STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Selasa, 02 Oktober 2012

PENDEKATAN ANTROPOLOGIS DALAM STUDI ISLAM

I. PENDAHULUAN
Islamisasi tidaklag berarti menempatkan berbagai tubuh ilmu pengetahuan dibawah masing-masing dogmatis atau tujuan yang berubah-ubah, tetapi membebaskannya dari belenggu yang senantiasa mengungkungnya. Islam memandang semua ilmu pengetahuan sebagai sesuatu yang kritis, yakni universal, penting dan rasional. Ia ingin melihat setiap tuntutan melampaui teks hubungan internal, akan sesuai dengan realitas, meninggikan kehidupan manusia dan moralitas. Karenanya, bidang-bidang yang telah kita islomisasikan akan membuka halaman baru dalam sejarah semangat manusia dan lebih menekatkan kepada kebenaran.
Antropologi seperti semua disiplin ilmu pengetahuan lainnya, harus membebaskan dirinya dari visi yang sempit. Ia harus mempelajari sesuatu yang baru, sederhana, tetapi kebenaran yang primordinal dari semua ilmu pengetahuan yaitu kebenaran pertama Islam.[1]

II. PEMBAHASAN
A. Antropologi Sebagai Bidang Ilmu Humaniora
Antropologi adalah sebuah ilmu yang didasarkan atas observasi gartisigasi yang luas tentang kebudayaan, menggunakan data yang terkumpul, dengan menetralkan nilai, analisa yang tenang (tidak memihak) menggunakan metode komgeratifi.[2]
Tugas utama antropologi, studi tentang manusia adalah untuk memungkinkan kita memahami diri kita dengan memahami kebudayaan lain. Antropologi menyadarkan kita tentang kesatuan manusia secara esensil, dan karenanya membuat kita saling menghargai antara satu dengan yang lain.[3]
Definisi yang lain antropologi adalah studi tentang manusia dalam semua aspek meskipun sebagian besar antropologi telah menulis seolah-olah mereka mampu, secara keseluruhan antropologi sosial telah mengkonsentrasikan dirinya mempelajari manusia dalam aspek sosialnya, yakni hubungannya dengan orang lain dalam masyarakat yang hidup. Tentu saja antropologi terterik kepada manusia karena mereka adalah bahan mentah dimana dia bekerja sebagai seorang antropologi sosial, bagaimanapun perhatian utamanya adalah dengan apa manusia ini berbagi dengan yang lainnya. Mereka mengkonsentrasikan diri mereka utamanya terhadap hal-hal yang bersifat kebiasaan dan secara relatif mempertahankan ciri-ciri masyarakat dimana mereka terjadi.[4]

Sedangkan Humaniora atau Humaniteis adalah bidang-bidang studi yang berusaha menafsirkan makna kehidupan manusia dan berusaha menambah martabat kepaa penghidupan dan eksistensi manusia menurut Elwood mendefinisikan “Humaniora” sebagai seperangkat dari perilaku moral manusia terhadap sesamanya, beliau juga mengisyaratkan pengakuan bahwa manusia adalah makhluk yang mempunyai kedudukan amung (unique) dalam ekosistem, namun sekaligus juga amat tergantung pada ekosistem itu dan ia sendiri bahkan merupakan bagian bidang-bidang yang termasuk humaniora meliputi agama, filsafat, sejarah, bahasa, sastra, dan lain-lain. Manfaat pendidikan humaniora adalah memberikan pengertian yang lebih mendalam mengenai segi manusiawi.[5]
Jadi antara antropologi dan humaniora hubungannya sangat erat yang kesemuanya memberikan sumbangan kepada antropologi sebagai kajian umum mengenai manusia. Bagi para humanis, bahan antropologis juga sangat penting. Dalam deskripsi biasa mengenai kebudayaan primitif, ahli etnografi tradisional biasanya merekam sebagai macam mite dan folktale, menguraikan artifak, musik dan bentuk-bentuk karya seni, barangkali juga menjadi subjek analisa bagi para humanis dengan menggunakan alat-alat konseptual mereka sendiri.[6]
B. Ilmu-Ilmu Bagian Dari Antropologi
Di universitas-universitas Amerika, antropologi telah mencapai suatu perkembangan yang paling luas ruang lingkupnya dan batas lapangan perhatiannya yang lluas itu menyebabkan adanya paling sedikit lima masalah penelitian khusus ;
1. Masalah sejarah asal dan perkembangan manusia (evolusinya) secara biologis.
2. Masalah sejarah terjadinya aneka warna makhluk manusia, dipandang dari sudut ciri-ciri tumbuhnya.
3. Masalah sejarah asal, perkembangan dan persebaran aneka warna bahasa yang diucapkan manusia di seluruh dunia.
4. Masalah perkembangan persebaran dan terjadinya aneka warna kebudayaan manusia di seluruh dunia.
5. Masalah mengenai asas-asas kebudayaan manusia dalam kehidupan masyarakat dari semua suku bangsa yang tersebar di seluruh bumi masa kini.
Sehubungan dengan pengkhususan kedalam 5 lapangan tersebut, ilmu antropologi juga mengenal lain-lain bagian, yaitu :
a. Paleo-Antropologi
kedua-duanya disebut antropologi fisik dalam arti luas
b. Antropologi fisik
c. Etno linguistik
d. Grehistori ketiga-tiganya disebut antropologi badaya
e. Etnologi
Paleo-Antropologi adalah ilmu bagian yang meneliti soal asal-usul atau soal terjadinya evolusi makhluk manusia dengan mempergunakan bahan penelitian sisa-sisa tubuh yang telah membantu dan tersimpan dalam lapisan-lapisan bumi.
Antropologi fisik; dalam arti khusus adalah bagian ari ilmu antropologi yang mencoba mencapai mata pengertian tentang sejarah terjadinya aneka warna makhluk manusia dipandang dari sudut ciri-ciri tubuhnya yang memakai sebagai bahan penelitian, baik fenotipik atau genotipiknya.
Antropologi Fisik Disebut Juga Somatologi
Etno Linguistik atau Antropologi Linguistik adalah suatu ilmu antropologi yang pada asal mulanya erat-erat bersangkutan dengan ilmu antropologi bahkan penelitiannya yang berupa daftar-daftar kata-kata, penulisan tentang cara dan tata bahasa dari beratus-ratus bahasa suku bangsa yang tersebar diberbagai tempat dimuka bumi ini, bertumpu bersama-sama dengan bahan kebudayaan suku bangsa.
Prehistori mempelajari sejarah perkembangan dan persebaran semua kebudayaan manusia dibumi dalam zaman manusia mengenal huruf. Dalam ilmu sejarah, diseluruh waktu dari perkembangan kebudayaan umat manusia dimulai saat terjadinya makhluk manusia, yaitu kira-kira 800.000 tahun lalu hingga sekarang dibagi kedalam dua bagian:
1. Masa sebelum manusia mengenal huruf yang dalam ilmu pengetahuan disebut zaman prehistoris (sebelum sejarah).
2. masa setelah manusia mengenal huruf disebut zaman historis (sejarah).
Etnologi adalah ilmu bagian yang mencoba mecapai pengertian mengenai asas-asas manusia, dengan mempelajari kebudayaan-kebudayaan dalam kehidupan masyarakat dari sebanyak mungkin suku bangsa yang tersebar diseluruh muka bumi pada masa sekarang ini.
Descriptive integration dalam etnologi mengolah dan mengintrogasikan menjadi satu hasil-hasil penelitian dari sub-sub ilmu antropologi fisik, etnolinguistik, ilmu prehistoris dan etnografi. Descriptive integration selalu mengenai suatu daerah tertentu. Bahkan keterangan pokok yang diolah kedalam descriptive integratiom dari daerah itu adalah terutama bahan keterangan etnografi; sedangkan bahan seperti fosil (bahan dari galeoantropologi), ciri ras (bahan dari samatologi), artefak (bahan dari prehistoris) bahasa likal (bahan dari etnolinguistik), diolah menjadi satu dan diintegrasikan menjadi satu dengan etnografi tadi.[7]
C. Signifikasi Antropologi Sebagai Pendekatan Studi Islam
Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agana dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini, agama tampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawanannya. Dengan kata lain bahwa cara-cara yang digunakan dalam disiplin ilmu antropologis dalam melihat suatu masalah digunakan pula untuk memahami agama. Antropologi dalam kaitan ini sebagaimana dikatakan Powam Rahardjo, lebih mengutamakan pengamatan langsung, bahkan sifatnya partisipatif.[8]
Penelitian antropologi yang Grounded Research, yakni penelitian yang penelitinya terlibay dalam kehidupan masyarakat yang ditelitinya. Seorang peneliti datang ke lapangan tanpa ada prakonsepsi apapun terhadap fenomena keagamaan yang akan diamatinya. Fenomena-fenomena tersebut selanjutnya diinterpretasi dengan menggunakan kerangka teori tertentu. Misalnya seperti penelitian yang dilakukan oleh Geetz tentang struktur-struktur sosial di Jawa yang berlainan.
Struktur-struktur sosial yang di maksud adalah Abangan (yang intinya berpusat dipedesaan), santri (yang intinya berpusat di tempat perdagangan atau pasar), dan priyayi (yang intinya berpusat di kantor pemerintahan, dikota). Adanya tiga struktur sosial yang berlainan ini menunjukkan bahwa dibalik kesan yang didapat dari pernyataan bahwa penduduk Mojokuto itu sembilan puluh persen beragama Islam. Tiga lingkungan yang berbeda itu berkaitan dengan masuknya agama serta peradaban Hindu dan Islam di Jawa yang telah mewujudkan adanya Abangan yang menekankan pentingnya spek-aspek animistik, santri yang menekankan pentingnya aspek-aspek Islam dan priyayi yang menekankan aspek-aspek Hindu.[9]
Berdasarkan deskripsi tersebut, dapat diketahui bahwa model penelitian yang dilakukan Geertz adalah penelitian lapangan dengan pendekatan kualitatif.
IV. KESIMPULAN
1. Antropologi dan ilmu Humaniora adalah suatu hubungan yang sangat erat serta keduanya saling mendukung.
2. Bagian-bagian ilmu Antropologi antara lain :
· Paleo-Antropologi
· Antropologi fisik
· Etno linguistik
· Grehistori
· Etnologi
V. PENUTUP
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan. Kami sadar dan tahu betul dalam makalah ini masih banyak kekurangannya. Maka dari itu, sangat mengharapkan kritik dan sarannya yang konstrukti demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Akbar S. Drs. Kearah Antropologi Islam, Jakarta: Media Da’wah
Hoselitz, Bets F, Panduan Dasar Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta: CV. Rajawali, 1988
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Aksara Baru, 1980
Noto Abuddin, Prof. Dr. H. M.A., Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004
Sulaeman, Munandar, MS Drs. M, Ilmu Budaya Dasar, Bandung: PT. Erosco, 1993


[1] Dr. Akbar S. Ahmad, Kearah Antropologi Islam, Jakarta: Media Da’wah, hlm. 5-9
[2] Ibid, hlm. 129
[3] Ibid, hlm. 12
[4] Ibid, hlm. 23
[5] Ir. Drs. M. Munandar Sulaeman, MS, Ilmu Budaya Dasar, Bandung: PT. Erosco, 1993, hlm. 152-154
[6] Bets F. Hoselitz, ed, Panduan Dasar Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta: CV. Rajawali, 1988, hlm. 87
[7] Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Aksara Baru, 1980, hlm. 24-28
[8] Prof. Dr. H. Abuddin Noto, M.A., Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004, hlm. 35
[9] Ibid, hlm. 395-397

Tidak ada komentar:

Posting Komentar