Setiap
usaha, kegiatan, tindakan yang disengaja untuk mencapai tujuan haruslah
mempunyai dasar atau landasan sebagai tempat berpijak yang baik dan kuat.
Demikian juga dengan proses pendidikan, sebagai aktivitas yang bergerak dalam
bidang pendidikan dan pembinaan kepribadian, tentunya pendidikan Islam
memerlukan landasan kerja yang
berfungsi
sebagai pegangan langkah pelaksanaan dan sebagai jalur langkah yang menentukan
arah usaha tersebut. Maka tentunya pendidikan Islam memerlukan landasan kerja
untuk memberikan arah bagi programnya. Sebab adanya dasar pendidikan berfungsi
sebagai jalan menuju arah dari usaha tersebut.
1)
Dasar Relegius
Dasar
relegius adalah yang bersumber dari ajaran agama. Dasar relegius ilmu pendidikan Islam adalah
Al-Qur'an, As-Sunnah dan Ijtihad.
a)
Al-Qur'an
Dasar
pelaksanaan pendidikan Islam terutama adalah Al- Qur’an dan Al-Hadits. Dalam
Al-Qur’an, surat
Asy-Syura: 52
Artinya
: “Demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al- Qur’an) dengan perintah Kami
sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab (Al-Qur’an) dan tidak pula
mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al-Qur’an itu cahaya yang
Kami beri petunjuk dengan dia siapa yang Kami kehendaki diatara hamba-hamba
Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang
benar” (Dahlan dan Sahil, 1999: 873).
b)
As-Sunnah
As-Sunnah
adalah sumber kedua hukum Islam, segala aktivitas umat Islam termasuk aktivitas
dalam pendidikan. Alasan As- Sunnah dapat dijadikan sumber pendidikan yang
kedua adalah:
a)
Allah memerintahkan kepada hamba-Nya agar mentaati kepada rasulullah dan wajib
berpegang teguh atau menerima segala yang datang dari rasul Allah.
b)
Pribadi rasulullah adalah teladan bagi umat Islam.
Yang
dimaksud Al-Ijtihad dalam kaitannya dengan pendidikan Islam adalah usaha
sungguh-sungguh yang dilakukan oleh ulama'- ulama' Islam dalam memahami nas-nas
Al-Qur'an dan As-Sunnah Nabi yang berhubungan dengan penjelasan dan dalil
tentang dasar pendidikan Islam, sistem dan arah pendidikan Islam.
Menurut
Al-Syaibany dalam Jalaluddin (1996: 37) dari ayat Al- Qur’an dan Al-Hadits Nabi
di atas dapat diambil titik relevansinya dengan atau sebagai dasar pendidikan
agama, kemudian dasar tadi dikembangkan dalam pemahaman para ulama dalam bentuk
qiyas syar’i, ijma’ yang diakui, ijtihad
dan tafsir yang benar dalam bentuk hasil pemikiran yang menyeluruh dan terpadu
tentang jagat raya, manusia, masyarakat dan bangsa, pengetahuan kemanusiaan dan
akhlak, dengan merujuk kepada sumber asal (Al-Qur’an dan Al-Hadist) sebagai
sumber utama.
Pernyataan
firman Allah “Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi
mereka yang bertaqwa” (Q.S. Al-Baqarah: 2) adalah suatu kebenaran yang hakiki,
bukan kebenaran spekulatif, lestari dan tidak bersifat tentatif (sementara).
Kebenaran yang seperti itu pula yang dijadikan dasar pemikiran dalam membina
sistem pendidikan Islam.
Berbeda
dengan kebenaran yang dibuat oleh hasil pemikiran manusia, karena bagaimanapun
kebenaran hasil pemikiran manusia terbatas oleh ruang dan waktu selain itu
hasil pemikiran tersebut mengandung muatan subyektif sesuai dengan sudut
pandang masing-masing. Adanya kedua faktor tersebut mendorong hasil pemikiran
para ahli pendidikan untuk melahirkan konsep pendidikan yang sesuai dengan
pandangan hidupnya masing-masing (Jalaluddin dan Said, 1996: 38).
2)
Dasar Yuridis
Dasar
ideal pendidikan Islam adalah pancasila yaitu sila pertama yang berbunyi:
"Ketuhanan Yang Maha Esa".
Dalam
mewujudkan sila pertama atau yang lain kita membutuhkan pendidikan Islam,
karena dengan pendidikan Islamlah kita dapat menjalankan syari'at dengan baik
dan benar.
3)
Dasar konstitusional (UUD 1945)
Dasar
konstitusional adalah dasar yang bersumber dari perundangundangan yang berlaku,
dasar pendidikan Islam di sini adalah pasal 29 ayat 1 dan 2 yaitu:
Ayat
1: "Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa".
Ayat
2: "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama
masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu".
Pendidikan Islam merupakan pengembangan pikiran, penataan perilaku, pengaturan
emosional, hubungan peranan manusia dengan dunia ini, serta bagaimana manusia
mampu memanfaatkan dunia sehingga mampu meraih tujuan kehidupan sekaligus mengupayakan
perwujudannya. Seluruh ide tersebut telah tergambar secara utuh dalam dalam
suatu konsep dasar yang kokoh. Islam pun telah menawarkan konsep akidah yang
wajib diimani agar dalam diri manusia tertanam perasaan yang mendorongnya pada
perilaku normatif yang mengacu pada syariat Islam. Perilaku yang dimaksud
adalah penghambaan manusia berdasarkan pemahaman atas tujuan penciptaan manusia
itu.
Aspek keimanan
dan keyakinan menjadi landasan aqidah yang mengakar dan integral serta menjadi
motivator yang menggugah manusia untuk berpandangan ke depan serta optimis,
sungguh-sungguh dan kesadaran. Sudah barang tentu kesemuanya ini berdasarkan
pada suatu sumber pokok yaitu Al-Qur’an dan Hadis.1
Pada Bab ini,
akan dipaparkan pengertian dan dasar-dasar pendidikan Islam.
A.
Pengertian Dasar Ilmu Pendidikan Islam
Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, kata “dasar” berarti: 1. alas; fundamen 2. pokok atau pangkal
suatu pendapat (ajaran, aturan); asas 3. lapisan yang paling bawah.2 Oleh karena itu, dasar adalah landasan untuk
berdirinya sesuatu. Fungsi dasar adalah memberikan arah kepada tujuan yang akan
dicapai dan sekaligus sebagai landasan untuk berdirinya sesuatu.
Kata “ilmu”
secara etimologi berasal dari bahasa Arab “‘ilmu” yang berarti “idrak
al-syai” (pengetahuan terhadap sesuatu). Orang yang tahu disebut “‘alim”,
sedangkan orang yang mencari tahu (ilmu) disebut “Muta’allim”. Jadi
ilmu berarti “pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem
menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan
gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu.”3
Istilah
pendidikan berasal dari kata “didik” yang telah mendapat prefiks “pe” dan
sufiks “an” mengandung arti “proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran
dan pelatihan.”4
Sedangkan kata
“Islam” berasal dari bahasa Arab yang berarti selamat (jalannya orang-orang
yang diberi petunjuk). Al-Jurjani mendefinisikan Islam sebagai “rasa ketundukan
dan kepatuhan terhadap semua ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.”5 Islam adalah agama yang paling benar di sisi Allah,
yang berlandaskan Al-Qur’an dan Hadis.
Dengan demikian,
dasar pendidikan Islam berarti landasan yang digunakan dalam melakukan proses
pendewasaan anak didik; baik pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotoriknya
sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan Hadis.
B. Dasar Ilmu
Pendidikan Islam
1. Dasar Ideal
Berbicara tentang
dasar ilmu pendidikan Islam berarti juga berbicara tentang kitab suci Al-Qur’an
dan Sunnah Rasul. Karena semua aspek kehidupan yang terkandung di dalam ajaran
Islam berasaskan kepada kedua sumber pokok, yaitu Al-Qur’an dan Hadis. Kedua
dasar ini kemudian dikembangkan sesuai dengan pemahaman para ulama, baik dalam
bentuk qiyas syar’i, ijma yang diakui, ijtihad, dan tafsir yang benar
dalam bentuk hasil pemikiran yang menyeluruh dan terpadu; tentang jagat raya,
manusia, masyarakat dan bangsa, pengetahuan kemanusiaan, dan akhlak dengan
merujuk kepada sumber asal (Al-Qur’an dan Hadis) sebagai sumber utama.6
Alasan bahwa
pendidikan Islam bersumber pada Al-Qur’an dan Hadis adalah berdasarkan firman
Allah:
Artinya: “...Barang siapa
yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah
orang-orang yang kafir.” (QS. al-Maaidah: 44)
Artinya: “...Dan barang siapa
yang mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia akan bahagia
sebenar-benar bahagia.” (QS. Al-Ahzab: 71)
Ayat pertama
tegas mengatakan bahwa dasar hukum yang dapat dijadikan sebagai sumber rujukan
dalam mengambil segala kebijakan, termasuk bidang pendidikan adalah Al-Qur’an.
Sementara ayat kedua menjelaskan bahwa percaya dan mematuhi Allah tidaklah
cukup tanpa beriman dan mematuhi Rasul-Nya sebagai penjelas dari segala ajaran
yang diwahyukan Allah. Oleh karena itu, apabila seseorang mematuhi Allah dan
Sunah Rasul-Nya, maka ia akan memperoleh kebahagiaan hidup, baik di dunia
maupun di akhirat.
Sebaliknya,
apabila manusia tidak mengatur seluruh aspek kehidupannya dengan berlandaskan
kepada kitab Allah dan Sunnah Rasul, maka kehidupan mereka akan menjadi sempit
(sengsara) dan dikuasai oleh setan. Sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya:
Artinya: “Dan barang siapa
yang berpaling dari peringatan-Ku, maka adalah baginya kehidupan yang sempit.”
(QS Thaha: 124)
Said Ismail Ali,
sebagaimana dikutip oleh Hasan Langgulung menyebutkan bahwa dasar ideal
pendidikan Islam terdiri dari enam macam, yaitu: Al-Qur’an, Hadis,
kata-kata sahabat, kemaslahatan umat, nilai-nilai dan adat kebiasaan
masyarakat, serta hasil pemikiran para intelektual muslim.7 Berikut ini akan dijelaskan dasar-dasar yang
dimaksudkan adalah sebagai berikut:
a.
Al-Qur’an
Bagi setiap umat yang memeluk Islam sebagai
agamanya dianugerahkan oleh Allah sebuah kitab suci Al-Qur’an yang
komprehensif menjelaskan pokok-pokok ajaran yang meliputi seluruh aspek
kehidupan manusia. Oleh karena itu, sudah barang tentu dasar pendidikan sebagai
bagian dari aspek kehidupan manusia adalah bersumber kepada Al-Qur’an.
Nabi Muhammad SAW
sebagai pendidik pertama pada masa awal pertumbuhan Islam telah menjadikan
Al-Qur’an sebagai dasar pendidikan Islam di samping Sunnah beliau sendiri.8 Kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber pokok pendidikan
Islam dapat dipahami dari ayat lain, di samping ayat yang telah disebutkan
sebelumnya, yaitu firman Allah:
Artinya: “Dan Kami tidak
menurunkan kepadamu (Al-Qur’an) ini melainkan agar kamu dapat menjelaskan
kepada mereka perselisihan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang
beriman.” (QS. Al-Nahl: 64)
Sehubungan dengan
masalah ini, Muhammad Fadhil Al-Jamali menyatakan sebagai berikut: “Pada
hakikatnya Al-Qur’an itu merupakan perbendaharaan yang besar untuk kebudayaan
manusia, terutama bidang kerohanian. Al-Qur’an pada umumnya merupakan kitab
pendidikan kemasyarakatan, moral (akhlak), dan spiritual (kerohanian).”
Begitu pula
halnya, Al-Nadwi, sebagaimana dikutip Ramayulis, mempertegas dengan menyatakan
bahwa: “Pendidikan dan pengajaran umat Islam itu haruslah bersumber kepada
aqidah Islamiyah. Sekiranya pendidikan umat Islam itu tidak didasarkan kepada
aqidah yang bersumberkan Al-Qur’an dan Hadis, maka pendidikan itu bukanlah
pendidikan Islam, tetapi pendidikan asing.”9
Islam memiliki
objek keyakinan yang jelas karena disajikan secara memuaskan lewat Al-Qur’an
yang dengannya manusia akan menyaksikan realitas sebagai bahan perenungan serta
mengantarkan manusia pada pengetahuan tentang kekuasaan dan keesaan Allah
sesuai dengan tabiat psikologis dan fitrah keagamaan manusia. Jika seseorang
merenungkan firman Allah, maka ia akan menemukan bahwa Al-Qur’an menjadikan
dirinya sebagai bahan renungan sehingga ia mampu melihat bagaimana Allah
menciptakan dirinya dari segumpal darah, mengajarinya membaca, menulis, atau
mendayagunakan alam semesta dan dapat dididik.
Kelebihan
Al-Qur’an di antaranya, terletak pada metode yang menakjubkan dan unik sehingga
dalam konsep pendidikan yang terkandung di dalamnya, Al-Qur’an mampu
menciptakan individu yang beriman dan senantiasa mengesakan Allah serta
mengimani hari akhir.
Al-Qur’an
mengawali konsep pendidikannya dari hal yang sifatnya konkret, seperti hujan,
angin, tumbuh-tumbuhan, guntur
atau kilat menuju hal yang abstrak, seperti keberadaan, kebesaran, kekuasaan
dan berbagai sifat kesempurnaan Allah.10
b.
Sunnah
Setelah
Al-Qur’an, pendidikan Islam menjadikan Sunnah Rasulullah SAW sebagai dasar dan
sumber kurikulumnya. Secara harfiah, Sunnah berarti jalan, metode dan program.
Sedangkan secara istilah, sunah adalah sejumlah perkara yang dijelaskan melalui
sanad yang sahih, baik itu berupa perkataan, perbuatan, peninggalan, sifat,
pengakuan, larangan, hal yang disukai, dan dibenci, peperangan, tindak tanduk
dan seluruh aktivitas kehidupan Nabi SAW. Pada hakikatnya, keberadaan Sunnah
ditujukan untuk mewujudkan dua sasaran, yaitu:
1. Menjelaskan apa yang terdapat
dalam Al-Qur’an. Tujuan ini diisyaratkan Allah dalam firman-Nya:
Artinya: “Dan Kami turunkan
kepadamu Al-Qur’an agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah
diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkannya.” (QS. Al-Nahl:
44)
2. Menjelaskan syariat dan pola
perilaku, sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah:
Artinya: “Dialah yang
mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang
membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya (Al-Qur’an), menyucikan mereka, dan
mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah.” (QS. Al-Jumu’ah:2)
Dalam dunia
pendidikan Sunnah mempunyai dua manfaat pokok; pertama, Sunnah mampu
menjelaskan konsep dan kesempurnaan pendidikan Islam sesuai dengan konsep
Al-Qur’an serta lebih memerinci penjelasan dalam Al-Qur’an. Kedua,
Sunnah dapat menjadi contoh yang tepat dalam penentuan metode pendidikan.
Misalnya, kita dapat menjadikan kehidupan Rasulullah SAW dengan para sahabat
maupun anak-anaknya sebagai sarana penanaman keimanan.
Oleh Robert L.
Gullick dalam bukunya “Muhammad The Educational” sebagaimana dikutip
oleh Jalaluddin Rahmat, mengatakan:
Muhammad betul-betul seorang pendidik yang membimbing manusia menuju
kemerdekaan dan kebahagiaan yang lebih besar serta melahirkan ketertiban dan
kestabilan yang mendorong perkembangan budaya Islam suatu revolusi, sesuatu
yang memiliki tempo yang tidak tertandingi dan gairah yang menantang. Dari
sudut pragmatis, seorang yang mengangkat prilaku manusia adalah seorang
pangeran di antara pendidik.11
Rasulullah adalah
sosok pendidik yang agung dan pemilik metode pendidikan yang unik. Beliau
sangat memperhatikan manusia sesuai dengan kebutuhan, karakteristik dan
kemampuan akalnya, terutama jika beliau berbicara dengan anak-anak.
c. Perkataan Para Sahabat (Qaul al-Shahabah)
Pada masa Khulafa’ al-Rasyidin, sumber
pendidikan dalam Islam sudah mengalami perkembangan. Selain Al-Qur’an
dan Sunnah juga perkataan, sikap, dan perbuatan para sahabat. Perkataan mereka
dapat dipegangi karena Allah sendiri dalam Al-Qur’an memberi pernyataan:
Artinya: “Orang-orang yang
terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin
dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha
kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah menjadikan bagi
mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di
dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS.
Al-Taubah: 100)
Di antara
perkataan sahabat yang dapat dijadikan sebagai dasar pendidikan Islam adalah
sebagai berikut:
1. Perkataan Abu Bakar
setelah dibai’at menjadi khalifah, ia mengucapkan pidato sebagai berikut:
“Hai manusia saya telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu, padahal aku bukanlah
orang yang terbaik di antara kamu. Jika aku menjalankan tugasku dengan baik,
ikutilah aku. Tapi jika aku berbuat salah, betulkanlah aku, orang yang kamu
pandang kuat, aku pandang lemah sehingga aku dapat mengambil hak darinya,
sedangkan orang yang kamu pandang lemah, aku pandang kuat sehingga aku
dapat mengembalikan haknya. Hendaklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada
Allah dan Rasul-Nya, tetapi jika aku tidak taat kepada Allah dan Rasul-Nya,
kamu tidak perlu taat kepadaku.”
Menurut pandangan Nazmi Luqa, ungkapan Abu
Bakar ini mengandung arti bahwa manusia harus mempunyai prinsip yang sama di
hadapan Khaliknya. Selama baik dan lurus, ia harus diikuti, tetapi sebaliknya
jika ia tidak baik dan lurus, manusia harus bertanggung jawab memutuskannya.
2. Umar bin Khattab
terkenal dengan sifat jujur, adil, dan cakap serta berjiwa demokratis yang
dapat dijadikan panutan masyarakat. Sifat-sifat Umar disaksikan dan dirasakan
sendiri oleh masyarakat pada masa itu. Sifat-sifat seperti ini sangat perlu
dimiliki oleh seseorang pendidik karena di dalamnya terkandung nilai-nilai paedagogis
yang tinggi dan teladan yang baik yang harus ditiru.
Muhammad Salih
Samak, sebagaimana dikutip Ramayulis, menyatakan bahwa contoh teladan yang baik
dan cara guru memperbaiki pelajarannya, serta kepercayaan yang penuh terhadap
tugas, kerja, akhlak, dan agama adalah kesan yang baik untuk sampai kepada
mutlamat pendidikan agama.12
d. Ijtihad
Setelah jatuhnya
kekhalifahan Ali bin Abi Thalib berakhirlah masa pemerintahan Khulafa’
al-Rasyidin dan digantikan oleh Dinasti Umayyah. Pada masa ini Islam telah
meluas sampai ke Afrika Utara bahkan ke Spanyol. Perluasan daerah kekuasaan ini
diikuti oleh ulama dan guru atau pendidik. Akibatnya terjadi pula perluasan
pusat-pusat pendidikan yang tersebar di kota-kota besar.
Karena Al-Qur’an
dan Hadis banyak mengandung arti umum, maka para ahli hukum Islam, menggunakan
ijtihad untuk menetapkan hukum tersebut. Ijtihad ini terasa sekali kebutuhannya
setelah wafatnya Nabi SAW dan beranjaknya Islam mulai ke luar tanah Arab.
Para
fuqaha mengartikan ijtihad dengan berfikir menggunakan seluruh ilmu yang
dimiliki oleh ilmuan syari’ah Islam, dalam hal-hal yang belum ditegaskan
hukumnya oleh Al-Qur’an dan Hadis dengan syarat-syarat tertentu. Ijtihad dapat
dilakukan dengan Ijma’, Qiyas, Istihsan, dan lain-lain.
Ijtihad di bidang
pendidikan ternyata semakin perlu sebab ajaran Islam yang terdapat dalam
Al-Qur’an dan Hadis bersifat pokok-pokok dan prinsipnya saja. Bila ternyata ada
yang agak terinci, maka rinciannya itu merupakan contoh Islam dalam menerapkan
prinsip itu. Sejak diturunkan ajaran Islam sampai wafatnya Nabi Muhammad SAW,
Islam telah tumbuh dan berkembang melalui ijtihad yang dituntut oleh perubahan
situasi dan kondisi sosial yang tumbuh dan berkembang pula.13
e.
Kemasyarakatan
Masyarakat
mempunyai andil yang sangat besar terhadap pendidikan anak-anak. Masyarakat
merupakan penyuruh kebaikan dan pelarang kemungkaran, dan masyarakat pun dapat
melakukan pembinaan melalui pengisolasian, pemboikotan, pemutus hubungan
kemasyarakatan. Atas izin Allah, Rasulullah SAW menjadikan masyarakat sebagai
sarana membina umat Islam yang tidak mau terlibat dalam peperangan. Beliau
menyuruh para sahabat untuk memutuskan hubungan dengan beberapa orang (tiga
orang) yang tidak mau terlibat dalam kegiatan keprajuritan. Pembinaan melalui
tekanan masyarakat yang tujuannya jelas untuk kebaikan, merupakan sarana yang
paling efektif.14
Pendidikan
kemasyarakatan dapat dilakukan melalui kerja sama yang utuh karena bagaimanapun
masyarakat muslim adalah masyarakat yang satu padu, atau dengan kata lain
pendidikan kemasyarakatan bertumpu pada landasan afeksi kemasyarakatan,
khususnya rasa saling mencintai.
2. Dasar
Operasional
Dasar operasional adalah dasar yang mengatur
secara langsung pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah. Setelah Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 pendidikan agama mulai dimasukkan kedalam sekolah di
Indonesia.15 Dasar-dasar operasional juga mempunyai
bermacam-macam bentuk yang akan diuraikan sebagai berikut:
a. Dasar Historis
Sejarah dianggap
sebagai salah satu faktor budaya yang paling penting yang telah dan tetap
mempengaruhi filsafat pendidikan, baik dalam tujuan maupun sistemnya pada
masyarakat manapun juga. Kepribadian nasional, misalnya yang menjadi dasar
filsafat pendidikan di berbagai masyarakat haruslah berlaku jauh ke masa
lampau, walaupun sistem-sistemnya adalah hasil dari pemerintahan revolusioner,
yang didirikannya dengan sengaja untuk mengembangkan dan memperbaiki pola-pola
warisan budaya dari umat dan rakyat.
Kandell
sebagaimana dikutip Hasan Langgulung, berkata, bahwa pendidikan perbandingan
(yang menitikberatkan pada identitas nasional dalam sistem pendidikan) dan
sejarah pendidikan: “Berusaha menyingkap kekuatan-kekuatan dan faktor-faktor
yang berdiri di belakang sistem-sistem pendidikan di setiap masyarakat.” Oleh
sebab itu: “Dapatlah dianggap pendidikan perbandingan itu sebagai kelanjutan
sejarah pendidikan sampai hari ini.”16
b. Dasar Sosial
Banyak aspek
sosial yang mempengaruhi pendidikan, baik dari segi konsep, teori, dan
pelaksanaannya. Dimensi-dimensi sosial yang biasanya tercakup dalam aspek
sosial ini adalah fungsi-fungsi sosial yang dimainkan oleh pendidikan seperti
pewarisan budaya yang dominan pada kawasan-kawasan tertentu di suatu lembaga
pendidikan, seperti sekolah, faktor-faktor organisasi dari segi birokrasi, dan
sistem pendidikan sendiri.
Dalam usaha kita
untuk menganalisa masalah pendidikan dari segi sosial kita dapat mengajukan
soal-soal kepada empat aspek sosial pendidikan itu sekaligus atau kita pusatkan
pada salah satu aspek saja tetapi tidak mengabaikan aspek-aspek yang lain,
misalnya sejauhmana penerapan nilai-nilai Islam itu berkesan dalam menumbuhkan
sifat-sifat keberanian, patriotisme, kejujuran, dan lain-lain memperkuat
pertahanan masyarakat.17
c. Dasar Ekonomi
Ekonomi dan
pendidikan selalu bergandengan sejak zaman dahulu kala. Ahli-ahli ekonomi sejak
dahulu, begitu pula pencipta-pencipta sains telah mengakui pentingnya peranan
yang dimainkan oleh pendidikan dalam pertumbuhan pengetahuan manusia belakangan
ini untuk perkembangan ekonomi. Namun baru belakangan ini suatu disiplin ilmu
yang khusus untuk itu diciptakan.
Dalam bidang
ekonomi, yang sangat releven dengan pendidikan biasanya adalah hal-hal yang
berkenaan dengan investmen dan hasilnya. Artinya kalau modal ditanam sekian,
berapa banyak nanti keuntungan yang diharapkan dari itu.18
Kalau dalam
pendidikan Islam telah meletakkan dasar-dasar yang menjadi tapak tempat
berdirinya pendidikan Islam itu, maka juga dalam ekonomi Islam telah meletakkan
dasar-dasar pokok tempat ekonomi Islam itu berdiri.
d. Dasar Politik
dan Administrasi
Membicarakan soal
politik dan administrasi dalam pendidikan sama halnya membicarakan soal
ideologi. Sebab tujuan politik adalah mencapai tujuan ideologi di dalam negara
dan masyarakat. Dengan kata lain, setiap politik memperjuangkan suatu ideologi
tertentu untuk dilaksanakan di masyarakat. Sedangkan administrasi adalah salah
satu alat, mungkin alat yang paling ampuh untuk mencapai tujuan politik
tersebut.
Sepanjang sejarah
Islam antara politik, administrasi, dan ideologi selalu sejalan dan saling
membantu satu sama lain menuju tujuan bersama. Sudah tentu dalam perjalanannya
selama 14 abad itu banyak masalah yang dilaluinya dan sempat diselesaikannya
dan ada yang tidak dapat diselesaikannya.
e. Dasar
Psikologis
Seperti yang kita
ketahui bahwa salah satu fungsi pendidikan adalah pemindahan nilai-nilai, ilmu
dan keterampilan dari generasi tua ke generasi muda untuk melanjutkan dan
memelihara identitas masyarakat tersebut. Dalam pemindahan nilai-nilai, ilmu,
dan keterampilan inilah psikologi memegang peranan yang sangat penting.
Istilah
pemindahan yang digunakan para penulis lain, melibatkan dua aspek dalam
psikologi yang dapat perhatian besar dan mendorong begitu banyak
penyelidikan. Kedua aspek itu adalah mengajar (teaching) dan belajar (learning).
Dahulu orang beranggapan bahwa sebenarnya ada satu aspek saja yaitu mengajar.
Belakangan ini kajian-kajian psikologi menunjukkan bahwa sebenarnya belajarlah
yang lebih penting. Mengajar hanyalah salah satu cara memantapkan proses belajar
itu.
Jadi, hubungan
psikologi dengan pendidikan adalah bagaimana budaya, keterampilan, dan
nilai-nilai masyarakat dipindahkan, dalam istilah psikologinya dipelajari (learned),
dari generasi tua ke generasi muda supaya identitas masyarakat terpelihara.
f. Dasar
Filosofis
Filsafat
pendidikan merupakan titik permulaan dalam proses pendidikan, juga menjadi
tulang punggung kemana bagian-bagian yang lain dalam pendidikan itu bergantung
dari segi tujuan-tujuan pendidikan, kurikulum, metode mengajar, penilaian,
administrasi, alat-alat mengajar, dan lain-lain lagi aspek pendidikan yang
bergantung pada filsafat pendidikan yang memberinya arah, menunjuk jalan yang
akan dilaluinya dan meletakkan dasar-dasar dan prinsip-prinsip tempat tegaknya.
Dasar dan tujuan
filsafat pendidikan Islam pada hakikatnya identik dengan dasar dan tujuan
ajaran Islam, atau tepatnya tujuan Islam itu sendiri. Keduanya berasal dari
sumber yang sama, yaitu Al-Qur’an dan Hadis. Dari kedua sumber ini kemudian
timbul pemikiran-pemikiran mengenai masalah-masalah keislaman dalam berbagai
aspek, termasuk filsafat pendidikan. Dengan demikian, hasil pemikiran para
ulama seperti qiyas syar’i dan ijma sebagai sumber sekunder.19
Ajaran yang
termuat dalam wahyu merupakan dasar dari pemikiran filsafat pendidikan Islam.
Hal ini menunjukkan filsafat pendidikan Islam yang berisi teori umum mengenai
pendidikan Islam, dibina atas dasar konsep ajaran Islam yang termuat dalam
Al-Qur’an dan Hadis. Keabsahan kedua sumber itu untuk dijadikan dasar pemikiran
filsafat pendidikan Islam bukan tanpa alasan yang rasional. Pemikiran filsafat
pendidikan Islam yang didasarkan atas ajaran wahyu tersebut pada hakikatnya
sejalan dengan yang dikehendaki oleh berfikir falsafi, yaitu mendasar,
menyeluruh tentang kebenaran yang ditawarkannya.
Adanya
ketentuan-ketentuan dasar ketentuan wahyu yang dijadikan landasan
pemikiran filsafat pendidikan Islam itu sendiri sehingga filsafat pendidikan
Islam berbeda dengan filsafat pendidikan lainnya (umum). Filsafat
pendidikan Islam dalam kaitannya dengan pendidikan berdasarkan lima prinsip utama, yaitu: pandangan terhadap
alam, pandangan terhadap manusia, pandangan terhadap masyarakat, pandangan
terhadap pengetahuan manusia, dan pandangan terhadap akhlak.
C.
Kesimpulan
Al-Qur’an dan Hadis merupakan sumber utama
pendidikan Islam. Al-Qur’an mengawali konsep pendidikannya dari hal yang
bersifat konkret menuju hal yang abstrak. Sementara itu Sunnah mempunyai dua
sasaran dan dua manfaat pokok. Perkataan, sikap, dan perbuatan para sahabat
juga merupakan dasar dan sumber pendidikan Islam. Untuk menetapkan hukum-hukum
yang belum ditegaskan Al-Qur’an dan Hadis, para ulama menggunakan ijtihad untuk
menetapkan hukum-hukum tersebut. Masyarakat mempunyai andil yang sangat besar
terhadap pendidikan anak-anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar