STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Jumat, 02 Maret 2012

Zakat Produktif

BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
kita semua mengetahui bahwa zakat adalah salah satu rukun  islam yang wajib dipenuhi oleh setiap muslim. Dan zakat ini sendiri memilki hikmah yang sangat besar bagi orang yang melaksanakannnya dengan ikhlas. Dimana dengan zakat kita telah banyak membantu orang-orang yang fakir, niskin, dan lain sebagainya. Dengan  kita berzakat berarti kita telah membantu mengurangi beban mereka. Disamping itu zakat juga menyucikan harta yang kita miliki, dan menjauhkan kita dari sifat kikir, pelit, serakah, mementingkan diri sendiri dan sifat buruk lainnya.
Zakat tidak hanya sebagai perwujudan kita terhadap manusia saja, namun juga terhadap Allah SWT. Zakat merupakan salah satu perwujudan ibadah seseorang kepada Allah. Apabila seseorang telah menjalankan ibadahnya kepada Allah, maka Allah akan membalasnya dengan ganjaran yang setimpal atas perbuatannya. Jadi zakat tidak hanya hubungan seseorang dengan manusia saja namun juga hubungannnya dengan Allah.
Disamping itu zakat merupakan sarana pendidikan bagi jiwa manusia untuk bersyukur kepada Allah dan melatih manusia agar dapat merasakan apa yang diarasakan oleh orang-orang fakir dan miskin. Zakat merupakan sarana penanaman sikap jujur, terpercaya, berkorban, ikhlas, mencintai sesama, dan persaudaraan pada diri manusia.
Pembagian zakat dewasa ini umumnya dilakukan oleh lembaga zakat adalah dengan cara konsumtif. Padahal metode ini kurang menyentuh pada persolan yang dihadapi oleh para mustahiq. Karena hanya membantu kesulitan mereka sesaat saja. Itu berarti bahwa harta zakat itu hanya bermanfaat saja, namun tidak ada daya gunanya.namun, ada sebuah metode yang untuk memberdayagunakan harta zakat, yang bukan memberikan harta zakat dengan cara yang konsumtif yang hanya membantu kesulitan para mustahiq sesaat saja, namun metode pengelolaan zakat ini bisa berdaya guna secara produktif. Metode ini tidak hanya berguna saja, namun juga berdaya guna.
Dengan memdayagunakan harta zakat secara produktif, berarti zakat harta tidak hanya membantu mengurangi beban para orang-orang miskin saja, namun juga membantu mengurangi angka pengangguran ynag ada di indonesia. Dengan adanya modal dari zakat harta yang didayagunakan tersebut, maka para penerima zakat bisa mengembangkannya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari.
Sedangkan pemberian harta zakat dengan cara konsumtif, itu akan membuat orang-orang yang menerima zakat menjadi malas dan selalu berharap kemurahan hati si kaya, membiasakan mereka dibawah tangan, dan meminta serta menunggu belas kasih. Padahal islam mengajarkan kita supaya kita selalu bekerja keras dan tidak mudah putus asa.
Namun realita sekarang ini, kebanyakan lembaga zakat masih meggunakan metode penyaluran zakat denga cara konsumtif, sehingga membuat masyarakat yang menerima zakat menjadi malas untuk bekerja karena selalu mengharapkan belas kasih dari si kaya, dan hal ini membawa dampak yang negatif terhadap indonesia yaitu meningkatkan angka pengagguran, sehingga rakyat indonesia akan semakin menderita, yang miskin akan bertambah miskin, dan yang kaya semakin kaya.
Oleh karena itu, supaya rakyat kita hidupnya menjadi makmur dan sejahtera, ada baiknya jika pemberian zakat terhadap mereka yang miskin, tidak hanya diberikan dengan cara konsumtif saja, tetapi juga dengan cara produktif yang tidak hanya bisa mengurangi beban mereka ynag kesulitan namun juga bisa membantu mengurangi angka kemiskinan yang ada di indonesia khususnya.


B.     Rumusan Masalah
a.       Apa pengertian harta Zakat Produktif?
b.      Bagaimana pendayagunaan harta zakat secara produktif ?
c.       Peran Negara terhadap  lembaga zakat?
d.      Hukum zakat produkti?
 

BAB II
PEMBAHSAN

A.    Pengertian zakat produktif
kata produktif berasal dari bahasa inggris “produktive” yang berarti banyak menghasilkan, memberikan banyak hasil, banyak menghasilkan barang-barang berharga, yang mempunyai hasil baik.”productivity” yang beraati daya produksi.[1]
Secara umum produktif “productive” berarti “ banyak menghasilkan karya atau barang.” Produktif juga berarti “banyak menghasilkan, memberikan banyak hasil”.[2]
Pengertian produktif dalam hal ini adalah kata yang disifati yaitu kata zakat. Sehingga zakat produktif yang artinya zakat dimana dalam pendistribusiannya bersifat produktif yang merupakan lawan dari konsumtif.  lebih jelasnya zakat produktif adalah pendayagunaan zakat secara produktif, yang pemahamnnya lebih kepada bagaimana cara atau metode menyampaikan dana zakat kepada sasaran dalam pengertian lebih luas, sesuai dengan ruh dan tujuan syara’. Cara pemberian yang tepart guna, efektif manfaatnya dengan sistem yang serba guna dan prosuktif, sesuai dengan pesan syari’at dan peran serta fungsi sosial ekonomis dari zakat.
Zakat produktif dengan demikian adalah pemberian zakat yang dapat membuat para penerimanya menghasilkan sesuatu secara terus menerus, dengan harta zakat yang telah diterimanya. Zakat produktif dengan demikian adalah zakat diamana harta atau dana zakat yang diberikan kepada para mustahik tidak dihabiskan, akan tetapi dikembangkan dan digunakan untuk membantu usaha mereka, sehingga dengan usaha tersebut mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup secara terus menerus.[3]
Sehingga dapat disimpulkan bahwa zakat produktif adalah zakat yang dikelola dengan cara produktif, yang dilakukan dengan cara pemberian modal kepada para penerima zakat dan kemudian dikembangkan, untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka untuk masa yang akan datang.

B.  Pendayagunaan harta zakat secara produktif
1.     Pengertian Pendayagunaan
Pendayagunaan berasal dari kata “Guna” yang berarti manfaat, adapun pengertian pendayagunaan sendiri menurut kamus besar bahasa Indonesia :
a.       Pengusaha agar mampu mendatangkan hasil dan manfaat.
b.       Pengusaha (tenaga dan sebagainya) agar mampu menjalankan tugas dengan baik
Maka dapat disimpulkan bahwa pendayagunaan adalah bagaiman cara atau usaha dalam mendatangkan hasil dan manfaat yang lebih besar serta lebih baik.[4]
Ada dua bentuk pendayaan dana zakat antara lain :
1.     Bentuk sesaat, dalam hal ini berarti bahwa zakat hanya diberikan kepada seseorang satu kali atau sesaat saja. Dalam hal ini juga berarti bahwa penyaluran kepada mustahiq tidak disertai target terjadinya kemandirian ekonomi dalam diri mustahiq. Hal ini di karenakan mustahiq yang bersangkutan tidak mungkin lagi mandiri, seperti pada diri orang tua yang sudah jompo, orang cacat. Sifat bantuab sesaat ini idealnya adalah hibah.
2.     Bentuk Pemberdayaan, merupakan penyaluran zakat yang disertai target merubah keadaan penerima dari kondisi kategori mustahiq menjadi kategoro muzakki. Target ini adalah target besar yang tidak dapat dengan mudah dan dalam waktu yang singkat. Untuk itu, penyaluran zakat harus disertai dengan pemahaman yang utuh terhadap permasalahan yang ada pada penerima. Apabila permasalahannya adalah permasalahan kemiskinan, harys diketahui penyebab kemiskinan tersebut sehingga tidak dapat mencari solusi yang tepat demi tercapainya target yang telah dicanangkan .
Menurut Widodo yang dikutip dari buku Lili Bariadi dan kawak-kawan, bahwa sifat dan bantuan pemberdayaan terdiri dari tiga yaitu :
1.    Hibah, Zakat pada asalnya harus diberikan berupa hibah artinya tidak ada ikatan antara pengelola dengan mustahiq setelah penyerahan zakat.
2.    Dana bergulir, zakat dapat diberikan berupa dana bergulir oleh pengelola kepada mustahiq dengan catatan harus qardhul hasan, artinya tidak boleh ada kelebihan yang harus diberikan oleh mustahiq kepada pengelola ketika pengembalian pinjaman tersebut. Jumlah pengembalian sama dengan jumlah yang dipinjamkan.
3.    Pembiayaan, Penyaluran zakat oleh pengelola kepada mustahiq tidak boleh dilakukan berupa pembiayaan, artinya tidak boleh ada ikatan seperti shahibul ma'al dengan mudharib dalam penyaluran zaka Disinilah letak masalalah pendayagunaan zakat.

Pendayagunaan atau pemanfaatan zakat  menurut M.Daud Ali dikatagorikan sebagai berikut:
a.       Pendayagunaan zakat yang konsumtif tradisional sifatnya
Dalam kategori ini zakat dibagikan kepada orang yang berhak menerimanya untuk dimanfaatkan langsung oleh yang bersangkutan, seperti zakat fitrah yang diberikan kepada fakir miskin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau zakat hartayangdiberikan kepada korban bencana alam.
b.      Pendayagunaan zakat konsumtif kreatif
Yang dimaksud dengan zakat konsumtif kreatif adalah dana zakat yang diwujudkan dalam bentuk alat-alat sekolah, beasiswa,dan lain-lain.
c.       Pendayagunaan zakat tradisional
Yang dimaksud dalam kategori ketiga ini adalah dana zakat yang diberikan dalam bentuk barang-barng produktif, misalnya kambing, sapi, mesin jahit, alat-alat pertukangan dan sebagainya, pemberian zakat dalam bentuk ini akan dapat mendorong orang menciptakan suatu usaha atau memberikan suatu lapangan kerja baru bagi fakir miskin.
d.      Pendayagunaan zakat produktif kreatif
Dalam bentuk pendayagunaan ini dimasukkan semua pendayagunaan zakat yang diwujudkan dalam bentuk modal yang dapat dipergunakan, baik untuk membangun suatu proyek sosial maupun untuk membantu atau menambah modal seseorang pedagang atau pengusaha kecil.
Pendayagunaan zakat dalam kategori ketiga dan keempat ini perlu dikembangkn karena pendayagunaan zakat yang demikian mendekati hakikat zakat, baik yang terkandung dalam fungsinya sebagai ibadah maupun dalam kedudukannya sebagai dana masyarakat.
Di masa-masa yang lalu, biasanya orang islam memberikan zakatnya langsung kepada mustahik. Hal ini tampak terutama pada pengeluaran zakat fitrah. Namun demikian pada masa akhir-akhir ini kebiasaan tersebut telah mulai berubah. Sekarang dikota-kota besar seperti jakarta, misalnya, pengumpulan zakat fitrah telah dilakukan oleh panitia, lembaga atau organisasi islam, yang kemudian menyalurkannya kepada yang berhak. panitia lembaga atau organisasi pengumpulan zakat itu terdapat juga di perusahaan-perusahaan, kantor-kantor, baik kantor pemerintahan maupun kantor swasta.
Pemanfaatan zakat harta sangat targantung pada pengelolaannya. Apabila pengelolaannya baik , pemanfaatannya akan dirasakan oleh masyarakat. Pemanfaatan zakat ini, biasanya berbeda dari satu daerah ke daerah lain. Dari penelitian lapangan yang dilakukan dibeberapa daerah oleh IAIN Walisongo Semarang diketahui bahwa pada umumnya bahwa penggunaan zakat harta diantaranya untuk pemberdayaan ekonomi mayarakat seperti; dipergunakan untuk usaha pertanian, peternakan dan koperasi. Panti asuhan muhammadiyah semarang, misalnya menerima dana zakat dipergunakan untuk usaha pertanian,. Panti asuhan yatim piatu Surakarta membeli kambing dari dana zakat untuk diternakan. Pondok pesantren pabelan mempergunakan zakat yang diterimanya untuk mengembangkan koperasi.

C.      Peran Negara Terhadap Lembaga Zakat
Dalam sejarah islam Lembaga Zakat dikenal dengan nama Baitul Maal. Lembaga ini telah ada sejak khalifah Umar bin Khattab, sebagai institusi yang memobilisir dana dan daya dari umat yang digunakan untuk upaya pembangunan meningkatkan harkat, derajat dan martabat atau perbaikan kualitas hidup kauim dhu’afa fuqara masajin, dan umat pada umumnya berdasarkan syariah.
Lembaga zakat di Indonesia telah ada dan tumbuh begitu lama, namun belum dikembangkan secara professional. Wajar, lembaga ini dalam perjalanannya mengalalmi beberapa permasalahan, yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Permasalahan tersebut antara lain[5]:
1.    Adanya krisis kepercayaan umat terhadap segala macam atau bentuk usaha yang menghimpun dana umat karena terjadi penyelewengan / penyalahgunaan akibat sistem kontrol dan peloporan yang lemah. Dampaknya orang lebih memilih membayar zakat langsung kepada mustahiq daripada melalui lembaga zakat.
2.    Adanya pola pandangan terhadap pelaksanaan zakat yang umumnya lebih antusias pada zakat fitrah saja yakni menjelang Idul Fitri.
3.    Tidak seimbangnya jumlah dana yang terhimpun dibandingkan dengan kebutuhan umat, sehingga dana yang terkumpul cenderung digunakan hanya untuk kegiatan konsumtif dan tak ada bagian untuk produktif. Hal ini juga dikarenakan tidak semua muzakki berzakat melalui lembaga.
4.    Terdapat semacam kemajemukan di kalangan muzakki, dimana dalam periode waktu yang relatif pendek harus dihadapkan dengan berbagai lembaga penghimpun dana.
5.    Adanya kekhawatiran politis sebagai akibat adanya kasusu penggunaan dana umat tersebut untuk tujuan-tujuan politik kritis.

            Diantara dalil-dalil yang dapat dijadikan dasar hukum bahwa negara / pemerintah bertanggung jawab dan berkewajiban dalam mengelola zakat adalah:
خذ من اموالهم مصدقه تطهرهم وتزكيهم بهاهوصل عليهم ان صلواتك سكن لهم ،والله سميع عليم
            Artinya : “Ambillah (Himpunlah, kelola) dari sebagian harta mereka sedekah / zakat, dengan sedekah itu kamu membersihkan mereka dan mensucikan mereka , dan berdoalah untuk mereka, karena sesungghnya doa kamu itu menjadi ketentraman jiwa bagi mereka, dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS.at-Taubah (9):103)
            Dalam ayat ini, Allah SWT memerintahkan kepada Rasulullah untuk mengambil harta dari pemiliknya sebagai sedekah ataupun zakat. Walaupun perintah memungut zakat dalam ayat ini , pada awalnya ditujukan kepada Rasulullah, namun ia juga berlaku terhadap semua pemimpin atau pengusaha dalam setiap masyarakat kaum muslimin, agar zakat dapat memenuhi fungsinya sebagai sarana yang efektif untuk membina kesejahteraan masyarakat.
                        Beberapa ahli hukum islam menjelaskan bahwa negara berkewajiban dan bertanggung jawab dalam mengelola zakat. Yusuf Qardhawi menjelaskan lima alsan mengapa islam menyerahkan wewenang kepada negara untuk mengelola zakat, atu pentingnya pihak ketiga dalam pengelolaan zakat (memungut zakat dan membagikannya kepada yang berhak):
1.    Banyak orang yang telah mati jiwanya, buta mata hatinya, tidak sadar akan tanggung jawabnya terhadap orang kafir yang mempunyai hak milik yang tersimpan dalam harta benda mereka.
2.    Untuk memelihara hubungan baik antara muzakki  dan mustahiq.  Menjaga kehormatan dan martabat para mustahiq. Dengan mengmbil haknya dari pemerintah mereka terhindar dari perkataan menyakitkan dari pihak pemberi.
3.    Agar pendistribusiannya tidak kacau, semraut dan salah atur.
4.    Agar ada pemerataan dalam pendistribusiannya, bukan hanya terbatas pada orang-orang miskin dan mereka yang sedang dalam perjalanan, namun pada pihak lain yang berkaitan erat dengna kemaslahatan umum.
5.    Zakat merupakan sumber dana terpenting dan permanen yang dapat membantu pemerintah dalam menjalankan fungsi-fungsinya dalam mengayomi dan membawa rakyatnya dalam kemakmuran dan keadilan yang beradab.

            Apalagi zakat dan berbagai bentuk ibadah sedekah lainnya memiliki posisi potensial sebagai sumber pembelanjaan dalam masyarakat muslim dan sumber daya untuk mengatasi berbagai macam social cost yang diakibatkan dari hubungan antar manusia dan mampu membangun pertumbuhan dan pemerataan ekonomi.
            Menurut Syaltut “dengan zakat, masyarakat dapat membersihkan diri dari musuh yang utama yaitu kefakiran, dan dapat mempererat persaudaraandan kasih sayang antara si kaya dengan si miskin sehingga timbullah rasa kasih sayang , tolong menolong, dna saling merasakan serta bertanggung jawab”.[6]

D.  Hukum Zakat Produktif
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa yang dimaksud dengan zakat produktif disini adalah pendayagunaan zakat dengan cara yang produktif. Hukum zakat pada sub ini dipahami hukum mendistribusikan atau memberikan dana zakat kepada mustahiq secara produktif. Dana zakat diberikan dan dipinjamkan untuk dijadikan modal usaha bagi orang fakir, miskin dan orang-orang yang lemah.
Al-Quran, Hadis dan ijma’ tidak menyebutkan secara tegas tentang cara pemberian zakat apakah dengan cara konsumtif atau produktif. Dapat dikatakan tidakada dalil naqli dan syarih yang mengatur tentang bagaimana pemberian zakat itu diberikan kepada para mustahik. Ayat 60 suarat at-Taubah (9), oleh sebagian besar ulama dijadikan dasar hukum dalam pendistribusian zakat. Namun ayat ini hanya menyebutkan pos-pos dimana zakat harus diberikan.

إنماالصدقات للفقرإوالمساكين والعالمين عليهاالمؤلفة قلوبهم وفي الرقاب والغارمين وفي سبيل الله وابن السبيل فريضة من الله والله عليم حكيم
Artinya:”sesungguhnya zkat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan)budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana”.(qs.at-Taubah(9):60)
Teori hukum islam menunjukkan bahwa dalam menghadapi masalah-masalah yang tidak jelas rinciannya dalam Al-Quran atau petunjuk yang ditinggalkan nabi saw, penyelesaiannya adalah dengan metode ijtihad. Ijtihad atau pemakaian akal dengan tetap berpedoman pada al-Quran dan Hadits.
Dengan demikian berarti bahwa tekhnik pelaksanaan pembagian zakat bukan sesuatu yang mutlak, akan tetapi dinamis, sapat disesuaikan dengan kebutuhan di suatu tempat. Dalam artian perubahan dan perbedaan dalam cara pembagian zakat tidaklah dilarang dalam islam karena tidak ada dasar hukum yang secara jelas menyebutkan cara pembagian zakat tersebut.
Di Indonesia misalnya, BAZIS DKI jakrta berdasarkan hasil lokakarya zakat, menetukan kebijakan-kebijakan sebagai berikut:
1.    Pembagian zakat harus bersifat edukatif, produktif, ekonomis, sehingga  pada akhirnnya penerima zakat menjadi tidak memerlukan zakat lagi, bahkan menjadi wajib zakat.
2.    Hasil pengumpulan zakat selama ini belum dibagikan kepada mustahiq dapat merupakan dana yang bisa dimanfaatkan bagi pembangunan, dengan disimpan dalam bank pemerintah berupa deposito, sertifikat atau giro biasa.[7]
            Kebijakan BAZIS dengan memproduktifkan dana zakat ini adalah agar zakat dapat berguna dan berdaya guna bagi masyarakat, khususnya para fuqara, masakin dan dhu’afa.
            Salah satu tujuan zakat adalah agar harta benda tidak menumpukkan pada satu  golongan saja, dinikmati orang-orang kaya sedangkan orang-orang miskin pada larut dengan ketidak mampuannya  dan hanya menonton saja.
            Dalam hal tersebut dapat dilakukan dengan melaksanakan zakat produktif. Karena bila zakat slalu atau semuanya diberikan dengan cara konsumtif, bukannya mengikut sertakan mereka tetapi malah membuat mereka malas dan selalu berharap belas kaish dari si kaya, membiasakn mereka dengan tangan bawah, meminta dan menunggu belas kasih. Padahal ini sangat tidak disukai dalam ajaran islam.seperti yang kit aetahui bahwa islam mengajarkan kepada kita untuk selalu berusaha dan tidak mudah putus asa.
            Anjuran beusaha inilah yang hendaknya diiringi dengan bantuan dan pertolongan modal untuk berusaha atau mengembangkan usaha mereka karena sudah pasti yang namanya fakir miskin tidak memilki kemampuan yang lebih baik untuk membiayai usaha yang dapat menjamin hidupnya dimasa depan karena hartanya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari.
            Mengenai bolehnya zakat produktif ini, sebagaimna yang dimaksud Yusuf Qardhawi, bahwa:
            Menunaikan zakat termasuk amal ibadah sosial dalam rangka membantu orang-orang miskin dan golongan ekonomi lemah untuk menjunjung ekonomi mereka sehingga mampu berdiri sendiri dimasa mendatang dan tabah dalam mempertahankan kewajiban-kewajibannya kepada Allah.[8]
       Saefudin pun menyetujui cara pembagian zakat produktif, dengan menciptakan pekerjaan berarti ‘amil dalam hal ini pemerintah dapat menciptaan lapangan pekerjaan dengan dana zakat,seperti perusahaan, modal usaha atau beasiswa, agar mereka memiliki suatu usaha yang tetap dan ketrampilan serta ilmu untuk menopang hidup kearah yang lebih baik dan layak.[9]
Bahtsul Masail Diniyah Maudluiyyah atau pembahasan masalah keagamaan penting dalam Muktamar ke-28 Nahdlatul Ulama di Pondok Pesantren Al-Munawwir, Krapyak, Yogyakarta, pada 25-28 November 1989 memberikan arahan bahwa dua hal di atas diperbolehkan dengan maksud untuk meningkatkan kehidupan ekonomi para mustahiq zakat. Namun, ada persyaratan penting bahwa para calon mustahiq itu sendiri sebelumnya harus mengetahui bahwa harta zakat yang sedianya mereka terima akan disalurkan secara produktif atau didayagunakan dan mereka memberi izin atas penyaluran zakat dengan cara seperti itu.
Penyaluran zakat secara produktif ini pernah terjadi di zaman Rasulullah SAW. Dikemukakan dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim dari Salim Bin Abdillah Bin Umar dari ayahnya, bahwa Rasulullah telah memberikan zakat kepadanya lalu menyuruhnya untuk dikembangkan atau disedekahkan lagi.
Disyaratkan bahwa yang berhak memberikat zakat yang bersifat produktif adalah yang mampu melakukan pembinaan dan pendampingan kepada para mustahiq agar kegiatan usahanya dapat berjalan dengan baik. Di samping melakukan pembinaan dan pendampingan kepada para mustahik dalam kegiatan usahanya, juga harus memberikan pembinaan ruhani dan intelektual keagamaannya agar semakin meningkat kualitas keimanan dan keislamanannya.
              Dari bebrapa pendapat diatas dapt disimpulkan bahwa zakat roduktif adalah boleh bahkan sangat dianjurkan bila dikaitkan dengan situasi dan kondisi negara indonesia saat ini. Agar dari zakat produktif tersebut , masyarakat bisa berorientasi dan berbudaya produktif , sehingga dapat memproduksi sesuatu yang dapat menjamin kebutuhan hidup mereka.
                Pada saat ini modal dalam bentuk uang tidak hanya dikonsentrasikan kepada pengelolaan tanah dan perdagangan saja, akan tetapi juga sudah diarahkan kepada pendirian bangunan-bangunan untuk disewakan atau diinvestasikan, pabrik-pabrik sarana transportasi udara, alut dan darat, dana sebagainya.










                                                           BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
            Dari uraian di atasa dapt disimpulkan bahwa zakat produktif adalah adalah pendayagunaan zakat dengan cara yang produktif , dengan cara memberikan modal usaha atau apangan pekerjaan kepada para penerima zakat, supaya mereka bisa mengembangkan usaha tersebut untuk memenuhi kehidupan hidupnya dimasa yang akan datang.
            Dalam hal zakat, pemerintah mempunyai peranan sebagai sarana untuk melakasanakan zakat produktif ini, supaya zakat dengan cara ini bisa menjadi terkelola dengan baik, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan hidup rakyat, dan mengurangi angka pengangguran.
            Hukum zakat produktif seteah melihat dari beberapa pendapat boleh, karena zakat dengan cara ini demi untuk kemaslahatan umum, dan dapt megurangi beban para penerima zakat yang tidak hanya untuk sesaat, namun juga untuk masa yang akan datang, bahkan bisa jadi, yang tadinya menjadi penerima zakat berubah menjadi seorang yang memberidapat mengeluarkan atau memberikan zakat.


B.  Saran
Setelah mengetahui bagaimana pendayagunaan zakat tersebut, kami menyarankan agar pemerintah atau lembaga zakat lebih menggunakan metode pendayagunaan zakat dengan cara produktif bagi yang mampu daripada konsumtif, karena lebih banyak manfaatnya dan bisa menjadi pacuan hidup untuk masa yang akan datang


DAFTAR PUSTAKA

Asnaini, S.Ag.M.Ag, Zakat Produktif dalam Perspektif Hukum Islam,(Bengkulu: Pustaka Pelajar,2008). Cetakan ke-1         
Daud Ali, Muhammad , Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, (Jakarta : UI-Press, 1998), cet-1
http://md-uin.blogspot.comm selasa 22 maret 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar