STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Jumat, 10 Juni 2011

ILMU KESEHATAN DAN KESEHATAN MENTAL DALAM PERSPEKTIF ISLAM (Al-Qur’an, Hadist Dan Khazanah Pemikiran Islam)

PENDAHULUAN
Kehidupan modern dewasa ini telah tampil dalam dua wajah yang antagonistik. Di satu sisi modernisme telah berhasil mewujudkan kemajuan yang spektakuler, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Di sisi lain, ia telah menampilkan wajah kemanusiaan yang buram berupa kemanusiaan modern sebagai kesengsaraan rohaniah. Modernitas telah menyeret manusia pada kegersangan spiritual. Ekses ini merupakan konsekuensi logis dari paradigma modernisme yang terlalu bersifat materialistik dan mekanistik, dan unsur nilai-nilai normatif yang telah terabaikan. Hingga melahirkan problem-problem kejiwaan yang variatif.
Ironisnya, masalah kejiwaan yang dihadapi individu sering mendapat reaksi negatif dari orang-orang yang berada di sekitarnya. Secara singkat lahirnya stigma ditimbulkan oleh keterbatasan pemahaman masyarakat mengenai etiologi gangguan jiwa, di samping karena nilai-nilai tradisi dan budaya yang masih kuat berakar, sehingga gangguan jiwa sering kali dikaitkan oleh kepercayaan masyarakat yang bersangkutan. Oleh karenanya, masih ada sebagian masyarakat yang tidak mau terbuka dengan penjelasan-penjelasan yang lebih ilmiah (rasional dan obyektif) dan memilih untuk mengenyampingkan perawatan medis dan psikiatris terhadap gangguan jiwa.

Dalam konsep kesehatan mental Islam, pandangan mengenai stigma gangguan jiwa tidak jauh berbeda dengan pandangan para ahli kesehatan mental pada umumnya. Namun, yang ditekankan di dalam konsep kesehatan mental Islam di sini adalah mengenai stigma gangguan jiwa yang timbul oleh asumsi bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh pengaruh kekuatan supranatural dan hal-hal gaib.
ILMU KESEHATAN DAN KESEHATAN MENTAL DALAM PERSPEKTIF ISLAM
(Al-Qur’an, Hadits dan Khazana Pemikiran Islam)
  1. Ilmu Kesehatan dan Kesehatan Mental Menurut Islam
Manusia dalam melakukan hubungan dan interaksi dengan lingkungannya baik materiil maupun sosial, semua itu tidak keluar dari tindakan penyesuaian diri atau adjustment. Tetapi apabila seseorang tersebut tidak dapat atau tidak bias menyesuaikan diri dikatakan  ksehatan mentalnya terganggu atau diragukan. (Abdul Aziz El Quusiy terjemahan Dzakia Drajat, Pokok-Pokok Kesehatan Jiwa/Mental, 1974. hal 10)
Contoh penyesuaian diri yang wajar tersebut adalah seseorang yang menghindarkan dirinya dari situasi yang membahayakan dirinya. Sedangkan penyesuaian diri yang tidak wajar misalnya seseorang yang takut terhadap binatang yang biasa seperti kucing, kelinci dan sebangsanya. Dari dua contoh tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa orang yang bisa melakukan penyesuaian diri secara wajar dikatakan sehat mentalnya dan orang yang tidak bisa melakukan penyesuaian diri secara wajar, menunjukkan penyimpangan dari kesehatan mentalnya.
Kesehatan jasmani adalah keserasian yang sempurna antara bermacam-macam fungsi jasmani disertai dengan kemampuan untuk menghadapi kesukaran-kesukaran yang biasa, yang terdapat dalam lingkungan, disamping secara positif merasa gesit, kuat dan semangat.
Kesehatan mental dalam kehidupan manusia merupakan masalah yang amat penting karena menyangkut soal kualitas dan kebahagian manusia. Tanpa kesehatan yang baik orang tidak akan mungkin mendapatkan kebahagian dan kualitas sumber daya manusia yang tinggi. (Yahya Jaya, Kesehatan Mental, 2002. hlm 68)
Kenapa hal itu bisa terjadi?  Jawabannya karena kesehatan mental tersebut menyangkut segala aspek kehidupan yang menyelimuti manusia mulai dari kehidupan pribadi, keluarga, sosial, politik, agama serta sampai pada bidang pekerjaaan dan profesi hidup manusia. Kehidupan mewah dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan menjamin kebahagian manusia. Hal itu karena yang bisa menjamin kebahagian manusia tersebut adalah kejiwaan, kesehatan dan keberagamaan yang dimiliki manusia. Tiga faktor tersebut sangat sejalan sekali dalam mencapai kebahagian hidup manusia didunia dan akhirat, karena kebahagian yang harus dicapai itu tidak hanya kebahagian didunia melainkan juga kebahagian diakhirat kelak.
Banyak teori yang dikemukan oleh ahli jiwa tentang kesehatan mental, misalnya teori psikoanalisis, behavioris dan humamisme. Sungguhpun demikian teori tersebut memiliki batasan-batasan dan tidak menyentuh seluruh dimensi (aspek) dan aktivitas kehidupan manusia sebagai makhluk multidimensional dan multipotensial. Manusia sebagai makhluk multidimensional setidak-tidaknya memiliki dimensi jasmani, rohani, agama, akhlak, sosial, akal, dan seni (estetika). Sedangkan sebagai makhluk multi potensial manusia memiliki potensi yang amat banyak yang dikaruniakan Allah SWT kepadanya yang dalam islam terkandung dalam asma ulhusna. Salah satunya adalah agama. Agama adalah jalan utama menuju kesehatan mental, karena dalam agama ada kebuutuhan-kebutuhan jiwa manusia, kekuatan untuk mengendalikan manusia dla memenuhi kebutuhaan, serta sampai kepada kekuatan untuk menafikan pemenuhan kebuthan manusia tanpa membawa dampak psikologis yang negative. (Yahya Jaya, Kesehatan Mental. 2002).
Menurut Hasan Langgulung, kesehatan mental dapat disimpulkan sebagai “akhlak yang mulia”. Oleh sebab itu, kesehatan mental didefinisikan sebagai “keadaan jiwa yang menyebabkan merasa rela (ikhlas) dan tentram ketika ia melakukan akhlak yang mulia.
Didalam buku Yahya Jaya menjelaskan bahwa kesehatan mental menurut islam yaitu, identik dengan ibadah atau pengembangan potensi diri yang dimiliki manusia dalam rangka pengabdian kepada Allah dan agama-Nya untuk mendapatkan Al-nafs Al-muthmainnah (jiwa yang tenang dan bahagia) dengan kesempurnaan iman dalam hidupnya.
Sedangkan dalam bukunya Abdul Mujib dan Yusuf Mudzkir kesehatan menurut islam yang dkutip dari Musthafa fahmi, menemukan dua pola dalam mendefenisikan kesehatan mental:
  1. Pola negatif (salaby), bahwa kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari  neurosis (al-amhradh al-’ashabiyah) dan psikosis (al-amhradh al-dzihaniyah).
  2. Pola positif (ijabiy), bahwa kesehatan mental adalah kemampuan individu dalam penyesuaian terhadap diri sendiri dan terhadap lingkungan sosial.
Islam sebagai suatu agama yang bertujuan untuk membahagiakan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sudah barang tentu dalam ajaran-ajaranya memiliki konsep kesehatan mental. Begitu juga dengan kerasulan Nabi Muhammad SAW adalah bertujuan untuk mendidik dan memperbaiki dan membersihkan serta mensucikan jiwa dan akhlak.
Di dalam Al-Qur’an sebagai dasar dan sumber ajaran islam banyak ditemui ayat-ayat yang berhubungan dengan ketenangan dan kebahagiaan jiwa sebagai hal yang prinsipil dalam kesehatan mental. Ayat-ayat tersebut adalah:
لَقَدْ مَنَّ اللّهُ عَلَى الْمُؤمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولاً مِّنْ أَنفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُواْ مِن قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُّبِينٍ
Artinya: Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka                                 seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan                                     (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-kitab dan al-hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (keadaan                                         nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Q.S. 3: 164)
Dalam hadits Rasulullah dijelaskan juga yaitu:
Artinya: Sesungguhnya aku diutus oleh Allah adalah bertugas untuk menyempurnakan kemulian Akhlak manusia.
Dengan kejelasan ayat Al-Qur’an dan hadits diatas dapat ditegaskan bahwa kesehatan mental (shihiyat al nafs) dalam arti yang luas adalah tujuan dari risalah Nabi Muhammad SAW diangkat jadi rasul Allah SWT, karena asas, cirri, karakteristik dan sifat dari orang yang bermental itu terkandung dalam misi dan tujuan risalahnya. Dan juga dalam hal ini al-Qur’an berfungsi sebagai petunjuk, obat, rahmat dan mu’jizat (pengajaran) bagi kehidupan jiwa manusia dalam menuju kebahagian dan peningkatan kualitasnya sebagai mana yang ditegaskan dalam ayat berikut:
Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang                                        ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (Q.S. Ali Imran: 104)
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah menjanjikan kemenangan kepada orang-orang yang mengajak kepada kebaikan,menyuruh kepada yang makruf dan mencegah kapada yang mungkar. Keimanan,katqwaan,amal saleh,berbuat yang makruf, dan menjauhi perbuatan keji dan mungkar faktor yang penting dalam usaha pembinaan kesehatan mental.
Artinya: Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka                                                   bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan                                   adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q.S. Al-Fath: 4)
Ayat di atas menerangkan bahwa Allah mensifati diriNya bahwa Dia-lah Tuhan Yang Maha Mengetahui dan Bijaksana yang dapat memberikan ketenangan jiwa ke dalam hati orang yang beriman.
Artinya: Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira                                       kepada orang-orang Mu´min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar. (Q.S. Al-Isra: 9)
Artinya: Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan                                    Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (Q.S. Al-Isra: 82)
Artinya: Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-                                           penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (Q.S. Yunus: 57)
Berdasarkan kejelasan keterangan ayat-ayat Al-Qur’an diatas, maka dapat dikatakan bahwa semua misi dan tujuan dari ajaran Al-Qur’an (islam) yang berintikan kepada akidah, ibadah, syariat, akhlak dan muamalata adalah bertujuan dan berperan bagi pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas dan berbahagia.
Islam memiliki konsep tersendiri dan khas tentang kesehatan mental. Pandangan islam tentang kesehatan jiwa berdasarkan atas prinsip keagamaan dan pemikiran falsafat yang terdapat dalam ajaran-ajaran islam.
Berdasarkan pemikiran diatas maka setidak-tidaknya ada enam prinsip keagamaan dan pemikiran filsafat yang mendasari konsep dan pemahaman islam tentang kesehatan jiwa yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
  1. Prinsip dan filsafat tentang maksud dan tujuan manusia dan alam jagad dijadikan oleh Allah SWT. Diantara maksud dan tujuan manusia dijadikan Allah adalah untuk beribadah dan menjadi khalifah di bumi.
  2. Prinsip dan filsafat tentang keadaan sifat Allah dan hubungannya dengan sifat manusia. Dalam keyakinan islam Allah SWT memiliki sifat dan nama-nama yang agung, yakni asmaul husna yang jumlahnya ada 99 nama atau sifat.
  3. Prinsip dan filsafat tentang keadaan amanah dan fungsi manusia dijadikan Allah sebagai khalifah di bumi. Manusia dijadikan Allah berfungsi sebagai khalifah di muka bumi. Sebagai khalifah Allah membekali manusia dengan dua kualitas (kemampuan), yakni ibadah dan siyadah atau imtak dan ipteks, agar manusia itu berhasil dalam mengelola bumi.
  4. Prinsip dan filsafat tentang perjanjian (mistaq) antara manusia dan Allah sewaktu manusia masih berada dalam kandungan ibunya masing-masing. Allah menjadikan manusia dalam bentuk kejadian yang sebaik-baiknya, dan kemudian menyempurnakan kejadian dengan meniupkan ruh ke dalam tubuhnya (basyar), sehingga membuat para malaikat menaruh hormat yang tinggi kepada manusia.
  5. Prinsip dan filsafat tentang manusia dan pendidikannya. Manusia dalam pandangan islam adalah makhluk multidimensional dan multipotensial.
  6. Prinsip dan filsafat tentang hakikat manusia Dalam pandangan islam hakikat dari manusia itu adalah jiwanya, karena jiwa itu berasal dari Tuhan dan menjadi sumber kehidupan.
Berdasarkan pandangan dan pemikiran diatas, maka dapat dikemukakan pengertian kesehatan jiwa/mental dalam islam sebagai berikut. Kesehatan jiwa menurut islam tidak lain adalah ibadah yang amat luas atau pengembangan dimensi dan potensi yang dimiliki manusia dalam dirinya dalam rangka pengabdian kepada Allah yang diikuti dengan perasaan amanah, tanggung jawab serta kepatuhan dan ketaatan kepada Allah dan ajaran agama-Nya, sehingga dengan demikian terwujud nafsu muthmainnah atau jiwa sakinah. (Yahya Jaya, Kesehatan Mental. 2002).
2.  Kesehatan Mental dalam Khazana Pemikiran Islam
Di samping itu dalam sejarah perkembangan pemikiran dalam islam tentang kejiwaan dan hidup kerohanian banyak pula ditemukan konsep islam tentang kesehatan jiwa (shihhat al nafs) yang ditulis oleh ulama klasik. Seperti:
Ibnu Rusyd mengartikan kesehatan jiwa itu dengan takwa. Dalam pengertian ini orang yang sangat sehat jiwanya adalah orang yang memiliki keimanan dan ketakwaan  dalam kehidupan jiwanya. Takwa sebagai konsep kesehatan jiwa dalam islam bagi Ibnu Rasyd dapat dimaklumi dan dipahami, karena makna takwa itu luas dan tinggi.
Tegasnya Ibnu Rusyd mengatakan takwa adalah kesehatan jiwa dan hawa nafsu adalah unsure jiwa yang membuat kehidupan jiwa terganggu dan sakit. Kesehatan jiwa dalam arti takwa itu berasal dari Allah SWT.
Adapun al-Ghazali mengistilahkan kesehatan  jiwa itu dengan tazkiyat al nafs yang artinya identik dengan iman dan takwa sebagai yang telah dijelaskan. Ia mengartikan tazkiyat al nafs itu dengan ilmu penyakit jiwa dan sebab musababnya, serta ilmu tentang pembinaan dan pengembangan hidup kejiwaan manusia, suatu pengertian yang identik dengan kesehatan jiwa. Pengertian tersebut tidak terbatas pada konsepnya pada gangguan dan penyakit kejiwaan serta perawatan dan pengobatannya, tetapi juga meliputi pembinaan dan pengembangan jiwa manusia setinggi mungkin menuju kesehatan dan kesempurnaannya sesuai dengan arti kata tazkiyat itu sendiri dalam pendidikan al-Qur’an berikut:
Artinya: demi jiwa dan kesempurnaan (ciptaan)-Nya. Allah menghilangkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan                                                      ketakwaan. Sesungguhnya beruntunglah orang yang melakukan proses tazkiyah (pembinaan takwa) dalam                                             dirinya, sebaliknya merugilah orang-orang yang mengotori jiwa (mengikuti hawa nafsu dalam pembinaan                                               jiwanya) atau tadsiyat al naf s. (Q.S. Asy Syamsu: 7-10)
Dari keterangan ayat diatas dapat pula diambil suatu pedoman bahwa tujuan dari pembinaan dan pengembangan jiwa itu dalam islam adalah untuk mewujudkan kondisi kesehatan jiwa yang baik. (al-falah) yang diperoleh melalui pendidikan tazkiyah atau pembinaan potensi jiwa takwa dalam diri. Sehingga jiwa muthmainnah menyempurnakan kehidupan mental manusia, dan inilah tujuan yang paling tinggi dari usaha pembinaan dan pengembangan kesehatan jiwa dalam Islam yang harus dicapai oleh setiap muslim muslimah.
Dengan demikian kesehatan jiwa itu juga identik bagi al-Ghazali dengan keimanan dan ketakwaan dalam arti tazkiyat al nafs. Dari uraian yang telah dikemukakan di atas dapat ditegaskan bahwa iman dan takwa memiliki relevansi yang sangat erat sekali dengan soal kejiwaan. Iman dan takwa itulah arti psikologi dan kesehatan mental yang sesungguhnya bagi manusia  dalam Islam.
PENUTUP
  1. Kesimpulan
Kesehatan mental dalam kehidupan manusia merupakan masalah yang amat penting karena menyangkut soal kualitas dan kebahagian manusia. Tanpa kesehatan yang baik orang tidak akan mungkin mendapatkan kebahagian dan kualitas sumber daya manusia yang tinggi.
Hal itu karena yang bisa menjamin kebahagian manusia tersebut adalah kejiwaan, kesehatan dan keberagamaan yang dimiliki manusia. Tiga faktor tersebut sangat sejalan sekali dalam mencapai kebahagian hidup manusia didunia dan akhirat, karena kebahagian yang harus dicapai itu tidak hanya kebahagian didunia melainkan juga kebahagian diakhirat kelak.
Islam memiliki konsep tersendiri dan khas tentang kesehatan mental. Pandangan islam tentang kesehatan jiwa berdasarkan atas prinsip keagamaan dan pemikiran falsafat yang terdapat dalam ajaran-ajaran islam. Berdasarkan pemikiran diatas maka setidak-tidaknya ada enam prinsip keagamaan dan pemikiran filsafat yang mendasari konsep dan pemahaman islam tentang kesehatan jiwa. dapat ditegaskan bahwa iman dan takwa memiliki relevansi yang sangat erat sekali dengan soal kejiwaan. Iman dan takwa itulah arti psikologi dan kesehatan mental yang sesungguhnya bagi manusia  dalam Islam.
2. Saran
Dalam penulisan makalah ini banyak terdapat kekurangan baik dari segi isi maupun dari segi penulisan untuk itu pemakalah minta kritik dan sarannya yang bersifat mendidik untuk kemajuan yang akan mendatang dari berbagai pihak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar