STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Sabtu, 12 Mei 2012

Mengembangkan Materi Pembelajaran Al-Qur’an Selaras dengan Tuntutan Zaman

Keberhasilan kegiatan belajar-mengajar atau kegiatan pembelajaran bertumpu pada banyak hal. Di antaranya adalah peran dan profesionalisme pendidik, kelengkapan kurikulum, kesempurnaan materi pelajaran, ketersediaan sarana dan prasarana, serta antusiasme peserta didik. Ketiadaan satu faktor saja dari beberapa faktor di atas dapat menyebabkan proses pembelajaran menjadi timpang dan tidak sempurna. Dengan demikian, terpenuhinya beberapa faktor di atas menjadi sebuh keniscayaan dalam kegiatan belajar-mengajar.
Salah satu instrumen penting yang ada dalam kegiatan belajar-mengajar adalah materi pelajaran atau bahan ajar. Boleh dikatakan, bahan ajar ini menempati urutan pertama dalam daftar instrumen pembelajaran. Tanpa guru, boleh jadi siswa dapat belajar dengan cara membaca bahan ajar. Akan tetapi, jika tidak tersedia bahan ajar yang cukup, walaupun guru sudah siap, sulit dipastikan kegiatan belajar-mengajar akan terlaksana dengan sukses. Dengan demikian, materi pelajaran atau bahan ajar perlu mendapat perhatian yang cukup serius. Demikian juga dengan materi pembelajaran Al-Qur’an di madrasah.
Terkait dengan bahan ajar, penulis tergelitik dengan ungkapan sebagian orang yang menyatakan, “Sekolah di zaman sekarang itu banyak keluar uang. Sedikit-sedikit harus membeli buku pelajaran. Hal ini berbeda dengan sekolah di zaman dulu. Buku pelajaran bisa diwariskan kepada beberapa generasi, tetap ajek dan tidak mengalami perubahan.” Untuk alasan efisiensi, mungkin curhat ini ada benarnya. Akan tetapi, jika melihat perkembangan zaman dan derasnya arus informasi saat ini, pernyataan ini tidaklah tepat. Bagaimana tidak, zaman terus berubah dan dibutuhkan cukup banyak informasi untuk bisa menghadapinya. Benarlah salah satu pernyataan yang menyebutkan, “Ajarilah anak-anakmu dengan informasi yang cukup. Sebab, anak-anakmu akan hidup di masa yang berbeda dengan masamu.” Ungkapan ini menyiratkan satu pesan penting, bahwa generasi penerus kita harus dibekali dengan pengetahuan yang cukup dan faktual untuk menghadapi masa depan mereka yang mungkin jauh berbeda dengan situasi dan kondisi saat ini.

Jika melihat penjelasan di atas, agaknya tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa pengembangan materi pelajaran atau bahan ajar menjadi agenda penting yang harus dilaksanakan oleh para pengelola pendidikan. Bahkan, kalau dimungkinkan, agenda ini bisa dilaksanakan sesering mungkin, mengingat perubahan informasi saat ini berjalan begitu cepat. Walaupun dari segi biaya, agenda pengembangan bahan ajar ini tidak efisien, akan tetapi manfaat yang bisa diambil jauh lebih besar. Tidaklah mengapa mengeluarkan biaya yang cukup besar demi menuai hasil yang lumayan besar pula, daripada menghemat biaya tanpa menghasilkan perubahan sedikit pun.
Pertanyaannya adalah bagaimana konsep pengembangan bahan ajar, khususnya materi pembelajaran Al-Qur’an di madrasah? Pertama, pengembangan materi pelajaran Al-Qur’an di madrasah harus didasarkan pada teori taksonomi tujuan pendidikan yang dikembangkan oleh Bloom. Menurut Bloom, tujuan pendidikan diarahan untuk mengembangkan potensi peserta didik dalam tiga ranah, yaitu: (1) ranah kognitif yang menekankan pada tujuan intelektual, seperti pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan berpikir; (2) ranah afektif yang menekankan pada perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, dan penghargaan; serta (3) ranah psikomotorik yang menekankan pada keterampilan gerak fisik, seperti menari, menulis, dan mengoperasikan mesin.
Melihat konsep di atas, penulis berpandangan bahwa pengembangan bahan ajar Al-Qur’an di madrasah tidak boleh hanya terpaku pada materi yang bersifat kognitif, yang biasanya berisi materi-materi berupa ayat Al-Qur’an yang harus dihafalkan oleh siswa. Aspek inilah yang selama ini menjadi fokus utama pelajaran Al-Qur’an di madrasah. Bahkan, pendalaman aspek kognitif pun hanya berhenti pada menghafal ayat Al-Qur’an dan memahami terjemahnya. Padahal, pendalaman pada aspek ini demikian luas, yakni mencakup asbabun nuzul, makna harfiah ayat, fiqh al-aayah (kandungan ayat), serta kontekstualisasi ayat dalam situasi di sini dan saat ini.
Oleh karena itu, sudah saatnya bahan ajar Al-Qur’an di madrasah diarahkan pada ranah afektif dan ranah psikomotorik. Pada ranah afektif, bahan ajar berisi pendalaman materi yang mampu menggugah emosi siswa dan mampu memberikan kesan mendalam kepada pribadi siswa. Hal ini bisa ditempuh dengan memberikan kisah-kisah teladan yang terkait dengan tema yang sedang dibahas. Misalnya, dalam pelajaran Al-Qur’an Hadis Kelas IX Semester 2 dibahas kandungan Surah al-‘Alaq yang berisi kewajiban menuntut ilmu. Penekanan pada ranah afektif dalam pembahasan tentang kewajiban menuntut ilmu ini bisa dilakukan lewat pengungkapan kisah-kisah inspiratif tentang menuntut ilmu, seperti kegigihan para ulama dalam menuntut ilmu sehingga mereka bisa mencapai derajat ulama sebagai pewaris para nabi, atau kisah sukses negara kecil seperti Singapura dan Jepang yang sukses dan maju berkat kegigihan warga negaranya dalam belajar dan menuntut ilmu. Dengan mengemukakan kisah-kisah inspiratif tersebut, diharapkan minat dan girah para siswa dalam menuntut ilmu akan bertambah. Dengan demikian, para siswa tidak hanya menghafal ayat Al-Qur’an dan terjemahnya, tetapi juga mendapatkan inspirasi menggugah yang bisa mengubah hidup mereka.
Sementara itu, pada ranah psikomotorik, bahan ajar berisi instruksi-instruksi praktis yang harus dilaksanakan oleh siswa untuk mengamalkan dan membiasakan pesan inti yang ada dalam bahan ajar dalam kehidupan mereka sehari-hari. Kaitannya dengan pengembangan bahan ajar pada ranah psikomotorik, penulis perlu mengemukakan contoh pengembangan bahan ajar dan pengembangan pembelajaran yang sangat inspiratif dari Munif Chatib, seorang konsultan pendidikan dan manajemen serta Direktur Sekolah Yayasan Islam Malik Ibrahim (YIMI) Gresik. Dalam mengembangkan materi “Keinginan dan Kebutuhan” pada mata pelajaran Ekonomi, Munif Chatib, lewat Pak Musa sebagai guru pengampu mata pelajaran tersebut, meninggalkan metode ceramah atau membaca buku paket yang selama ini biasa dipakai oleh para guru. Pak Musa malah memberikan tugas kepada para siswanya untuk melakukan wawancara terhadap penduduk desa, menanyakan tentang keinginan dan kebutuhan mereka. Dari kegiatan ini, para siswa tidak hanya mengetahui definisi keinginan dan kebutuhan, tetapi juga mengetahui realitas nyata yang terjadi di masyarakat dan mengambil pelajaran darinya. Bahkan, salah seorang siswa yang bernama Rima mampu memperoleh capaian yang sangat mengejutkan. Lewat kegiatan ini, Rima berhasil mewawancarai dan mempertemukan Pak Samsuri, orang kaya yang membutuhkan seorang pekerja, dengan Pak Slamet, orang miskin yang baru terkena PHK dan membutuhkan pekerjaan. Singkat cerita, lewat kegiatan pembelajaran yang sangat luar biasa tersebut, Pak Slamet akhirnya bisa bekerja lagi, dan Pak Samsuri pun bisa mendapatkan seorang pekerja.
Kedua, pengembangan materi pelajaran Al-Qur’an di madrasah bisa didasarkan pada prinsip hermeneutika yang terdiri atas ranah teks, konteks, dan kontekstualisasi. Pada aspek ini, pengembangan materi pembelajaran lebih bertumpu pada ranah kognitif. Dengan memakai prinsip hermeneutika, pemahaman ayat Al-Qur’an akan terus berkembang mengikuti tuntutan zaman, tidak hanya terpaku pada pemahaman berdasarkan pandangan dan pendapat para ulama masa lampau. Dengan pengembangan bahan ajar yang berbasis hermeneutika, wawasan para siswa akan luas dan terbuka, tidak picik dan fanatik.
Itulah beberapa masukan untuk mengembangkan bahan ajar Al-Qur’an di madrasah. Dengan melihat konsep pengembangan bahan ajar berdasarkan teori taksonomi Bloom dan teori hermeneutika, penulis berpendapat bahwa sumber pembelajaran tidak hanya bertumpu pada buku dan guru. Buku hanyalah sebagai pedoman belajar dan guru hanya berperan sebagai pembimbing serta motivator siswa. Dengan demikian, siswa dapat terus belajar tiada henti di samudera kehidupan yang luas tak bertepi. Bisa dibayangkan jika pembelajaran Al-Qur’an di madrasah dapat dilaksanakan dengan mengikuti prinsip-prinsip di atas. Tentu saja dari kegiatan belajar-mengajar tersebut akan lahir para genius yang mampu menggebrak dan menggoncang dunia. [ ]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar