PENDAHULUAN
Kehidupan modern dewasa ini telah tampil  dalam dua wajah yang antagonistik. Di satu sisi modernisme telah  berhasil mewujudkan kemajuan yang spektakuler, khususnya dalam bidang  ilmu pengetahuan dan teknologi. Di sisi lain, ia telah menampilkan wajah  kemanusiaan yang buram berupa kemanusiaan modern sebagai kesengsaraan  rohaniah. Modernitas telah menyeret manusia pada kegersangan spiritual.  Ekses ini merupakan konsekuensi logis dari paradigma modernisme yang  terlalu bersifat materialistik dan mekanistik, dan unsur nilai-nilai  normatif yang telah terabaikan. Hingga melahirkan problem-problem  kejiwaan yang variatif.
Ironisnya, masalah kejiwaan yang dihadapi individu sering mendapat  reaksi negatif dari orang-orang yang berada di sekitarnya. Secara  singkat lahirnya stigma ditimbulkan oleh keterbatasan pemahaman  masyarakat mengenai etiologi gangguan jiwa, di samping karena  nilai-nilai tradisi dan budaya yang masih kuat berakar, sehingga  gangguan jiwa sering kali dikaitkan oleh kepercayaan masyarakat yang  bersangkutan. Oleh karenanya, masih ada sebagian masyarakat yang tidak  mau terbuka dengan penjelasan-penjelasan yang lebih ilmiah (rasional dan  obyektif) dan memilih untuk mengenyampingkan perawatan medis dan  psikiatris terhadap gangguan jiwa.
Dalam konsep kesehatan mental Islam, pandangan mengenai stigma  gangguan jiwa tidak jauh berbeda dengan pandangan para ahli kesehatan  mental pada umumnya. Namun, yang ditekankan di dalam konsep kesehatan  mental Islam di sini adalah mengenai stigma gangguan jiwa yang timbul  oleh asumsi bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh pengaruh kekuatan  supranatural dan hal-hal gaib.
ILMU KESEHATAN DAN KESEHATAN MENTAL DALAM PERSPEKTIF ISLAM
(Al-Qur’an, Hadits dan Khazana Pemikiran Islam)
- Ilmu Kesehatan dan Kesehatan Mental Menurut Islam
 
Manusia dalam melakukan hubungan dan  interaksi dengan lingkungannya baik materiil maupun sosial, semua itu  tidak keluar dari tindakan penyesuaian diri atau adjustment. Tetapi  apabila seseorang tersebut tidak dapat atau tidak bias menyesuaikan diri  dikatakan  ksehatan mentalnya terganggu atau diragukan. (Abdul Aziz El  Quusiy terjemahan Dzakia Drajat, Pokok-Pokok Kesehatan Jiwa/Mental,  1974. hal 10)
Contoh penyesuaian diri yang wajar  tersebut adalah seseorang yang menghindarkan dirinya dari situasi yang  membahayakan dirinya. Sedangkan penyesuaian diri yang tidak wajar  misalnya seseorang yang takut terhadap binatang yang biasa seperti  kucing, kelinci dan sebangsanya. Dari dua contoh tersebut dapat diambil  suatu kesimpulan bahwa orang yang bisa melakukan penyesuaian diri secara  wajar dikatakan sehat mentalnya dan orang yang tidak bisa melakukan  penyesuaian diri secara wajar, menunjukkan penyimpangan dari kesehatan  mentalnya.
Kesehatan jasmani adalah keserasian yang  sempurna antara bermacam-macam fungsi jasmani disertai dengan kemampuan  untuk menghadapi kesukaran-kesukaran yang biasa, yang terdapat dalam  lingkungan, disamping secara positif merasa gesit, kuat dan semangat.
Kesehatan mental dalam kehidupan manusia  merupakan masalah yang amat penting karena menyangkut soal kualitas dan  kebahagian manusia. Tanpa kesehatan yang baik orang tidak akan mungkin  mendapatkan kebahagian dan kualitas sumber daya manusia yang tinggi.  (Yahya Jaya, Kesehatan Mental, 2002. hlm 68)
Kenapa hal itu bisa terjadi?  Jawabannya  karena kesehatan mental tersebut menyangkut segala aspek kehidupan yang  menyelimuti manusia mulai dari kehidupan pribadi, keluarga, sosial,  politik, agama serta sampai pada bidang pekerjaaan dan profesi hidup  manusia. Kehidupan mewah dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi  tidak akan menjamin kebahagian manusia. Hal itu karena yang bisa  menjamin kebahagian manusia tersebut adalah kejiwaan, kesehatan dan  keberagamaan yang dimiliki manusia. Tiga faktor tersebut sangat sejalan  sekali dalam mencapai kebahagian hidup manusia didunia dan akhirat,  karena kebahagian yang harus dicapai itu tidak hanya kebahagian didunia  melainkan juga kebahagian diakhirat kelak.
Banyak teori yang dikemukan oleh ahli  jiwa tentang kesehatan mental, misalnya teori psikoanalisis, behavioris  dan humamisme. Sungguhpun demikian teori tersebut memiliki  batasan-batasan dan tidak menyentuh seluruh dimensi (aspek) dan  aktivitas kehidupan manusia sebagai makhluk multidimensional dan  multipotensial. Manusia sebagai makhluk multidimensional  setidak-tidaknya memiliki dimensi jasmani, rohani, agama, akhlak,  sosial, akal, dan seni (estetika). Sedangkan sebagai makhluk multi  potensial manusia memiliki potensi yang amat banyak yang dikaruniakan  Allah SWT kepadanya yang dalam islam terkandung dalam asma ulhusna.  Salah satunya adalah agama. Agama adalah jalan utama menuju kesehatan  mental, karena dalam agama ada kebuutuhan-kebutuhan jiwa manusia,  kekuatan untuk mengendalikan manusia dla memenuhi kebutuhaan, serta  sampai kepada kekuatan untuk menafikan pemenuhan kebuthan manusia tanpa  membawa dampak psikologis yang negative. (Yahya Jaya, Kesehatan Mental.  2002).
Menurut Hasan Langgulung, kesehatan  mental dapat disimpulkan sebagai “akhlak yang mulia”. Oleh sebab itu,  kesehatan mental didefinisikan sebagai “keadaan jiwa yang menyebabkan  merasa rela (ikhlas) dan tentram ketika ia melakukan akhlak yang mulia.
Didalam buku Yahya Jaya menjelaskan bahwa  kesehatan mental menurut islam yaitu, identik dengan ibadah atau  pengembangan potensi diri yang dimiliki manusia dalam rangka pengabdian  kepada Allah dan agama-Nya untuk mendapatkan Al-nafs Al-muthmainnah  (jiwa yang tenang dan bahagia) dengan kesempurnaan iman dalam hidupnya.
Sedangkan dalam bukunya Abdul Mujib dan  Yusuf Mudzkir kesehatan menurut islam yang dkutip dari Musthafa fahmi,  menemukan dua pola dalam mendefenisikan kesehatan mental:
- Pola negatif (salaby), bahwa kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari neurosis (al-amhradh al-’ashabiyah) dan psikosis (al-amhradh al-dzihaniyah).
 - Pola positif (ijabiy), bahwa kesehatan mental adalah kemampuan individu dalam penyesuaian terhadap diri sendiri dan terhadap lingkungan sosial.
 
Islam sebagai suatu agama yang bertujuan  untuk membahagiakan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sudah  barang tentu dalam ajaran-ajaranya memiliki konsep kesehatan mental.  Begitu juga dengan kerasulan Nabi Muhammad SAW adalah bertujuan untuk  mendidik dan memperbaiki dan membersihkan serta mensucikan jiwa dan  akhlak.
Di dalam Al-Qur’an sebagai dasar dan  sumber ajaran islam banyak ditemui ayat-ayat yang berhubungan dengan  ketenangan dan kebahagiaan jiwa sebagai hal yang prinsipil dalam  kesehatan mental. Ayat-ayat tersebut adalah:
لَقَدْ مَنَّ اللّهُ عَلَى  الْمُؤمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولاً مِّنْ أَنفُسِهِمْ يَتْلُو  عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ  وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُواْ مِن قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُّبِينٍ
Artinya: Sungguh Allah telah memberi  karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara  mereka                                 seorang rasul dari golongan  mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah,  membersihkan                                     (jiwa) mereka, dan  mengajarkan kepada mereka al-kitab dan al-hikmah. Dan sesungguhnya  sebelum (keadaan                                         nabi) itu,  mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Q.S. 3: 164)
Dalam hadits Rasulullah dijelaskan juga yaitu:
Artinya: Sesungguhnya aku diutus oleh Allah adalah bertugas untuk menyempurnakan kemulian Akhlak manusia.
Dengan kejelasan ayat Al-Qur’an dan hadits diatas dapat ditegaskan bahwa kesehatan mental (shihiyat al nafs)  dalam arti yang luas adalah tujuan dari risalah Nabi Muhammad SAW  diangkat jadi rasul Allah SWT, karena asas, cirri, karakteristik dan  sifat dari orang yang bermental itu terkandung dalam misi dan tujuan  risalahnya. Dan juga dalam hal ini al-Qur’an berfungsi sebagai petunjuk,  obat, rahmat dan mu’jizat (pengajaran) bagi kehidupan jiwa manusia  dalam menuju kebahagian dan peningkatan kualitasnya sebagai mana yang  ditegaskan dalam ayat berikut:
Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang  menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang                                         ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah  orang-orang yang beruntung. (Q.S. Ali Imran: 104)
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah  menjanjikan kemenangan kepada orang-orang yang mengajak kepada  kebaikan,menyuruh kepada yang makruf dan mencegah kapada yang mungkar.  Keimanan,katqwaan,amal saleh,berbuat yang makruf, dan menjauhi perbuatan  keji dan mungkar faktor yang penting dalam usaha pembinaan kesehatan  mental.
Artinya: Dia-lah yang telah  menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan  mereka                                                   bertambah di  samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah  tentara langit dan bumi dan                                   adalah  Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q.S. Al-Fath: 4)
Ayat di atas menerangkan bahwa Allah  mensifati diriNya bahwa Dia-lah Tuhan Yang Maha Mengetahui dan Bijaksana  yang dapat memberikan ketenangan jiwa ke dalam hati orang yang beriman.
Artinya: Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada  (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira                                        kepada orang-orang Mu´min yang mengerjakan amal saleh  bahwa bagi mereka ada pahala yang besar. (Q.S. Al-Isra: 9)
Artinya: Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi  penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan                                     Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang  zalim selain kerugian. (Q.S. Al-Isra: 82)
Artinya: Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu  pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-                                            penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk  serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (Q.S. Yunus: 57)
Berdasarkan kejelasan keterangan  ayat-ayat Al-Qur’an diatas, maka dapat dikatakan bahwa semua misi dan  tujuan dari ajaran Al-Qur’an (islam) yang berintikan kepada akidah,  ibadah, syariat, akhlak dan muamalata adalah bertujuan dan berperan bagi  pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas dan  berbahagia.
Islam memiliki konsep tersendiri dan khas  tentang kesehatan mental. Pandangan islam tentang kesehatan jiwa  berdasarkan atas prinsip keagamaan dan pemikiran falsafat yang terdapat  dalam ajaran-ajaran islam.
Berdasarkan pemikiran diatas maka  setidak-tidaknya ada enam prinsip keagamaan dan pemikiran filsafat yang  mendasari konsep dan pemahaman islam tentang kesehatan jiwa yang dapat  dijelaskan sebagai berikut:
- Prinsip dan filsafat tentang maksud dan tujuan manusia dan alam jagad dijadikan oleh Allah SWT. Diantara maksud dan tujuan manusia dijadikan Allah adalah untuk beribadah dan menjadi khalifah di bumi.
 - Prinsip dan filsafat tentang keadaan sifat Allah dan hubungannya dengan sifat manusia. Dalam keyakinan islam Allah SWT memiliki sifat dan nama-nama yang agung, yakni asmaul husna yang jumlahnya ada 99 nama atau sifat.
 - Prinsip dan filsafat tentang keadaan amanah dan fungsi manusia dijadikan Allah sebagai khalifah di bumi. Manusia dijadikan Allah berfungsi sebagai khalifah di muka bumi. Sebagai khalifah Allah membekali manusia dengan dua kualitas (kemampuan), yakni ibadah dan siyadah atau imtak dan ipteks, agar manusia itu berhasil dalam mengelola bumi.
 - Prinsip dan filsafat tentang perjanjian (mistaq) antara manusia dan Allah sewaktu manusia masih berada dalam kandungan ibunya masing-masing. Allah menjadikan manusia dalam bentuk kejadian yang sebaik-baiknya, dan kemudian menyempurnakan kejadian dengan meniupkan ruh ke dalam tubuhnya (basyar), sehingga membuat para malaikat menaruh hormat yang tinggi kepada manusia.
 - Prinsip dan filsafat tentang manusia dan pendidikannya. Manusia dalam pandangan islam adalah makhluk multidimensional dan multipotensial.
 - Prinsip dan filsafat tentang hakikat manusia Dalam pandangan islam hakikat dari manusia itu adalah jiwanya, karena jiwa itu berasal dari Tuhan dan menjadi sumber kehidupan.
 
Berdasarkan pandangan dan pemikiran  diatas, maka dapat dikemukakan pengertian kesehatan jiwa/mental dalam  islam sebagai berikut. Kesehatan jiwa menurut islam tidak lain adalah  ibadah yang amat luas atau pengembangan dimensi dan potensi yang  dimiliki manusia dalam dirinya dalam rangka pengabdian kepada Allah yang  diikuti dengan perasaan amanah, tanggung jawab serta kepatuhan dan  ketaatan kepada Allah dan ajaran agama-Nya, sehingga dengan demikian  terwujud nafsu muthmainnah atau jiwa sakinah. (Yahya Jaya, Kesehatan  Mental. 2002).
2.  Kesehatan Mental dalam Khazana Pemikiran Islam
Di samping itu dalam sejarah perkembangan  pemikiran dalam islam tentang kejiwaan dan hidup kerohanian banyak pula  ditemukan konsep islam tentang kesehatan jiwa (shihhat al nafs) yang  ditulis oleh ulama klasik. Seperti:
Ibnu Rusyd mengartikan kesehatan jiwa itu  dengan takwa. Dalam pengertian ini orang yang sangat sehat jiwanya  adalah orang yang memiliki keimanan dan ketakwaan  dalam kehidupan  jiwanya. Takwa sebagai konsep kesehatan jiwa dalam islam bagi Ibnu Rasyd  dapat dimaklumi dan dipahami, karena makna takwa itu luas dan tinggi.
Tegasnya Ibnu Rusyd mengatakan takwa  adalah kesehatan jiwa dan hawa nafsu adalah unsure jiwa yang membuat  kehidupan jiwa terganggu dan sakit. Kesehatan jiwa dalam arti takwa itu  berasal dari Allah SWT.
Adapun al-Ghazali mengistilahkan kesehatan  jiwa itu dengan tazkiyat al nafs  yang artinya identik dengan iman dan takwa sebagai yang telah  dijelaskan. Ia mengartikan tazkiyat al nafs itu dengan ilmu penyakit  jiwa dan sebab musababnya, serta ilmu tentang pembinaan dan pengembangan  hidup kejiwaan manusia, suatu pengertian yang identik dengan kesehatan  jiwa. Pengertian tersebut tidak terbatas pada konsepnya pada gangguan  dan penyakit kejiwaan serta perawatan dan pengobatannya, tetapi juga  meliputi pembinaan dan pengembangan jiwa manusia setinggi mungkin menuju  kesehatan dan kesempurnaannya sesuai dengan arti kata tazkiyat itu  sendiri dalam pendidikan al-Qur’an berikut:
Artinya: demi jiwa dan kesempurnaan (ciptaan)-Nya. Allah  menghilangkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan                                                       ketakwaan. Sesungguhnya beruntunglah  orang yang melakukan proses tazkiyah (pembinaan takwa) dalam                                              dirinya, sebaliknya merugilah  orang-orang yang mengotori jiwa (mengikuti hawa nafsu dalam pembinaan                                                jiwanya) atau tadsiyat al naf  s. (Q.S. Asy Syamsu: 7-10)
Dari keterangan ayat diatas dapat pula  diambil suatu pedoman bahwa tujuan dari pembinaan dan pengembangan jiwa  itu dalam islam adalah untuk mewujudkan kondisi kesehatan jiwa yang  baik. (al-falah) yang diperoleh melalui pendidikan tazkiyah atau  pembinaan potensi jiwa takwa dalam diri. Sehingga jiwa muthmainnah  menyempurnakan kehidupan mental manusia, dan inilah tujuan yang paling  tinggi dari usaha pembinaan dan pengembangan kesehatan jiwa dalam Islam  yang harus dicapai oleh setiap muslim muslimah.
Dengan demikian kesehatan jiwa itu juga  identik bagi al-Ghazali dengan keimanan dan ketakwaan dalam arti  tazkiyat al nafs. Dari uraian yang telah dikemukakan di atas dapat  ditegaskan bahwa iman dan takwa memiliki relevansi yang sangat erat  sekali dengan soal kejiwaan. Iman dan takwa itulah arti psikologi dan  kesehatan mental yang sesungguhnya bagi manusia  dalam Islam.
PENUTUP
- Kesimpulan
 
Kesehatan mental dalam kehidupan manusia  merupakan masalah yang amat penting karena menyangkut soal kualitas dan  kebahagian manusia. Tanpa kesehatan yang baik orang tidak akan mungkin  mendapatkan kebahagian dan kualitas sumber daya manusia yang tinggi.
Hal itu karena yang bisa menjamin  kebahagian manusia tersebut adalah kejiwaan, kesehatan dan keberagamaan  yang dimiliki manusia. Tiga faktor tersebut sangat sejalan sekali dalam  mencapai kebahagian hidup manusia didunia dan akhirat, karena kebahagian  yang harus dicapai itu tidak hanya kebahagian didunia melainkan juga  kebahagian diakhirat kelak.
Islam memiliki konsep tersendiri dan khas  tentang kesehatan mental. Pandangan islam tentang kesehatan jiwa  berdasarkan atas prinsip keagamaan dan pemikiran falsafat yang terdapat  dalam ajaran-ajaran islam. Berdasarkan pemikiran diatas maka  setidak-tidaknya ada enam prinsip keagamaan dan pemikiran filsafat yang  mendasari konsep dan pemahaman islam tentang kesehatan jiwa. dapat  ditegaskan bahwa iman dan takwa memiliki relevansi yang sangat erat  sekali dengan soal kejiwaan. Iman dan takwa itulah arti psikologi dan  kesehatan mental yang sesungguhnya bagi manusia  dalam Islam.
 2. Saran
Dalam penulisan makalah ini banyak terdapat kekurangan baik dari segi  isi maupun dari segi penulisan untuk itu pemakalah minta kritik dan  sarannya yang bersifat mendidik untuk kemajuan yang akan mendatang dari  berbagai pihak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar