakat dapat membersihkan diri dari musuh  yang utama yaitu kefakiran, dan dapat mempererat persaudaraandan kasih  sayang antara si kaya dengan si miskin sehingga timbullah rasa kasih  sayang , tolong menolong, dna saling merasakan serta bertanggung jawab”.[6]
D.  Hukum Zakat Produktif
Sebagaimana  dijelaskan sebelumnya bahwa yang dimaksud dengan zakat produktif disini  adalah pendayagunaan zakat dengan cara yang produktif. Hukum zakat pada  sub ini dipahami hukum mendistribusikan atau memberikan dana zakat  kepada mustahiq secara produktif. Dana zakat diberikan dan dipinjamkan  untuk dijadikan modal usaha bagi orang fakir, miskin dan orang-orang  yang lemah.
Al-Quran,  Hadis dan ijma’ tidak menyebutkan secara tegas tentang cara pemberian  zakat apakah dengan cara konsumtif atau produktif. Dapat dikatakan  tidakada dalil naqli dan syarih yang mengatur tentang bagaimana  pemberian zakat itu diberikan kepada para mustahik. Ayat 60 suarat  at-Taubah (9), oleh sebagian besar ulama dijadikan dasar hukum dalam  pendistribusian zakat. Namun ayat ini hanya menyebutkan pos-pos dimana  zakat harus diberikan.
إنماالصدقات  للفقرإوالمساكين والعالمين عليهاالمؤلفة قلوبهم وفي الرقاب والغارمين وفي  سبيل الله وابن السبيل فريضة من الله والله عليم حكيم
Artinya:”sesungguhnya  zkat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,  pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk  (memerdekakan)budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan  orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang  diwajibkan Allah, dan Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana”.(qs.at-Taubah(9):60)
Teori  hukum islam menunjukkan bahwa dalam menghadapi masalah-masalah yang  tidak jelas rinciannya dalam Al-Quran atau petunjuk yang ditinggalkan  nabi saw, penyelesaiannya adalah dengan metode ijtihad. Ijtihad atau  pemakaian akal dengan tetap berpedoman pada al-Quran dan Hadits.
Dengan  demikian berarti bahwa tekhnik pelaksanaan pembagian zakat bukan  sesuatu yang mutlak, akan tetapi dinamis, sapat disesuaikan dengan  kebutuhan di suatu tempat. Dalam artian perubahan dan perbedaan dalam  cara pembagian zakat tidaklah dilarang dalam islam karena tidak ada  dasar hukum yang secara jelas menyebutkan cara pembagian zakat tersebut.
Di Indonesia misalnya, BAZIS DKI jakrta berdasarkan hasil lokakarya zakat, menetukan kebijakan-kebijakan sebagai berikut:
1.    Pembagian zakat harus bersifat edukatif, produktif, ekonomis, sehingga  pada akhirnnya penerima zakat menjadi tidak memerlukan zakat lagi, bahkan menjadi wajib zakat.
2.    Hasil  pengumpulan zakat selama ini belum dibagikan kepada mustahiq dapat  merupakan dana yang bisa dimanfaatkan bagi pembangunan, dengan disimpan  dalam bank pemerintah berupa deposito, sertifikat atau giro biasa.[7]
            Kebijakan  BAZIS dengan memproduktifkan dana zakat ini adalah agar zakat dapat  berguna dan berdaya guna bagi masyarakat, khususnya para fuqara, masakin  dan dhu’afa.
            Salah satu tujuan zakat adalah agar harta benda tidak menumpukkan pada satu  golongan saja, dinikmati orang-orang kaya sedangkan orang-orang miskin pada larut dengan ketidak mampuannya  dan hanya menonton saja. 
            Dalam  hal tersebut dapat dilakukan dengan melaksanakan zakat produktif.  Karena bila zakat slalu atau semuanya diberikan dengan cara konsumtif,  bukannya mengikut sertakan mereka tetapi malah membuat mereka malas dan  selalu berharap belas kaish dari si kaya, membiasakn mereka dengan  tangan bawah, meminta dan menunggu belas kasih. Padahal ini sangat tidak  disukai dalam ajaran islam.seperti yang kit aetahui bahwa islam  mengajarkan kepada kita untuk selalu berusaha dan tidak mudah putus asa.
            Anjuran  beusaha inilah yang hendaknya diiringi dengan bantuan dan pertolongan  modal untuk berusaha atau mengembangkan usaha mereka karena sudah pasti  yang namanya fakir miskin tidak memilki kemampuan yang lebih baik untuk  membiayai usaha yang dapat menjamin hidupnya dimasa depan karena  hartanya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari.
            Mengenai bolehnya zakat produktif ini, sebagaimna yang dimaksud Yusuf Qardhawi, bahwa:
            Menunaikan  zakat termasuk amal ibadah sosial dalam rangka membantu orang-orang  miskin dan golongan ekonomi lemah untuk menjunjung ekonomi mereka  sehingga mampu berdiri sendiri dimasa mendatang dan tabah dalam  mempertahankan kewajiban-kewajibannya kepada Allah.[8]
       Saefudin  pun menyetujui cara pembagian zakat produktif, dengan menciptakan  pekerjaan berarti ‘amil dalam hal ini pemerintah dapat menciptaan  lapangan pekerjaan dengan dana zakat,seperti perusahaan, modal usaha  atau beasiswa, agar mereka memiliki suatu usaha yang tetap dan  ketrampilan serta ilmu untuk menopang hidup kearah yang lebih baik dan  layak.[9]
Bahtsul  Masail Diniyah Maudluiyyah atau pembahasan masalah keagamaan penting  dalam Muktamar ke-28 Nahdlatul Ulama di Pondok Pesantren Al-Munawwir,  Krapyak, Yogyakarta, pada 25-28 November 1989 memberikan arahan bahwa  dua hal di atas diperbolehkan dengan maksud untuk meningkatkan kehidupan  ekonomi para mustahiq zakat. Namun, ada persyaratan penting bahwa para  calon mustahiq itu sendiri sebelumnya harus mengetahui bahwa harta zakat  yang sedianya mereka terima akan disalurkan secara produktif atau  didayagunakan dan mereka memberi izin atas penyaluran zakat dengan cara  seperti itu.
Penyaluran  zakat secara produktif ini pernah terjadi di zaman Rasulullah SAW.  Dikemukakan dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim dari Salim Bin  Abdillah Bin Umar dari ayahnya, bahwa Rasulullah telah memberikan zakat  kepadanya lalu menyuruhnya untuk dikembangkan atau disedekahkan lagi.
Disyaratkan  bahwa yang berhak memberikat zakat yang bersifat produktif adalah yang  mampu melakukan pembinaan dan pendampingan kepada para mustahiq agar  kegiatan usahanya dapat berjalan dengan baik. Di samping melakukan  pembinaan dan pendampingan kepada para mustahik dalam kegiatan usahanya,  juga harus memberikan pembinaan ruhani dan intelektual keagamaannya  agar semakin meningkat kualitas keimanan dan keislamanannya.
              Dari  bebrapa pendapat diatas dapt disimpulkan bahwa zakat roduktif adalah  boleh bahkan sangat dianjurkan bila dikaitkan dengan situasi dan kondisi  negara indonesia saat ini. Agar dari zakat produktif tersebut ,  masyarakat bisa berorientasi dan berbudaya produktif , sehingga dapat  memproduksi sesuatu yang dapat menjamin kebutuhan hidup mereka. 
                Pada  saat ini modal dalam bentuk uang tidak hanya dikonsentrasikan kepada  pengelolaan tanah dan perdagangan saja, akan tetapi juga sudah diarahkan  kepada pendirian bangunan-bangunan untuk disewakan atau diinvestasikan,  pabrik-pabrik sarana transportasi udara, alut dan darat, dana  sebagainya. 
                                                           BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
            Dari  uraian di atasa dapt disimpulkan bahwa zakat produktif adalah adalah  pendayagunaan zakat dengan cara yang produktif , dengan cara memberikan  modal usaha atau apangan pekerjaan kepada para penerima zakat, supaya  mereka bisa mengembangkan usaha tersebut untuk memenuhi kehidupan  hidupnya dimasa yang akan datang.
            Dalam  hal zakat, pemerintah mempunyai peranan sebagai sarana untuk  melakasanakan zakat produktif ini, supaya zakat dengan cara ini bisa  menjadi terkelola dengan baik, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan  hidup rakyat, dan mengurangi angka pengangguran.
            Hukum  zakat produktif seteah melihat dari beberapa pendapat boleh, karena  zakat dengan cara ini demi untuk kemaslahatan umum, dan dapt megurangi  beban para penerima zakat yang tidak hanya untuk sesaat, namun juga  untuk masa yang akan datang, bahkan bisa jadi, yang tadinya menjadi  penerima zakat berubah menjadi seorang yang memberidapat mengeluarkan  atau memberikan zakat.
B.  Saran
Setelah  mengetahui bagaimana pendayagunaan zakat tersebut, kami menyarankan  agar pemerintah atau lembaga zakat lebih menggunakan metode  pendayagunaan zakat dengan cara produktif bagi yang mampu daripada  konsumtif, karena lebih banyak manfaatnya dan bisa menjadi pacuan hidup  untuk masa yang akan datang
DAFTAR PUSTAKA
Asnaini, S.Ag.M.Ag, Zakat Produktif dalam Perspektif Hukum Islam,(Bengkulu: Pustaka Pelajar,2008). Cetakan ke-1          
Daud Ali, Muhammad , Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, (Jakarta : UI-Press, 1998), cet-1
http://md-uin.blogspot.comm selasa 22 maret 2011

 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar